Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH
Nama :
- Nikita Z. A. Lona (1923715986)
- S
- S
- S
Kelas : VI TPJJ C
Prodi : Perencanaan Jalan dan Jembatan
Jurusan : Teknik Sipil
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh mata kuliah
Geoteknik atas bimbingan dan literasi yang telah diberikan sebagai penunjang pembuatan
makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna sehingga kami
membutuhkan usul, kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki dan menyempurnakan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari turap.
2. Untuk mengetahui fungsi-fungsi dari turap.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis turap.
4. Untuk mengetahui tipe-tipe dinding turap.
5. Untuk mengetahui metode-metode perhitungan turap.
6. Untuk mengetahui gaya yang bekerja pada turap.
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu:
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
2. Turap Beton
Turap beton merupakan balok-balok yang telah di cetak sebelum dipasang dengan
bentuk tertentu. Balok-balok turap dibuat saling mengkait satu sama lain. Masing-
masing balok, kecuali dirancang kuat menahan beban-beban yang bekerja pada
turap, juga terhadap beban-beban yang akan bekerja pada waktu
pengangkatannya. Ujung bawah turap biasanya dibentuk meruncing untuk
memudahkan pemancangan. Turap beton biasa digunakan pada bangunan
permanen atau pada detail-detail konstruksi yang agak sulit.
3. Turap Baja
Turap baja adalah jenis paling umum yang digunakan, baik digunakan untuk
bangunan permanen atau sementara karena beberapa sifat-sifatnya sebagai
berikut:
1. Tahan terhadap tegangan dorong tinggi yang dikembangkan di dalam bahan
keras atau bahan batuan.
2. Mempunyai berat relatif yang tinggi.
3. Dapat dipakai berulang-ulang.
4. Umur pemakainnya cukup panjang baik di atas maupun di bawah air dengan
perlindungan sederhana menurut NBS (1962) yang meringkaskan data tentang
sejumlah tiang pancang yang diperiksa setelah pemakaian yang berlangsung
lama.
5. Mudah menambah panjang tiang pancang dengan mengelas maupun dengan
memasang baut.
6. Sambungan-sambungan sangat sedikit mengalami deformasi bila di desak
penuh dengan tanah dan batuan selama pemancangan.
(
Ka=tan 2 45− ❑ )
2
(
Ka=tan 45+ ❑
2
2)
BAB II
LANDASAN TEORI
Terdapat beberapa jenis tiang turap yang biasa digunakan: (a) tiang turap kayu, (b)
tiang turap beton pracetak (precast concrete sheet piles), dan (c) tiang turap baja.
Gambar 2.1 Contoh dinding turap: (a) turap di air, (b) braced cut
2.2.1 Turap Kayu
Tiang turap kayu digunakan hanya untuk konstruksi ringan yang bersifat sementara
yang berada di atas permukaan air. Tiang turap yang biasa digunakan adalah papan kayu
atau beberapa papan yang digabung (wakefield piles). Papan kayu kira-kira dengan
ukuran penampang 50 mm x 300 mm dengan takik pada ujung-ujungnya seperti
terlihat pada Gambar 2.2 (a). Tiang wakefield dibuat dengan memakukan tiga papan
secara bersama-sama dimana papan tengahnya dioffset sejauh 50 - 75 mm seperti pada
Gambar 2.2 (b). Papan kayu juga bisa ditakik dalam bentuk takik lidah dalam Gambar
2.2 (c). Atau pada Gambar 2.2 (d) dengan menggunakan besi yang ditanamkan pada
masih-masing papan setelah tiang dimasukkan ke dalam tanah.
Sheet pile beton merupakan balok-balok beton yang telah dicetak sebelum dipasang
dengan bentuk tertentu. Balok-balok sheet pile dibuat saling mengkait satu sama lain. Masing-
masing balok, kecuali dirancang kuat menahan beban-beban yang akan bekerja pada waktu
pengangkatannya.
Sheet pile beton ini biasanya digunakan untuk konstruksi berat yang dirancang dengan
tulangan untuk menahan beban permanen setelah konstruksi dan juga untuk menangani
tegangan yang dihasilkan selama konstruksi. Penampang tiang-tiang ini adalah sekitar 500-800
mm lebar dan tebal 150-120 mm. Ujung bawah turap biasanya dibentuk meruncing untuk
memudahkan pemancangan.
Tebal sheet pile baja berkisar antara 10-13 mm. Penampang sheet pile bisa berbentuk
Z, lengkung dalam (deep arch), lengkung rendah (low arch) atau sayap lurus (straight web).
Interlok pada sheet pile dibentuk seperti jempol-telunjuk atau bola-keranjang yang bisa
dihubungkan sehingga dapat menahan air.
Gambar 2.4 Hubungan tiang turap: (a) jenis jempol-telunjuk (b) jenis bola-
keranjang
2.3 JENIS TURAP DARI SEGI KONSTRUKSINYA
Terdapat berbagai type sheetpile yang dapat dipilih sesuai dengan keunggulan
masing-masing type dan kondisi lokasi :
Sistem ini sesuai untuk dinding penahan dengan beban ringan dan bila adanya
pergeseran struktur tidak mempengaruhi kerusakan struktur lain. Sistem pengangkutan dan
pemasangan struktur relatif mudah
- Sangat menguntungkan bila dipasang pada lokasi yang memungkinkan jarak antara tie
rod dengan muka tanah sedekat mungkin agar pemasangan tie rod mudah.
- Sheetpile yang berdiri sendiri tanpa ikatan di laut terbuka akan tidak stabil untuk itu
harus diangker atau diberi tanah isi dibelakangnya (backfill)
- Jarak atau ruang dibelakang dinding dibutuhkan untuk pemasangan angker tie rod
Gambar 2.5 Turap angker dengan type tie rod
b. Type Angker dari tiang pancang miring dapat dipilih bila pemasangan angker tie rod tidak
memungkinkan, dan biasanya tiang pancang dipancang miring dengan sudut tertentu
terhadap kepala sheetpile(bulk-heads) dan selanjutnya diikat erat agar dinding sheetpile
menjadi stabil.
Type ini dapat dipilih bila memenuhi ciri sebagai berikut :
- ruangan atau jarak dibelakang dinding untuk pemasangan tie-rod sangat terbatas
- sangat cocok untuk dipakai untuk dinding di daerah reklamasi ataupun sebagai
breakwater dinding tegak, karena punya stabilitas tinggi
- memungkinkan pekerjaan pelaksanaan dilakukan saat gelombang tinggi
- Waktu pelaksanaan pekerjaan dan biaya konstruksi dapat dihemat karena pekerjaan
hanya berupa pemancangan baik untuk sheetpile maupun tiang pancang miringnya
- Kombinasi tiang pancang miring dengan sheetpile sangat efektif dalam menahan
gaya tekan tanah
- Tiang pancang miring umumnya dipancang lebih dalam dari pada sheetpile karena
gaya lateral luar harus mampu ditahan oleh kemampuan tarik dari tiang pancang
miring
- Sangat cocok bila diatas struktur akan dibebani crane atau gantry crane, karena pondasi
untuk crane dapat sekaligus bekerja sebagai angker
- Type ini membutuhkan waktu pelaksanaan lebih lama dan biaya lebih mahal dibanding
sistem sheetpile tie rod
- Dalam menghitung gaya lateral akibat gempa, harus diperhatikan gaya inertia yang
bekerja pada sistem lantainya.
d. Type Multi-strut berupa dinding sheetpile yang disokong oleh beberapa strut (balok
penghubung dua dinding), dan umumnya digunakan sebagai penyangga yang bersifat
sementara untuk galian. Strut dapat berupa balok kayu atau balok baja profil Wide flange,
dan selama pelaksanaan harus dilakukan secara hati-hati karena banyaknya faktor yang
tidak diketahui.
