Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

DINDING PENAHAN TANAH TURAP

OLEH

Nama :
- Nikita Z. A. Lona (1923715986)
- S
- S
- S
Kelas : VI TPJJ C
Prodi : Perencanaan Jalan dan Jembatan
Jurusan : Teknik Sipil

POLITEKNIK NEGERI KUPANG


2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan tuntunan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan membuat makalah ini
kami berharap agar kami dan juga pembaca dapat memahami tentang pentingnya peranan
Dinding Penahan Tanah (DPT) jenis turap dan perhitungan stabilitasnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh mata kuliah
Geoteknik atas bimbingan dan literasi yang telah diberikan sebagai penunjang pembuatan
makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna sehingga kami
membutuhkan usul, kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki dan menyempurnakan
makalah ini.

Sekian dan terima kasih.

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

Bab II Landasan Teori

Bab III Pembahasan

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Turap adalah dinding vertikal yang relatif tipis yang berfungsi untuk menahan
tanah juga untuk menahan masuknya air ke dalam lubang galian. Karena pemasangan
yang mudah dan biaya yang murah, turap banyak digunakan pada pekerjaan-
pekerjaan seperti, penahan tebing galian sementara, penahan longsor, stabilitas lereng,
bangunan-bangunan pelabuhan, bendungan serta bangunan lainnya. Dinding turap
tidak cocok untuk menahan tanah timbunan yang tinggi karena akan memerlukan luas
tampang bahan turap yang besar. Selain itu, dinding turap juga tidak cocok digunakan
pada tanah yang mengandung banyak batuan-batuan, karena menyulitkan
pemancangan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari urain diatas ada pokok-pokok masalah yang diambil yaitu:
1. Apa pengertian turap?
2. Apa saja fungsi-fungsi turap?
3. Apa saja jenis-jenis turap?
4. Apa saja tipe dinding turap?
5. Apa saja metode perhitungan turap?
6. Apa saja gaya yang bekerja pada turap?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari turap.
2. Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari turap.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis turap.
4. Untuk mengetahui tipe-tipe dinding turap.
5. Untuk mengetahui metode-metode perhitungan turap.
6. Untuk mengetahui gaya yang bekerja pada turap.

1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu:
BAB II

LANDASAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN

2.1 Pengertian DPT Turap


Turap adalah konstruksi yang dapat menahan tekanan tanah disekelilingnya,
mencegah terjadinya kelongsoran dan biasanya terdiri dari dinding turap dan
penyangganya. Konstruksi dinding turap terdiri terdiri dari beberapa lembaran turap
yang dipancang ke dalam tanah, serta membentuk formasi dinding menerus vertikal
yang berguna untuk menahan timbunan tanah atau tanah yang berlereng.

2.2 Fungsi DPT Turap


Fungsi-fungsi turap yaitu:
1. Struktur penahan tanah, misalnya pada tebing jalan raya atau tebing sungai.
2. Struktur penahan tanah pada galian.
3. Struktur penahan tanah yang berlereng atau curam agar tanah tersebut tidak
longsor.
4. Konstruksi bangunan yang ringan, saat kondisi tanah kurang mampu untuk
mendukung dinding penahan tanah.

2.3 Jenis-jenis DPT Turap


Berdasarkan material yang digunakan ada beberapa jenis dinding turap, seperti turap
kayu, turap beton, atau turap baja. Penentuan jenis material dinding turap tergantung
dari penggunaanya.
1. Turap Kayu
Turap kayu digunakan untuk dinding penahan tanah yang tidak begitu tinggi,
karena tidak kuat menahan beban-beban lateral yang besar. Turap ini tidak cocok
digunakan pada tanah berkerikil, karena turap cenderung pecah bilah dipanang.
Bila turap kayu digunakan untuk bangunan permanen yang berada di atas muka
air, maka perlu diberikan lapisan pelindung agar tidak mudah lapuk. Turap kayu
banyak digunakan pada pekerjaan-pekerjaan sementara, misalnya untuk penahan
tebing galian.

