Anda di halaman 1dari 31

LONG CASE

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT

RSUD Panembahan Senopati

Pembimbing :

dr. I Wayan Marthana WK, M.Kes, Sp. THT

Disusun oleh :

Intan Permata Sari

20100310161

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

1
HALAMAN PENGESAHAN

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorok

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Intan Permata Sari

20100310161

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Oktober 2015

Oleh :

Dokter Penguji

dr. I Wayan Marthana, M.Kes, Sp.THT

2
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. UT

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 20 Juni 1952

Umur : 63 tahun

Alamat : Pundong, Bantul

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Status Perkawinan : Janda

Tanggal Masuk RS : 13 Oktober 2015

No. Rekam Medis : 456***

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Keluar cairan kental berwarna putih kekuningan dari lubang telinga kiri sejak bulan

Juli 2015 (± 3 bulan SMRS).

B. Riwayat Penyakit Sekarang

3
Pasien datang ke poli THT rujukan dari puskesmas dengan keluhan keluar

cairan kental berwarna putih kekuningan, berbau busuk, dan nyeri pada telinga kiri.

Keluhan telah dirasakan sejak 3 bulan SMRS. Os mengeluh mengalami penurunan

pendengaran dan nyeri diseluruh bagian kepala. Terkadang OS merasa telinga kiri

berdenging. Keluhan sebenarnya sudah dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. OS sempat

berobat di RS Elizabeth dan diberikan obat tetes dan obat yang harus diminum.

Keluhan membaik setelah itu. Namun, keluhan muncul kembali. OS sebenarnya ingin

berobat balik ke RS Elizabeth, namun karena masalah ekonomi OS memilih berobat

ke Puskesmas. Di puskesmas OS diberikan obat tetes. Keluhan OS tidak membaik

dengan obat tetes. Maka, OS pun akhirnya dirujuk ke RSUD Penembahan senopati

Bantul.

OS sering kali mengalami batuk pilek. OS merasa keluhan batuk pilek muncul

saat pasien meminum es. OS sering mengalami batuk pilek sejak OS masih muda (±

43 thn yll). Selama 1 tahun, OS sering mengalami batuk pilek selama 2-3 kali dengan

durasi 2-3 minggu. Batuk pilek juga sering kali muncul dikala musim hujan. OS

merasa keluhan telinganya muncul dikala OS mengalami batuk pilek yang

berkepanjangan. Saat ini OS sedang mengalami batuk pilek yang telah bermula sejak

2 minggu yang lalu. Pilek OS mengeluarkan lendir cair berwarna putih bening. Tidak

terdapat keluhan demam, nyeri telan, maupun batuk berdahak.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat batuk pilek berulang (+)

- Riwayat amandel (+) dan telah dilakukan pengangkatan pada tahun 1972 (±43

tahun yll).

- Riwayat maag(+)

- Riwayat penyakit sinusitis (-) hipertensi (-) diabetes melitus (-) asma (-)

4
D. Riwayat Penyakit Keluarga

- Suami OS menderita stroke pada tahun 2011 dan telah meninggal dunia.

- Riwayat penyakit telinga serupa disangkal.

- Riwayat batuk pilek berulang disangkal.

- Riawayat hipertensi, DM, asma, Jantung disangkal.

E. Riwayat Alergi

Alergi makanan disangkal oleh pasien

Alergi obat disangkal oleh pasien

Alergi udara disangkal oleh pasien

F. Riwayat Pekerjaan

Os bekerja sebagai ibu rumah tangga. Setelah menikah, OS hanya bekerja

dirumah mengurusi anak-anak dan pekerjaan rumah.

G. Riwayat Lingkungan :

OS tinggal didaerah pedesaan. Sekitar OS dikelilingi oleh rumah tetangganya

dan sawah-sawah. Tidak terdapat pabrik-pabrik ataupun pusat kegiatan yang

mengeluarkan suara-suara bising disekitar rumah OS. OS tinggal bersama kedua

anaknya yang belum menikah namun sudah bekerja.

H. Anamnesis Sistem

 Sistem serebrospinal : demam (-), pusing (-), nyeri kepala (+)

 Sistem respiratorius : snooring (-) batuk (+) pilek (+) hidung tersumbat (+)

5
Sekret (+) kental berwarna putih bening dari kedua

lobang hidung.

 Sistem Kardiovaskuler : berdebar-debar (-)

 Sistem gastrointestinal : dysfagia (-)

 Sistem urogenitalia : BAK lancar.

 Sistem muskuloskeletal : tidak ada hambatan dalam bergerak

 Sistem Integumentum : Akral teraba hangat

III. PEMERIKSAAN

1. Status Generalis

- Keadaan Umum : Baik

- Kesadaran : Composmentis

- Vital Sign :

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Suhu : 36,5oC

Nadi : 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Respirasi Rate : 22 x/menit, reguler

BB : Tidak dilakukan.

TB : Tidak dilakukan.

- Pemeriksaan Kepala

- Kepala : Normocephal, simetris, tumor (-), tanda radang (-), bekas


luka(-)
- Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera tampak kekuningan (-/-),
kelopak edema (-/-)

6
- Telinga : Status lokalisasi
- Hidung : Status lokalisasi
- Mulut : Status lokalisasi

- Pemeriksaan leher

Kaku kuduk (-), pembesaran limfonodi (-), pembesaran kelenjar thyroid


(-), massa (-).

- Pemeriksaan thoraks

 Pulmo
- Inspeksi : Bentuk dada normal, kedua hemithoraks simetris,
tidak ada bekas luka, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama, nyeri
tekan (-)
- Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
- Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler (+/+)
Suara tambahan : Ronkhi basah (-/-)
 Cor
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
- Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
- Auskultasi : S1 / S2 reguler, bising (-), murmur (-)

- Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi daripada dinding dada, tidak


ada luka.
- Auskultasi : Bising usus (+) 8x/menit
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba ,undulasi (-), turgor
kulit <3” (+), nyeri tekan (-)
Palpasi Ginjal : Nyeri ketok ginjal (-/-)
- Perkusi : Tes pekak beralih (-), timpani (+)

- Pemeriksaan Ekstremitas

- edema ekstremitas (-/-) , ekstremitas hangat (+)

7
- Tidak terdapat kelemahan anggota gerak.

2. Status Lokalis

a) Hidung dan Paranasal

Inspeksi

Simetris (+), deformitas (-), deviasi nasal (-), massa (-), rhinorea (-),
Concha media

pembengkakan (-),hiperemis (-)


Meatus
media
SPN: edema(-), warna normal.

Palpasi

nyeri tekan (-), massa (-/-)

SPN : nyeri tekan sinus (-)


Meatus Concha
inferior inferior
Transiluminasi (-/-)

Aliran udara tak ada hambatan (+/+)


septum

Rhinoskopi Anterior

Vestibulum : Sekret (+/+) cair berwarna putih. Krusta (-/-).

Konka Inferior : Hipertrofi (-/-) Hiperemis (-/-)

Ala nasi Konkha Mediana : Hipertrofi (-/-) Hiperemis (-/-)

Rhinskopi Posterior

Tidak dilakukan

8
1. Telinga

Inspeksi, Palpasi

AD/AS : hematom (-/-), edema (-/-), otore (-/-),nyeri tragus (-/-),


Pars
Prosesus
plasid
brevis
Pars nyeri mastoid (-/-), nyeri retro auriculer (-/-), fistel (-/-), nll.
malleus
tensa
tidak teraba.

Otoskopi

AD/AS :

- Liang telinga : Lapang (+/+)


umbo

Cone of light
- Mukosa : Hiperemis (-/+)

- Sekret : AD (Tidak terdapat serumen, kering) AS


PERFORASI
(+) ±20% (Terdapat sedikit sekret kental berwarna putih kekuningan,
dari luas
membran
lembab).
tympani.

- Serumen (-/-)
Gb. Membran
timpani - Membran Tympani :

- AD : Perforasi (-), Hiperemis (-), Refleks cahaya jam

7 (+), warna putih mengkilat (-)

- AS : Perforasi sentral (+) berbentuk oval dengan tepi

rata. Hiperemis (-), refleks cahaya jam 5 (+) warna

putih mengkilat (+)

Fungsional (Test Pendengaran: Garpu Tala)

 Rinne : (+/+)

 Weber : Lateralisasi ke telinga yang sakit (kiri)

 Schwabach : Terdapat pemendekan hantaran tulang dan

9
udara pada telinga kiri OS dengan telinga pemeriksa.

 Bing : Bunyi pada telinga yang ditutup (kiri) tidak

bertambah keras.

2. Tenggorokan dan Laring (Leher)

Inspeksi, Palpasi

Arcus Trakhea letak sentral, gld.thyroid tak teraba, massa(-), retraksi(-).


palatoglosus
uvula
Cavum oris : caries dentis (-), gigi tanggal(-), mukosa mulut dalam

batas normal, papil lidah dalam batas normal, lidah

mobile, uvula sentral, massa(-)

Faring : mukosa tidak hiperemis, edema(-), massa(-)

Uvula : deviasi (-)

Arcus Tonsil : T0-T0


palatopharingeus
Arcus palatoglosus : tidak hiperemis, protrusi asimetris(-), massa(-)
Epiglotis
Arcus palatopharingeus : hiperemis (-), protrusi asimetris(-),
Cartilago Arytenoidea:
Cartilago Corniculata
massa(-)

Laringoskopi Indirek

Plica vokalis Faring Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Benign Aktif Auricula Sinistra

10
VI. RENCANA TERAPI

1. Farmakologi

a) Antibiotik topikal:

Ofloxacin (Kemasan 3mg/ml)

2 x 6 tetes AS

b) Dekongestan : Lapifed

o Pseudoefedrin Hcl 60 mg

o Triplolidine Hcl 2,5 mg

3 dd I tab

c) Kortikosteroid

Methylprednisolon (tab: 4mg)

3 dd I tab

d) Antipiretik & Analgesik : Paracetamol 500 mg 3 dd 1 tab (k/p)

2. Non-farmakologi :

 Dilakukan Aural Toilet (dry mopping) 2x sehari.

 Edukasi :

o Telinga yang sakit jangan sampai kemasukan air.

o Hindarai meminum es yang dapat memacu batuk pilek.

o Liang telinga harus terjaga untuk slalu kering.

VII. PROGNOSIS

Que ad vitam : dubia ad bonam

Que ad fungsionam : dubia ad bonam

11
Que ad sanam : dubia ad bonam

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan klasifikasi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA) adalah

peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat.

Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik

berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi

perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah.

Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak

pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat

cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media

non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga

terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika.

Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Soepardi, 2012).

13
Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

2. Anatomi Telinga Tengah

A. Anatomi Telinga Tengah

Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum

timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).

a) Membran timpani

Dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang

telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-

rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan

ketebalannya rata-rata 0,1 mm (Dhingra, 2007). Secara Anatomis membran

timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars flaksida. Pars tensa

merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang

tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus

timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars
14
flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis

dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris

anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang),

dimana bagian luar ialaah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam

dilapisi sel kubus bersilia. Kalau pada pars tensa, memiliki 1 lapisan lagi yaitu

ditengah, lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang

berjalan secara rasier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam (Soepardi,

2012).

Gambar 2. Membran Tympani

b) Kavum tympani

Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh

membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior

oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding

posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang

menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum.

15
Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia piramidalis

yang terletak di bagian superior-medial dinding posterior, kemudian sinus

posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya

korda timpani (Helmi, 2005).

Gambar 3. Kavum tympani

Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke

nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan

inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari

batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di

antara batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum

yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah

membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang

pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu

16
terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum

muskulus stapedius (Helmi, 2005).

c) Tuba Esutachius

Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani,

bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan

antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2

bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek

(1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan

panjang (2/3 bagian).

Gambar 4. Tuba Esutachius

Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan

keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara

luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring

17
dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani

(Helmi, 2005).

d) Processus Maleus

Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah

ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah

dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah

duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid terdapat

aditus ad antrum 2.2. (Dhingra, 2007).

B. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya nergi bunyi oleg daun telinga

dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara ataupun tulang ke koklea.

Getaran tersebut menggetarkan membran tympani diteruskan ke telinga tengah melalui

tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang

pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran tympani dan tingkap lonjong.

Energi getar yang telah di amplikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan

tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan

melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan

gerak relatif antara mebran basilaris dan membran tektoria. Proses iini merupakan

18
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,

sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan

sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf

audiotorius, lalu dilanjutkan ke nukleus audiotorius sampai ke korteks pendengaran

(area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi, 2012).

Gambar 5. Fisiologi Pendengaran

3. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronik telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2

bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK juga merupakan peradangan akibat

infeksi mukoperiosteum kavitas timpani yang ditandai oleh perforasi membran timpani

dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul selama lebih dari 3 bulan dan

19
dapat menyebabkan perubahan patologik yang permanen. Ada juga yang memberi batas

waktu 6 minggu untuk terjadinya awal proses kronisitas pada OMSK. Sekret yang keluar

mungkin serosa, mukus atau purulen (Utami, 2010).

A. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari

meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat

infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk

staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari

nasofaring diantaranya streptococcus viridans ( streptococcus A hemolitikus, streptococcus B

hemolitikus dan pneumococcus.

Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans akut menjadi

awal penyebab OMSK yang merupakan hasil invasi mukoperiusteum organisme yang

virulen, terutama berasalh dari nasofaring terbesa pada masa kanak-kanak, atau karena

rendahnya daya tahan tubuh penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin

nekrotik yang dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani

setelah penyakit akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh dengan

membrane atrofi.

Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya OMSK adalah tuba

eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid. Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi

telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain :

1) gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :

a. infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang

b. obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total

20
2) perforasi membrane timpani yang menetap

3) terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya pada

telinga tengah

4) obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid

5) terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten ddi mastoid

6) faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan mekanisme

pertahanan tubuh.

B. PATOLOGI

OMSK lebih merupakan penyakit kekambuhan daripada menetap, keadaan ini lebih

berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi, ketidakseragaman

ini disebabkan oleh proses peradangan yang menetap atau kekambuhan disertai dengan efek

kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut secara umum gambaran

yang ditemukan :

1) Terdapat perforasi membrane timpani dibagian sentral, ukuran bervariasi dari 20

% luas membrane timpani sampai seluruh membrane dan terkena dibagian-bagian

dari annulus.

2) Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan nampak

normal kecuali infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa

menjadi epitel transisonal.

3) Jaringan tulang2 pendengaran dapat rusak/ tidak tergantung pada berat infeksi

sebelumnya

21
4) Mastoiditis pada OMSK paling sering berawal pada masa kanak-kanak ,

penumatisasi mastoid paling aktif antara umur 5 -14 tahun. Proses ini saling

terhenti oleh otitis media yang sering. Bila infeksi kronis terus berlanjut mastoid

mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran mastoid berkurang. Antrum menjadi

lebih kecil dan penumatisasi terbatas hanya ada sedikit sel udara saja sekitar

antrum.

C. PERFORASI MEMBRAN TYMPANI

Letak dperforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis OMSK.

Perforasi membran timpani dapat ditemukan didaerah sentral, marginal atau atik. Oleh karena

disebut perforasi sentral, marginal, atau atik (Soepardi, 2012).

Bentuk perforasi membran timpani adalah :

1) Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,

kadang-kadang sub total.

2) Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.

Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total.

Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3) Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma

(Sopardi, 2012).

22
Gambar 6. Perforasi Membran Timpani

Primary acquired cholesteatoma adalah kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului

oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran

timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya

gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flaksida

(Soepardi, 2012).

Secondary acquired cholesteatoma terbentuk setelah perforasi membran timpani.

Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi

membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa

kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi) (Soepardi,

2012).

D. ETIOLOGI

Etiologi Otitis Media Supuratif Kronis Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan

otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya

berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah

melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi

23
yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down Sindrome. Adanya tuba patulous,

menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di

Amerika Serikat (Nursiah, 2003).

Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah

defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-

mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi

telinga kronis (Nursiah,2003).

Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi

immun sistemik. Penyebab OMSK antara lain:

1) Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,

dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi

sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,

diet, tempat tinggal yang padat.

2) Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden

OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor

genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi

belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3) Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis

media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa

24
yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi

kronis.

4) Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak

bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur

yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah

Gramnegatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5) Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas

atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan

menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada

dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6) Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap

otitis media kronis.

E. TANDA DAN GEJALA

1) OMS TIPE BENIGNA

Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama

kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan

antibiotiklokal biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.

Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian

tergantung beratnya kerusakan tulang2 pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut

pada awal penyakit.

25
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu

meninggalkan sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas

pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat

infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip

didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan

membrane timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat . Discharge terlihat

berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau

dua kali pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang

dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga

timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.

2) OMSK TIPE MALIGNA DENGAN KOLESTEATOM

Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan

berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna

putih mengkilat.

Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom

bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut.

Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena

erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.

F. KOMPLIKASI

Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi

komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe atikoantral seperti

labirinitis, meningitis, abses otak yang dapat menyebabkan kematian. Kadangkala suatu

26
eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe tubatimpani pun dapat

menyebabkan suatu komplikasi (Soepardi, 2012).

G. PENANGANAN

Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konstervatif atau dengan medika mentosa.

Bila sekret yang keular terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan

H2o2 3 % selama 3 – 5 hari. Setelah sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes

telinga yang mengandung antibiotic dan kortikosteroid, kultur dan tes resisten penting untuk

perencanaan terapi karena dapat terjadi strain-strain baru seperti pseudomonas atau

puocyaneous (Soepardi, 2012)

Pengobatan OMSK Tipe benigaa.

a) OMSK Tipe Benigna Tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan

mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang

dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas

memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi

(miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan

pendengaran.

b) OMSK Tipe Benigna Aktif

Keadaan ini harus dilakukan pembersihan liang telinga dan kavum timpani ( toilet

telinga). Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk

perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik

bagi perkembangan mikroorganisme (Soepardi, 2012).

Pengobatan OMSK Tipe Maligna.

27
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif

dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan

pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan

tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi (Soepardi, 2012).

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada

OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau tipe maligna, yaitu: .

a) Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan pengobatan

konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan

patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.

b) Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom yang

sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan

dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga

tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi

tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua

jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.

c) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak

kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang

telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan

patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

d) Miringoplasti

Dilakukan pada OMSK tipe Benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan

yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan

28
jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti

tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi

adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe

tubatimpani dengan perforasi yang menetap.

e) Timpanoplasti

Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan kerusakan yang lebih berat atau

OMSK tipe tubatimpani yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan

medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta

memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani

seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan

bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe

II, III, IV dan V.

f) Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)

Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe tubatimpani

dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan

penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi

radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud

dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan

granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga

mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada

OMSK tipe atikoantral belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul

kembali kolesteatoma (Soepardi, 2012).

29
30
DAFTAR PUSTAKA

Helmi. 2005. Otitis Media Supuratif Kronik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Nursiah, S. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Bagian Ilmu
Kesehatan Teling Hidung Tenggorok FK USU: Medan.

Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.

Utami, Tutis Ferika., Sudarman, Kartono., Rianto, Bambang Udji., dkk. Rinitis Alergi
Sebagai Faktor Resiko Media Supuratif Kronis. 2010. Universitas Gadjah Mada.
Cermin Dunia Kedokteran edisi 179: Yogyakarta

Soepardi, Efianty Arayad., Iskandar, Hurbaiti., dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi 7. 2012. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Badan Penerbit FKUI: Jakarta

31

Anda mungkin juga menyukai