2.3.1 Type Struktur Selular (Cellular)
Bentuk cellular diperoleh dengan membuat bentuk lingkaran dari sheetpile datar lalu
dipancang dan didalamnya diisi dengan material
2.3.2 Type struktur dinding sheetpile ganda (Double sheetpile wall)
Berbentuk 2 dinding yang dibangun paralel satu terhadap yang lain dihubungkan oleh
tie rods atau pakai balok, dan ruangan yang terbentuk diantara 2 dinding diisi material agar
terbentuk dinding penuh. Gaya luar yang terjadi harus mampu ditahan oleh tanah pasif dari
sheetpile yang terbenam, dan juga ditahan oleh gaya geser dari material pengisi dan
kemampuan menahan bengkokan dari bahan sheetpiles.
Struktur ini biasa digunakan pada dinding konstruksi dari Cofferdam, pengarah
struktur tanggul, breakwater, dan konstruksi yang berhadapan langsung dengan laut, atau
pada lokasi-lokasi yang tidak memungkinkan dipasang tie rods disebabkan keterbatasan.
Tekanan aktual yang terjadi di belakang dinding penahan cukup sulit diperhitungkan
karena begitu banyak variabelnya. Ini termasuk jenis bahan penimbunan, kepadatan dan
kadar airnya, jenis bahan di bawah dasar pondasi, ada tidaknya beban permukaan, dan
lainnya. Akibatnya, perkiraan detail dari gaya lateral yang bekerja pada berbagai dinding
penahan hanyalah masalah teoritis dalam mekanika tanah.
Jika suatu dinding penahan dibangun untuk menahan batuan solid, maka tidak ada
tekanan pada dinding yang ditimbulkan oleh batuan tersebut. Tetapi jika dinding dibangun
untuk menahan air, tekanan hidrotatis akan bekerja pada dinding. Pembahasan berikut ini
dibatasi untuk dinding penahan tanah, perilaku tanah pada umumnya berada diantara batuan
dan air, dimana tekanan yang disebabkan oleh tanah jauh lebih tinggi dibandingka n oleh air.
Tekanan pada dinding akan meningkat sesuai dengan kedalamannya.
Dalam Keadaan Diam (Ko), Dalam Keadaan Aktif (Ka) , Dalam Keadaan Pasif (Kp)
2.4.1 Tekanan Tanah Dalam Keadaan Diam
Bila kita tinjau massa tanah seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.5 Massa tanah dibatasi
oleh dinding dengan permukaan licin AB yang dipasang sampai kedalaman tak terhingga.
Suatu elemen tanah yang terletak pada kedalaman h akan terkena tekanan arah vertikal dan
tekanan arah horizontal
Bila dinding AB dalam keadaan diam, yaitu bila dinding tidak bergerak ke salah satu
arah baik kekanan maupun kekiri dari posisi awal, maka massa tanah akan berada dalam
keadaan keseimbangan elastik (elastic equilibrium). Rasio tekanan arah horizontal dan
tekanan arah vertikal dinamakan “ koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam “ Ko, atau :
σh
Ko= ............................................................................................(2.1)
σv
Karena 𝞂v = 𝛾h, maka
σh=Ko(γh)....................................................................................................(2.2)
Sehingga koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam dapat diwakili oleh hubungan empiris
yang diperkenalkan oleh Jaky (1994).
Ko=1−sin (2.3)
Gambar 2.9 Distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam
Gambar 2.9 menunjukkan distribusi tekanan tanah dalam keadaan diam yang bekerja
pada dinding setinggi H. Gaya total per satuan lebar dinding, Po, adalah sama dengan luas dari
diagram tekanan tanah yang bersangkutan. Jadi :
1 2
Po= Ko γ H .....................................................................................(2.4)
2
Menurut teori Rankine, untuk tanah berpasir tidak kohesif, besarnya gaya lateral
pada satuan lebar dinding akibat tekanan tanah aktif pada dinding setinggi H dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut:
1 2
Pa= γ H Ka................................................................................................(2.5)
2
3
Dimana : Berat isi tanah (g/cm )
H = tinggi dinding (m)
Adapun langkah yang dipakai untuk tanah urugan di belakang tembok apabila
berkohesi (Kohesi adalah lekatan antara butir-butir tanah, sehingga kohesi mempunyai
pengaruh mengurangi tekanan aktif tanah sebesar 2 c √ Ka ), maka tegangan utama arah
horizontal untuk kondisi aktif adalah:
1
Pa= γ H 2 Ka−2 c √ Ka H ............................................................................(2.7)
2
b) Tekanan Tanah Pasif
Menurut teori rankine, untuk tanah pasir tidak kohesif, besarnya gaya lateral pada
dinding akibat tekanan tanah pasif setinggi H dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
1 2
P= γ H Kp ..............................................................................
2
1+sin
Kp=Koefisien tanah pasif = =tan 2 (45° + ) ................................(2.9)
1−sin 2
3
Dimana: Berat isi tanah (g/cm )
H = tinggi dinding (m)
o
udut geser tanah ( )
Adapun langkah yang dipakai untuk tanah berkohesi, maka tegangan utama arah
horizontal untuk kondisi pasif adalah:
1
Pp= γ H Kp+2 c √ Kp H ............................................................................(2.10)
2
2
[ ]
i=n
1
R ∑ [ c ' bi + ( W 1−1−r u ) tan ∅ ]
i −1 cos θ1 (1+ tan ∅ / F )
F= i=n
∑ W i sin θ1
i−1
Pada bidang rekayasa sipil ada beberapa lereng yang kita kenal yaitu :
Analisa stabilitas lereng pada konsepnya berdasarkan pada keseimbangan plastis batas
(limit plastic equilibrium). Maksud analisa stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman
dari bidang longsor yang potensial. Ada beberapa anggapan yang telah dibuat dalam analisa
stabilitas lereng yaitu:
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang tidak horizontal, yang membentuk kemiringan
atau sudut terhadap garis horizontal. Gaya-gaya gravitasi dan gaya air rembesan (seepage)
cenderung menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami ataupun pada lereng yang akan
dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah. Apabila
tegangan geser akibat gaya-gaya tersebut melampaui tahanan geser tanah maka tanah akan
mulai runtuh dan akhirnya terjadilah keruntuhan tanah sepanjang bidang yang menerus
(bidang gelincir) dan massa tanah di atas bidang gelincir ini akan longsor dan akan disebut
dengan keruntuhan lereng.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan kriteria faktor keamanan adalah resiko
yang dihadapi, kondisi beban dan parameter yang digunakan dalam melakukan analisis
kemantapan lereng. Resiko yang dihadapi dibagi menjadi tiga yaitu: tinggi, menengah,
rendah. Dalam analisis harus dipertimbangkan kondisi beban yang menyangkut gempa dan
tanpa gempa (normal). Parameter yang digunakan menyangkut hasil pengujian dengan harga
batas atau sisi dengan mempertimbangkan ketelitiannya.
Tabel 3.1 Faktor Keamanan Minimum Kemampatan Lereng
Kurang Kurang
Teliti Teliti Teliti Teliti
Keterangan:
*):
a. Resiko tinggi bila ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada pemukiman),
dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting.
b. Resiko menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapii sedikit (bukan
pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu penting.
c. Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap bangunan
(sangat murah).
**):
1. Apabila SF < 1
Berarti keruntuhan pada lereng terjadi dan hal tersebut menunjukkan bahwa kuat geser tanah
yang tersedia untuk menahan longsor adalah kecil.
2. Apabila SF berkisar antara 1 s/d 1,25
Berarti keruntuhan pada lereng terjadi.
3. Apabila SF > 1,25
Berarti menunjukkan bahwa keruntuhan tidak terjadi.
1. Analisa θ = 0
Momen Penahan
FK =
Momen Penggerak
c . R 2.θ
FK =
W.x
2. Analisa c – θ
Momen Penahan
FK =
Momen Penggerak
(c . L+W . cosθ . tan ∅ )
FK = ∑
W . sinθ
(Sumber: Mekanika Tanah, Stabilitas Lereng, hal 259 – 261)
BAB III PEMBAHASAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran