Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN KMB

FRAKTUR TIBIA

Disusun oleh:

Ulfha Putri Rahmi (2141312122)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2022
LAPORAN PENDAHULUAN KMB

FRAKTUR TIBIA

A. Landasan Teori Penyaki


1. Defenisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan
atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan
yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan.
Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti
benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung
bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang.
Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula
terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau
tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).

2. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan
dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh
dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena;
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran
kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak
yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat
fraktur mungkin tidak ada. Kekuatan dapat berupa :
 Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
 Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur melintang
 Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang terpisah
 Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan
fraktur obliq pendek
 Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang sampai
 terpisah
b. Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat
tekanan berulang – ulang.
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh

3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dan terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian yang fraktur tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap regid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang dapat diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya terjadi
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Saat tempat fraktur di periksa teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa terjadi setelah
beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera

4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur. Pemeriksaan
penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati

g. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:
a. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan
selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat
kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang
terjadi serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan
keluhan dari klien.
b. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)
 Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (missal pen,
kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)
 Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace, bidai dan
fiksator eksterna
c. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi
dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
 Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
 Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
 Memantau status neuromuskuler
 Mengontrol kecemasan dan nyeri
 Latihan isometric dan setting otot
 Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

h. Komplikasi
Komplikasi awal:
1. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema. Shock terjadi
karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
3. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu
kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5P, yaitu:
 Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada
trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak
semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot
yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
 Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
 Pulselessness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
 Parestesia (rasa kesemutan)
 Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan
hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen.
4. Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat Koagulopati
intravaskuler diseminata
Komplikasi lanjut
1. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan
yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
4. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia
5. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
7. WOC
B. Landasan teori asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetic.
f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
g. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak.
h. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
i. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
j. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
k. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan
yang lain.
l. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap.
m. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
n. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
o. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya.
p. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
q. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik
 Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
 Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
 Muka : Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
 Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
 Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
 Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
 Mulut dan Faring : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
 Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
 Paru
Inspeksi, pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru
Palpasi, pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama; Perkusi, suara ketok
sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya
Auskultasi, suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
 Jantung
Inspeksi, tidak tampak iktus jantung
Palpasi, nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi, suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
 Abdomen
Inspeksi, bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi, tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba
Perkusi, suara thympani, ada pantulan gelombang cairan;

 Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.

3. Perumusan diagnosa (NANDA)


a. Nyeri Akut b/d agen cidera fisik
b. Resiko Infeksi b/d pasca bedah
c. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang

4. Penentuan kriteria hasil (NOC) dan intervensi keperawatan (NIC)


No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri Akut b/d agen Tingkat nyeri Manajemen nyeri
cidera fisik Kriteria hasil : Intervensi :
 Nyeri yang dilaporkan  Lakukan pengkajian nyeri
berkurang  Observasi apakah ada
 Mengerang dan meringis petunjuk non verbal
berkurang mengenai
 Ekspresi nyeri wajah ketidaknyamanan
berkurang  Pastikan perawatan
analgesik benar
 Ajarkan teknik non
farmakologis
 Anjurkan pasien untuk
istirahat

Control nyeri Pemberian analgesic


Kriteria hasil : Intervensi :
 Klien dapat mengenali  Tenyukan lokasi,
kapan nyeri terjadi karakteristik kualitas dan
 Menggunakan tindakan keparahan nyeri sebelum
pencegahan mengobati pasien
 Menggunakan tindakan  Cek perintah pengobatan
pencegahan tanpa  Cek adanya riwayat
analgesik alergi obat
 Menggunakan analgesik  Monitor TTV
yang direkomendasikan
2. Resiko Infeksi b/d Kontrol resiko. Identifikasi risiko
pasca bedah Kriteria hasil : Intervensi :
 Klien bebas dari tanda dan  Kaji ulang data yang
gejala infeksi didapat dari pengkajian

 Menunjukan kemampuan risiko secara rutin

untuk mencegah timbulnya  Identifikasi adanya


infeksi sumber sumber agensi

 Jumlah leukosit dalam untuk membantu

batas normal menurunkan faktor risiko


 Pertahankan pencatatan
 Menunjukan prilaku hidup
dan statistik yang
sehat
adekuat
 Status imun,
gastrointestinal, genitouria
dalam batas normal
3. Hambatan mobilitas Respon pengobatan Terapi latihan control otot
fisik b/d kerusakan Kriteria hasil : Intervensi :
integritas struktur  Efek terapeutik yang  Tentukan kesiapan
tulang diharapkan pasien untuk terlibat
 Respon prilaku yang dalam aktivitas atau
diharapkan baik protokol latihan
 Reaksi alergi tidak ada  Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik
 Evaluasi fungsi sensori
 Sediakan privasi selama
latihan
 Urutkan aktivitas
perawatan harian untuk
meningkatkan effek dari
terapi

Anda mungkin juga menyukai