Anda di halaman 1dari 6

NAMA MAHASISWA : MOCH.

NUR CHOLIS

NIM : 2111A0301

TUGAS MATERI : KEPERAWATAN KLINIS

DOSEN : NOVITA M.K.


PENDAHULUAN

Rongga perut atau Abdomen adalah rongga tubuh antara dada dan panggul, tempat
bagi semua organ pencernaan. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal
wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium. Seperti
anggota tubuh lainnya, abdomen juga dapat mengalami cedera atau trauma. Dalam dunia
medis kondisi perut yang mengalami luka disebut Abdomen Trauma atau trauma perut, yang
apabila tidak terdeteksi dan dievaluasi dengan segera dan tepat dapat mnyebabkan morbiditas
dan mortalitias yang signifikan. Praktisi Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang sering menemui
kasus ini dituntut untuk memberikan penilaian yang akurat, resusitasi tepat waktu dan
investigasi yang tepat.

Trauma merupakan mekanisme yang terjadi secara sengaja atau tidak yang
menyebabkan luka atau cidera pada bagian tubuh tertentu. Trauma dengan level berat akan
mengakibatkan kerusakan anatomi maupun fisiologi organ tubuh tersebut. Trauma
mengakibatkan gangguan fisiolgi yang memicu terjadinya gangguan metabolisme kelainan
imunologi, dan gangguan fatal berbagai organ penting lain. Pada trauma perut, kerusakan
akan terjadi pada organ-organ vital di dalam perut manusia seperti limpa, ginjal, usus,
lambung dan organ pencernaan lain. Penyebab Abdomen Trauma sangatlah beragam,
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, tusukan benda tajam dan masih banyak lainnya.
Berdasarkan mekanisme cidera, trauma abdomen dikategorikan menjadi dua jenis yaitu
Trauma Tembus/Trauma tajam dan Trauma Tumpul. Trauma abdomen pada garis besarnya
dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan
klinis yang berbeda sehingga algoritma penanganannya berbeda. Trauma pada abdomen dapat
di bagi menjadi dua jenis:

a. Trauma penetrasi : Trauma Tembak, Trauma Tusuk


b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme
utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga
kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau
kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan,
atau sabuk pengaman yang salah(seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah
hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ
padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada
organ berongga dan menyebabkan rupture.

1
PEMBAHASAN

Blunt Abdominal Trauma atau trauma tumpul abdomen terjadi akibat perut
mendapatkan pukulan langsung seperti tinju atau tendangan dan cedera olahraga lainnya,
benturan dengan benda tumpul, atau perlambatan mendadak seperti jatuh dari ketinggian dan
tabrakan kendaraan, kecelakaan kerja. Pada trauma tumpul organ yang paling sering dijumpai
mengalami kerusakan yaitu limpa, diikuti oleh organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan
(non complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal rongga viskus seperti usus kecil.

Penetrating Abdomen Trauma atau trauma tembus abdomen merupakan suatu ruda
paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga
perut yang disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak. Trauma akibat benda
tajam dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka
tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum). Luka tusuk maupun luka tembak
akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena terpotong. Kerusakan dapat berupa
perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada
peritoneum.

Trauma tembus dan trauma tumpul dapat menyebabkan kerusakan pada Lien. Lien
merupakan suatu organ dari sistem reticulo-endothelial, yang merupakan jaringan limfe
(limfoid) terbesar dari tubuh. Lien memiliki peran penting untuk mempertahankan sistem
kekebalan tubuh terhadap mikroorganisme, dengan menghasilkan limfosit dan sel plasma.
Lien bekerja menghasilkan respons imun, terutama respon imun humoral yang akan
menghasilkan immunoglobulin (Ig) terutama IgG.

Cedera lien terjadi pada seperempat dari trauma tumpul organ viscera, hal ini terjadi
akibat deselerasi cepat, kompresi, transmisi energi melalui dinding dada posterolateral lalu
menuju lien, atau bisa juga akibat fraktur iga sekitar yang menusuk ke dalam. Ruptur lien
dapat disebabkan karena trauma tajam, jenis ini dapat terjadi akibat tusukan pisau atau benda
tajam lainnya. Pada luka jenis ini biasanya organ lain ikut terluka, bergantung pada arah
trauma. Organ yang sering turut tercederai ialah paru, lambung, dan yang paling lebih jarang
adalah pankreas, ginjal kiri, dan pembuluh darah mesenterium. Pecahnya lien dengan
sendirinya tanpa adanya pengaruh dari luar merupakan pengertian dari ruptur spontan lien.
Ruptur jenis ini biasanya terjadi pada penyakit yang disertai dengan pembesaran lien, seperti
gangguan hematologik jinak maupun ganas, mononukleosis, malaria kronik, sarkoidosis, dan
splenomegali kongestif pada hipertensi porta.

2
Tanda fisik yang ditemukan pada ruptur lien bergantung pada ada tidaknya organ lain
yang ikut cedera, banyak sedikitnya perdarahan, dan ada tidaknya kontaminasi rongga
peritoneum. Tanda-tanda lain adanya cedera pada lien yaitu: riwayat trauma walaupun ringan,
diikuti oleh nyeri abdomen terutama kuadran kiri atas, datang dengan gambaran menyerupai
tumor intra abdomen bagian kiri atas yang nyeri apabila di tekan disertai tanda anemia
sekunder. Ciri diagnostik lain termasuk: peningkatan atau penurunan hematokrit, leukositosis
lebih dari 15.000, foto rontgen yang memperlihatkan fraktur iga kiri bawah, peninggian
diafragma, letak lambung bergeser mendesak ke arah garis tengah, gambaran tepi lien
menghilang pada pemeriksaan CT scan.

Untuk memastikan diagnosis trauma abdomen dan kondisi pasien, praktisi IGD
biasanya akan menerapkan sederet langkah pemeriksaan. Tindakan pertama yang dilakukan
saat menghadapi pasien trauma perut adalah melakukan primary survey guna menyelamatkan
pasien dari ancaman jiwa segera. Segala tindakan pemeriksaan harus harus ditangani sesuai
dengan algoritma advanced trauma life support (ATLS) memastikan kondisi airway,
breathing, dan circulation.

Airway. Menilai jalan nafas pasien. Perawat atau dokter harus memastikan
bahwasanya pasien dapat bernafas dengan bebas tanpa adanya sumbatan. Perhatikan seluruh
bagian wajah dan leher apakah ada memar, luka atau cedera laiinya. Jika tidak ada dapat
dilakukan chinlift untuk membuka jalan napasnya. Cara melakukan chinlift adalah gunakan
jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien lalu angkat dan dorong dagu
ke atas.

Breathing. Mengevaluasi pernapasan pasien. Perawat atau dokter harus memastikan


pasien tidak mengalami kesulitan bernapas, tidak ada bunyi atau pergerakan dada yang
berlebihan saat bernapas dan dapat memberikan napas buatan apabila dibutuhkan. Berikan
oksigenisasi dan optimalkan ventilasi.

Circulation tahap penilaian apakah denyut teraba? Jika tidak teraba nadi maka lakkan
cardiopulmonary resuscitation (CPR), lalu mintalah bantuan oranglain untuk menghubungi
ambulans. Selain itu, jika melihat adanya pendarahan maka sumber pendarahaan tersebut
dapat dibalut dengan kain bersih untuk menghentikan eksternal bleeding atau mengurangi
jumalh kehilangan darah. Apabila terdapat pisau atau alat tajam lain yang masih tertancap di
perut maka jangan dilepaskan karena akan berakibat pendarahan.

Setelah dilakukan primary survey, selanjutnya dilakukan secondary survey berupa


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara lengkap. Anamnesis dan
3
pemeriksaan fisik merupakan dasar diagnosis cedera lien. Selama secondary survey,
pemeriksaan abdomen dilakukan secara sistematis dan harus diulang pada semua fase
perawatan, hal ini lebih dianjurkan guna memberikan konsistensi yang diperlukan untuk
mengevaluasi perubahan pasien.

Studi telah menyoroti pentingnya investigasi perut yang akurat dan cepat. Pengenalan
teknologi seperti ultrasonography (USG), Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), Focused
Assessment Sonography for Trauma (FAST) dan kecanggihan Computed Tomagraphy (CT)
Abdomen terbaru memungkinkan diagnosis cedera yang cepat dan akurat.

FAST adalah pemeriksaan ultrasonografi yang berfokus untuk menilai cairan bebas
intraabdominal atau perikardial, yang terdiri dari pemeriksaan empat area. FAST memiliki
kemampuan cepat, mudah direproduksi, portabel, dan non-invasif yang dapat dilakukan
bersamaan dengan resusitasi yang sedang berlangsung. Karakteristik yang seperti ini, dan
penelitian yang menunjukkan bahwa dokter dan ahli bedah gawat darurat yang terlatih dapat
menjalankan FAST secara akurat. Ini juga telah terbukti mengurangi CT dan tingkat
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) di pusat trauma utama. Modifikasi dalam penggunaan
FAST, termasuk penilaian dada dan ekstremitas, tergantung pada pengalaman operator dan
belum dievaluasi dengan baik dalam literatur. Walaupun begitu, meski tidak ada keraguan
mengenai keakuratan FAST dalam mendeteksi cairan bebas di rongga perut atau perikardial,
FAST juga memiliki limitasi. Ini merupakan bagian integral dari teknik yang tidak menilai
integritas atau fungsi organ tertentu, itu tergantung pada operator, dapat melewatkan cedera
organ berongga dan memiliki sensitivitas rendah (29-35%) untuk cedera organ tanpa
hemoperitoneum. Pasien yang tidak stabil dengan FAST positif harus menjalani laparotomi;
namun, FAST negatif harus diulang atau investigasi alternatif dilakukan karena FAST tidak
dapat diandalkan dalam mengesampingkan cedera, terutama pada trauma tembus di mana
sensitivitasnya hanya 50%.

CT adalah pemeriksaan pilihan pada pasien trauma stabil. CT memberikan hasil


evaluasi yang akurat dari perut dan retroperitoneum. CT semakin banyak digunakan pada
pasien trauma tumpul dan trauma balistik penetrasi untuk evaluasi lintasan dan melakukan
pendekatan bedah yang sesuai apabila diperlukan. Banyak institusi telah mengembangkan
protokol CT yang mencakup pemindaian kepala, tulang belakang leher, dada, perut dan
panggul pada pasien dengan cedera multisistem tumpul. Pendekatan seperti itu juga
memungkinkan. CT dapat menunjukkan cedera organ tertentu, memungkinkan protokol
manajemen non-operatif untuk diikuti untuk cedera tingkat rendah pada hati, limpa atau
ginjal. CT memiliki berbagai tingkat sensitivitas untuk cedera viskus berongga. Sensitivitas
4
dan akurasi diagnostik mungkin terkait dengan pengalaman teknisi yang melakukan
pemindaian dan dokter yang menafsirkannya. CT tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil,
yang dapat memburuk dengan cepat saat berada di pemindai. Meskipun mesin modern dapat
menyelesaikan pemindaian dalam hitungan detik, waktu diperlukan untuk mengangkut,
memuat, dan menurunkan pasien. Penggunaan kontras oral belum terbukti meningkatkan
akurasi diagnostik CT abdomen. Selain itu, pemberiannya menunda pemindaian dan
menempatkan pasien yang terlentang dan imobilisasi pada risiko aspirasi.

KESIMPULAN

Trauma abdomen dapat menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga memerlukan


tindakan pertolongan dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Umboh,I.J., Sapan,H.B., Lampus, H. 2016. Hubungan penatalaksanaan operatif trauma


abdomen dan kejadian laparotomy negatif di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Journal
Biomedik. Manado, p. 52-57.

-TERIMA KASIH-

Anda mungkin juga menyukai