Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya mewujudkan ketersediaan bahan pangan yang cukup dan
aman bagi masyarakat melalui intensifikasi budidaya tanaman untuk
memperoleh hasil tinggi ternyata menimbulkan dampak negatif berupa
pencemaran logam berat. Pemberian pupuk dan pestisida yang melebihi
dosis demi menjaga dan meningkatkan hasil tanaman menyebabkan
konsentrasi beberapa jenis logam berat pada tanah, air, maupun tanaman
meningkat melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Keadaan ini juga
diperparah dengan adanya pembuangan limbah industri ke perairan yang
dimanfaatkan untuk pengairan pertanian (Tongesayi dan Tongesayi,
2014).
Pencemaran logam berat merupakan isu penting bagi pengeloaan
lahan pertanian karena dapat menyebabkan tehambatnya aktivitas
fisiologis dalam tanaman. Logam berat dapat berupa unsur yang tidak
dibutuhkan oleh tanaman dan beberapa logam berat merupakan unsur-
unsur yang dibutuhkan oleh tanaman sebagai unsur hara mikro dalam
jumlah yang sedikit, namun dalam jumlah yang lebih banyak dapat
bersifat racun bagi tanaman (Notohadiprawiro, 2006).
Adanya peningkatan pembuangan limbah industri, menyebabkan
pencemaran pada air dan tanah, sehingga akan bermasalah terhadap
pemanfaatan lahan untuk pertanian dan perkembangan perkotaan.
Peningkatan penggunaan agrokimia pupuk dan pestisida untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah dan produksi
tanaman, ternyata mengandung unsur-unsur yang tidak diinginkan seperti
kadmium (Cd) yang dapat mencemari tanah, sehingga kontaminasi oleh
sumber-sumber pupuk dapat menimbulkan potensi ancaman bagi rantai
makanan (Purwani J. ,2010).
Unsur kadmium (Cd) merupakan unsur logam berat yang terdapat
dalam tanah sebagai dan dapat terserap oleh tanaman serta terakumulasi
dalam tanaman. Pencemaran kadmium (Cd) pada lahan pertanian telah
mendapat perhatian khusus di berbagai negara karena kadmium dapat
terserap oleh tanaman yang dikonsumsi oleh manusia. Menurut Sutrisno
dan Kuntyastuti (2015) toksisitas kadmium pada bahan pangan yang
dikonsumsi oleh manusia dapat mengakibatkan penyakit kanker,
kerusakan jantung, hati, ginjal, paru-paru, mutagenesis hingga
menyebabkan kematian. Akumulasi kadmium pada tanaman dapat
menghambat pertumbuhan penurunan hasil dan mempercepat kematian
tanaman. Umumnya kandungan Cd di tanah tidak terpolusi adalah 0,35 mg
kg-1 (Bradl et al., 2005). Batas kritis kadmium dalam tanaman menurut
Alloway (1995) yaitu sebesar 5-30 ppm.
Kadmium merupakan jenis logam berat non esensial yang bersifat
mobil sehingga mudah diserap dan ditransfer ke pucuk sehingga
memungkinkan bahwa kadmium dapat terakumulasi pada bagian tanaman
yang dikonsumsi oleh manusia. Logam berat ini dapat bersifat toksin bagi
tumbuhan, hewan, dan manusia. Kadmium tidak hanya bersifat toksik bagi
manusia, namun dapat bersifat toksik bagi tanaman. Gejala toksisitas
unsur logam berat kadmium pada tanaman sangat sulit dideteksi walaupun
tanaman telah mengakumulasi kadmium dalam jumlah yang besar
(Alloway, 1997). Chaney et al (1997) melaporkan bahwa sulit mendeteksi
gejala visual yang diakibatkan oleh toksisitas kadmium walaupun tanaman
pangan telah mengakumulasi kadmium dalam konsentrasi yang besar.
Toksisitas akut dapat ditandai dengan klorosis pada daun, layu dan kerdil,
namun hal ini sangat jarang dijumpai.
Beberapa penelitian tentang kandungan logam berat khususnya
kadmium (Cd) pada tanah di Indonesia telah banyak dilakukan.
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian-penelitian tersebut
diperoleh data sebaran dan konsentrasi cemaran logam kadium (Cd).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sutono dan Utami pada tahun
2014, unsur-unsur logam berat kadmium (Cd) diketahui terkandung dalam
tanah tercemar limbah industri tekstil di Kecamatan Rancaekek.
Konsentrasi Cd pada tanah tercemar limbah industri tekstil berkisar antara
0,86-9,69 ppm. Unsur-unsur logam berat yang ditemukan dalam tanah bisa
bersumber dari bahan induk tanah, dan atau limbah industri. Wilayah lain
yang tercemar logam berat Kadmium (Cd) adalah daerah aliran sungai
Indragiri, Kabupaten Indragiri Hulu Riau. Pencemaran logam berat pada
daerah tersebut disebabkan oleh limbah pertambangan emas ilegal yang
dibuang ke aliran sungai. (Oktaria et.al., 2014).
Upaya untuk memulihkan kondisi tanah yang tercemar logam berat
sangat diperlukan agar kondisi tanah aman untuk digunakan kembali.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk remediasi tanah tercemar
yaitu fitoremediasi. Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai pencucian
polutan yang dimediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumput-
rumputan, dan tumbuhan air. Pencucian dapat berupa penghancuran,
inaktivasi atau mobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya (Chaney
et al., 1995). Penurunan konsentrasi logam berat dapat dillakukan dengan
fitoremediasi menggunakan tanaman akumuator nonpangan (Sabolakna,
2005; Purwati & Surachman, 2007)
Salah satu tanaman yang dapat digunakan untuk fitoremediasi
logam berat adalah akar wangi (Vetiver zizaniodes). Tanaman ini
berpotensi meremediasi berbagai logam berat karena merupakan tanaman
hiperkumulator. Selain sebagai tanaman akumulator logam berat, tanaman
ini memiliki kelebihan lain yaitu dapat digunakan untuk stabilisasi lereng
curam, dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan serta mudah
didapatkan (Alkhoiriyah, 2015)
Serapan logam berat juga dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
mobilisasi logam berat pada tanah. Azotobacter yang terkandung pada
pupuk hayati merupakan rhizobakteri penambat nitrogen yang
menghasilkan eksopolisakarida. Ketersediaan logam didalam tanah dapat
ditingkatkan jika logam berikatan dengan eksopolisakarida (EPS) yang
mobil (Chen et al ., 1995).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terjadi penurunan konsentrasi kadmium (Cd) dalam tanah dan
peningkatan konsentrasi kadmium (Cd) dalam tanah apabila dilakukan
proses fitoremediasi menggunakan pupuk hayati, arang sekam dan
tanaman akar wangi (Vetiver zizanioides)?
2. Bagaimana pengaruh aplikasi pupuk hayati dan arang sekam pada
kemampuan akar wangi (Vetiver zizanioides) dalam menyerap unsur
kadmium dari dalam tanah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Untuk mengkaji besarnya penurunan konsentrasi unsur kadmium (Cd)
pada tanah dan besarnya kandungan kadmium (Cd) pada tanaman
setelah melalui proses fitoremediasi menggunakan pupuk hayati, arang
sekam dan tanaman akar wangi (Vetiver zizanioides).
2. Untuk menganalisa kemampuan tanaman akar wangi yang
diaplikasikan dengan pupuk hayati dan arang sekam dalam
menurunkan kandungan kadmium dalam tanah serta meningkatkan
kandungan kadmium dalam tanaman akar wangi.

1.4 Kegunaan
Kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah:
Untuk menambah wawasan dalam bidang pertanian dalam meremediasi
lahan tercemar kadmium menggunakan tanaman akar wangi, pupuk hayati
dan arang sekam yang diharapkan dapat memulihkan kualitas tanah
dengan cepat, mudah dan dengan biaya yang lebih rendah tanpa adanya
penggunaan metode yang berbasis rekayasa seperti pencucian secara
kimiawi.

Anda mungkin juga menyukai