Anda di halaman 1dari 7

2.1.

 Mobilitas Sosial Horizontal

Mobilitas sosial horizontal terjadi apabila terdapat perubahan kedudukan pada


strata yang sama. Perubahan kedudukan terjadi pada orang yang sama disebut
mobilitas sosial horizontal intragenerasi. Kedudukan seseorang dapat berubah naik
atau turun pada lapisan atau strata yang sama, tanpa mengubah kedudukan yang
bersangkutan. Akan tetapi, peran yang dipegang seseorang dapat berubah. Jika
dihubungkan dengan gaji atau imbalan yang didapat oleh seseorang, perubahan
kedudukan secara horizontal tidak mempengaruhi tingkat imbalan orang yang
bersangkutan.

Misalnya sebagai berikut.

1. Seseorang bekerja di perusahaan sebagai sekretaris, pada suatu saat


dipindahkan menjadi bendahara. Orang yang bersangkutan tetap
memperoleh gaji yang sama.
2. Seseorang diberi tugas oleh presiden untuk menjadi menteri pertanian pada
suatu kabinet selama lima tahun. Pada pergantian kabinet berikutnya, yang
bersangkutan diserahi tugas sebagai menteri perindustrian.
3. Seorang guru di sebuah SMA di kota A pindah ke SMA di kota B. Guru
tersebut tidak mengalami perubahan kedudukan dan peran, tetapi hanya
berpindah tempat kerja.

Pergeseran-pergeseran tersebut tidak menurunkan atau menaikkan posisi yang


bersangkutan, tetapi bukan berarti tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan
tugasnya. Kesulitan yang muncul umumnya terjadi pada saat penyesuaian diri
(adaptasi). Adakalanya yang bersangkutan harus mempelajari dan melatih
keterampilan yang baru. Begitu pula penyesuaian terhadap kelompok yang
didatangi, harus dimulai dengan mengenal dan menerima kembali sifat-sifat dan
perilaku rekan sekerjanya agar dapat bekerja sama untuk meningkatkan prestasi
kerja di kelompoknya. Eratnya hubungan sosial dan kerja sama yang telah terbina
di kelompok yang ditinggalkan, dijalin kembali di kelompok yang baru.

Mobilitas sosial horizontal antar generasi (inter generasi) terjadi apabila anak dan
orangtuanya berbeda pekerjaan, tetapi memiliki kedudukan sosial yang sama.
Misalnya,

1. Orangtua mempunyai kedudukan sebagai petani kaya dan digolongkan


sebagai kelas menengah di masyarakat, tetapi anaknya tidak menginginkan
untuk mengikuti jejak orangtuanya. Anak petani lebih memilih menjadi
seorang pedagang yang berhasil dan kaya sehingga keduanya sama-sama
berada pada tingkat sosial kelas menengah.
2. Seorang ayah mempunyai kedudukan pegawai negeri dan berperan sebagai
guru di sebuah SMA di kota X, anaknya menjadi pegawai negeri di kantor
pemerintah. Keduanya memiliki kedudukan yang sama, tetapi memiliki peran
yang berlainan. 

Mobilitas horizontal antar generasi ini terjadi apabila orangtua dan anaknya
mempunyai kedudukan yang sama, tetapi peran berbeda. Dengan kata lain bahwa
suatu generasi (orangtua) tidak menurunkan segalanya kepada generasi berikutnya
(anak).

2.2. Mobilitas Sosial Vertikal

Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu
kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke
tingkat yang lebih tinggi (social climbing) maupun turun ke tingkat lebih rendah
(social sinking). Setiap orang di masyarakat tidak selamanya memiliki kedudukan
yang tetap, tetapi selalu mengalami perubahan. Begitu pula halnya dengan seorang
karyawan yang tidak ingin selamanya menempati kedudukan sama, Ia akan
berusaha untuk naik ke kedudukan yang lebih tinggi. Jabatan yang dipegang oleh
seseorang tidak dapat dilepaskan dari kedudukan sosialnya, karena jabatan dapat
melambangkan kedudukan sosial. Akan tetapi, jabatan tidak dapat dipegang
selamanya karena jabatan suatu saat akan diserahkan kepada orang lain. Orang
yang menempati jabatan sebelumnya dapat saja naik untuk menempati jabatan
yang lebih tinggi atau selesai bekerja karena pensiun sehingga tidak mempunyai
jabatan lagi dan kedudukan sosialnya menurun. Hal tersebut dinamakan gerak naik
turun atau mobilitas sosial vertikal.

Seseorang yang sudah lama bekerja di suatu kantor atau perusahaan, akan
berusaha mendapatkan kenaikan gaji. Dengan adanya kenaikan gaji tidak berarti
naiknya kedudukan ke tingkat yang lebih tinggi karena yang bersangkutan tetap
menempati jabatan semula. Akan tetapi, apabila yang bersangkutan hanya pegawai
biasa atau juru ketik karena prestasi kerja, maka dinaikkan kedudukannya menjadi
kepala bagian. Perpindahan kedudukan dari lapisan yang lebih rendah ke lapisan
yang lebih tinggi tersebut dinamakan promosi. 

Contoh lain dari promosi atau mobilitas naik seperti berikut.

1. Seorang guru, karena prestasi dan pangkat yang telah mencukupi, mendapat
promosi jabatan untuk menjadi kepala sekolah.
2. Seorang bupati yang mendapat banyak dukungan dari masyarakat dan
dewan, kemudian terpilih menjadi gubernur. Sebagai kepala sekolah atau
gubernur, apabila telah habis masa jabatannya dan tidak dapat diangkat lagi,
akan kembali ke jabatan sebelumnya atau berhenti sama sekali (pensiun).
Jabatan yang dipegang seseorang merupakan peran yang harus dilaksanakan
sesuai dengan kedudukan yang dimiliki. 

Dengan demikian, mobilitas sosial vertikal naik mempunyai dua bentuk utama,
yaitu.

1. masuknya individu-individu atau seseorang yang memiliki kedudukan rendah


ke tingkat kedudukan yang lebih tinggi;
2. pembentukan suatu kelompok sosial baru kemudian ditempatkan pada
derajat yang lebih tinggi dari orang-orang pembentuk kelompok tersebut.
1. Mobilitas vertikal
Mobilitas Vertika : adalah perpindahan status sosial yang dialami seseorang atau sekelompok
orang pada lapisan sosial yang berbeda. Mobilitas vertikal mempunyai dua bentuk yang utama :

 Mobilitas vertikal keatas


 Mobilitas vertikal ke bawah

A. Mobilitas vertical ke atas (Sosial Climbing) Sosial climbing adalah mobilitas yang terjadi karena
adanya peningkatan status atau kedudukan seseorang
Sosial climbing memiliki dua bentuk, yaitu :
 Naiknya orang-orang berstatus sosial rendah ke status sosial yang lebih tinggi, dimana status itu
telah tersedia. Contoh: A adalah seorang guru sejarah di salah satu SMA. Karena memenuhi
persyaratan, ia diangkat menjadi kepala sekolah.
 Terbentuknya suatu kelompok baru yang lebih tinggi dari pada lapisan sosial yang sudah ada.
Contoh: Pembentukan organisasi baru memungkinkan seseorang untuk menjadi ketua dari
organisasi baru tersebut, sehingga status sosialnya naik.
Adapun penyebab sosial climbing adalah sebagai berikut :

  Melakukan peningkatan prestasi kerja


 Menggantikan kedudukan yang kosong akibat adanya proses peralihan generasi
B. Mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking) Sosial sinking merupakan proses penurunan status atau
kedudukan seseorang. Proses sosial sinking sering kali menimbulkan gejolak psikis bagi seseorang karena
ada perubahan pada hak dan kewajibannya.
Social sinking dibedakan menjadi dua bentuk :

  Turun nya kedudukan seseorang ke kedudukan lebih rendah. Contoh: seorang prajurit dipecat
karena melakukan tidakan pelanggaran berat ketika melaksanakan tugasnya.
 Tidak dihargainya lagi suatu kedudukan sebagai lapisan sosial. Contoh Tim Juventus terdegradasi ke
seri B.
Penyebab sosial sinking adalah sebagai berikut.:

  Berhalangan tetap atau sementara.


  Memasuki masa pensiun.
 Berbuat kesalahan fatal yang menyebabkan diturunkan atau di pecat dari jabatannya.
2. Mobilitas horizontal 
Mobilitas Horizontal adalah perpindahan status sosial seseorang atau sekelompok orang dalam lapisan
sosial yang sama. Dengan kata lain mobilitas horisontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek
sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
Ciri utama mobilitas horizontal adalah tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan
seseorang dalam mobilitas sosialnya.

 Contoh: Pak Amir seorang warga negara Amerika Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan
kewarganegaraan Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosial Pak Amir disebut dengan Mobilitas sosial
horizontal karena gerak sosial yang dilakukan Pak Amir tidak merubah status sosialnya.
Mobilitas social horizontal dibedakan dua bentuk :

 Mobilitas social antar wilayah/ geografis Gerak sosial ini adalah perpindahan individu atau
kelompok dari satu daerah ke daerah lain seperti transmigrasi, urbanisasi, dan migrasi.Cara untuk
melakukan mobilitas sosial
 Mobilitas antargenerasi Mobilitas antargenerasi secara umum berarti mobilitas dua generasi atau
lebih, misalnya generasi ayah-ibu, generasi anak, generasi cucu, dan seterusnya. Mobilitas ini
ditandai dengan perkembangan taraf hidup, baik naik atau turun dalam suatu generasi.
Penekanannya bukan pada perkembangan keturunan itu sendiri, melainkan pada perpindahan status
sosial suatu generasi ke generasi lainnya. Contoh: Pak Parjo adalah seorang tukang becak. Ia hanya
menamatkan pendidikannya hingga sekolah dasar, tetapi ia berhasil mendidik anaknya menjadi
seorang pengacara. Contoh ini menunjukkan telah terjadi mobilitas vertikal antargenerasi.
Mobilitas antargenerasi dibedakan menjadi dua, yaitu mobilitas intragenerasi dan mobilitas intergenerasi.

 Mobilitas intragenerasi adalah  mobilitas yang dialami oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
satu generasi yang sama. Contoh: Pak Darjo awalnya adalah seorang buruh. Namun, karena
ketekunannya dalam bekerja dan mungkin juga keberuntungan, ia kemudian memiliki unit usaha
sendiri yang akhirnya semakin besar. Contoh lain, Pak Bagyo memiliki dua orang anak, yang
pertama bernama Endra bekerja sebagai tukang becak, dan Anak ke-2, bernama Ricky, yang pada
awalnya juga sebagai tukang becak. Namun, Ricky lebih beruntung daripada kakaknya, karena ia
dapat mengubah statusnya dari tukang becak menjadi seorang pengusaha. Sementara Endra tetap
menjadi tukang becak. Perbedaan status sosial antara Endra dengan adiknya ini juga dapat disebut
sebagai mobilitas intragenerasi.
1. Mobilitas Horizontal
Mobilitas horizontal yang terjadi di Kota Semarang  berupa peralihan individu atau obyek-obyek
sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Mobilitas
horizontal yang banyak terjadi adalah peralihan status pekerjaan. Seorang buruh petani di
pinggiran Kota Semarang terutama di Kabupaten Semarang, Kendal, Demak dan Purwodadi
pada musim paceklik pindah ke kota untuk bekerja sebagai buruh. Ini disebut sebagai mobilitas
horizontal karena tidak terjadi perubahan status dalam kedudukan sosial si petani dalam
masyarakat, dan juga tidak terjadi perubahan pendapatan yang signifikan bagi si petani.

Mobilitas horizontal di Kota Semarang juga terjadi karena adanya transformasi pekerjaan.
Transformasi pekerjaan yang paling besar adalah dari pekerjaan sebagai petani ke buruh
industri, pengusaha atau wiraswasta. Berbeda dengan kasus diatas yang hanya terjadi pada
musim panceklik, transformasi ini terjadi setiap saat dan umumnya bersifat permananen.
Transformasi ini juga tidak terjadi pada masyarakat pinggiran Kota Semarang, namun pada
masyarakat di Kota Semarang itu sendiri. Terjadinya transformasi pekerjaan dari petani menjadi
buruh industri atau pengusaha ini terjadi pada mereka yang pada umumnya tidak lagi memiliki
lahan sawah atau tegalan karena adanya konversi lahan terbuka menjadi lahan terbangun
akibat pembangunan daerah. Selain itu, dengan semakin berkembangnya industri serta
perdagangan dan jasa di Kota Semarang, petani banyak yang beralih profesi menjadi buruh
industri ataupun pengusaha (terutama pedagang) dan menjadikannya sebagai pekerjaan
utama. Kasus mobilitas horizontal transformasi petani menjadi burh industri ini banyak terjadi di
Semarang bagian Barat dan Timur karena adanya pengembangan Kota Semarang bagian
Barat dan Timur sebagai kawasan industri. Sedangkan transformasi petani menjadi pengusaha
(pedagang) banyak di terjadi di Semarang bagian selatan sebagai akibat pengembangan
wilayah Semarang bagian selatan sebagai kawasan pendidikan, perdagangan jasa serta
permukiman.

Mobilitas sosial horizontal dapat terjadi secara sukarela, dan bisa juga terpaksa, contoh petani
yang beralih pekerjaan menjadi buruh adalah terpaksa, sedangkan yang sukarela adalah bila
seorang pegawai bank yang anggota pegawai bank yang bosan jadi pegawai dan ingin
berkarier sebagai konsultan pajak atau perbankan.

1. b.    Mobilitas Vertikal
Mobilitas vertikal dapat terjadi secara dua arah yaitu naik dan turun.   Mobilitas sosial vertikal
naik (social climbing), dapat berupa masuknya individu dari kedudukan rendah ke kedudukan
tinggi serta pembentukan kelompok baru yang derajatnya lebih tinggi. Mobilitas sosial vertikal
turun (social sinking), dapat berupa turunnya individu dari kedudukan yang lebih tinggi ke
kedudukan yang lebih rendah serta turunnya derajat sekelompok individu karena disintegrasi
kelompok (sering disebut sebagai dislokasi sosial).

–     Mobilitas Sosial Vertikal Naik (Social Climbing)

Mobilitas sosial vertikal naik ditunjukkan dengan naiknya kelas atau status
sosial seseorang.Di Kota Semarang yang didominasi oleh aktivitas perdagangan dan jasa, serta
industri mobilitas sosial jenis ini banyak terjadi. Misal, seorang karyawan yang rajin bekerja
kemudian mendapat promosi dan naik jabatan menjadi manajer. Mobilitas sosial vertikal ini juga
dapat berupa peralihan mata pencaharian yang awalnya petani menjadi buruh industri atau
pengusaha dengan terlebih dahulu mendapat pelatihan sehingga mampu mengembangkan
kualitas diri dan keterampilannya. Dengan mengikuti pelatihan terlebih dahulu, kualitas sumber
daya manusia petani telah berubah menjadi lebih tinggi. Dengan kemampuannya, ia kemudian
mengembangkan diri dan mampu beradptasi dengan baik dalam lingkungan sosialnya yang
baru di tempat kerja yang baru. Secara tidak langsung status sosialnya berubah menjadi lebih
tinggi dibandingkan sebelumnya. Petani yang telah beralih menjadi buruh industri atau
pengusaha yang terampil ini juga memiliki tingkat pendapatan yang berbeda dari teman-
temannya yang lain yang masih berprofesi sebagai petani. Maka, dalam lingkungannya, petani
ini telah mengalami mobilitas sosial vertikal naik dan memiliki status sosial lebih tinggi
dibandingkan sebelumnya.
–     Mobilitas Sosial Vertikal Turun (Social Sinking)
Mobilitas sosial jenis ini banyak terjadi pada pengusaha-pengusaha besar yang awalnya
mengalami kesuksesan lalu terjebak dalam kehidupan sosial yang salah dan berubah menjadi
miskin. Contoh: Seorang pengusaha sukses yang terjebak pada pergaulan dengan rekan
sejawatnya yang hobi berjudi, dia jatuh bangkrut. Kini yang tersisa hanya baju yang dipakainya.
Selain kehilangan harta benda, orang yang mengalami mobilitas jenis ini juga akan kehilangan
status atau kedudukan dalam sistem sosial masyarakat yang juga berdampak bagi keluarga
dan kerabat dekatnya. Orang yang mengalami ini pada awalnya dianggap baik dan dipandang
terhormat oleh orang lain, namun setelah mengalami kebangkrutan akan dipandang rendah.
Terleabih jika kebangkrutan tersebut dikarenakan hal-hal yang tidak baik. Sistem sosial
masyarakat Jawa yang masih melekat di kehidupan sosial masyarakat Kota Semarang
menjadikan kejadian mobilitas sosial seperti ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat.

Selain kedua mobilitas vertikal dan horizontal diatas, juga terdapat mobilitas sosial antar
generasi dan intra generasi.

–      Mobilitas sosial antar-generasi adalah mobilitas yang terjadi pada generasi yang berbeda, 
misalnya orang tua berkedudukan sebagai petani atau buruh, anak-anaknya menjadi pengajar
di perguruan tinggi atau majikan. Contoh mobilitas dalam bentuknya yang demikian banyak
terjadi di Kota Semarang. Banyak orang yang akhirnya meninggalkan pekerjaan sebagai petani
atau pekerjaan agraris yang lain sebagaimana yang ditekuni oleh para orangtua mereka karena
tertarik untuk bekerja di pabrik-pabrik/industri. Atau sebaliknya, orang tuanya sebagai
majikan atau pejabat negara, sedangkan anak-anaknya menjadi buruh atau pegawai biasa.

–     Mobilitas intragenerasi yaitu peralihan status sosial yang terjadi dalam satu generasi yang
sama. Contoh: dua kakak adik yang bekerja pada perusahaan yang sama. Kakak menjadi
direktur dan adik hanya seorang pegawai.

Tingginya mobilitas sosial di kota besar seperti Kota Semarang disebabkan karena setiap orang
ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan mendapatkan kedudukan atau status sosial
yang tinggi dalam sistem sosial masyarakat. Maka, untuk mencapai hal tersebut seseorang
berusaha dan bekerja keras, meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan ketampilan agar
memiliki tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Dalam masyarakat Kota Semarang terdapat suatu campuran antara prestasi dan askripsi, yaitu
hubungan timbal balik antara usaha sendiri atau prestasi dan pengaruh keturunan bersifat
kompleks dan berubah-ubah. Masyarakat Kota Semarang adalah modern yaitu  masyarakat
yang kompleks, dimana keragaman jenis pekerjaan yang berbeda-beda kepentingannya
membawa penghasilan yang tidak sama serta kondisi kerja yang tidak sama pula.  Meskipun
mobilitas sosial memungkinkan masyarkat untuk mengisi kursi jabatan dengan orang yang
paling ahli dan memberikan kesempatan bagi orang untuk mencapai tujuan hidupnya, namun
mobilitas sosialpun mengakibatkan konsekuensi-konsekuensi yang sebenarnya tidak kita
inginkan, seperti rasa ketegangan pada pribadi yang berusaha untuk naik status, rasa
ketidakpuasan akan kegagalan, sikap angkuh dan sombong atas keberhasilan, rasa khawatir
akan turunnya status, dan secara sosial bisa memperlemah solidaritas kelompok sebagai akibat
dari dinamika antargolongan sosial dalam masyarakat.

Mobilitas sosial baik secara vertikal dan horizontal di Kota Semarang dapat memberikan
manfaat dan juga kerugian. Manfaat yang diperoleh dengan tingginya mobilitas sosial antara
lain:

–     Terbukanya kesempatan bagi individu/ masyarakat untuk mengembangkan


kepribadiaanya.

–     Status seseorang tidak ditentukan oleh diri sendiri yang didasarkan atas prestasi,
kemampuan dan keuletan.  Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja
keras agar dapat naik ke strata atas. Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan
giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.

–     Terbukanya kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Sedangkan kerugian yang dapat ditimbulkan antara lain:

–     Menimbulkan kecemasan dan ketegangan yang disebabkan karena mobilitas menurun

–     Munculnya kecemasan dan ketegangan sebagai akibat peran baru dari status jabatan yang
ditingkatkan.

–     Terjadinya keretakan hubungan antar anggota primer, yang disebabkan karena
perpindahan status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah.

–     Munculnya konflik status dan peran, konflik antar kelas sosial, antar kelompok sosial dan
antar generasi. Contoh konflik:

 Konflik antar kelas: demonstrasi buruh yang menuntuk kenaikan upah, menggambarkan konflik
antara kelas buruh dengan pengusaha.
 Konflik antar kelompok sosial: tawuran pelajar, perang antarkampung.
 Konflik antar generasi: Pergaulan bebas yang saat ini banyak dilakukan kaum muda di Indonesia
sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut 
generasi tua.

Anda mungkin juga menyukai