Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dukungan Sosial Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Keluarga secara harfiah berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "kulawarga".

Kata kula berarti "ras" dan warga yang berarti "anggota". Jadi, keluarga adalah

kumpulan dari ras. Dengan kata lain, keluarga adalah anggota dari lingkungan

yang terdiri dari beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah (Sunaryo,

2014). Pengertian keluarga sangat variatif sesuai dengan orientasi teori yang

menjadi dasar pendefinisiannya. Bailon & Maglaya (Sunaryo, 2014)

mengungkapkan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup

dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau

adopsi. Mereka saling berinteraksi, mempunyai peran masing-masing,

menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

Wall (Padila, 2012) mengemukakan keluarga sebagai dua orang, atau lebih

yang disatukan oleh ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta

mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga, sedangkan

Spradley dan Allender (Padila, 2012) mengemukakan satu atau lebih individu

yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan

mengembangkan dalam ikatan social, peran dan tugas.

Menurut Departemen kesehatan RI, 1998 keluarga adalah unit terkecil dari

suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling

ketergantungan (Harmoko, 2012).

Duval menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang

dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan

menciptakan dan mempertahankan budaya yang urnum, meningkatkan

perkembangan fisik, mental, dan emosional serta social individu yang ada di

dalamnya, dilihat dan interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya

ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum (Ali, 2011).

Menurut Salvicion dan Celis (Johson dan Lanny, 2010) di dalam keluarga

terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah

hubungan perkawinan atau pengangkatan, dihidupnya dalam satu rumah tangga,

berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan

menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Dari definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa keluarga unit terkecil

dari masyarakat, yang terdiri dari dua orang atau lebih, adanya ikatan

perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga di bawah

asuhan seorang kepala keluarga, berinteraksi satu sama lain, setiap anggota

keluarga menjalankan perannya masing-masing untuk menciptakan dan

mempertahankan suatu kebudayaan.

2. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan adalah usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang

tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya


(Suparni dan Astutik, 2016). Dukungan sosial adalah dukungan dari orang lain

yang dapat memberikan kenyamanan fisik maupun psikis sehingga secara tidak

langsung dapat mengurangi atau menurunkan kecemasan. Dengan kata lain

dukungan sosial secara langsung menurunkan stres dan secara tidak langsung

meningkatkan serta memperbaiki kesehatan (Suparni dan Astutik, 2016).

Dukungan sosial dapat diartikan sebagai bentuk informasi yang menyatakan

bahwa seseorang merasa dicintai, diperhatikan, memiliki harga diri, dan dihargai

(Muhith dan Siyoto, 2016).

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu

yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan

tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya

(Harnilawati, 2013). Sedangkan dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu

proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Dalam semua tahap,

dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan

berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan

adaptasi mereka dalam kehidupan.

Menurut Friedman (Muhith dan Siyoto, 2016), dukungan keluarga adalah

sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga dengan penderita yang sakit. Keluarga

juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial

keluarga adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang anggota keluarga untuk
membantu keluarganya yang sedang menjalani situasi kehidupan yang penuh

stres agar ia dapat mengatasi masalah yang dihadapi secara efektif.

3. Jenis-jenis Dukungan Keluarga

Dukungan sosial merujuk kepada tindakan yang dilakukan orang lain

ketika memberikan bantuan. Dukungan ini terdiri dari 3 bagian, yakni:

a. Dukungan emosional: mendengarkan keluhan, menyenangkan hati saat

dikeluhi suatu masalah, memberi dorongan.

b. Dukungan informasional: mengajarkan sesuatu, memberikan informasi,

memberikan nasihat , membuat keputusan utama.

c. Dukungan konkret: bantuan dalam bentuk pekerjaan, suatu hal yang kasat

mata dapat berbentuk suatu benda dan yang lain (Suparni dan Astutik, 2016).

Menurut House (Harnilawati, 2013) setiap bentuk dukungan sosial

keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain:

a. Informatif yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan

oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang dihadapi,

meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang

dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang

mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama.

b. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari

orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta dan

kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi

persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada

orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya,


bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau

membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

c. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah

seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan persoalan-

persoalan yang dihadapinya, misalnya dengan menyediakan peralatan

lengkap dan memadai bagi penderita menyediakan obat-obat yang

dibutuhkan dan lain-lain.

d. Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang

kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian

ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi

seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang

sangat membantu adalah penilaian yang positif.

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan

berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang

adekuat terbukti dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit,

fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Di samping itu, pengaruh positif dari

dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam

kehidupan yang penuh dengan stress.

4. Sumber-Sumber Dukungan Keluarga

Sumber-sumber dukungan keluarga banyak diperoleh individu dari

lingkungan sekitarnya, namun perlu diketahui seberapa banyak sumber

dukungan keluarga ini efektif bagi individu yang memerlukan. Sumber

dukungan keluarga merupakan aspek yang paling penting untuk diketahui dan
dipahami, dengan pengetahuan dan pemahaman tersebut seseorang akan tahu

kepada siapa ia akan mendapatkan dukungan keluarga sesuai dengan situasi dan

keinginannya yang spesifik, sehingga dukungan keluarga memiliki makna yang

berarti bagi kedua belah pihak.

Friedman (2010) membagi lima tugas kesehatan yang harus dilakukan

oleh keluarga:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan yang

tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu

tua

d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan

e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-

lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-

fasilitas kesehatan yang ada.

Keluarga dijadikan sebagai unit pelayanan karena masalah-masalah

kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antar sesama

disekitarnya atau masyarakat secara keseluruhan. Melalui asuhan keperawatan

yang diberikan oleh perawat kepada keluarga diharapkan keluarga dapat lebih

mengenal dan melaksanakan tugas-tugasnya dalam bidang kesehatan.

5. Faktor yang mempengaruhi Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Reis (Suparni dan Astutik, 2016) ada tiga faktor yang

mempengaruhi penerimaan dukungan sosial pada individu yaitu:


a. Keintiman

Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari keintiman daripada aspek-aspek

lain dalam interaksi sosial, semakin intim seseorang maka dukungan yang

diperoleh akan semakin besar.

b. Harga diri

Individu dengan harga diri memandang bantuan dari orang lain merupakan

suatu bentuk penurunan harga diri karena dengan menerima bantuan orang

lain diartikan bahwa individu yang bersangkutan tidak mampu lagi dalam

berusaha.

c. Keterampilan Sosial

Individu dengan pergaulan yang luas akan memiliki keterampilan sosial yang

tinggi, sehingga akan memiliki jaringan sosial yang luas pula. Sedangkan

individu yang memiliki jaringan individu yang kurang luas memiliki

keterampilan sosial rendah.

Sumber dari dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi

dengan individu sehingga individu tersebut dapat merasakan kenyamanan secara

fisik dan psikologis. Orang lain ini terdiri dari pasangan hidup, orang tua,

saudara, anak, kerabat, ternan, rekan kerja, staf medis, serta anggota dalam

kelompok kemasyarakatan.

B. Stroke

1. Pengertian Stroke

Stroke istilah kedokterannya adalah Cerebrovascular Accident. Stroke

bisa terjadi karena ada penyumbatan atau perdarahan pembuluh darah di bagian
otak. Dengan adanya blokade atau perdarahan ini aliran darah ke otak menjadi

terhenti, seiring dengan itu oksigen yang dibawa oleh darah juga berkurarig.

Akibatnya sel otak menjadi rusak dan mati. Keadaan ini rnenyebabkan fungsi

badan yang dilayani oleh sel otak yang mati itu akan terganggu menimbulkan

gejala-gejala stroke (Krishna, 2013).

Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang

ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian

jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke

otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak

mengalami penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya

pembuluh darah tersebut (Indrawati, dkk., 2016).

Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Sering ini adalah

kulminasi penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun. Stroke merupakan

gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses

patologi pada pembuluh darah serebral, misalnya thrombosis, embolus, ruptur

dinding pembuluh darah atau penyakit vaskular dasar, misalnya arteriosklerosis,

arteritis, trauma, aneurisma dan kelainan perkembangan. Stroke ialah bencana

atau gangguan peredaran darah di otak. Gangguan peredaran darah ini

mengakibatkan fungsi otak teganggu, dan bila berat dapat menyebabkan

kematian sebagian sel-sel otak yang disebut dengan infark (Bararah, 2013).

Stroke didefinisikan sebagai deficit (gangguan) fungsi sistem saraf yang

terjadi mendadak dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroke
terjadi akibat gangguan pembuluh darah di otak. Gangguan peredaran darah otak

dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah

di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan

menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan

kematian sal saraf (neuron). Gangguan fungsi otak akan memunculkan gejala

stroke (Pinzon, 2010).

2. Gejala-gejala stroke

Otak, walau beratnya hanya sekitar 2% dari berat badan orang dewasa,

tetapi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Fungsi otak adalah sebagai pusat pemikir, pengatur, pengontrol, dan penggerak

aktivitas keseharian manusia. Otak juga mergatur fungsi luhur yang mencakup

aktivitas yang berhubungan dengan kebudayaan, bahasa, ingatan, dan pengertiar.

Pada otak terdapat pusat kesadaran, pusat pernapasan, pusat emosi, pengatur

suhu tubuh ataupun pusat keseimbangan. Setiap bagian otak memetakan dan

mengatur fungsi masing-masing. Secara umum belahan otak kanan mengatur

tubuh bagian kiri. Sebaliknya, belahan otak kiri mengatur tubuh bagian kanan.

Dengan demikian, berdasarkan gejala yang muncul dapat diperkirakan bagian

otak mana yang mengalami gangguan atau kerusakan.

Gejala atau tanda stroke sering muncul secara tiba-tiba dan cepat. Oleh

karenanya, penting sekali mengenali tanda-tanda atau gejala stroke. Beberapa

gejala stroke antara lain sebagai berikut,

a. Nyeri kepala hebat secara tiba-tiba.

b. Pusing, yakni merasa benda-benda di sekitarnya berputar atau merasa goyarg


bila bergerak atau biasanya disertai mual dan muntah.

c. Bingung, terjadi gangguan orientasi ruang, waktu, atau personal,

d. Penglihatan kabur atau ketajamanan penglihatan menurun, bisa pada salah

satu rata atau pun keduanya.

e. Kesulitan bicara secara tiba-tiba, mulut terlihat tertarik ke satu sisi atau 'perot.

f. Kehilangan keseirnbangan, limbung, atau jatuh.

g. Rasa kebas, yakni mati rasa, atau kesemutan pada satu sisi tubuh.

h. Kelemahan otot-otot pada satu sisi tubuh (Indrawati, dkk., 2016).

Menurut Krishna (2013), gejala gejala stroke biasanya terjadi dengan

tiba-tiba, dan memburuk dengan cepat, gejala itu diantaranya:

a. Kesemutan atau mati rasa atau perasaan lemas pada tangan, kaki, bagian dari

wajah yang terjadi secara mendadak pada setengah bagian tubuh atau seluruh

tubuh.

b. Kesulitan berbicara, kesulitan mengerti pembicaraan atau perintah, lupa-

lupaan dan perasaan kebingungan yang juga terjadi secara mendadak.

c. Perubahan mendadak pada penglihatan (misalnya melihat ganda, perasaan

seperti melihat korden terbuka dan tertutup).

d. Pusing

e. Kehilangan keseimbangan tubuh

f. Sakit kepala sangat berat yang muncul secara mendadak.

3. Jenis-jenis Stroke

Berdasarkan kronologis gejala stroke dapat dibagi menjadi empat jenis,

yaitu sebagai berikut.


a. Transient ischemic attack (TIA), atau serangan iskemik sepintas.

TIA merupakan gangguan fungsi otak yang sifatnya lokal, timbul secara

mendadak, dan akan pulih dalam 24 jam.

b. Reversible neurological deficit (gangguan neurologis sementara)

Gangguan fungsi otak terjadi lebih dari 24 jam dan akan menghilang dalam

waktu 3 rninggu.

c. Stroke in evolution (stroke progresif)

Gangguan fungsi otak berlangsung perlahan, semakin lama semakin berat.

d. Completed stroke (stroke iengkap)

Gangguan fungsi otak maksimal dan cenderung menetap sejak awal serangan

dengan sedikit perbaikan (Indrawati, dkk., 2016).

Menurut Holistic Health Solution (2011), stroke ada dua jenis, yaitu

stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena

penyumbatan pembuluh darah otak, sementara stroke hemoragik terjadi karena

adanya pendarahan otak. Namun, apa pun jenis stroke yang diderita, sel-sel dan

jaringan otak akan mati karena tidak lagi menerima pasokan oksigen dan bahan

makanan dari darah.Berdasarkan penyebab terjadinya stroke, kelainan ini bisa

dibagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik:

a. Stroke Iskemik

Jenis stroke ini merupakan stroke yang sering ditemui, sekitar 80%

dari semua kasus stroke. Stroke iskemik terjadi bila jaringan dan sel-sel otak

mengalami kekurangan oksigen dan nutrisi yang disebabkan adanya

penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah (Indrawati, dkk., 2016).


Pembuluh darah dapat mengalami penyempitan karena aterosklerosis,

yakni pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitas berkurang. Proses

aterosklerosis terjadi akibat tertimbunnya lemak dalam dinding pembuluh

darah arteri. Timbunan lemak tersebut dapat merusak dinding arteri dan

menyebabkan luka yang akan merangsang trombosit untuk mengeluarkan

enzim pembeku darah.

Terjadilah penggumpalan darah setempat yang akan mengurangi

diameter arteri sehingga arteri makin menyempit atau bahkan tersumbat

sempurna. Penyernpitan ini menyebabkan aliran darah yang membawa nutrisi

dan oksigen ke otak berkurang. Gumpalan darah tersebut bisa saja terlepas

dan terbawa aliran darah kemudian menyangkut di pembuluh darah yang

lebih kecil dan menyebabkan sumbatan di sana.

Usia yang paling sering terserang stroke adalah 60-69 tahun. Awal

mula timbulnya gejala biasanya terjadi saat sedang tidur atau baru bangun

tidur. Selain aterosklerosis, gangguan pada jantung juga dapat menyebabkan

stroke iskemik. Gangguan katup dan gangguan irama jantung dapat

menyebabkan kelainan pada aliran darah yang melintasi katup-katup tersebut.

Darah yang terhambat alirannya mempunyai kecenderungan untuk

menggumpal dan membentuk embolus (jendalan darah). Jendalan darah ini

pun dapat lepas dan terbawa aliran darah menuju ke otak. Jika jendalan ini

menyangkut di pembuluh darah otak dan menyumbat di sana maka terjadilah

stroke iskemik. Stroke jenis ini biasanya terjadi mendadak dan usia yang

terserang lebih muda dibandingkan stroke iskemik karena aterosklerosis.


b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik artinya stroke karena perdarahan, terjadi akibat

pembuluh darah yang pecah. Pecahnya pembuluh darah di otak rnenyebabkan

aliran darah ke jaringan otak berkurang dan sel-sel otak dapat mengalami

kerusakan bahkan kematian karena kekurangan oksigen dan nutrisi. Darah

yang keluar dari pernbuluh darah yang pecah juga dapat merusak sel-sel otak

yang ada di sekitarnya. Stroke jenis ini terjadinya lebih jarang dibandingkan

stroke iskemik yaitu sekitar 20%, tetapi stroke hemoragik mempunyai efek

yang lebih serius dibandingkan stroke iskemik (Indrawati, dkk., 2016).

Hipertensi merupakan penyebab tersering stroke hemoragik.

Hipertensi yang menahun dapat menyebabkan kelemahan dinding pernbuluh

darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah. Perdarahan juga bisa terjadi

pada seseorang yang mengalami kelainan pembuluh darah, seperti aneurisma

ataupun malformasi arteriovena. Malformasi arteriovena adalah kelainan

bawaan sejak lahir berupa dinding pembuluh darah tipis dan kusut akibat

gangguan pada saat proses pernbentukan. Kelainan pada komponen darah

seperti penyakit hemofilia ataupun thalasemia juga dapat menyebabkan

stroke hemoragik (Indrawati, dkk., 2016).

Menurut retaknya, stroke hemoragik dibedakan atas dua kelompok,

yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid.

a. Perdarahan intraserebral

Pada stroke jenis ini pembuluh darah pada otak pecah dan darah

membasahi jaringan otak. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak


sehingga menyebabkan spasme atau menyempitnya arteri di sekitar tempat

perdarahan. Sel-sel otak yang berada jauh dari tempat perdarahan juga

akan mengalami kerusakan karena aliran darah terganggu. Selain itu, jika

volume darah yang keluar lebih dari 50 ml maka dapat terjadi proses desak

ruang yakni rongga kepala yang luasnya tetap, diperebutkan oleh darah

pendatang baru dan jaringan otak sebagai penghuni lama. Biasanya pada

proses desak ruang ini, jaringan otak yang relatif lunak mengalami

kerusakan akibat penekanan oleh jendalan darah,

b. Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan terjadi di pembuluh darah yang terdapat pada selaput

pembungkus otak. Selanjutnya, darah mengalir keluar mengisi rongga

antara tulang tengkorak dan otak. Sama seperti perdarahan intraserebral,

darah yang keluar dapat menyebabkan spasme arteri sekitar tempat

perdarahan, mengiritasi jaringan sekitar, serta menyebabkan proses desak

ruang (Indrawati, dkk., 2016).

Stroke sumbatan terjadi ketika pembuluh darah ke otak mengalami

sumbatan. Stroke perdarahan terjadi akibatnya pecahnya pembuluh darah yang

menuju ke otak (Pinzon, 2011).

4. Faktor-faktor Resiko Stroke

Beberapa kondisi kelainan kesehatan. diketahui berhubungan dengan

terjadinya stroke, kelainan itu diantaranya: tekanan darah tinggi, hiperkolesterol,

penyakit kencing manis, merokok, kebiasaan minum minuman beralkohol,

kegemukan, gaya hidup sehari-hari, cara makan tidak sehat (Krishna, 2013).
Faktor-faktor resiko stroke Wardhana (2011) dapat dibagi menjadi faktor

stroke yang tidak dapat diubah dan faktor stroke yang dapat diubah:

a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah

Faktor resiko stroke yang tidak dapat diubah merupakan faktor resiko alami

yang dimiliki oleh setiap orang meliputi : umur, jenis kelamin, suku/ras, dan

keturunan/riwayat keluarga. Faktor resiko ini berperan dalam terjadinya

suatau penyakit seperti halnya stroke, dimana faktor resiko alami ini

mempunyai karakteristik sendiri untuk tiap penyakit.

1) Umur

Bertambahnya umur merupakan faktor resiko yang terpenting untuk

terjadinya serangan stroke, dimana umur merupakan faktor resiko yang

paling penting bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara

eksponensial dengan bertambahnya umur. Stroke pada dasarnya lebih

sering terjadi pada usia lanjut dari anak dan dewasa, terdapat pertambahan

insiden stroke sesudah usia 55 tahun.

2) Jenis Kelamin

Terdapat perbedaan insidens stroke pada pria dan wanita, insidens stroke

pada pria lebih tinggi walaupun pria memiliki resiko lebih tinggi untuk

terkena stroke namun penderita wanita lebih banyak yang meninggal, hal

ini karena penderita stroke berjenis kelamin perempuan memiliki resiko

kematian 2,68 kali lebih besar dari pada penderita pria.

3) Suku/Ras

Orang asia memiliki kecenderungan terkena stroke lebih besar dari orang
eropa, hal ini ada kaitannya dengan lingkungan hidup, pola makan dan

sosial ekonomi. Makanan asia lebih banyak mengandung minyak dari pada

makanan orang eropa.

4) Keturunan/Keluarga

Bilamana kedua orang tua pernah mengalami stroke maka kemungkinan

keturunannya terkena stroke semakin besar. Riwayat keluarga adanya

serangan stroke atau penyakit pembuluh darah iskemik, sering pula

didapat terjadi pada penderita stroke yang muda.

b. Faktor resiko yang dapat diubah

Faktor resiko stroke berulang dapat diubah sama dengan faktor stroke secara

umum antara lain: hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan

merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan

kontrol, obesitas, dan kepatuhan diit (Junaidi, 2011).

1) Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko terpenting untuk semua tipe stroke,

baik stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan resiko stroke

terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Diperkirakan resiko

stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah

sistolik dan sekitar 50 % kejadian stroke dapat dicegah dengan

pengendalian tekanan darah. Peningkatan tekanan darah sistolik dan

diastolik dapat meningkatkan terjadinya stroke.


2) Diabetes Mellitus

Individu dengan diabetes memiliki resiko yang lebih tinggi untuk

mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa diabetes diabetes

mellitus merupakan penyakit yang sering dijumpai bersama-sama penyakit

serebrovaskuler, yang merupakan faktor resiko kedua terjadinya stroke.

3) Kelainan Jantung

Penderita dengan kelainan jantung beresiko tinggi terhadap terjadinya

stroke bila dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kelainan jantung.

Penyakit jantung hipertensi dengan hipertrofil ventrikel kiri yang terlihat

pada EKG, sangat terkait dengan kenaikan resiko baik stroke iskemik

maupun pendarahan. Lesi dijantung dapat pula melepaskan emboli ke

sirkulasi arterial, seperti mural thrombus akibat infark yang lama atau

thrombus yang terjadi pada fibrilasi atrium.

4) Merokok

Merokok meningkatkan resiko terkena stroke dua sampai empat kali.

Merokok memberikan konstribusi terbentuknya plak pada arteri. Zat

oksidator menimbulkan kerusakan dinding arteri dan menjadi tempat

penimbunan lemak, sel trombosit, kolesterol, penyempitan dan pergeseran

arteri diseluruh tubuh termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga

merokok dapat memicu terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran darah,

dan menyebabkan darah menggumpal sehingga beresiko terkena stroke.


5) Aktifitas fisik (olahraga)

Seseorang kurang aktif secara fisik (yang olahraganya kurang dari tiga kali

atau kurang per minggu 30 menit) memiliki hampir 50% resiko terkena

stroke dibanding mereka yang aktif. Kemajuan teknologi dapat membuat

sesorang menjadi pasif dan cenderung menimbulkan masalah berat badan

dan dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi yang nantinya

memicu terjadinya aterosklerosis bila masalah berat badan tidak diimbangi

dengan olahraga yang cukup.

6) Kepatuhan kontrol

Penderita stroke harus sering memeriksakan dirinya kedokter atau rumah

sakit. Selain kontrol kedokter penderita stroke harus mengontrol

kolesterol, penderita stroke juga harus mengontrol gula darahnya.

Kebiasaan penderita stroke melakukan kontrol tidak teratur memiliki

hubungan yang bermakna terhadap kejadian stroke berulang dengan resiko

mencapai 3,84 kali dibandingkan dengan penderita stroke yang melakukan

kontrol secara teratur.

7) Obesitas

Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan resiko peningkatan

hipertensi penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus dan merupakan

beban penting pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Obesitas dapat

meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai dengan dislipedemia

dan hipertensi melalui proses aterosklerosis. Obesitas juga dapat

menyebabkan terjadinya stroke lewat efek snoring atau mendengkur dan


tiba-tiba henti napas karena terhentinya suplai oksigen secara mendadak di

otak. Obesitas juga membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan

darah tinggi, meningkatkan resiko terjadinya diabetes juga meningkatkan

produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan atau radikal

bebas (Junaidi, 2011).

8) Minum Alkohol

Minum alkohol secara teratur lebih dari 30 gram per hari (pria) atau 15

gram per hari (wanita), mabuk-mabukan (minum lebih dari 75 % gram

dalam 24 jam) dan alkoholisme dapat meningkatkan tekanan darah

sehingga dapat meningkatkan resiko stroke.

9) Diet

Menurut Lewis, dkk (2007), diet dengan tinggi lemak dan kurangnya buah

dan sayur dapat meningkatkan resiko terjadinya strokeAsupan makanan

yang mengandung banyak sayur dan buah dapat mengurangi terjadinya

stroke. Pemakaian sodium yang berlebihan juga dapat meningkatkan

tekanan darah.

5. Pencegahan Stroke

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penanganan stroke adalah:

a. Konsultasi ke dokter atau rumah sakit

b. Dokter kernudian akan melakukan pemeriksaaan untuk mengetahui apakah

jenis stroke yang diderita (iskemik atau perdarahan), karena pengobatan yang

sangat mempengaruhi satu sama lainnya diantara jenis stroke ini. Pengobatan
untuk klot darah akan sangat berbahaya bagi pasien yang nnengalami stroke

perdarahan.

c. Untuk mengetahui jenis stroke dilakukan pemeriksaan: CT scan dari kepala

untuk mengetahui apabila ada kelainan di dalam otak (semacam rontgen)

d. Selain itu juga akan dilakukan test-test untuk mengetahui lokasi dari klot, test

untuk mengetahui faktor resiko dari stroke, test mengetahui derajat kerusakan

otak (Krishna, 2013).

Menurut Krishna (2013), pengobatan untuk penderita stroke berbeda-

beda sesuai dengan jenis stroke yang diderita penderita. Dokter akan

menentukan program pengobatan setelah kondisi ini di diagnosis dengan pasti.

a. Pengobatan stroke iskemik

Tujuan utama pengobatan stroke iskemik ini adalah membuka

pembuluh darah yang tersumbat, sehingga aliran darah ke sel-sel otak

tersebut dapat dikembalikan. Caranya adalah: dengan memberikan obat yang

dapat menghancurkan klot darah yang menyumbat pembuluh darah tersebut.

Bukti ilmiah menyebutkan bahwa bila obat ini diberikan dalam waktu 90

menit dari munculnya gejala-gejala stroke, akan membantu proses

penyembuhan sel-sel otak tersebut. Obat lain: dengan memberikan obat yang

dapat mencegah pembentukan klot darah baru.

b. Stroke perdarahan

Secara umum, stroke perdarahan lebih sukar untuk diobati. Biasanya

dokter perlu melakukan operasi untuk menghentian perdarahan yang terjadi

dan juga untuk mengurangi tekanan yang disebabkan oleh pengumpulan


darah disekitar sel sel otak itu. Penderita juga diberikan obat untuk

menurunkan tekanan darah dan obat untuk mengurangi pembengkakan otak.

Setelah kondisi penderita membaik, team dokter akan melakukan

pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui faktor resiko yang bisa

menyebabkan stroke tersebut. Hal ini diperlukan untuk bisa mengontrol

faktor resiko tersebut dan mencegah terjadinya stroke susulan.

Setelah mengalami stroke pertama, kemungkinan untuk terkena stroke

untuk kedua kalinya sangat besar. Oleh karena itu sangat penting untuk

melakukan tindak lanjut yang dapat membantu pencegahan kembalinya serangan

stroke. Adapun hal-hal yang bisa dilakukan diantaranya:

a. Mengontrol semua faktor resiko yang dapat menimbulkan serangan stroke.

Misalnya: berhenti merokok, mengobati tekanan darah tinggi, mengobati

penyakit kencing manis, menurunkan kolesterol, menurunkan berat pada

kegemukan dan sejenisnya.

b. Terapkan cara hidup sehat: makanan, olah raga, kebiasaan sehat (Krishna,

2013).

C. Lama hari perawatan Penyakit Stroke

Lama perawatan pasien stroke dalam penelitian ini dihitung dan

dikategorikan dalam jumlah hari, sejak pasien mulai terdaftar sebagai pasien rawat

inap. Lama hari perawatan didapatkan dari tanggal keluar rumah sakit dikurangi

dengan tanggal masuk rumah sakit (Nastiti, 2012).


Menurut Pinzon (2010), pada umumnya seorang penderita stroke sumbatan

akan dirawat kurang lebih 7-10 hari. Pasien dengan stroke hemoragik biasanya

dirawat lebih lama, yaitu antara 14-21 hari. Hal ini tentu saja sangat bergantung

pada perubahan kondisi pasien. Masa-masa kritis dalam perawatan stroke adalah

pada hari-hari pertama. Pada umumnya masa kritis adalah 48-72 jam setelah

serangan stroke. Perburukan kondisi klinis dijumpai pada 26-43% pasien stroke

iskemik (sumbatan), dan 33-51% pasien stroke perdarahan.

Faktor risiko yang berhubungan dengan perburuk an kondisi pasien stroke

adalah usia tua, menderita d iabetes melitus, menderita penyakit jantung koroner,

penurunan kesadaran rendah saat masuk RS, dan kenaikan suhu tubuh. Perburukan

kondisi dapat disebabkan oleh karena perluasan sumbatan/perdarahan, munculnya

bengkakl edema otak, atau akibat komplikasi lain (misalnya infeksi). Perburukan

klinis maupun neurologis harus dikenali secara dini. Pada umumnya pegawasan dan

evaluasi akan dilakukan secara ketat pada 3-5 hari pertama setelah onset serangan.

Keluarga memiliki peran yang besar pula untuk mendeteksi adanya perburukan.

Segera laporkan kepada perawat jaga atau dokter perubahan kondisi pasien.

D. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan Lama hari perawatan

Stroke dapat menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Siapapun dapat

terkena stroke. Stroke dapat menyerang kapan saja dan di mana saja. Stroke dapat

menyerang berbagai usia, dan perempuan, tanpa memandang status sosial ekonomi

(Pinzon, 2010). Serangan awal stroke umumnya berupa gangguan kesadaran, tidak

sadar, bingung, sakit kepala, sulit konsentrasi, disorientasi atau dalam bentuk lain,
stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1 atau 2 hari

kemudian akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution),

stroke yang sangat parah dapat menyebabkan kematian mendadak (Junaidi, 2011).

Meningkatnya angka kejadian dan kematian akibat stroke menjadikan

keluarga harus ikut andil dalam perawatan pasien. Anggota keluarga pasien

mempunyai peranan penting dalam proses penyembuhan pasien. Keluarga

merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang.

Untuk itu diperlukan hubungan saling membantu dalam keluarga untuk memenuhi

kebutuhan pasien penderita stroke. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Dukungan keluarga

merupakan berfungsi keluarga dalam perawatan kesehatan, yaitu fungsi perawatan

atau pemeliharaan kesehatan (the health care fuction), fungsi untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki

produktivitas tinggi (Arifin & Damayanti, 2015).

Peranan keluarga bagi lamanya perawatan pasien stroke sebab pada

umumnya pegawasan dan evaluasi akan dilakukan secara ketat pada 3-5 hari

pertama setelah onset serangan. Keluarga memiliki peran yang besar pula untuk

mendeteksi adanya perburukan. Perburukan klinis maupun neurologis harus dikenali

secara dini (Pinzon, 2010). Jika tidak adanya dukungan sosial keluarga maka

perubahan kondisi yang memperburuk kondisi pasien tidak dapat diidentifikasi

sehingga dapat menyebabkan penyakit semakin parah dan berakibat pada

bertambahnya waktu perawatan di rumah sakit.


E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan bagian penelitian yang menyajikan konsep

atau teori dalam bentuk kerangka konsep penelitian

Dukungan Keluarga pada pasien Lama Perawatan pasien


stroke: stroke Sumbatan:
1. Dukungan emosional 1. kurang lebih 7-10 hari
2. Dukungan informasional: 2. diatas 10 hari
mengajarkan sesuatu, (Pinxon, 2010).
memberikan informasi,
3. Dukungan konkret
(Suparni dan Astutik, 2016).

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Dukungan Sosial Keluarga dengan


Lama hari perawatan di Poli Syaraf RSI NU Lamongan tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai