Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERBANKAN SYARIAH

Disusun oleh:
AHMAD INDRA HAZMI (A1C112001)
ZAINUL HIDAYAT (A1C112002)
HIDAYAT (A1C112023)
PUTRAMA HUSYEIN (A1C112041)
WALID HAYAZA (A1C112051)

S1 AKUNTANSI REGULER SORE


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Pada pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi dan moneter telah menimpa negara kita
yang menurut para pakar diakibatkan kombinasi dari dampak penularan (contagion) eksternal
dengan kelemahan internal dari struktur ekonomi, sosial dan politik. Kombinasi gejolak eksternal
dan kelemahan internal ini telah mendorong krisis pada sektor keuangan dan sektor riil yang
kemudian menimpa perbankan nasional.
Kemunduran ekonomi kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis
dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan titik pijak bagi
perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan dalam ekonomi syariah adalah keadilan
atau kesetaraan hak dan kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan atau penggerogotan
terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis. Pilar utama perekonomian syariah adalah
perbankan syariah.
Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di
Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas
pada tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan oleh salah satu
bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan hukum yang jelas. Pada awalnya
perkembangan bank di Indonesia masih bersifat konvensional, dalam artian belum memiliki
standar dari bank syariah sendiri, karena bank syariah berbasis ideologi Islam, sedangkan bank
konvensional berdasarkan ideologi barat terutama ideologi Amerika dan Eropa. Pada makalah
kali ini kami tidak akan membahas tentang mengapa bank konvensional Indonesia beralih
kepada bank syariah, tetapi kami membahas bank syariah secara umum.
Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan
bank konvensional :
1. Bank syariah tidak menggunakan bunga
2. Tidak digunakan untuk usaha yang haram
3. Menerima zakat, infaq dan shodaqoh untuk disalurkan kepada masyarakat yang
membutuhkan, terdapat 8 (delapan) golongan dalam Al Qur’an
Pada point pertama, dalam bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan menggunakan
konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan dibagi hasil keuntungan
tersebut dengan para penabung, jika bank rugi maka para penabung pun akan rugi. Bank syariah
juga tidak serta merta meminjamkan sejumlah uangnya kepada masyarakat secara tunai
melainkan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli (murabahah) dan prinsip sewa (ijarah).
Dalam kurun waktu 10 tahun, bank syariah mengalami perkembangan yang sangat
signifikan, meskipun secara nasional market share bank syariah masih rendah di bandingkan
bank konvensional. Dewasa ini, dan kualitas bank syariah semakin ketat baik persaingan antar
bank syariah ataupun dengan bank konvensional. Hal ini menunut bank syariah untuk
meningkatkan layanan yang memuaskan kepada nasabah. Orientasi nasabah memilih bank saat
ini tidak lagi karena jarak antara aktivitas nasabah dan kantor bank, akan tetapi nasabah
mengingkan kemudahan dan kualitas pelayanan yang di berikan oleh bank.

Bank Syariah menawarkan berbagai produk dan jasa bank berdasarkan prinsip syariah
Islam. Namun demikian, nasabah bank syariah tidak hanya kalangan muslim saja, akan tetapi
datang dari berbagai agama, oleh karna itu bank syariah terpacu untuk meningkatkan pelayanan
kepada nasabah agar mampu bersaing dengan bank konvensional yang telah lebih dahulu
menguasai pasar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bank Syariah


Pengertian bank menurut UU No. 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal.
Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke
masyarakat, dalam literatur Islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tanwil. Isitilah
lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Secara akademik, istilah
Islam dan Syariah memang mempunyai pengertian berbeda. Namun secara teknis untuk
penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama. Dalam Undang-
Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip
syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah.
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari’ah berarti bank yang tata cara
operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan Al-Quran dan Al
Hadist.

2.2 Sejarah Perbankan Syariah


2.2.1 Sejarah Dunia
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank
simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa dengan Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian
besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk
partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikian dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya
tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat Islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun bank tersebut
adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek
pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan
profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada
syariah Islam.
Di belahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic of Bank (1975), Faisal Islamic of
Sudan (1977), Faisal Islamic of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Di Asia-
Pasifik, Philipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di
Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu
mereka yang ingin menabung untuk memunaikan ibadah haji.

2.2.2 Sejarah Indonesia


Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum ada Bank yang
tercermin pada bank-bank Timur Tengah, bank di Indonesia mayoritas merupakan bank
cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih dikenal bank konvensional, dan sebenarnya
kajian tentang perbankan syariah sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya berdiri
tahun 1991, oleh Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan
beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya Memiliki landasan hukum yang lemah UU No.7
Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank syariah, namun setelah terjadi revisi muncul UU No
10 Tahun 1998 dan dengan revisi UU tersebut maka status bank syariah semakin kuat Bank
Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an
sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan
suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan
laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU
No 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1997 tentang Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat
Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah
memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank besar seperti Bank
Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). System syariah juga telah
digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah
nasional semakin Memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang
mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka
diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin
signifikan.

2.3 Prinsip Bank Syariah


Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip atau hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain:
 Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai
ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
 Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha
institusi yang meminjam dana
 Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media
pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsic
 Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi
 Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan pada Islam. Usaha
minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah

Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank
syariah, yaitu:
1. keadilan, kesamaan dan solidaritas
2. larangan terhadap objek dan makhluk
3. pengakuan kekayaan intelektual
4. harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way)
5. tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban
6. kondisi umum dari kredit
7. dualiti risiko

Kondisi umum dari kredit meliputi:


a) peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi
tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan
b) terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot,
ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga yang berpendapat
bahwa hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya transaksi - bukan biaya dari
pembiayaan di satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit (liability)

Di samping itu kegiatan usaha perbankan syariah diatur pasal 36-37 PBI No.6/24 /PBI/2004.
Agar memudahkan pemahaman, secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9
(sembilan) fungsi berikut ini :
1. Penghimpunan Dana
2. Penyaluran dana (langsung dan tidak langsung)
3. Jasa pelayanan perbankan
4. Berkaitan dengan surat berharga
5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran
Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (sharf)
6. Berkaitan pasar modal
7. Investasi
8. Dana Pensiun
9. Sosial
Fungsi Bank Syariah Dalam Memperoleh Keuntungan
Dalam menghimpun dana masyarakat, bank syariah akan membayar biaya bagi hasil atau
bonus atas simpanan dana dari masyarakat. Meskipun secara total, fee based income belum
mampu menyaingi total pendapatan margin keuntungan dan pendapatan bagi hasil, namun fee
based income sangat di perlukan oleh bank syariah untuk meningkatkan pendapatan. Salah satu
pelayanan jasa yang dikembangkan oleh bank syariah antara lain ATM bersama, RTGS, intercity
kliring, SKN (sistem kliring nasional), inter banking, sms banking, dan produk pelayanan jasa
lainnya.
Bank syariah akan memperoleh pendapatan margin keuntungan atas pembiayaan yang
menggunakan akad jual beli, pendapatan bagi hasil atas pembiayaan yang diberikan dengan
menggunakan akad kerja sama usaha.

Fungsi Bank Syariah Sebagai Lembaga Perantara Keuangan


Sebagai lembaga perantara keuangan, bank syariah menjembatani kebutuhan dua pihak
yang berbeda, nasabah yang memiliki dana dan nasabah yang membutuhkan dana.
Penghimpunan dana yang di lakukan bank syariah pada umumnya dapat dilakukan dengan
menggunakan akad wadiah dan mudharabah. Pembiayaan yang diberikan oleh bank secara garis
besar dilihat dari segi akadnya, dapat dibedakan menjaid tiga yaitu pembiayaan dengan akad jual
beli, kerjasama usaha, dan sewa menyewa.
Bank syariah berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan, yang tugasnya yaitu
menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana (surplus unit) pada satu sisi, dan sisi
lain, bank syariah juga menyalurkan dana kepada masyarakat yang sedang membutuhkan dana
(deficit unit).
NASABAH
Nasabah penyimpan atau investor yang menempatkan dananya dalam akad wadiah akan
mendapatkan bonus dari bank syariah. Masyarakat yang menempatkan dananya dalam akad
mudharabah akan mendapatkan return berupa bagi hasil.
DEBITUR
Masyarakat membutuhkan dana dari bank syariah untuk mengembangkan usahanya atau
untuk memenuhi kebetuhan individu. Bank syariah memperoleh pendapatan berupa pendapatan
margin keuntungan (akad jual beli), pendapatan sewa (akad ijarah), atau pendapatan bagi hasil
(akad kerja sama usaha). Bank syariah memanfaatkan dana titipan masyarakat ,maka segala
resiko menjadi tanggung jawab bank syariah.

2.4 Produk Perbankan Syariah


2.4.1 Penghimpun Dana
A. Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/
bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
B. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.
C. Deposito Syariah
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.

2.4.2 Penyaluran Dana


A. Akad Mudharabah (bagi hasil)
Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola untuk melakukan usaha
tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati.
B. Akad Musyarakah (penyertaan modal)
Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk menjalankan
usaha tertentu sesuai syariah dnegan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati, jika pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-
masing.
C. Akad Murabahah (jual beli)
Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin yang
disepakati oleh para pihak, dimana pihak penjual menginformasikan harga perolehan terlebih
dahulu kepada pembeli atau konsumen.
Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan. Istilah ini biasa
dipakai oleh penduduk Irak, sementara penduduk Hijaz lebih suka menggunakan istilah qirodh
atau muqaradhah. Dalam kaitannya dengan muamalah, kata dharb disini lebih tepat diartikan
pada proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Sedangkan secara teknis,
mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi
kemudian dibagi antara shahibul maal dan mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang
telah disepakati sejak awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka
kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu
disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian mudharib (character
risk).
Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat
pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi waktu sehingga akad
ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract (NUC). Dalam bahasa lain, produk ini
disebut juga dengan Trust Financing atau Trust Investment karena kontrak ini hanya diberikan
kepada pengusaha yang benar-benar credible dan sudah teruji amanahnya. Secara skematis, akad
mudharabah dapat digambarkan sebagai berikut:

Jenis-Jenis Mudharabah
1. Mudharabah Mutlaqah
Jenis mudharabah ini merupakan bentuk akad yang tidak dibatasi pada jenis usaha, waktu,
dan wilayah tertentu sehingga pengelola bebas untuk menentukan cara ia mengelola modal
tersebut.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu
misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam waktu tertentu.
Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan sempit sehingga disebut
mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah).
D. Akad Salam
Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran
tunai terlebih dahulu secara penuh.
E. Akad Istishna
Transaksi jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Definisi Menurut Fatwa DSN MUI
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’)
Jenis Akad Istishna :
1. Langsung : Pemesan ↔ Penjual
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
danpersyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual
(pembuat/shani’)
2. Paralel : Pemesan ↔ Penjual ↔ subkontraktor
Akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada
pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat
memenuhi aset yang dipesan oleh pemesan. Syarat : tidak terjadi ta’alluq.
Rukun Akad Istishna
1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’)
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.
3. Ijab kabul atau serah terima
F. Akad Ijarah (sewa)
Transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa, antara pemilik dan pemakaian sewa dengan
hak pakai untuk mendapatkan imbalan atas obyek yang disewakan.
Transaksi terhadap suatu manfa’at tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfa’atkan dengan
imbalan tertentu . Ijarah ditunjukkan untuk manfa’at atau jasa bukan materi/benda, dapat berupa
manfaat/nilai.
Ijarah “Jasa” (Ijarah ‘ala al ‘amal) bukan merupakan kewajiban (fardhu ‘ain) seperti shalat,
puasa. Tetapi bersifat fardu kifayah
Ijarah memiliki beberapa ketentuan:
1. Kedua belah pihak memenuhi syarat hukum
2. Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk melakukan ijarah dan tidak terpaksa
3. Manfaat objek diketahui secara jelas
4. Penyewa berhak atas manfat baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain baik dengan
cara menyewakannya atau meminjamkan
5. Objek Ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung
6. Objek Ijarah adalah halal
Akad Ijarah Berakhir
1. Objek hilang atau lenyap : terbakar, faktor alam
2. Habis masa waktunya
3. Salah satu pihak yang wafat dapat dialihkan pada ahli warisnya
4. Objek disita, pailit
Dalam Hukum Islam ada dua jenis ijarah, yaitu 3:
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan
upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir, pihak
pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah.
b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk
memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang
menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut mu’jir/muajir
dan biaya sewa disebut ujrah.
G. Akad Qaradh
Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pinjaman sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
2.4.3 Pelayanan Jasa
Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang dapat diberikan oleh bank syariah antara lain
jasa pengiriman uang(transfer), pemindahan bukuan, penagihan surat berharga, kliring, letter or
credit, inkaso, garansi bank, dan pelayanan jasa bank lainnya. Beberapa bank berusaha untuk
meningkatkan teknologi informasi agar dapat member pelayanan jasa yang memuaskan nasabah.
Dengan pelayanan jasa, bank syariah mendapat imbalan berupa fee yang di sebut fee based
income.
A. Letter of credit (L/C) impor syariah
L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas
permintaanm importer dengan pemenuhan persyaratan tertentu.
B. Bank Garansi Syariah
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan
kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud.
C. Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual kepada nasabah.

2.5 Jenis Bank Syariah Ditinjau dari Segi Status Dan Levelnya
STATUS
1. Bank devisa, merupakan bank syariah yang dapat melakukan aktifitas transaksi ke luar negeri
dan atau transaksi yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Bank
devisa wajib menyampaikan laporan keuangan sekurang-kurangannya dalam dua bahasa,
yaitu bahasa Indonesia dan inggris.
2. Bank nondevisa, merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan
seperti bank devisa. Transaksi yang dilakukan oleh bank nondevisa masih terbatas pada
transaksi dalam negeri dan transaksi berupa rupiah saja.
LEVELNYA
1. Kantor Pusat
2. Kantor Wilayah
3. Kantor Cabang
4. Kantor Cabang Pembantu
5. Kantor Kas.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh sebuah bank syariah dan tidak dapat dilakukan
oleh bank konvensional ( Pasal 19 s.d 21) adalah:
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya, dan
bentuk investasi berupa tabungan, deposito atau bentuk lainnya berdasarkan akad yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
2. Menyalurkan pembiayaaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, musyarakah, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. Menyalurkan pembiayaan untuk transaksi jual-beli dengan berbagai akad yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
5. Menyalurkan pembiayaan penyewaan kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa
beli yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
6. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
7. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah.
8. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah
dan/atau Bank Indonesia.
9. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga berdasarkan suatu akadyang sesuai
dengan prinsip syariah.
10. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan akad yang berdasarkan
prinsip syariah.
11. Melakukan fungsi Wali Amanat berdasarkan akad wakalah.
12. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.
13. Menyediakan tempat penyimpanan barang dan surat berharga, memindahkan uang, dan
kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.
14. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah.
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan
yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
pembiayaan berdasarkan prinsip berdasarkan prinsip syariah.
17. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.
18. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
19. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek dan jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pasar uang.
20. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan
menggunakan sarana elekronik.
Dalam perbankan syariah terdapat pihak terafiliasi adalah:
a. Komisaris, direksi atau kuasanya pejabat dan karyawan bank syariah.
b. Dewan pengawas syariah, akuntan public, penilai dan konsultan hukum.
c. Pengendali bank, pemegang saham dan keluarga komusaris dan keluarga direksi.
Untuk menjamin kelancaran perbankan syariah dalam transaksi bagi hasil, jual-beli, sewa
menyewa di perlakukan suatu agunan yaitu suatu jaminan tambahan, baik berupa benda
bergerak maupun benda tidak tidak bergerak yang di serahkan oleh pemilik agunan kepada bank
syariah, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas dari bank syariah.
Kegiatan perbankan syariah di dasari oleh asas, tujuan dan fungsi perbankan syariah di
dalam melakukan kegatan usahanya yang berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan
prinsip kehati-hatian, dengan tujuan untuk menunjanga pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan pemerataan kesejahteraan rakyat yaitu:
1. Untuk menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
2. Untuk menjalankan fungsi social dalam bentuk lembaga baitul maal.
3. Untuk menghimpun dana social yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkan kepada
pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakil).
4. Membantu lembaga-lembaga dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana untuk
keperluan khusus,misalnya bencana alam
2.6 Perbedaan bank syariah dan bank konvensional

2.7 Produk bank syariah


1. Al-wadi’ah (Simpanan)
Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain
kapan saja bila si penitip menghendaki.
a. Penerima simpanan disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada titipan selama hal
itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang
titipan.
b. Penggunaan uang titipan harus terlebih dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan
catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Dengan
demikian prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad adh-dhamanah (tangan
penanggung).
c. Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad adh-dhamanah pihak bank akan menerima
seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga
harus ditanggung oleh bank.
d. Sebagai imbalan kepada pemilik dana disamping jaminan keamanan uangnya juga akan
memperoleh fasilitas lainnya seperti insentif atau bonus untuk giro wadiah. Artinya bank tidak
dilarang untuk memberikan jasa atas pemakaian uangnya berupa insentif atau bonus, dengan
catatan tanpa perjanjian terlebih dulu baik nominal maupun persentase dan ini murni
merupakan kebijakan bank sebagai pengguna uang. Pemberian jasa berupa insentif atau bonus
biasanya digunakan istilah nisbah atau bagi hasil antara bank dengan nasabah. Bonus
biasanya diberikan kepada nasabah yang memiliki dana rata-rata minimal yang telah
ditetapkan.
e. Dalam praktkenya nisbah antara bank (shahibul maal) dengan deposan (mudharib) biasanya
bonus untuk giro wadiah sebesar 30%, nisbah 40%:60% untuk simpanan tabungan dan nisbah
45%:55% untuk simpanan deposito.
2. Pembiayaan dengan bagi basil
a. Al-musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha
tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa
keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Al-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek.Dalam
hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan
proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah
terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan
untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
b. Al-mudharabah
Pengertian Al-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama
menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan
kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.
 mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang
cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah
bisnis.
 mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak
lain dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan
atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari
simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat
dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.
c. Al-muzara'ah
Pengertian Al-muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk
pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini
diaplikasikan untuk pembiayaan bidang plantation atas dasar bagi hasil panen.
d. Al-musaqah
Pengertian Al-musaqah merupakan bagian dari al-muza'arah yaitu penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan
mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam
konteks adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

e. Bai'al Murabahah
Pengertian Bai'al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga
pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Sebagai contoh harga pokok barang "X" Rp 100.000,-. Keuntungan yang diharapkan adalah
sebesar Rp 5.000,-, sehingga harga jualnya Rp 105.000,-. Kegiatan Bai'al-Murabahah ini baru
dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli, baru kemudian dilakukan pemesanan. Dalam
dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang investasi
baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama
L/C.
Sebagai contoh Ny. Pariani memerlukan sebuah mobil senilai Rp 30.000.000,-. Jika Bank
Syariah Tanjung Pandan yang membiayai pembelian mobil tersebut maka Bank Syariah Tanjung
Pandan mengharapkan suatu keuntungan sebesar Rp 6. 000.000,- selama 3 tahun, maka harga
yang ditetapkan kepada Ny. Pariani adalah Rp 36.000.000, Kemudian jika nasabah setuju maka
nasabah dapat mencicil dengan angsuran Rp 1.000.000,-. per bulan (diperoleh dari Rp
36.000.000,- : 36 bulan) kepada Bank Syariah Tanjung Pandan.

f. Bai'as-salam
Bai'as-salam artinya pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Prinsip yang harus dianut adalah harus diketahui terlebih dulu jenis, kualitas
dan jumlah barang dan hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang.
Sebagai contoh seorang petani lada yang bernama Tn. Ivan Pratama hendak menanam lada dan
membutuhkan dana sebesar Rp 200.000.000, untuk satu hektar. Bank Syariah Toboali
menyetujui dan melakukan akad di mana Bank Syariah Toboali akan membeli hasil lada tersebut
sebanyak 10 ton dengan harga Rp 200.000.000,-. Pada saat jatuh tempo petani harus
menyerahkan lada sebanyak 10 ton. Kemudian Bank Syariah Toboali dapat menjual lada tersebut
dengan harga yang relatif lebih tinggi misalnya Rp 25.000,- per. kilo. Dengan demikian
penghasilan bank adalah 10 ton x Rp 25.000, = Rp 250.000.000,-. Dari hasil tersebut Bank
Syariah Toboali akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 50.000.000,-. setelah dikurangi modal
yang diberikan oleh Bank Syariah Toboali yaitu Rp 250.000.000, dikurangi Rp 200.000.000,-.

g. Bai'Al istishna'
Bai' Al istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'assalam, oleh karena itu ketentuan
dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna'
adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat barang). Kedua belah pihak
harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran.
Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di
muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.
CV. Sungai Layang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh
order untuk membuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp 60.000.000,- dan mengajukan
permodalan kepada Bank Syariah Koba. Harga perpasang sepatu yang diajukan adalah Rp
85.000,- dan pembayarannya diangsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu dipasaran
sekitar Rp 90.000,-. Dalam hal ini Bank Syariah Koba tidak tahu berapa biaya pokok produksi.
CV. Sungai Layang hanya memberikan keuntungan Rp 5000,- persepasang sepatu atau
keuntungan keseluruhan adalah Rp 3.529.412,- yang diperoleh dari hitungan:
Rp 60.000.000,-
x Rp 5.000,- = Rp 3.529.412,-
Rp 85.000,-
Bank Syariah Koba dapat menawar harga yang diajukan oleh CV. Sungai Layang dengan harga
yang lebih murah, sehingga dapat dijual kepada masyarakat dengan harga murah pula.
Katakanlah misalnya Bank Syariah Koba menawar harga Rp 86.000,- per pasang, sehingga
masih untung Rp 4.000,- per pasang dan keuntungan keseluruhan adalah :
Rp 60.000.000,-
x Rp 4.000,- = Rp 2.790.697,-
Rp 86.000,-

h. Al-Ijarah (Leasing)
Pengertian Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Dalam praktiknya kegiatan ini dilakukan oleh perusahaan leasing, baik untuk kegiatan operating
lease maupun financial lease.
i. Al-Wakalah (Amanat)
Wakalah atau wakilah artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu
pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si
pemberi mandat.
j. Al-Kafalah (Garansi)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai
pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat di-
lakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang.
k. Al-Hawalah
Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pi-
hak. Dalam dunia keuangan atau perbankan dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau
factoring.
l. Ar-Rahn
Ar-Rahn merupakan kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan utang atau gadai.

2.8 Pengelolaan dan Pengawasan Bank Syariah


Bank Syariah, selain berfungsi menjembatani antara pihak yang kelebihan dana dengan
pihak yang membutuhkan dana, juga secara khusus mempunyai fungsi amanah. Untuk menjaga
fungsi amanah tersebut, perlu adanya pengawasan yang melekat pada setiap orang yang terlibat
di dalam aktivitas perbankan berupa motivasi keagamaan maupun pengawasan melalui
kelembagaan. Supaya upaya pengendalian, meskipun suatu lembaga telah menyandang nama
syariah, namun tidak tertutup kemungkinan dalam menjalankan usahanya menyimpang dari
nama yang disandang tersebut. Di dalam menjalankan usahanya, bank berdasarkan prinsip-
prinsip syariah berupaya menjaga dan memelihara agar prinsip-prinsip syariah tersebut tetap
terpelihara dalam operasionalnya. Di dalam menjalankan fungsi kelembagaan agar operasional
Bank Syariah tidak menyimpang dari tuntutan syariah Islam, maka diadakan “Dewan Pengawas
Syariah” yang tidak terdapat di dalam bank-bank konvesional. Dewan pengawas syariah adalah
suatu lembaga dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Syariah agar di dalam
operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip muamalah menurut Islam. Dewan
pengawas syariah biasanya ditempatkan pada posisi setingkat dewan komisaris pada setiap bank.
Anggota dewan syariah ditetapkan oleh rapa pemegang saham dari calon yang telah mendapat
rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
Dewan syariah bertugas meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan
rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat surat pernyataan bahwa bank
yang diawasinya masih tetap menjalankan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dewan
pengawas syariah juga bertugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang
diajukan kepada dewan sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah
tersebut dnegan ketentuan-ketentuan syariah Islam. Adapun wewenang Dewan Pengawas
Syariah adalah :
1. Memberikan pedoman secara garis besar tentang aspek syariah dari operasional Bank
Syariah, baik penyerahan dana,penyaluran dana maupun kegiatan-kegiatan bank lainnya.
2. Mengadakan perbaikan terhadap suatu produk Bank Syariah yang telah atau sedang berjalan.
Namun, dinilai pelaksanaanya bertentangan ketentuan syariah.
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan wewenang dewan syariah sangat tergantung kepada
independesinya di dalam membuat suatu putusan atau penilaian yang dibutuhkan. Independasi
dewan ini diharapkan dapat dijamin karena :
 Mereka bukan staf bank, sehingga tidak tunduk di bawah kekuasaan administrative
 Mereka dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham, demikian juga penentuan tentang
honorariumnya
 Dewan pengawas mempunyai sistem kerja dan tugas-tugas khusus seperti halnya Badan
Pengawas lainnya.
Selain Dewan Pengawas Syariah, pada tingkat nasional ada pula Dewan Syariah Nasional
(DSN). Tugas lembaga ini antara lain, adalah sebagai berikut :
1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah, seperti bank syariah, asuransi syariah,
reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain
2. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk-produk yang akan dikembangkan pada bank-
bank syariah yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan setelah mendapat
rekomendasi dari dewan pengawas syariah,
3. Mengeluarkan pedoman yang akan digunakan oleh dewan pengawas syariah dalam
mengawasi bank-bank syariah
4. Merekomendasikann para ulama yang akan ditugaskan menjadi anggota dewan pengawas
syariah.

2.9 Problem dan Analisis


Secara garis besar problem yang dihadapi bank syariah bersumber dari dua faktor yaitu
faktor eksternal dan internal:
1. Faktor eksternal
a. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi memainkan peran penting dalam perkembangan sebuah organisasi bisnis
(bank). Faktor ini berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu bank
beroperasi.
b. Faktor sosial
Faktor sosial adalah salah satu faktor dinamik yang memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap perubahan selera dan kebutuhan masyarakat. Faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi eksistensi sebuah bank sangat luas mencakup: kepercayaan, nilai dan sikap
sampai pada gerakan keagamaan. Faktor sosial terkait dengan permasalahan yang cenderung
berorientasi pada kebutuhan dan preferensi manusia.
c. Faktor politik
Faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi perusahaan
(bank). Di negara-negara berkembang seperti di indonesia faktor politik seringkali menjadi
peran penting dalam kegiatan usaha sebuah lembaga bisnis.
d. Faktor hukum/perundang-undangan
Faktor hukum atau perundang-undangan membawa dampak yang sangat mendasar dan sering
kali menentukan bagi hidup matinya kegiatan suatu perusahaan termasuk perbankan dalam
kurun waktu jangka panjang. Bank islam sebagai bank komersial yang merupakan bagian
integral dari sistem perbankan di indonesia harus tunduk pada hukum yang ditetapkan oleh
pemerintah atau bank indonesia.
e. Faktor teknologi
Perkembangan teknologi membawa dampak yang sangat drastis terhadap teknologi produk
dan proses. Keterbelakangan teknologi, bagi sebuah perusahaan tidak hanya jadi ancaman
rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga
rendahnya kualitas produk yang dibuat. Dengan kemajuan teknologi hambatan tersebut dapat
diatasi.
f.  Faktor lingkungan
Ekologi mengacu pada hubungan antara manusia dengan mahluk hidup lainya, dengan udara,
tanah dan air yang mendukung kehidupan manusia. Selain itu Lingkungan dipengaruhi oleh
permintaan pasar dunia perdagangan bebas dan globalisasi masyarakat negara maju dan
menuntut ekolabel sebagai persyarat dalam dunia bisnis.

2.   Faktor internal
Akomodatif dan Asimilatif Problematika internal bank syariah
Yaitu antara akomodatif dan asimilatif, antara moneter dan riil yang memiliki pengaruh
terhadap pola pengembangan produk bank syari’ah.
Analisis secara factor internal, terhadap bank syariah yang merupakan badan hukum untuk
melakukan kegiatan menghimpun dana dari nasabah, dengan menjamin kerahasiaan para
nasabah, kecuali di tentukan lain demi kepentingan pidana perpajakan, atas perintah pimpinan
bank Indonesia/menteri keuangan dan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana.
Analisis secara eksternal untuk membuktukan kepada dunia internasional bahwa perbankan
syariah dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan perekonomian bak secara nasional maupun
internasional, serta untuk menarik para investor asing terutama para investor negara-negara
islam(misalnya negara arab saudi, quaid dan lain-lainya) agar mau menginvestasikan modalnya
di Negara Indonesia dengan prinsip-prinsip syariah.

Lembaga keuangan syariah dalam pelaksanaanya


Ketika bentuk awal lembaga keuangan syari’ah sangat terkonsentrasi dalam kegiatan
perbankan komersial, bentuk-bentuk yang lebih beragam muncul dalam dua dekade terakhir
untuk memenuhi kebutuhan pasar yang beragam. Saat ini lembaga keuangan syari’ah dapat
dibagi menjadi beberapa kategori luas: bang syari’ah, unit usaha syariah, bank dan dana investasi
syari’ah, perusahaan hipotik syari’ah, perusahaan asuransi syari’ah, dan perusahaan mudharabah.
Bank syari’ah
Bank syari’ah adalah campuran dari bank komersial konvensional dan bank investasi
serta menyerupai sebuah bank universal. Bank syariah telah berkembang dari segi jumlah, tetapi
rata-rata ukuran aset masih tetap kecil dibandingkan bank-bank konvensional.1[22]
Unit usaha syariah
Unit usaha syari’ah adalah unit khusus yang menawarkan produk berbasis syariat. Secara
bertahap, bank-bank barat mulai menawarkan produk-produk syari’ah untuk menarik klien
langsung tanpa harus menggunakan bank syari’ah sebagai perantara. Jumlah bank konvensional
yang menawarkan unit usaha syari’ah semakin berkembang.
Dana dan bank investasi syari’ah
Bank investasi syari’ah dan dana investasi muncul pada tahun 1990, ketika pasar
mencapai titik di mana transaksi-transaksi besar dan investasi perbankan menjadi menarik. Bank
investasi syari’ah bertujuan untukmemanfaatkan penggabungan investasi besar, pemimpin pasar,
dan peluang underwriting. Dana investasi syariah bukan hal yang baru tetapi kembali muncul

1
setelah percobaan awal di mana banyak dari mereka tidak bertahan. Dana tersebut dirancang
untuk memastikan bahwa saham ekuitas di dalam dana tersebut tidak hanya terdiversifikasi
dengan baik tetapi juga memenuhi pedoman-pedoman syariat.
Perusahaan hipotik syari’ah
Perusahaan hipotik syariah adalah salah satu pengembangan terbaru. Macam-macam
pengenbangan hiptik: ijarah, musyarakah, murabahah.
Perusahaan asuransi syari’ah
Instrumen syari’ah yang paling mirip dengan sistem asuransi kontemporer adalah takafur,
yang secara harfiah berarti garansi bersama. Fitur lain dari takafur adalah premi dan cadangan
dapat di investasikan hanya instrumen yang berdasarkan syariat.
Perusahaan mudarabah
Perusahaan mudarabah didirikan sebagai badan hukum yang terpisah dengan perusahaan
manajemen dana yang bertanggung jawab atas operanya. Semua mudarabah adalah independent
satu sama lain, dan tidak ada yang bertanggung jawab atas liabilitas atau berhak atas manfaat
dari perjanjian atau perusahaan mudarabah lain.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
a. Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukum-hukum
dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi
masyarakat, khususnya muslim.
b. Bank syariah memiliki tiga fungsi utama yaitu menghimpun dan dari masyarakat dalam
bentuk titipan dan investasi menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana
dari bank, dan juga memberi pelayanan dalam bentuk jasa perbankan syariah.
c. Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum keuangan
yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.

3.2 Saran
Dilihat dari keuntungan-keuntungan dan manfaat dari bank syariah sendiri, seharusnya
masyarakat menggunakan bank syariah sebagai tempat penyimpan modal. Namun faktanya pada
zaman ini masih banyak yang menggunakan bank konvensional karena tergiur oleh bunga yang
dijanjikan. Padahal bunga adalah riba dalam hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai