Anda di halaman 1dari 9

TEORI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

(DOSEN MATA KULIAH Dr. DASMIN SIDU.,SP.,M.Si)

NAMA : RIAT SARNU

STAMBUK : G2F120043

PROGRAM STUDI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI 2021
1. Setiap mahasiswa mencari minimal 2 teori yang terkait dengan perencanaan dan
pembangunan wilayah
2. Setiap teori, dijelaskan sejarah lahirnya, asumsi yang digunakan, bunyi teorinya,
kelemahan dan kelebihan teori tersebut, serta berikan saran anda untuk perbaikan setiap
teori yang anda bahas
3. Jelaskan keterkaitan teori yang dibahas dengan perencanaan dan pembangunan wilayah
4. Teori yang dibahas tidak boleh sama dengan mahasiswa lain.

1. TEORI LOKASI VON THUNEN


 Sejarah Teori Lokasi Von Thunen

Dalam mempelajari dan menerapkan ilmu perencanaan wilayah, dibutuhkan banyak ilmu
dasar yang harus dikuasai, salah satunya adalah mengenal teori lokasi. Teori lokasi pada
umumnya merupakan suatu gagasan yang mendasari penentuan lokasi suatu objek. Hal ini
perlu dipelajari untuk menempatkan objek tersebut pada lokasi yang tepat dengan
mempertimbangkan aspek efisiensi tenaga manusia dan ekonomi. Dari beberapa teori lokasi
yang ada, teori Von Thunen merupakan teori lokasi klasik yang mempelopori teori penentuan
lokasi berdasar segi ekonomi.

Johan Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli ekonomi pertanian dari Jerman yang pada
tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang tertuang dalam buku “Der Isolirte Staat”. Teori
Von Thunen lebih di kenal sebagai teori lokasi pertanian. Von Thunen berpendapat bahwa
pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Pertanian merupakan proses
pengolahan lahan yang di tanami dengan tanaman tertentu untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Kegiatan pertanian meliputi persawahan, perladangan, perkebunan, dan peternakan.
Kegiatan pertanian sudah ada sejak zaman Mesopotamia sebagai awal berkembangnya
budaya dan sistem pertanian kuno.

Pada zaman itu banyak area pertanian yang terletak di wilayah yang tidak strategis. Petani
yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh jarak yang cukup jauh
untuk menjual hasil panennya. Padahal di zaman tersebut alat transportasi yang digunakan
untuk mengangkut hasil pertanian masih berupa gerobak yang ditarik oleh sapi, kuda atau
keledai. Biaya transportasi yang dikerahkan tidak sebanding dengan upah yang di dapat. Hal
ini menunjukkan betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah Von
Thunen mengeluarkan teori lokasi pertanian.

Von Thunen melalui teorinya menciptakan contoh cara berfikir efektif yang di dasarkan atas
penelitian statistik, yang mulai dengan model sederhana selangkah demi selangkah
memasukkan komplikasi atau unsur baru sehingga semakin mendekati konkret. Ia
mengembangkan suatu teori sewa tanah dan teori produktivitas marginal yang di terapkan
dalam upah dan bunga.

Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya
transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga berpengaruh terhadap munculnya pasar
lahan yang kompetitif. Pada model Von Thunen hubungan antara transportasi dan lokasi
aktivitas terletak pada biaya transportasi dan biaya sewa lahan. Guna lahan akan menentukan
nilai lahan, melalui kompetisi antara pemakai lahan. Karenanya nilai lahan akan
mendistribusikan guna lahan menurut kemampuan untuk membayar sewa lahan, sehingga
akan menimbulkan pasar lahan yang kompetitif. Faktor lain yang menentukan tinggi
rendahnya nilai lahan adalah jarak terhadap pusat kota. Melalui adanya nilai lahan maka
terbentuk zona-zona pemakaian lahan seperti lahan untuk kegiatan industri, kegiatan
komersil, serta lahan untuk kegiatan pemerintahan. Selain memiliki pengaruh terhadap zona
lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota. Perkembangan
kota yang didasarkan terhadap penggunaan lahan kota memunculkan elemen-elemen baru
dalam struktur keruangan kota.

 Teori Lokasi  Von Thunen


Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang warga negara Jerman yang
merupakan ahli ekonomi pertanian yang mengeluarkan teorinya dalam buku “Der Isolirte
Staat”. Von Thunen mengembangkan teori ini berdasarkan pengamatan di sekitar tempat
tinggalnya. Menurutnya pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan.
Dalam teori ini ia memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola
tersebut termasuk variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Ia
menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah dipengaruhi
perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.
Melalui teorinya, Von Thunen menciptakan bagaimana cara berfikir efektif yang
didasarkan atas penelitian dengan menambahkan unsur-unsur baru sehingga didapatkan hasil
yang mendekati konkret. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian
berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia
mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut  :
1)    Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang
merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).
2)    Daerah perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman, tidak menerima
penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).
3)    Daerah pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan, tidak ke daerah lain
(Single Destination).
4)    Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi
geografis kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.
5)    Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan
maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan
permintaan yang terdapat di daerah perkotaan (Maximum Oriented).
6)    Pada waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda (One Moda
Transportation).
7)    Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya transportasi
ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.  (Equidistant).

Dari asumsi diatas mendesak para petani berani menyewa lahan yang dekat pusat
pasar atau kota, sehingga keuntungan yang di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal.
Tentunya mereka juga harus mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa lahan.
Karena semakin dekat suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin besar harga sewa
lahannya.
Petani yang berperan sebagai pelaku produksi memiliki kemampuan yang berbeda-beda
untuk menyewa sewa lahan. Makin tinggi kemampuan pelaku produksi untuk membayar
sewa lahan, maka makin besar peluang untuk melakukan kegiatan di lokasi dekat pusat pasar
atau kota. Hal ini menunjunjukkan bahwa perbedaan lokasi mempengaruhi nilai harga lokasi
tersebut sesuai dengan tata guna lahannya. Hingga saat ini teori Von Thunen masih dianggap
cukup relevan. Contohnya persediaan lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum
ekonomi, semakin langka barang, permintaan meningkat maka harga akan semakin mahal.
Sama halnya seperti lahan di daerah perkotaan, semakin dekat dengan pusat kota akan
semakin mahal nilai sewa atau beli lahannya. Harga lahan di perkotaan akan semakin
bertambah dari tahun ketahun mengikuti dengan perkembangan zaman. Penggunaan
teknologi modern yang berkembang saat ini menjadikan teori Von Thunen menjadi kurang
relevan.
Setiap keuntungan yang ingin dicapai petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K=N-(P+A)
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan dihitung berdasarkan satuan hitung, misalnya hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas dasar sama dengan N
A = Biaya angkutan

Dari rumus tersebut dapat dikatakan petani yang berdiam diri di daerah dekat
perkotaan mempunyai alternative komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan.
Sedangkan petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan yang lebih terbatas. Jumlah
pilihan yang menguntungkan menurun sejalan dengan jarak dari daerah perkotaan.

Teori Von Thunnen dapat dimodifikasi dengan unsur yang mengalir melalui daerah
perkotaan. Sungai ini memungkinkan pengangkutan dengan biaya yang lebih rendah.

 Kelemahan dan Kelebihan Teori Van Thunen

Kelebihan Kekurangan
 Menjadi acuan penting dalam  Kemajuan transportasi dapat menghemat
pengembangan Wilayah terutama dalam banyak waktu dan biaya.
menentukan berbagai kegiatan  Ada beberapa daerah yang tidak hanya
perekonomian. memiliki 1 merket center saja, tetapi juga
b) 2 market center.
 Dapat menentukan berbagai Kawasan  Adanya berbagai bentuk pengawetan,
( Zoning ) sehingga mencegah resiko busuk pada
pengiriman jarak jauh.
 Kondisi topografis setiap daerah berbeda-
beda, sehingga hasil pertanian yang akan
dihasilkanpun akan berbeda.
 Negara industri mampu membentuk
kelompok produksi sehingga tidak
terpengaruh pada kota.
 Antara produksi dan konsumsi telah
terbentuk usaha bersama menyangkut
pemasarannya.

2. TEORI KONSENTRI (Teori Struktur Ruang Kota)

Teori Konsentris Ernnest W. Burgess melakukan penelitian dikota Chicago (1923)


hasil menunjukan bahwa perekembangan kota Chicago membentuk sebuah pola
penggunaan lahan yang konsentris dengan fungsi yang berbeda-beda. Teori konsentris
menyakini bahwa perekmbangan kota dimulai dari pusatnya yang kemudian meluas
kewilayah yang jauh dari pusat akibat peningkatan penduduk. interaksi antara
penggunaan lahan dan manusia baik dalam segi ekonomi, sosial, ataupun politik
membentuk beberapa zona konsentris. Kekurangan dari teori konsentris adalah tidak
berlaku di semua negara. contoh kota dengan teori konsentris adalah Chicago, London,
Kalkuta, Adelaide, dan Sebagian besar kota-kota yang di Indonesia.

Bunyi Teori Konsentris yaitu pembangunan kota harus terpusat yang pemanfaatannya
dibagi berdasarkan zona-zona peruntukkannya. adapun contoh wilayah konsentris untuk
sulawesi tenggara anatara lain :

 1. UNAAHA

 2. ANDOLO

 3. KOLAKA UTARA

Kota dianggap sebagai suatu obyek studi dimana di dalamnya terdapat masyarakat
manusia yang sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antarmanusia dan antara
manusia dengan lingkungannya. Hasil dari hubungan itu mengakibatkan terciptanya pola
keteraturan dari penggunaan lahan. E.W. Burgess (1925), merupakan orang yang pertama
kali menuangkan pengamatannya ini. Menurutnya, kota Chicago ternyata telah
berkembang sedemikian rupa dan menunjukan pola penggunaan lahan yang konsentris
dimana masing-masing jenis penggunaan lahan ini dianalogikan sebagi suatu
konsep “natural area”. Dari pengamatannya, suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang
konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan
yang berbeda. Dari hal ini, kemudian menyebabkan Burgess terkenal dengan teori
konsentrisnnya (Concentric Theory).

Sumber gambar : Andrews,1981


 Asumsi Teori Konsentris :
1. Populasi dengan sosial budaya yang heterogen
2. Industri komersil menjadi basis ekonomi
3. Persaingan ruang untuk zona ekonomi dan ruang pribadi (private ownership)
4. Perluasan area dan peningkatan populasi kota
5. Transportasi dinilai mudah, cepat, dan murah di setiap zona kota
6. Pusat kota untuk pusat kegiatan ekonomi sehingga ruang di dekat pusat menjadi
terbatas dan bernilai tinggi.
 Susunan Ruang Kota Teori Konsentris
1. Zona Pusat Kegiatan (Central District Business)

Ciri-ciri: Inti kota Intensitas yang tinggi untuk kegiatan komersil dan pemerintahan
(gedung perkantoran, pertokoan, dan lain-lain), Nilai harga jual atau sewah
tanah tinggi,Populasi untuk permukiman sangat sedikit, Aksesibilitas mudah dan laju
orang masuk/keluar jumlahnya besar setiap harinya

2. Zona Peralihan (Transition Zone)

Ciri-ciri: Terikat dengan Zona Pusat Kegiatan, Populasi penduduknya heterogen dan tidak
stabil baik di permukiman atau kegiatan sosial ekonomi, Daerah dengan berpenduduk
miskin, Kualitas lingkungan permukiman memburuk sering ditemukan daerah slum atau
permukiman penduduk kumuh, Dapat diubah menjadi komplek industri manufaktur,
perhotelan, apartemen, dan lain-lain untuk rencana pembangunan kota, Tingkat kejahatan
dan penyakit tertinggi di kota.
3. Zona Permukiman Kelas Proletar (Low-Class Residential atau Workingmen’s homes)
Ciri-ciri: Kondisi permukimannya lebih baik -> umumnya rumah-rumah kecil atau
rumah susun, Populasi penduduknya merupakan para pekerja dengan berpenghasilan
kecil (buruh),Transportasi dapat dikatakan masih relatif mudah dan murah menuju
tempat bekerja

4. Zona Kelas Menengah (Medium-Class Residential Zone)


Ciri-ciri: Permukiman untuk para pekerja dengan berpenghasilan menengah Kondisi
permukiman lebih baik dibandingkan kelas proletar -> permukiman horizontal
ataupun permukiman vertikal (apartemen) Lokasinya strategis dengan pusat
perbelanjaan sudah hampir sama kondisinya dengan yang berada di pusat kota.

5. Zona Penglaju (Commuters Zone)


Ciri-ciri: Memasuki daerah belakang (hinterland) - daerah batas desa – kota,
Penduduknya tinggal di pinggiran kota tetapi bekerjanya di kota, Biaya transportasi
relatif tinggi menuju CBD dibandingkan dengan zona lain, Pendapatan penduduknya
relatif tinggi.

 Kekuranga teori konsentris adalah tidak berlaku disemua negara, Tidak adanya
regulasi yang mengikat.
 Kelebihan teori konsentris adalah sebagai berikut:
1. Bisa Berinteraksi antara penggunaan lahan dengan manusia baik dalam segi
ekonomi, sosial dan politiknya
2. Penataan kota lebih jelas
3. Pelayanan publiknya efisien
4. Keindahan kota lebih baik
5. Perkembangan Kota akan terlihat.

Anda mungkin juga menyukai