2. Turap Beton
Turap beton merupakan balok-balok yang telah di cetak sebelum dipasang dengan
bentuk tertentu. Balok-balok turap dibuat saling mengkait satu sama lain. Masing-
masing balok, kecuali dirancang kuat menahan beban-beban yang bekerja pada
turap, juga terhadap beban-beban yang akan bekerja pada waktu
pengangkatannya. Ujung bawah turap biasanya dibentuk meruncing untuk
memudahkan pemancangan. Turap beton biasa digunakan pada bangunan
permanen atau pada detail-detail konstruksi yang agak sulit.
3. Turap Baja
Turap baja adalah jenis paling umum yang digunakan, baik digunakan untuk
bangunan permanen atau sementara karena beberapa sifat-sifatnya sebagai
berikut:
1. Tahan terhadap tegangan dorong tinggi yang dikembangkan di dalam bahan
keras atau bahan batuan.
2. Mempunyai berat relatif yang tinggi.
3. Dapat dipakai berulang-ulang.
4. Umur pemakainnya cukup panjang baik di atas maupun di bawah air dengan
perlindungan sederhana menurut NBS (1962) yang meringkaskan data tentang
sejumlah tiang pancang yang diperiksa setelah pemakaian yang berlangsung
lama.
5. Mudah menambah panjang tiang pancang dengan mengelas maupun dengan
memasang baut.
6. Sambungan-sambungan sangat sedikit mengalami deformasi bila di desak
penuh dengan tanah dan batuan selama pemancangan.

2.4 Tipe dinding DPT Turap


Terdapat 4 tipe dinding turap yaitu:
1. Dinding Turap Kantilever
Dinding turap kantilever merupakan turap yang dalam menahan beban lateral
mengandalkan tahanan tanah didepan dinding. Defleksi lateral yang terjadi relatif
besar pada pemakaian turap kantilever. Karena luas tampang bahan turap yang
dibuthkan bertambah besar dengan ketinggian tanah yang ditahan (akibat momen
lentur yang timbul). Turap kantilever hanya cocok untuk menahan tanah dengan
ketinggian/kedalaman yang sedang.

2. Dinding Turap Diangker


Dinding turap diangker cocok untuk menahan tebing galian yang dalam, tetapi
masih juga bergantung pada kondisi tanah. Dinding turap ini menahan beban
lateral dengan mengandalkan tahanan tanah pada bagian turap yang terpancang
kedalam tanah dengan dibantu oleh angker yang dipasang pada bagian atasnya.

3. Dinding Turap dengan Landasan (Platform)


Dinding turap semacam ini dalam menahan tekanan tanah lateral dibantu oleh
tiang-tiang, dimana diatas tiang-tiang tersebut dibuat landasan untuk meletkkan
bangunan tertentu. Tiang-tiang pendukung landasan juga berfungsi untuk
mengurangi beban lateral pada turap. Dinding turap ini dibuat bila di dekat lokasi
dinding turap direncanakan akan dibangun jalan kereta api, mesin derek atau
bangunan-bangunan berat lainnya.
4. Bendungan Elak Seluler
Bendungan elak seluler (Celullar Cofferdam) merupakan turap yang berbentuk
sel-sel yang diisi dengan pasir. Dinding ini menahan tekanan tanah dengan
mengandalkan beratnya sendiri. (Hary Christady Hardiyatmo, 2002)

2.5 Metode Perhitungan DPT Turap


Perhitungan stabilitas turap dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan
Pemancangan Turap Kantilever dan Pemancangan Turap Diangker dengan
memperhitungkan berbagai variasi elevasi muka air pada sisi aktif dan sisi pasif turap
dan memperhitungkan panjang kedalaman pembebanan D untuk kondisi pancang
turap dari baja. Dari hasil perhitungan tersebut didaptkan momen lentur maksimum
(Mmaks) dan momen bending yang timbul pada turap dan besarnya gaya angkur.
1. Metode Perhitungan Ujung Bebas (Free Earth Method)
Metode ini diasumsikan bahwa kedalaman turap tidak mencapai tanah keras
sehingga ujung bawah turap tidak cukup kaku dan dapat berotasi. Kedalaman
turap dibawah tanah dasar galian dianggap tidak cukup untuk menahan tekanan
tanah yang terjadi pada bagian atas dinding turap.
Anggapan dalam analisis stabilitas turap diangker dengan metode ujung bebas:
a. Tanah merupakan bahan yang sangat kaku dibandingkan dengan tanah
disekitarnya.
b. Kondisi tekanan tanah yang bekerja dianggap memenuhi syarat teori Rankie
atau Coulomb.
c. Turap dianggap berotasi dengan bebas diujung bawah dan tidak diizinkan
bergerak secara lateral ditempat angker.

2. Metode Perhitungan Ujung Tetap (Fixed Earth Method)


Dalam metode ini diasumsikan bahwa kedalaman turap sudah mencapai tanah
keras sehingga ujung bawah tetap kaku. Kedalaman penembusan turap dibawah
dasar galian dianggap sudah cukup dalam, sehingga tanah dibawah dasar galian
mampu memberikan tahanan pasif yang cukup untuk mencegah ujung bawah
turap berotasi.
Anggapan dalam analisis stabilitas diangker dengan metode ujung tetap:
a. Kondisi tekanan tanah yang bekerja dianggap memenuhi syarat teori Rankine
atau Coulomb.
b. Turap bebas berotasi, namun tidak diizinkan bergerak pada angkernya.
c. Titik balik dientukan dari teori elastisitas.
Pada metode ujung tetap hanya cocok untuk turap yang secara keseluruhan
terletak dalam tanah granuler.
2.6 Gaya Yang Bekerja Pada Turap
Pada sebuah konstruksi turap, gaya-gaya yang bekerja dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
1. Tekanan Tanah Aktif (Pa)
Menurut Hardiyatmo (2003), yang dimaksud dengan tekanan tanah aktif adalah
tekanan tanah lateral minimum yang mengakibatkan keruntuhan geser tanah
akibat gerakan dinding menjauhi tanah dibelakangnya.
Persamaan tekanan tanah aktif adalah sebagai berikut:

(
Ka=tan 2 45− ❑ )
2

2. Tekanan Tanah Pasif (Pp)


Menurut Hardiyatmo (1996), yang dimaksud dengan tekanan tanah pasif adalah
tekanan tanah lateral maksimum yang mengakibatkan keruntuhan geser tanah
akibat gerakan dinding menekan tanah urug.
Persamaan tekanan tanah pasif adalah sebagai berikut:

(
Ka=tan 45+ ❑
2
2)
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENGERTIAN TURAP

Konstruksi turap adalah satu konstruksi yang banyak digunakan dalam


rekayasa sipil, yang bisa berupa konstruksi sederhana hingga konstruksi sangat berat.
Yang dimaksud dengan turap adalah konstruksi yang dapat menahan tanah disekelilingnya,
mencegah terjadinya kelongsoran, dan biasanya terdiri dari dinding turap dan penyangganya.
Turap yang banyak dipakai adalah turap dengan tiang tegak, papan turap, serta turap yang
terdiri dari jajaran tiang-tiang, dan kadang-kadang dipakai turap beton yang dicor di tempat
(Cast-in-place) seperti pada konstruksi tembok menerus di bawah tanah.

2.2 JENIS TURAP DARI SEGI BAHANNYA

Tiang-tiang turap (sheet piles) sering digunakan untuk membangun sebuah


dinding yang berfungsi sebagai penahan tanah, yang bisa berupa konstruksi berskala
besar maupun kecil. Dinding turap, oleh karena fungsinya sebagai penahan tanah, maka
konstruksi ini digolongkan juga sebagai jenis lain dari dinding penahan tanah
(retaining walls). Perbedaan mendasar antara dinding turap dan dinding penahan tanah
terletak pada keuntungan penggunaan dinding turap pada kondisi tidak diperlukannya
pengeringan air (dewatering).

Terdapat beberapa jenis tiang turap yang biasa digunakan: (a) tiang turap kayu, (b)
tiang turap beton pracetak (precast concrete sheet piles), dan (c) tiang turap baja.

Gambar 2.1 Contoh dinding turap: (a) turap di air, (b) braced cut
2.2.1 Turap Kayu

Tiang turap kayu digunakan hanya untuk konstruksi ringan yang bersifat sementara
yang berada di atas permukaan air. Tiang turap yang biasa digunakan adalah papan kayu
atau beberapa papan yang digabung (wakefield piles). Papan kayu kira-kira dengan
ukuran penampang 50 mm x 300 mm dengan takik pada ujung-ujungnya seperti
terlihat pada Gambar 2.2 (a). Tiang wakefield dibuat dengan memakukan tiga papan
secara bersama-sama dimana papan tengahnya dioffset sejauh 50 - 75 mm seperti pada
Gambar 2.2 (b). Papan kayu juga bisa ditakik dalam bentuk takik lidah dalam Gambar
2.2 (c). Atau pada Gambar 2.2 (d) dengan menggunakan besi yang ditanamkan pada
masih-masing papan setelah tiang dimasukkan ke dalam tanah.

Gambar 2.2 Berbagai jenis turap kayu

2.2.2 Turap Beton

Sheet pile beton merupakan balok-balok beton yang telah dicetak sebelum dipasang
dengan bentuk tertentu. Balok-balok sheet pile dibuat saling mengkait satu sama lain. Masing-
masing balok, kecuali dirancang kuat menahan beban-beban yang akan bekerja pada waktu
pengangkatannya.
Sheet pile beton ini biasanya digunakan untuk konstruksi berat yang dirancang dengan
tulangan untuk menahan beban permanen setelah konstruksi dan juga untuk menangani
tegangan yang dihasilkan selama konstruksi. Penampang tiang-tiang ini adalah  sekitar 500-800
mm lebar dan tebal 150-120 mm. Ujung bawah turap biasanya dibentuk meruncing untuk
memudahkan pemancangan.

Gambar 2.3 Turap Beton


2.2.3 Turap Baja

Tebal sheet pile baja berkisar antara 10-13 mm. Penampang sheet pile bisa berbentuk
Z, lengkung dalam (deep arch), lengkung rendah (low arch) atau sayap lurus (straight web).
Interlok pada sheet pile dibentuk seperti jempol-telunjuk atau bola-keranjang yang bisa
dihubungkan sehingga dapat menahan air.

Gambar 2.4 Hubungan tiang turap: (a) jenis jempol-telunjuk (b) jenis bola-
keranjang
2.3 JENIS TURAP DARI SEGI KONSTRUKSINYA

Terdapat berbagai type sheetpile yang dapat dipilih sesuai dengan keunggulan
masing-masing type dan kondisi lokasi :

2.3.1 Type Kantilever


Type Kantilever adalah struktur sheetpile tanpa sistem angker dan sistem penyangga
lain, sehingga kekuatan bahan harus mampu menahan gaya luar yang terjadi atau Momen
Tekuk Bahan  Momen Tekuk luar yang bekerja pada struktur.

Sistem ini sesuai untuk dinding penahan dengan beban ringan dan bila adanya
pergeseran struktur tidak mempengaruhi kerusakan struktur lain. Sistem pengangkutan dan
pemasangan struktur relatif mudah

2.3.2 Type Struktur dengan angker


Type angker yang dipasang pada struktur dikelompokkan dalam 4 jenis yaitu:

- Type tie rod


- Type angker dari tiang pancang miring
- Type angker lantai (platform)
- Type Multi-strut (banyak ikatan)
a. Type tie rod paling banyak digunakan, dan umumnya dipasang dengan kombinasi adanya
‘dinding angker’ (deadman anchor). Namun sistem tie rod ini dapat dipasang sendirian
ataupun dalam jumlah lebih dari satu, dan tanpa adanya deadman angker.
Secara keseluruhan karakteristik dari sistem ini adalah sebagai berikut :

- Sangat menguntungkan bila dipasang pada lokasi yang memungkinkan jarak antara tie
rod dengan muka tanah sedekat mungkin agar pemasangan tie rod mudah.
- Sheetpile yang berdiri sendiri tanpa ikatan di laut terbuka akan tidak stabil untuk itu
harus diangker atau diberi tanah isi dibelakangnya (backfill)
- Jarak atau ruang dibelakang dinding dibutuhkan untuk pemasangan angker tie rod
Gambar 2.5 Turap angker dengan type tie rod

b. Type Angker dari tiang pancang miring dapat dipilih bila pemasangan angker tie rod tidak
memungkinkan, dan biasanya tiang pancang dipancang miring dengan sudut tertentu
terhadap kepala sheetpile(bulk-heads) dan selanjutnya diikat erat agar dinding sheetpile
menjadi stabil.
Type ini dapat dipilih bila memenuhi ciri sebagai berikut :
- ruangan atau jarak dibelakang dinding untuk pemasangan tie-rod sangat terbatas
- sangat cocok untuk dipakai untuk dinding di daerah reklamasi ataupun sebagai
breakwater dinding tegak, karena punya stabilitas tinggi
- memungkinkan pekerjaan pelaksanaan dilakukan saat gelombang tinggi
- Waktu pelaksanaan pekerjaan dan biaya konstruksi dapat dihemat karena pekerjaan
hanya berupa pemancangan baik untuk sheetpile maupun tiang pancang miringnya
- Kombinasi tiang pancang miring dengan sheetpile sangat efektif dalam menahan
gaya tekan tanah
- Tiang pancang miring umumnya dipancang lebih dalam dari pada sheetpile karena
gaya lateral luar harus mampu ditahan oleh kemampuan tarik dari tiang pancang
miring

Gambar 2.6 Turap angker dengan type tiang pancang miring


c. Type angker lantai atau type platform merupakan type struktur angker yang berbentuk
seperti lantai yang mengikat tiang pancang. Gaya lateral atau gaya horizontal yang terjadi
akan ditahan oleh tekanan tanah pasif pada bagian sheetpile yang terbenam, dan gaya
tahan dari lantai dan tiang pancang dibawahnya.
Ciri- ciri type platform yang dapat digunakan dalam pertimbangan pemilihannya :

- Sangat cocok bila diatas struktur akan dibebani crane atau gantry crane, karena pondasi
untuk crane dapat sekaligus bekerja sebagai angker
- Type ini membutuhkan waktu pelaksanaan lebih lama dan biaya lebih mahal dibanding
sistem sheetpile tie rod
- Dalam menghitung gaya lateral akibat gempa, harus diperhatikan gaya inertia yang
bekerja pada sistem lantainya.

Gambar 2.7 Turap angker dengan type lantai/platform

d. Type Multi-strut berupa dinding sheetpile yang disokong oleh beberapa strut (balok
penghubung dua dinding), dan umumnya digunakan sebagai penyangga yang bersifat
sementara untuk galian. Strut dapat berupa balok kayu atau balok baja profil Wide flange,
dan selama pelaksanaan harus dilakukan secara hati-hati karena banyaknya faktor yang
tidak diketahui.
2.3.1 Type Struktur Selular (Cellular)
Bentuk cellular diperoleh dengan membuat bentuk lingkaran dari sheetpile datar lalu
dipancang dan didalamnya diisi dengan material
2.3.2 Type struktur dinding sheetpile ganda (Double sheetpile wall)
Berbentuk 2 dinding yang dibangun paralel satu terhadap yang lain dihubungkan oleh
tie rods atau pakai balok, dan ruangan yang terbentuk diantara 2 dinding diisi material agar
terbentuk dinding penuh. Gaya luar yang terjadi harus mampu ditahan oleh tanah pasif dari
sheetpile yang terbenam, dan juga ditahan oleh gaya geser dari material pengisi dan
kemampuan menahan bengkokan dari bahan sheetpiles.

Struktur ini biasa digunakan pada dinding konstruksi dari Cofferdam, pengarah
struktur tanggul, breakwater, dan konstruksi yang berhadapan langsung dengan laut, atau
pada lokasi-lokasi yang tidak memungkinkan dipasang tie rods disebabkan keterbatasan.

2.4 TEKANAN TANAH LATERAL


Tekanan tanah lateral adalah sebuah parameter perencanaan yang penting di dalam
sejumlah persoalan teknik pondasi, dinding penahan dan konstruksi–konstruksi lain yang ada
di bawah tanah. Semuanya ini memerlukan perkiraan tekanan lateral secara kuantitatif pada
pekerjaan konstruksi, baik untuk analisa perencanaan maupun untuk analisa stabilitas.

Tekanan aktual yang terjadi di belakang dinding penahan cukup sulit diperhitungkan
karena begitu banyak variabelnya. Ini termasuk jenis bahan penimbunan, kepadatan dan
kadar airnya, jenis bahan di bawah dasar pondasi, ada tidaknya beban permukaan, dan
lainnya. Akibatnya, perkiraan detail dari gaya lateral yang bekerja pada berbagai dinding
penahan hanyalah masalah teoritis dalam mekanika tanah.

Jika suatu dinding penahan dibangun untuk menahan batuan solid, maka tidak ada
tekanan pada dinding yang ditimbulkan oleh batuan tersebut. Tetapi jika dinding dibangun
untuk menahan air, tekanan hidrotatis akan bekerja pada dinding. Pembahasan berikut ini
dibatasi untuk dinding penahan tanah, perilaku tanah pada umumnya berada diantara batuan
dan air, dimana tekanan yang disebabkan oleh tanah jauh lebih tinggi dibandingka n oleh air.
Tekanan pada dinding akan meningkat sesuai dengan kedalamannya.

Pada prinsipnya kondisi tanah dalam kedudukannya ada 3 kemungkinan, yaitu :

Dalam Keadaan Diam (Ko), Dalam Keadaan Aktif (Ka) , Dalam Keadaan Pasif (Kp)
2.4.1 Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam
Bila kita tinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5 Massa tanah dibatasi
oleh dinding dengan permukaan licin AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga.
Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman h akan terkena tekanan arah vertikal dan
tekanan arah horizontal

Gambar 2.8 Tekanan tanah dalam keadaan diam

Bila dinding AB dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu
arah baik kekanan maupun kekiri dari posisi awal, maka massa tanah akan berada dalam
keadaan keseimbangan elastik (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horizontal dan
tekanan arah vertikal dinamakan “ koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam “ Ko, atau :
σh
Ko= ............................................................................................(2.1)
σv
Karena 𝞂v = 𝛾h, maka
σh=Ko(γh)....................................................................................................(2.2)

Sehingga koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam dapat diwakili oleh hubungan empiris
yang diperkenalkan oleh Jaky (1994).
Ko=1−sin  (2.3)
Gambar 2.9 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam

Gambar 2.9 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang bekerja
pada dinding setinggi H. Gaya total per satuan lebar dinding, Po, adalah sama dengan luas dari
diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi :
1 2
Po= Ko γ H .....................................................................................(2.4)
2

2.4.2 Tekanan Tanah Aktif dan Pasif


Konsep tekanan tanah katif dan pasif sangat penting untuk masalah- masalah stabilitas
tanah, pemasangan batang-batang penguat pada galian. Desain dinding penahan tanah, dan
pembentukan penahanan tarik dengan memakai berbagai jenis peralatan pengukur.
Permasalahan disini hanyalah semata-mata untuk menentukan faktor keamanan
terhadap keruntuhan yang di sebabkan oleh gaya lateral. Pemecahan di peroleh dengan
membandingkan gaya-gaya (kumpulan gaya-gaya yang bekerja).
- Gaya I adalah gaya yang cenderung menghancurkan,
- Gaya II adalah gaya yang cenderung mencegah keruntuhan.
- Gaya pengancur disini misalnya gaya-gaya lateral yang bekerja horizontal atau
mendatar.
- Gaya penghambat misalnya berat dari bangunan/struktur gaya berat dari bangunan
ini arah bekerja vertikal sehingga dapat mengahambat gaya lateral atau gaya yang
bekerja horizontal.
a) Tekanan Tanah Aktif
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, akibat dinding penahan berotasi ke kiri terhadap titik
A, maka tekanan tanah yang bekerja pada dinding penahan akan berkurang perlahan-lahan
sampai mencapai suatu harga yang seimbang. Tekanan tanah yang mempunyai harga tetap
atau seimbang dalam kondisi ini disebut tekanan tanah aktif.

Gambar 2.10 Dinding yang berotasi akibat tekanan aktif tanah

Menurut teori Rankine, untuk tanah berpasir tidak kohesif, besarnya gaya lateral
pada satuan lebar dinding akibat tekanan tanah aktif pada dinding setinggi H dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut:
1 2
Pa= γ H Ka................................................................................................(2.5)
2

Dimana harga Ka untuk tanah datar adalah


1−sin  
Ka=Koefisien tanah aktif = =tan 2 (45 °− ) .................................(2.6)
1+sin  2

3
Dimana : Berat isi tanah (g/cm )
H = tinggi dinding (m)

sudut geser tanah (o)

Adapun langkah yang dipakai untuk tanah urugan di belakang tembok apabila
berkohesi (Kohesi adalah lekatan antara butir-butir tanah, sehingga kohesi mempunyai
pengaruh mengurangi tekanan aktif tanah sebesar 2 c √ Ka ), maka tegangan utama arah
horizontal untuk kondisi aktif adalah:
1
Pa= γ H 2 Ka−2 c √ Ka H ............................................................................(2.7)
2
b) Tekanan Tanah Pasif
Menurut teori rankine, untuk tanah pasir tidak kohesif, besarnya gaya lateral pada
dinding akibat tekanan tanah pasif setinggi H dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
1 2
P= γ H Kp ..............................................................................
2

Dimana harga Kp untuk tanah datar adalah

1+sin  
Kp=Koefisien tanah pasif = =tan 2 (45° + ) ................................(2.9)
1−sin  2

3
Dimana: Berat isi tanah (g/cm )
H = tinggi dinding (m)

o
udut geser tanah ( )

Adapun langkah yang dipakai untuk tanah berkohesi, maka tegangan utama arah
horizontal untuk kondisi pasif adalah:
1
Pp= γ H Kp+2 c √ Kp H ............................................................................(2.10)
2
2

3.1 Analisa Stabilitas Lereng


Dilihat dari stabilitas lereng bantaran Sungai Segah jalan bujangga maka untuk anallisa
perhitungan digunakan metode Bishop. Persamaan faktor keamanan untuk analisis stabilitas
lereng cara Bishop adalah :

[ ]
i=n
1
R ∑ [ c ' bi + ( W 1−1−r u ) tan ∅ ]
i −1 cos θ1 (1+ tan ∅ / F )
F= i=n

∑ W i sin θ1
i−1

3.4.1. Stabilitas lereng


Apabila permukaan cenderung membentuk lereng, maka tegangan geser karena gaya berat
atau gaya air rembesan dan gaya gempa timbul di dalam tanah. Bila tegangan geser
melampaui tahanan geser tanah maka tanah mulai runtuh dan akhirnya terjadi keruntuhan
tanah sepanjang bidang yang menerus dan massa tanah di atas bidang menerus ini biasanya
disebut bidang gelincir.
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang tidak horizontal, yang membentuk kemiringan
atau sudut terhadap garis horizontal. Gaya-gaya gravitasi dan gaya air rembesan (seepage)
cenderung menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami ataupun pada lereng yang akan
dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah.

Pada bidang rekayasa sipil ada beberapa lereng yang kita kenal yaitu :

a. Lereng alam, lereng yang terbentuk karena proses alam


b. Lereng yang dibuat dari tanah asli, misalnya lereng gunung dipotong untuk
pembuatan jalan.
c. Lereng dari tanah asli yang dipadatkan.
Ada 3 (tiga) jenis kelongsoran yang sering terjadi pada lereng yaitu :

1. Kelongsoran lereng/talud dangkal (shallow slope failure); Merupakan kelongsoran


yang terjadi sepanjang bidang gelincir yang masih dalam batas lereng.
2. Kelongsoran ujung kaki/talud (toe failure) ; Merupakan kelongsoran yang terjadi pada
ujung bawah lereng.
3. Kelongsoran dasar lereng; Merupakan kelongsoran yang terjadi pada bidang gelincir
melewati ujung bawah lereng.

Analisa stabilitas lereng pada konsepnya berdasarkan pada keseimbangan plastis batas
(limit plastic equilibrium). Maksud analisa stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman
dari bidang longsor yang potensial. Ada beberapa anggapan yang telah dibuat dalam analisa
stabilitas lereng yaitu:

1. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu.


2. Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda pasif.
3. Tahanan geser dari massa tanah pada titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung
dari orientasi permukaan longsor (kuat geser dianggap isotropis).
4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata sepanjang
bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata-rata sepanjang permukaan longsor.
Kelongsoran tanah terjadi karena adanya pergerakan tanah pada suatu bidang tertentu yang
disebut bidang longsor atau bidang gelincir. Bidang gelincir bisa berbentuk busur lingkaran
atau disebut Rotasional Slide dan juga berbentuk lurus atau sejajar permukaan tanah, ini biasa
disebut Translation Slide. Bila terjadi kelongsoran berarti kekuatan geser tanah telah
terlampaui artinya perlawanan geser sepanjang bidang gelincir tidak mampu menahan beban-
beban yang bekerja pada bidang tersebut.

Lereng adalah suatu permukaan tanah yang tidak horizontal, yang membentuk kemiringan
atau sudut terhadap garis horizontal. Gaya-gaya gravitasi dan gaya air rembesan (seepage)
cenderung menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami ataupun pada lereng yang akan
dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah. Apabila
tegangan geser akibat gaya-gaya tersebut melampaui tahanan geser tanah maka tanah akan
mulai runtuh dan akhirnya terjadilah keruntuhan tanah sepanjang bidang yang menerus
(bidang gelincir) dan massa tanah di atas bidang gelincir ini akan longsor dan akan disebut
dengan keruntuhan lereng.

3.4.2. Faktor keamanan


Mengingat lereng terbentuk oleh material yang sangat beragam dan banyak faktor ketidak-
pastian, maka dalam mendesain suatu penanggulangan selalu dilakukan penyederhanaan
dengan berbagai asumsi. Secara teoritis massa yang bergerak dapat dihentikan dengan
menaikkan faktor keamanannya.

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah resiko
yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam melakukan analisis
kemantapan lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu: tinggi, menengah,
rendah. Dalam analisis harus dipertimbangkan kondisi beban yang menyangkut gempa dan
tanpa gempa (normal). Parameter yang digunakan menyangkut hasil pengujian dengan harga
batas atau sisi dengan mempertimbangkan ketelitiannya.
Tabel 3.1 Faktor Keamanan Minimum Kemampatan Lereng

Parameter Kekuatan Geser**)

Resiko*) Kondisi Beban Maksimum Sisa

Kurang Kurang
Teliti Teliti Teliti Teliti

Tinggi Dengan gempa 1,50 1,75 1,35 1,50

Tanpa gempa 1,80 2,00 1,60 1,80

Menengah Dengan gempa 1,30 1,60 1,20 1,40

Tanpa gempa 1,50 1,80 1,35 1,50

Rendah Dengan gempa 1,10 1,25 1,00 1,10

Tanpa gempa 1,25 1,40 1,10 1,20

Keterangan:

*):

a. Resiko tinggi bila ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada pemukiman),
dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting.
b. Resiko menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapii sedikit (bukan
pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu penting.
c. Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan
(sangat murah).
**):

a. Kekuatan geser maksimumadalah harga puncak dan dipakai apabila massa


tanah/batuan yang potensial longsor tidak mempunyai bidang diskontinuitas (perlapisan,
rekahan, sesar, dan sebagainya) dan belum pernah mengalami gerakan.
b. Kekuatan geser residual dipakai apabila: (i) massa tanah/batuan yang potensial
bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau (ii) pernah bergerak (walaupun tidak
mempunyai bidang diskontinuitas).
(Sumber: Buku Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsor)

Secara umum faktor keamanan (SF) untuk stabilitas lereng:

1. Apabila SF < 1
Berarti keruntuhan pada lereng terjadi dan hal tersebut menunjukkan bahwa kuat geser tanah
yang tersedia untuk menahan longsor adalah kecil.
2. Apabila SF berkisar antara 1 s/d 1,25
Berarti keruntuhan pada lereng terjadi.
3. Apabila SF > 1,25
Berarti menunjukkan bahwa keruntuhan tidak terjadi.

1. Analisa θ = 0
Momen Penahan
FK =
Momen Penggerak
c . R 2.θ
FK =
W.x
2. Analisa c – θ
Momen Penahan
FK =
Momen Penggerak
(c . L+W . cosθ . tan ∅ )
FK = ∑
W . sinθ
(Sumber: Mekanika Tanah, Stabilitas Lereng, hal 259 – 261)
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambar Perencanaan Turap


3.2 Data-data perencanaan
3.3 Analisis gaya yang bekerja pada Turap
3.4 Penentuan profil Turap
3.5 Penentuan diameter baja angkur
3.6 Perencanaan balok angkur
3.7 Menentukan baja angkur
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai