Di susun oleh :
Indah Nurkholizah
(14201.12.20016)
Mahasiswa
INDAH NURKHOLIZAH
A. Mengetahui,
Kepala Ruangan
2. Etiologi
Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang sering di
hubungkan dengan angkat berat. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly
congenital atau sebab yang didapat, hernia inguinalis dapat di jumpai pada semua
usia, lebih banyak pada pria dari pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan
pada pembentukan pintu masuk pada annulus internus yang cukup lebar sehingga
dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang
dapat mendorong isi hernia untuk melewati pintu yang cukup lebar tersebut
(Jansen, et al., 2009).
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut
karena usia. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur 9 mungkin
karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan
jaringan penunjang berkurang kekuatannya (Sabiston, et a.l, 2012; Berge, 2013).
Hernia inguinalis timbul lebih sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri.
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang meninggi secara kronik akibat berbagai
sebab, yang mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif,
obesitas, batuk kronik, asites, sering mengejan pada waktu buang air besar oleh
karena sering konstipasi, kehamilan, hipertrofi prostat dan adanya masa abdomen
yang besar, merupakan faktor predisposisi perkembangan hernia (Ruhl & Everhart,
2009; Sabiston et al, 2008).
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra-abdomen tidak tinggi dan
canalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut
berkontraksi, canalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Kelemahan otot dinding perut lain terjadi akibat kerusakan nervus illioinguinalis
dan nervus illiofemoralis setelah herniotomi (Sjamsuhidajat, et al., 2010; Tanto, et
al., 2014).
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur
muscullus obliquus abdominis internus yang menutup annulus inguinalis internus
ketika berkontraksi dan adanya fascia transversa yang kuat yang menutupi
trigonum hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan 10 pada
mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis
(Sjamsuhidajat, et al., 2010; Sabiston, et al., 2012).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Kusuma dan Nurarif (2016), tanda dan gejala sebagai berikut :
a.Berupa benjolan keluar masuk atau keras dan yang tersering tampak benjolan di
lipat paha.
b.Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan
mual.
c.Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
d.Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat
serta kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
e.Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah)
disamping benjolan dibawah sela paha.
f.Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai sesak
nafas.
4. Klasifikasi
Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang sering di
hubungkan dengan angkat berat. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly
congenital atau sebab yang didapat, hernia inguinalis dapat di jumpai pada semua
usia, lebih banyak pada pria dari pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan
pada pembentukan pintu masuk pada annulus internus yang cukup lebar sehingga
dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang
dapat mendorong isi hernia untuk melewati pintu yang cukup lebar tersebut
(Jansen, et al., 2009).
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut
karena usia. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur 9 mungkin
karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan
jaringan penunjang berkurang kekuatannya (Sabiston, et a.l, 2012; Berge, 2013).
Hernia inguinalis timbul lebih sering pada sisi kanan dibandingkan sisi kiri.
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang meninggi secara kronik akibat berbagai
sebab, yang mencakup pengejanan mendadak, gerak badan yang terlalu aktif,
obesitas, batuk kronik, asites, sering mengejan pada waktu buang air besar oleh
karena sering konstipasi, kehamilan, hipertrofi prostat dan adanya masa abdomen
yang besar, merupakan faktor predisposisi perkembangan hernia (Ruhl & Everhart,
2009; Sabiston et al, 2008).
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi annulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra-abdomen tidak tinggi dan
canalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut
berkontraksi, canalis inguinalis berjalan lebih transversal dan annulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis.
Kelemahan otot dinding perut lain terjadi akibat kerusakan nervus illioinguinalis
dan nervus illiofemoralis setelah herniotomi (Sjamsuhidajat, et al., 2010; Tanto, et
al., 2014).
Pada(Kegagalan
Faktor kongenital orang yang sehat, ada tiga mekanismeFaktor
yang didapat
dapatmencegah
(Batuk terjadinya
penutupanhernia inguinalis,
prosesus kronis,mengejan saat
yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur
vaginalis pada
saat kehamilan
muscullus obliquus abdominis internus yang defekasi,pekerjaan
menutup annulusmengangkat berat
inguinalis internus
ketika berkontraksi dan adanya fascia transversa yang kuat yang menutupi trigonum
hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan 10 pada mekanisme ini
dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis (Sjamsuhidajat, et al.,
2010; Sabiston, et al., 2012).
5. Patofisiologi
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor
kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan
yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga perut melalui kanalis inguinalis,
faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan
mengangkat benda berat, dan faktor usia. Masuknya isi rongga perut melalui
canalis ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari annulus
ingunalis externus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum
karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan
terjadinya hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan maupun manual
juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi
perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk
berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan
terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia
strangulated yang akan menimbulkan gejala ileus yaitu gejala obstruksi usus
sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan
kurangnya suplai oksigen yang bisa 14 menyebabkan iskemik dan isi hernia ini
akan menjadi nekrosis (Sjamsuhidajat, et al., 2010; Pluta, et al., 2011).
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulated akan timbul gejala ileus yaitu
perut kembung, muntah, dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul letih berat
dan continue, daerah benjolan menjadi merah (Sjamsuhidajat, et al., 2010; Pluta, et
al., 2011.
6. Pathway
hway
Peningkatan tekanan intra abdomen
HERNIA
Keterbatasan gerak
MK :
7. Pemeriksaan Penunjang
Integritas
kulit
Menurut Dwi (2018) pemeriksaan penunjang pada hernia adalah :
a.Pemeriksaan darah lengkap MK: Gangguan
Menunjukan peningkatan sel darah putih, serum elektrolit dapatMobilitas Fisik
menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), dan ketidakseimbangan elektrolit.
b. Pemeriksaan koagulasi darah
Pemeriksaan koagulasi darah : mungkin memanjang, mempengaruhi
homeostastis intraoperasi atau post operasi. 8
MK : Resiko infeksi
c.Pemeriksaan urine
Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengidentifikasikan infeksi.
d.Elektrokardiografi (EKG)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan prioritas perhatian untuk
memberikan anestesi.
e.Sinar X abdomen
Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus.
8. Penatalaksanaan
Menurut Sjamsuhidajat, (2010) penatalaksanaan pada hernia yaitu :
a. Penatalaksanaan medis
1) Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang.
2) Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi,
kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
3) Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus
dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.
b. Penatalaksanaan Operasi
1) Fase Pre Operatif
Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan
intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre
operatif dan 9 menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan serta
pembedahan (Hipkabi, 2014). Asuhan keperawatan pre operatif pada
prakteknya akan dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan
keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari
(one day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar
operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin, 2010).
2) Fase Intra Operatif
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan
intensif (Hipkabi, 2014). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
mencakup pemasangan infus, pemberian medikasiintravena, melakukan
pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan
dan menjaga keselamatan pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan
dukungan psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat scrub,
atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2010).
1. PENGKAJIAN
DATA SUBJEKTIF
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Langkah-langkah
pengkajian meliputi :
1. Identitas Klien
Identitas Klien meliputi pengkajian nama, tanggal lahit, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, suku/bangsa, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, tanggal/rencana operas, no medrec, diagnose medis,
dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a Keluhan utama
Keluhan utama ysng biasanya dirasakan pada pasien post operasi
hernioraohy adalah nyeri akut, mual muntah (Nurarif & Kusuma,
2015). Keluhan Utama pada saat dikaji, didapatkan dari hasil
pengkajian saat itu juga dan mengunakan metode P (Provokativ atau
paliatif), Q (Quality), R (Region), S (Scale), T (Timing)
b Riwayat Kesehatan Masuk Rumah Sakit
Menurut Mutaqin & Sari (2013) pada pasien hernia inguinalis lateral
keluhan utama yang menyebabkan pasien diawa ke rumah sakit yang
didapatkan adalah benjolan pada lipat paha atau nyeri hebat pada
abdomen.
c Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita hernia, keluhan pada masa kecil, hernia dari organ
lain, dan penyakit lain yang memperberat hernia seperti diabetes
militus.
d Riwayat Kesehatan Keluarga
Secara patologi hernia tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialamioleh anggota keluarga
lainnya sebagai factor predisposisi
DATA OBJEKTIF
4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda seperti :
a) Kesadaran penderita : keadaan yang dialami klien apakah Apatis, Sopor,
koma, gelisah composmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus ruptur tendon yang paling banyak dialami adalah akut.
c) Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti : Tekanan Darah, Nadi, Suhu,
Respirasi.
2. Pemeriksaan persistem
a Sistem pernafasan Klien post operasi hernia inguinalis akan mengalami
penurunan atau peningkatan frekuensi pernafasan dangkal, sesuai
rentang yang dapat ditoleransi klien
b Sistem Kardiovaskuler Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai
respon terhadap stre dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai
respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring).
c Sistem Pencernaan Sebelum operasi terdapat benjolan dilipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau mengedan, dan
menghilang setelah berbaring, sesudah di operasi saat di inspeksi akan
tampak adanya luka operasi di abdomen bekas sayatan operasi dan juga
nyeri pada luka operasi.
d Sitem Perkemihan Awal post operasi klien klien akan mengalami
penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi karena adanya intake oral
selama periode awal post operasi.
e Sistem Muskuloskeletal Secara umum, klien dapat mengalami
kelemahan karena tirah baring post operasi dan kekakuan. Kekuatan
otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas.
f Sistem Integumen Akan tampak adanya luka operasi di abdomen
karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal).
5. Data Psikologis
Data Psikologis meliputi status emosi, kecemasan, pola koping, gaya
komunikasi dan konsep diri.
2. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan gerak
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
4. Defisit pengetahuan tentang hernia berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi Keperawatan
- Kolaborasi pemberian
analgetik (Santegesic)
Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan
Pengurus Pusat PPNI:Jakarta Selatan.