Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KULIAH LAPANGAN GEOLOGI

ACARA : PENGUKURAN PENAMPANG


STRATIGRAFI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
Amalia Nurmala sari 111200050
Dinda Aurora Hakim 111200056
David Christianto 111200092
Muhammad Daffa Esbe 111200093

Dosen Pembimbing Nilai


PROGRAM STUDI
TEKNIK GEOLOGI
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI
MINERAL
UPN “VETERAN” YOGYAKARTA TTD
2022 Dr.Ir. Siti Umiyatun
Ch,M.T
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyanyang, saya dan
teman-teman saya panjatkan puja serta puji atas kehadiratNya sehingga kami dapat menyusun
Laporan Kuliah Lapangan Pengukuran Penampang Stratigrafi

Laporan Kuliah Lapangan Pengukuran Penampang Stratigrafi ini disusun sebagai salah
satu tugas dalam berjalannya kurikulum semester empat dan kuliah lapangan di Jurusan Teknik
Geologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Laporan ini kami susun semaksimal mungkin dengan mendapat banyak bantuan dari
pihak-pihak yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Namun terlepas dari itu, sebagai
manusia saya pasti memiliki kekurangan atau kelebihan dalam penyusunan laporan ini, baik dalam
segi penyajian data, segi penyampaian kata atau apapun yang dirasa kurang baik. Oleh karena hal
ini, saya menerima apabila ada kritik dan saran untuk memperbaiki dan mengembangkan lebih
lanjut laporan ini.

Akhir kata kami harap Laporan Kuliah Pengukuran Penampang Stratigrafi ini bisa berguna
untuk semua kalangan dan juga pembaca

Yogayakarta, 12 Juli 2022

Penyusun

Kelompok 11
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Geologi adalah suatu bidang studi (ilmu) pengetahuan kebumian yang meneliti atau
mempelajari segala sesuatu tentang planet bumi beserta dengan isinya yang pernah ada.
Geologi juga membahas mengenai sifat-sifat serta juga bahan-bahan yang membentuk bumi,
struktur, juga proses-proses yang bekerja baik yang ada didalam maupun diatas permukaan
bumi, kedudukannya di alam semesta dan juga sejarah perkembangan sejak bumi ini
terbentuk (lahir) di alam sampai ke sekarang. Karena proses yang terjadi di alam
membutuhkan waktu yang lama misalnya dalam pembentukan bumi itu sendiri sampai
berjuta-juta tahun, sehingga untuk mempelajari geologi harus berdasarkan sejarah.

Kegiatan Kuliah Lapangan 1 acara Pemetaan Penampang Stratigrafi dilaksanakan


pada hari Minggu tanggal 22 Agustus 2021 sebagai implementasi ilmu yang sudah
didapatkan selama perkuliahan diantaranya petrologi, ilmu ukur tanah, geologi struktur,
prinsip stratigrafi dan sedimentologi. Kegiatan Kuliah Lapangan I berlokasi di daerah Ngoro
Oro, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ngoro-oro termasuk ke dalam Formasi Semilir. Formasi Semilir tersingkap luas di


sepanjang Pegunungan Selatan, pantai selatan Jawa bagian tengah. Formasi Semilir, yang
memainkan peran penting dalam stratigrafi dan magmatisme di daerah tersebut, dialasi
secara selaras oleh Formasi Kebo-Butak dan bagian atasnya ditindih oleh Formasi
Nglanggran. Batuan penyusun Formasi Semilir ini terdiri dari satuan batuan Batupasir tufan,
breksi pumis, dengan sisipan batulempung dan batupasir volkanik yang diinterpretasikan
sebagai hasil endapan laut dengan sistem arus turbid.

Lingkungan pengendapan Formasi Semilir menunjukkan pendangkalan ke arah atas,


yang semula laut dangkal berubah menjadi darat. Fasies breksi batuapung dan breksi
batuapung andesitan diendapkan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini menunjukkan
bahwa kegiatan kegunungapian meningkat pesat pada saat pengendapan bagian atas formasi.
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya kuliah lapangan 1 ini yaitu untuk mengamati, mempelajari, dan
mendeskripsikan batuan, secara langsung di lapangan.
Dan adapun tujuan dari lapangan Measuring Section yaitu :
1. Mengetahui satuan batuan
2. Mengetahui variasi litologi penyusun satuan batuan
3. Mengetahui ketebalan lapisan
4. Mengetahui asosiasi dari umur dan lingkungan pengendapan

Tujuan dilaksanakan kegiatan Pengenalan Penampang Stratigrafi


untuk memperdalam dan mengaplikasikan materi materi tentang pemetaan
geologi dan tatanan geologi daerah penelitian yang terdiri dari litologi,
stratigrafi, peta lintasan, kedudukan, lingkungan pengendapan dan profil,
yang selanjutnya dapat menggambarkan sejarah geologi daerah penelitian.

I.3 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Lokasi pengamatan berada di daerah berada di Ngoro Oro, Patuk,


Gunung Kidul, Yogyakarta. Dari titik kumpul ke lokasi pengamatan berjarak
sekitar 18 km ke arah selatan dengan melewati Jl. Janti. Adapun kondisi lalu
lintas pada hari pengamatan ramai lancar dan kondisi cuaca yang cerah.
Sampai di lokasi penelitian pada pukul 09.10 WIB.

Gambar 1. Denah lokasi tujuan diambil dari google earth

I.4 Stratigrafi dan Fisiografi Regional Pegunungan Selatan


Gambar 2. Formasi Pegunungan Selatan ( Soerono,1992 dimodifikasi Sudarno, 1997 )

Stratigrafi Zona Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh beberapa


peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis - Wonosari) dan
wilayah bagian timur (Wonosari - Pacitan). Penamaan litostratigrafi Zona Pegunungan
Selatan Bagian Barat menurut Surono, dkk., (1992) dari batuan yang tertua hingga termuda.
➢ Formasi Wungkal-Gamping
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan
Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah
terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada
bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi
ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo
Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).Di bagian
bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung fosil foraminifera besar yang
menunjukkan umur Eosen Tengah bagian bawah sampai tengah. Sementara itu
bagian atas formasi ini mengandung asosiasi fosil foraminifera kecil yang
menunjukkan umur Eosen Akhir. Jadi umur Formasi WungkalGamping ini adalah
Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).
➢ Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng dan kaki
utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa
batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian
atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam.
Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian
atasnya dijumpai breksi andesit.Pada Formasi Kebo-Butak, Sumarso dan Ismoyowati
(1975) menemukan fosil-fosil tersebut menunjukkan umur Oligosen Akhir - Miosen
Awal. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang dipengaruhi oleh arus
turbid. Ketebalan dari formasi ini lebih dari 650 meter.
➢ Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya
terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi
tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Ketebalan formasi ini
diperkirakan lebih dari 460 meter.Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil.
Namun, Sumarso dan Ismoyowati (1975) menemukan fosil forminifera planktonik
yang menunjukan umur formasi ini adalah Miosen Awal - Miosen Tengah Bagian
Bawah. Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun
secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras
oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992).
➢ Formasi Nglanggran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir.
Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava
andesit-basal dan lava andesit. Pada umumnya Formasi Nglanggran ini juga miskin
akan fosil. Sudarminto (1982, dalam Bronto dan Hartono (2001)) menemukan fosil
foraminifera pada sisipan batulempung yang menunjukkan umur Miosen Awal.
Sedangkan (Saleh, 1977, dalam Bronto dan Hartono, 2001) menemukan fosil
foraminifera planktonik pada sisipan batupasir yang menunjukkan umur Miosen
Tengah bagian bawah. Sehingga disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah
Miosen Awal - Miosen Tengah Bagian Bawah. Ketebalan formasi ini di dekat
Nglipar sekitar 530 meter. Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan
Formasi Sambipitu dan secara tidak selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan Formasi
Wonosari. Dengan banyaknya fragmen andesit dan batuan beku luar berlubang serta
mengalami oksidasi kuat berwarna merah bata maka diperkirakan lingkungan asal
batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut dangkal. Sementara itu, dengan
ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan pengendapan
Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut.
➢ Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-
Wonosari kilometer 27,8. Ketebalan Formasi Sambipitu ini mencapai 230
meter.Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan
serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak
mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir,
mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan menjemari
dan selaras di atas Formasi Nglanggran. Umur formasi ini adalah Miosen Tengah
(Bothe, 1929). Namun Suyoto dan Santoso (1986, dalam Bronto dan Hartono, 2001)
menentukan umur formasi ini mulai akhir Miosen Bawah sampai Awal Miosen
Tengah. Kandungan fosil bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara
endapan lingkungan laut dangkal dan laut dalam.
➢ Formasi Oyo
Lokasi tipe formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah
terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur didominasi oleh
batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping
berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit
yang mengandung fragmen andesit membulat. Ketebalan formasi ini lebih dari 140
meter dan kedudukannya menindih secara tidak selaras di atas Formasi Semilir,
Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu serta menjemari dengan Formasi Oyo.
Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Sedangkan fosil foraminifera planktonik
menunjukkan umur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (Bothe, 1929).
Lingkungan pengendapannya pada laut dangkal (zona neritik) yang dipengaruhi
kegiatan gunungapi.
➢ Formasi Wonosari
Formasi ini oleh Surono dkk.(1992) dijadikan satu dengan Formasi Punung yang
terletak di Pegunungan Selatan bagian timur karena di lapangan keduanya sulit untuk
dipisahkan, sehingga namanya Formasi Wonosari-Punung. Formasi ini tersingkap
baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona
Wonosari dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga
lebih dari 800 meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan
Formasi Oyo, sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi
ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan
batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya
terdapat di bagian timur. Umur formasi ini adalah Miosen Tengah hingga Pliosen.
Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik) yang mendangkal ke
arah selatan (Surono dkk, 1992).
➢ Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di sebelah barat
Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat Wonosari yang
membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis.
Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka
umur Formasi Kepek adalah Miosen Akhir hingga Pliosen. Lingkungan
pengendapannya adalah laut dangkal (zona neritik).
➢ Endapan Permukaan
Endapan permukaan ini sebagai hasil dari rombakan batuan yang lebih tua yang
terbentuk pada Kala Plistosen hingga masa kini. Terdiri dari bahan lepas sampai padu
lemah, berbutir lempung hingga kerakal. Surono dkk. (1992) membagi endapan ini
menjadi Formasi Baturetno, Aluvium Tua dan Aluvium.

1.5 Fisiografi Regional Pegunungan Selatan


Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di
sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,
Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara Pegunungan
Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan di bagian utara
berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir membujur barat-
timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan mempunyai lebar 40 km (Bronto
dan Hartono, 2001).
Gambar 3.
Sketsa peta fisiografi sebagian Pulau Jawa dan Madura (modifikasi dari van Bemmelen, 1949).

Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga subzona, yaitu Subzona
Baturagung, Subzona Wonosari dan Subzona Gunung Sewu (Harsolumekso dkk., 1997
dalam Bronto dan Hartono, 2001).
➢ Subzona Baturagung terutama terletak di bagian utara, namun membentang dari
barat (tinggian G. Sudimoro, ± 507 m, antara Imogiri-Patuk), utara (G. Baturagung,
± 828 m), hingga ke sebelah timur (G. Gajahmungkur, ± 737 m). Di bagian timur ini,
Subzona Baturagung membentuk tinggian agak terpisah, yaitu G. Panggung (± 706
m) dan G. Gajahmungkur (± 737 m). Subzona Baturagung ini membentuk relief
paling kasar dengan sudut lereng antara 100 – 300 dan beda tinggi 200-700 meter
serta hampir seluruhnya tersusun oleh batuan asal gunungapi.
➢ Subzona Wonosari merupakan dataran tinggi (± 190 m) yang terletak di bagian
tengah Zona Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Wonosari dan sekitarnya. Dataran
ini dibatasi oleh Subzona Baturagung di sebelah barat dan utara, sedangkan di
sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Subzona Gunung Sewu. Aliran sungai
utama di daerah ini adalah K. Oyo yang mengalir ke barat dan menyatu dengan K.
Opak (lihat Gambar 2.2). Sebagai endapan permukaan di daerah ini adalah lempung
hitam dan endapan danau purba, sedangkan batuan dasarnya adalah batugamping.
➢ Subzona Gunung Sewu merupakan perbukitan dengan bentang alam karts, yaitu
bentang alam dengan bukit-bukit batugamping membentuk banyak kerucut dengan
ketinggian beberapa puluh meter. Di antara bukit-bukit ini dijumpai telaga, luweng
(sink holes) dan di bawah permukaan terdapat gua batugamping serta aliran sungai
bawah tanah. Bentang alam karts ini membentang dari pantai Parangtritis di bagian
barat hingga Pacitan di sebelah timur.
➢ Zona Pegunungan Selatan di Jawa Timur pada umumnya merupakan blok yang
terangkat dan miring ke arah selatan. Batas utaranya ditandai escarpment yang cukup
kompleks. Lebar maksimum Pegunungan Selatan ini 55 km di sebelah selatan
Surakarta, sedangkan sebelah selatan Blitar hanya 25 km. Diantara Parangtritis dan
Pacitan merupakan tipe karts (kapur) yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung
Sewu, dengan luas kurang lebih 1400 km2 (Lehmann. 1939).
BAB II
PEMBAHASA
N
a. Satuan Batulanau

Gambar 2. Satuan Batulanau


Satuan batulanau ini merupakan salah satu satuan yang tertua
pada saat pengukuran tebal secara tidak langsung dilapangan yang
berada pada singkapan Ngoro – Ngoro, hal ini disebabkan pada
pengukuran dimulai dari yang berlawanan dengan dip atau berjalan
searah dengan dip yang akan menenmukan lapisan yang lebih muda.
Pada satuan batulanau ini juga terdapat beberapa litologi selain
lanau, satuan sendiri mengacu pada litologi yang dominan pada
suatu singkapan yang diukur. Berikut beberapa litologi yang
ditemukan pada Satuan Batulanau dari yang termuda ke tua :
• Batupasir; abu-abu (f), cokelat (w), pasir halus (0,125-0,25 mm),
rounded, well sorted, grain supported, perlapisan paralel
• Perselingan pasir lanau
o Batutupasir; kuning (f), cokelat (w), pasir sedang,
subrounded, poorly sorted, matrix supportedm ,assive
o Batulanau; abu-abu tua (f), abu-abu muda (w), lanau(0,0625-
0,0039 mm), laminasi paralel
• Batupasir; abu-abu cerah (f), cokelat (w), pasir sangat halus (0,0625-
0,125 mm), rounded, well sorted, grain sorted, laminasi paralel
• Perselingan pasir lanau
o Batupasir; cokelat cerah (f), cokelat tua (w), pasir sangat
halus (0,0625-0,125 mm), rounded, well sorted, grain
supported, F : biotite, kuarsa, lithik; M: amterial berukuran
lampung; S: Silisi, perlapisan paralel
o Batulanau; abu-abu cerah (f), abu-abu tua (w), lanau (0,0625-
0,0039 mm), masif
• Perselingan lanau lempung
o Batulanau; cokelat cerah (f), cokelat gelap (w), lanau
(0,0625-0,0039 mm), laminasi paralel
o Batulempung; ab-abu cerah (f), abu-abu gelap (w), lempung
(<0039 mm), masif
• Batulanau; abu-abu muda (f), cokelat (w), lanau (0,0625-0,0039
mm),laminasi parallel
b. Satuan Batupasir

Gambar 3. Satuan Batupasir


Satuan Batupasir merupakan satuan batuan tertua ke dua
setelah satuan batulanau yang berarti satuan ini berada diatas satuan
batuan yang pertama yaitu satuan batulanau. Satuan batuan ini terdiri
dari 19 lapisan. Berikut merupakan litologi yang ditemukan dari tua
ke muda :
• Batupasir; abu-abu cerah (f), cokelat cerah (w), pasir sangat halus
(0,0625-0,125 mm), rounded, well sorted, grain supported, F:
hornblende; M: material berukuran lempung; S : silisi, massive
• Batupasir, abu-abu cerah (f), cokelat cerah (w), pasir halus-sedang
(0,125-0,5 mm), rounded, poorly sorted, grain supported, F:
hornblende,kuarsa; M: material berukuran lempung; S: silisi,
massive
• Batupasir, w: abu-abu (f), hitam (w), pasir sedang (0,5 mm),
subrounded, poorly sorted, matrix supported, f: kuarsa, m: lime mud,
s: silika, massive
• Batupasir, w: abu-abu muda (f), abu-abu tua (w), pasir kasar (1 mm),
subrounded, poorly sorted, matrix supported, f: kuarsa, m: lime mud,
s: silika, massive
• Batupasir, w: abu-abu (f), abu-abu tua (w), pasir sedang-kasar
subrounded, poorly sorted, matrix supported, f: hornblende,
piroksen, m: material pasir halus, s: silika, massive
• Batupasir, w: abu-abu (f), abu-abu tua (w), pasir kasar (1 mm),
subrounded, poorly sorted, matrix supported, f: kuarsa, m: lime mud,
s: silika, massive
• Batupasir, w: abu-abu (f), cokelat (w), pasir sedang (0,5 mm),
subrounded, poorly sorted, matrix supported, f: kuarsa, hornblende
m: material pasir halus, s: silika, massive
• Batupasir, w: abu-abu muda (f), abu-abu tua (w), pasir halus,
rounded, well sorted, grain supported, f: kuarsa, m: material lanau,
s: silika, parallel laminasi
• Batupasir, w: abu-abu muda (f), cokelat (w), pasir pasir sangat halus,
f: piroksen m: material lempung, s: silika, parallel laminasi
• Batupasir, w: abu-abu (f), hitam (w), pasir halus, rounded, well
sorted, grain supported, f: kuarsa, m: material lanau, s: silika,
massive, coal chip, coal stretch
• Batupasir, w: abu-abu (f), cokelat (w), pasir sangat halus, f: kuarsa,
m: material lempung, s: silika, parallel laminasi
• Batupasir, w: kuning (f), cokelat (w), pasir halus, rounded,
wellsorted, grain supported, f: kuarsa, m: material lanau, s: silika,
parallel laminasi
• Batupasir, w: abu-abu (f), hitam(w), pasir halus, rounded, well
sorted, grain supported, f: kuarsa, m: material lanau, s: silika,
massive
• Batupasir, w: abu-abu (f), cokelat (w), pasir sangat halus-kasar, f:
lithik, m: material lanau, s: silika, inverse gradded bedding
• Batupasir, w: kuning (f), cokelat (w), pasir halus, rounded, well
sorted, grain supported, f: piroksen, m: material lanau, s: silika,
parallel laminasi
• Batupasir, w: cokelat muda (f), cokelat tua (w), pasir sedang, sub
rounded, poorly sorted, matrix supported, f: kuarsa, m: material pasir
halus, s: silika, massive
• Batupasir, w: cokelat (f), hitam (w), pasir halus-kasar, subrounded,
poorly sorted, matrix supported, f: kuarsa, m: material lanau, s: silika,
gradded bedding
• Batupasir, w: kuning (f), cokelat (w), pasir sangat halus, f: kuarsa,
hornblende, m: material lanau, s: silika, massive

c. Satuan Batuapung

Gambar 4. Satuan Batulempung


Satuan ini memiliki kenampakan breksi dengan fragmen berupa lapilli dan batuapung dengan
bentuk butir menyudut. Satuan ini menempati sekitar 5% dari seluruh singkapan yang diamati. Adanya
breksi ini mencirikan endapan laut dalam. Tebal dari satuan ini adalah 9 meter dan kedudukan lapisan
N 130° E.
Deskripsi Litologi :
Breksi, w: putih (f), cokelat (w), kerikil-kerakal, angular-subangular, poorly sorted, matrix supported,
f: pumice, m: material pasir halus, s: silika, massive
d. Satuan Batupasir

Hubungan Satuan Batuan


Hubungan satuan batuan pada daerah penelitian yaitu selaras, dikarenakan memiliki
struktur perlapisan yang mana proses pengendapan pada daerah penelitian terjadi secara terus-
menerus tanpa adanya gap waktu pengendapan. Terdapat fenomena tipe pengendapan
menghalus dan mengkasar yang dipengaruhi oleh proses vulkanisme, vulkanisme kuat akan
menghasilkan pengendapan yang mengkasar sementara vulkanisme yang tidak begitu kuat
menghasilkan pengendapan menghalus.

Lingkungan Pengendapan

.Dalam penentuan lingkungan pengendapan, kami menggunakan sikuen Bouma


,1962 dan klasifkasi progradasi kipas bawah laut yang disusun oleh walker,1984.
Gambar 2. 21 Foto bukti sikuen Ta-Tc

Berdasarkan data bukti foto tersebut, di dapatkan data sikuen Ta-Tc yang
termasuk classical turbidite (CT) dan ada juga lapisan massive sandstone (MS).

Gambar 2. 22 Sikuen yang terjadi di lapangan (Kotak merah)

Sehingga dari interpretasi tersebut, berdasarkan kalsaifikasi walker 1974


lingkungan pengendapannya yaitu termasuk ke dalam Zona Suprafan Lobes Smooth -
Lower Fan dengan interpretasi memiliki aliran Lower part of Lower Flow Regime – Upper
Flow Regime.
Gambar 2. 23 Interpretasi sikuen progradasi kipas bawah laut, walker 1974 (Kotak merah)

Gambar 2. 24 Interpretasi lingkungan pengendapan, walker 1974 (Kotak biru)


DAFTAR PUSTAKA

Boggs, Sam. 2009. Petrology of Sedimentary Rocks. New York: Cambridge University
Press

Nichols, Garry. 2009. Sedimentology and Stratigraphy 2nd Edition. Chicester: John and
Wiley, Ltd

Pomar. 1995. Sea-LeveI Changes, Carbonate Production and Piatform Architecture:


TheLIucmajor PIatform, Mallorca, Spain. Spain: University of the Balearic Islands

Treman, I Wayan. 2014. Geologi Dasar. Graha Ilmu: Yogyakarta

Maurice E. Tucker. 2003. Sedimentary Rocks in the Field 3rd Edition. U.K: John & Wiley,
Ltd

Wilson James Lee. 1975. Carbonate Facies in Geologic History. Heidelberg: Pringer-
Verlag Berlin
LAMPIRAN
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA
2022

PENAMPANG STRATIGRAFI TERUKUR


LINTASAN : NGORO-ORO
LOKASI : NGORO-ORO, PATUK, GUNUNGKIDUL
DAERAH : PATUK, GUNUNG KIDUL, DIY
SKALA : 1:50

TANGGAL: DIUKUR DAN DIGAMBAR OLEH: DIPERIKSA OLEH:


Kelompok 5A:
1. 111.200.050 Amalia Nurmala Sari
Selasa, 12 Juli 2022 2. 111.200.056 Dinda Aurora Hakim Dr. Ir. Siti Umiyatun Ch, M.T.
3. 111.200.092 David Christianto
4. 111.200.093 Muhammad Daffa

STRUKTUR SEDIMEN: LITOLOGI: SINGKATAN:

: Perlapisan : Breksi vulkanik F : Fresh


W : Weathered
: Graded Bedding : Batulanau
UB : Ukuran Butir
: Inverse Graded Bedding : Batupasir K : Komposisi
Fr : Fragmen
: Laminasi Konvolut
M : Matriks
: Laminasi S : Semen
St : Struktur

JENIS ALAS LAPISAN: SATUAN BATUAN:

: Tegas : Satuan breksi vulkanik

: Erosional : Satuan batupasir

: Satuan batupasir perselingan


batulanau

UMUR SATUAN STRUKTUR SEDIMEN


GEOLOGI LITOSTRATIGRAFI
BESAR BUTIR
SIMBOL LITOLOGI

PENGENDAPAN
NO. CONTOH

LINGKUNGAN
TEBAL (m)
SATUAN BATUAN

PASIR SANGAT KASAR

PASIR SANGAT HALUS

PEMERIAN
EKSPRESI TOPOGRAFI
FORMASI

PASIR SEDANG
PASIR KASAR

PASIR HALUS
BERANGKAL

LEMPUNG
KERAKAL

KERIKIL

LANAU

Batupasir; F : abu-abu tua W : abu-


abu; UB : pasir sedang (0,25 - 0,5
mm); menyudut sedang - menyudut;
terpilah buruk; matriks suported; K :
Fr : hornblende, kuarsa; M : material
berukuran pasir sangat halus; S :
karbonat; St : perlapisan
Batulanau; F : abu-abu tua W : abu-
abu; UB : lanau (0,004-0,0062 mm); -
;-; -; -; St : perlapisan
Batupasir; F : cokalat W : hitam; UB :
pasir halus-pasir sangat kasar(0,125
- 2 mm); rounded; terpilah buruk;
matriks suported; K : Fr : hornblende,
kuarsa; M : material berukuran pasir
sangat halus; S : karbonat; St :
graded bedding

Batulanau; F : abu-abu tua W : abu-


abu; UB : lanau (0,004-0,0062 mm); -
;-; -; -; St : konvolut laminasi
Satuan Perselingan batupasir batulanau
13.9 m

Batupasir; F : cokalat W : hitam; UB :


pasir sangat kasar-pasir halus(2-
0,125mm); roundedt; terpilah buruk;
matriks suported; K : Fr : hornblende,
kuarsa; M : material berukuran pasir
sangat halus; S : karbonat; St :
inverse graded bedding
Batupasir; F : abu-abu W : coklat; UB :
pasir sangat halus (0,625-0,125 mm);
subrounded; terpilah baik; matriks
suported; K : Fr : kuarsa, litik,
hornblende; M : material berukuran
pasir halus; S : silika; St : Parallel
Kipas Alluvial Bawah Laut (Walker,1973)

Batupasir; F : abu-abu W : abu-abu


tua; UB : pasir halus (0,125-0,25
mm); subangular; terpilah buruk;
matrix supported; K : Fr : hornblende,
kuarsa; M : material berukuran pasir
sangat halus; S : karbonat; St :masif;
coal chip
Batupasir; F : abu-abu tua W : abu-
abu; UB : pasir sedang (0,25-0,5
mm); menyudut sedang - menyudut;
terpilah buruk; matriks suported; K :
Fr : hornblende, kuarsa; M : material
berukuran pasir sangat halus; S :
karbonat; St : masif
Miosen Awal (Surono, 2009)

Batupasir; F : abu-abu tua W : abu-


SEMILIR (Surono, 2009)

abu; UB : pasir kasar (4 - 1/4 mm);


Satuan Batupasir

menyudut sedang - menyudut;


terpilah buruk; matriks suported; K :
21,2 m

Fr : hornblende, kuarsa; M : material


berukuran pasir sangat halus; S :
karbonat; St : masif

Batupasir; F : Krem W : Abu-abu ; UB :


kerikil (2 - 4 mm); subangular;
terpilah buruk; matrix suported; K : Fr
: lapili, hornblende; M : material
berukuran pasir halus; S : silika; St :
perlapisan
Breksi; F : putih W : coklat; UB :
kerakal (4-64 mm); angular; poorly
sorted; matrix supported; K : Fr :
pumice; M : pasir halus; S : debu; St:
masif
Satuan Breksi Vulkanik
6.3 m

Anda mungkin juga menyukai