Anda di halaman 1dari 18

LAYANAN PEMBIAYAAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH


(Studi Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018)
Makalah ini disusun untuk Memenuhi tugas Studi Fatwa Ekonomi Syariah – HES7C

Dosen Pengampu
Dr. Hasanudin, M.Ag
Nisrina Mutiara Dewi, SE.Sy., M.H.
Disusun Oleh
KELOMPOK 4
Kemal Syah Ali Fiqri (11160490000023)
Tia Damaiyanti (11160490000050)
Ta’tina Billah (11160490000061)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbilalamin banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit


sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas
segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga
pemakalah dapat memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Fatwa Ekonomi Syariah
dengan makalah berjudul “LAYANAN PEMBIAYAAN BERBASIS TEKNOLOGI
INFORMASI BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH (Studi Fatwa DSN-MUI No.
117/DSN-MUI/II/2018).”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan kritik dan saran sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan.

Ciputat, 03 Oktober 2019

(Pemakalah)

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
C. Tujuan .................................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 4
A. Pengertian .............................................................................................................. 4
B. Dasar Hukum ......................................................................................................... 4
C. Kajian fatwa DSN-MUI No:117/DSN-MUI/II/2018 ............................................ 5
D. Implementasi ......................................................................................................... 7
E. Review Karya Tulis (Jurnal, Skripsi, Tesis, dan Disertasi) ................................... 9
1. Identitas (Nama, Judul, Tahun) .......................................................................... 9
2. Latar Belakang ................................................................................................... 9
3. Rumusan Masalah ............................................................................................ 10
4. Metodologi Penelitian ...................................................................................... 10
5. Temuan ............................................................................................................ 10
6. Analisis Karya Tulis ........................................................................................ 11
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 14
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini finansial adalah salah satu bidang yang mendukung kekuatan
perekonomian suatu negara. Sektor keuangan memegang peranan yang sangat
signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan
menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil via kumulasi kapital dan inovasi
teknologi. Baru-baru ini telah muncul inovasi terbaru dalam bidang keuangan
yang sering disebut financial technology (FinTech). Fintech telah membawa
warna baru dalam dunia finansial. Fintech berasal dari istilah financial technology
atau teknologi finansial. Menurut The National Digital Research Centre (NDRC),
fintech merupakan suatu inovasi pada sektor finansial. Beberapa dampak positif
pengembangan keuangan digital di Indonesia dengan cara penerapan Fintech
antara lain: kemudahan pelayanan finansial, melengkapi rantai transaksi
keuangan, meningkatkan taraf hidup, melawan lintah darat. Fintech juga
mumpuni menerbitkan sistem pinjaman uang dengan cara transparan. Masyarakat
bisa mengetahui berapa persen bunga yang harus dibayarkan, berapa cicilan per
bulannya dan berapa lama tenor pinjaman yang tersedia. Fintech sebagai inovasi
perkembangan keuangan digital sangat bermanfaat dan berdampak positif apabila
diterapkan di Indonesia.

Kreativitas dan inovasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK)


dewasa ini merambah ke berbagai bidang kehidupan manusia. Dari sisi bisnis
inovasi TIK merasuk ke berbagai bidang industri untuk efisiensi dan mengambil
ceruk pasar. Joseph Schumpeter (1934) berpendapat dengan teorinya creative
destruction bahwa nilai-nilai kewirausahaan akan memunculkan pasar baru
melalui metode baru. Jika pemikiran Schumpeter dibenturkan dengan instrumen
hukum maka tentunya hukum tidak mampu mengejar dinamika bisnis yang
berjalan sangat dinamis ini.

1
Financial Technology (FinTech) adalah salah satu bentuk penerapan
teknologi informasi di bidang keuangan. Alhasil, berbagai model keuangan baru
yang dimulai pertama kali pada tahun 2004 oleh Zopa, yaitu institusi keuangan di
Inggris yang menjalankan jasa peminjaman uang. Kemudian model keuangan
baru melalui perangkat lunak Bitcoin yang digagas oleh Satoshi Nakamoto pada
tahun 2008. Dalam perspektif sejarah, konsep inti dari pengembangan FinTech
sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari aplikasi konsep peer-to-peer (P2P) yang
digunakan oleh Napster pada tahun 1999 untuk music sharing.

Inovasi yang berkembang di sini adalah pengadaptasian prinsip jaringan


komputer yang diterapkan pada bidang keuangan. Meski pada mulanya konsep
finansial P2P ini diperuntukkan bagi para start-up (wirausaha baru) dalam
mencari investor untuk membiayai bisnisnya. Tetapi dalam perkembangannya
finansial P2P ini memiliki partisipan yang lebih luas tidak hanya para pemodal
untuk menginvestasikan uangnya kepada start-up baru. Dengan banyaknya
partisipan yang berkontribusi memasukkan uang maka kemudian
menjadi crowdfunding, sehingga pemanfaatan finansial P2P tidak terbatas bagi
para start-up saja seperti yang dilakukan oleh perusahaan Zopa di Inggris.

Dengan munculnya virus inovasi keuangan P2P yang berbasis jaringan


Internet maka tentunya penyebarannya menjadi sangat cepat secara global hingga
pada akhirnya muncul juga berbagai jasa crowdfunding di Indonesia dan
sebagainya. Masalah hukum yang muncul dari produk inovasi FinTech ini adalah
tentang legalitas penyelenggaraan crowdfunding?, kemudian, apakah bisnis
model FinTech ini dapat terbebas dari uang haram (money loundering)? Isu-isu
hukum inilah yang hingga saat ini masih berada di wilayah abu-abu menurut
hukum positif di Indonesia.

Saat ini, FinTech lebih banyak di kenal di kalangan wirausaha ketimbang


masyarakat pada umumnya. Tetapi yang perlu diperhitungkan adalah ledakan dari
pemanfaatan FinTech yang perlu segera diantisipasi melalui instrumen hukum.
Pendapat ini didasarkan pada pengalaman fenomena perusahaan Go-Jek yang
pertama kali didirikan pada tahun 2010 yang kemudian booming pada 4-5 tahun
setelah didirikan. Yang perlu diperhatikan dari booming-nya Go-Jek karena

2
keberadaannya mengancam bisnis transportasi konvensional. Jika fenomena
FinTech disejajarkan dengan fenomena Go-Jek, maka tidak menutup
kemungkinan dalam 2-3 tahun ke depan keberadaan FinTech akan mengancam
institusi keuangan nasional.

Mungkin, saat ini sebagian kalangan ada yang mengatakan bahwa bisnis
model FinTech menyebutnya dengan sebutan lintah darat online. Tetapi yang
perlu diperhitungkan adalah jika FinTech dikelola oleh orang profesional seperti
Jibun Bank Jepang, yaitu Bank yang benar-benar beroperasi
secara online. Fenomena Jibun Bank patut diwaspadai mengingat pada tahun
2015 dianugerahkan sebagai Bank terbaik oleh Asian Bankir dengan total 1.9 juta
nasabah aktif. Pengaturan tentang FinTech di Indonesia saat ini berada pada OJK
selaku pengawas jasa keuangan. Kabarnya, OJK tengah mempersiapkan regulasi
terkait FinTech yang akan diterbitkan pada tahun 2016 ini. Semoga regulasi yang
dikeluarkan OJK mampu menjaga keseimbangan antara akses masyarakat pada
sektor keuangan melalui inovasi TIK di bidang finansial dengan persaingan usaha
penyelenggara jasa keuangan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembiayaan berbasis teknologi informasi berbasis
syariah?
2. Apa saja ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam fatwa DSN MUI No. 117
Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan
Prinsip Syariah?
3. Bagaimana Implementasi dari Fatwa DSN MUI No. 117 Tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui pembiayaan berbasis teknologi informasi berbasis syariah.
2. Agar mengetahui ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam fatwa DSN MUI
No. 117 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah.
3. Agar mengetahui Implementasi dari Fatwa DSN MUI No. 117 Tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip
Syariah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara umum Fintech atau financial technology menunjuk pada penggunaan
teknologi untuk memberikan solusi-solusi keuangan. Secara spesifik fintech
didefinisikan sebagai aplikasi teknologi digital untuk masalah-masalah
intermediasi keuangan. Dalam pengertian yang luas fintech ialah industri yang
terdiri dari perusahaan-perusahaan yang menggunakan teknologi agar sistem
keuangan dan penyampaian layanan keuangan lebih efisien.1
Adapun fintech yang berbasis syariah adalah kombinasi, inovasi yang ada
dalam bidang keuangan dan teknologi yang memudahkan proses transaksi dan
investasi berdasarkan nilai-nilai syariah.2 Menurut Fatwa DSN-MUI
No:117/DSN-MUI/II/2018 Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan
berdasarkan prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi
pembiayaan (investor) dengan penerima pembiayaan (peminjam) dalam rangka
melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan
jaringan internet.
Sesuai dengan pengertian tersebut pihak yang menjadi subjek hukum adalah
pemberi pembiayaan, penyelenggara layanan serta penerima pembiayaan.
Kegiatan usaha dalam rangka penyaluran pembiayaan dilakukan berdasarkan
prinsip-prinsip dan ketentuan syariah serta dalam penyelenggaraannya dilakukan
pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

B. Dasar Hukum

1
Apriyani, “Penerapan Layanan Pembiayaan Teknologi Informasi Berbasis Syariah berdasarkan fatwa
DSN-MUI No.117/DSN-MUI/II/2018 (Studi PT. Investree Radhika Jaya).” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 25
2
Dodi Yarli, Analisis akad tijarah pada transaksi fintech syariah dengan pendekatan maqashid, (Bogor:
Jurnal Yudisia, Vol.9 No. 2, 2018), h.246

4
Dalam menjalani kegiatan usahanya fintech syariah harus menaati peraturan
dari OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi. Fintech syariah juga harus taat pada fatwa DSN-
MUI No:117/DSN-MUI/II/2018 tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi
informasi berdasarkan prinsip syariah.

C. Kajian fatwa DSN-MUI No:117/DSN-MUI/II/2018


Fatwa ini dianggap perlu untuk dijadikan pedoman dan ditetapkan dengan
berdasarkan pertimbangan dari Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI). Pertimbangan tersebut ialah :
1. bahwa layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi untuk pelaku usaha
skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam upaya memperoleh akses
pendanaan secara cepat, mudah, dan efisien saat ini semakin berkembang di
Indonesia
2. bahwa masyarakat Indonesia memerlukan penjelasan mengenai ketentuan dan
batasan hukum terkait layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah;

Dalam fatwa menjelaskan tentang syarat dan ketentuan hukum tentang


pembiayaan melalui fintech. Ketentuan hukum yang ditentukan dalam fatwa yaitu
:
1. Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi dibolehkan dengan syarat
sesuai dengan prinsip syariah.
2. Pelaksanaan layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan
prinsip syariah wajib mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Fatwa ini.

Ketentuan terkait Pedoman umum Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi


Informasi Dalam layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan
prinsip syariah, yaitu para pihak wajib mematuhi pedoman umum sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Layanan Pembiayaan berbasis teknologi informasi tidak


boleh bertentangan dengan prinsip Syariah, yaitu antara lain terhindar dari
riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram;

5
2. Akad Baku yang dibuat Penyelenggara wajib memenuhi prinsip
keseimbangan, keadilan, dan kewajaran sesuai syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Akad yang digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan Layanan
Pembiayaan berbasis teknologi informasi dapat berupa akad-akad yang selaras
dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain akad al-bai', ijarah,
mudharabah, musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh;
4. Penggunaan tandatangan elektronik dalam sertifikat elektronik yang
dilaksanakan oleh Penyelenggara wajib dilaksanakan dengan syarat terjamin
validitas dan autentikasinya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku;
5. Penyelenggara boleh mengenakan biaya (ujrah/rusun) berdasarkan prinsip
ijarah `atas penyediaan sistem dan sarana prasarana Layanan Pembiyaan
Berbasis Teknologi Informasi,' dan
6. Jika informasi pembiayaan atau jasa yang ditawarkan melalui media
elektronik atau diungkapkan dalam dokumen elektronik berbeda dengan
kenyataannya, maka pihak yang dirugikan memiliki hak untuk tidak
melanjutkan transaksi.

Model Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Model layanan


pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah yang dapat
dilakukan oleh Penyelenggara antara lain:

1. Pembiayaan anjak piutang (factoring); yaitu pembiayaan dalam bentuk jasa


pengurusan penagihan piutang berdasarkan bukti tagihan (invoice), baik
disertai atau tanpa disertai talangan (qardh) yang diberikan kepada pelaku
usaha yang memiliki tagihan kepada pihak ketiga (payor).
2. Pembiayaan Pengadaan Barang pesanan Pihak Ketiga (Purchase Order); yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang telah memperoleh
pesanan atau surat perintah kerja pengadaan barang dari pihak ketiga.
3. Pembiayaan Pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan secara
online (online seller); yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha
yang melakukan transaksi jual beli online pada penyedia layanan perdagangan

6
berbasis teknologi informasi (platform e-commerce/market place) yang telah
menjalin kerja sama dengan Penyelenggara;
4. Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan secara
online dengan pembayaran melalui penyelenggara payment gateway, yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha (seller) yang aktif berjualan
secara online melalui saluran distribusi (channel distribution) yang
dikelolanya sendiri dan pembayarannya dilakukan melalui penyedia jasa
otorisasi pembayaran secara online (Payment gateway) yang bekerjasama
dengan pihak Penyelenggara.
5. Pembiayaan untuk Pegawai (Employee), yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada pegawai yang membutuhkan pembiayaan konsumtif dengan skema
kerja sama potong gaji melalui institusi pemberi kerja.
6. Pembiayaan berbasis komunitas (community based), yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada anggota komunitas yang membutuhkan pembiayaan, dengan
skema pembayarannya dikoordinasikan melalui koordinator/pengurus
komunitas.

D. Implementasi
Penyelenggaraan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi
yang mempergunakan akad syariah memberikan beberapa pilihan kepada para
pengguna layanan baik itu peminjam maupun pihak yang memberikan pinjaman.
Peminjam maupun pemberi pinjaman diberikan skema sesuai kebutuhan mereka
namun tetap sesuai koridor syariah. Penerapan skema syariah yang dilakukan
penyelenggara wajib memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh regulator
agar memberikan pelayanan yang maksimal serta perlindungan dan kepastian bagi
pengguna layanan. Skema Akad yang di terapkan oleh penyelenggara layanan
berbeda-beda tergantung dengan skema dan kebutuhan penerima pinjaman.
Beberapa akad yang di terapkan oleh penyelenggara layanan antara lain akad
Wakalah bil Ujrah dan akad Musyarakah.3

3
Achmad Basori Alwi, Pembiayaan berbasis teknologi informasi (fintech) yang berdasarkan syariah,
(Surabaya: Jurnal Al-Qanun, Vo. 21, No. 2, 2018), h. 265

7
Mekanisme pinjam meminjam atau pembiayaan yang berdasar akad syariah
dilakukan dengan sebagai berikut:4
1. Penerima pinjaman mengajukan pinjaman melalui website penyelenggara
layanan.
2. Penerima pinjaman mengirimkan berkas identitas.
3. Penerima pinjaman mengirimkan dokumen terkait kebutuhan pembiayaan
seperti dokumen legalitas usaha, tagihan (invoice) atas piutang usaha dan
dokumen penunjang lainnya. Untuk menjaga prinsip Pembiayaan Syariah agar
tetap pada koridornya, maka tidak semua invoice dapat diterima untuk pinjam
meminjam atau pembiayaan Syariah. Invoice yang berasal dari industri rokok,
minuman keras, obat terlarang, babi, perjudian, prostitusi, hotel yang belum
syariah, dan kegiatan yang mengandung spekulasi bukan merupakan pasar
sasaran penyelenggara layanan berbasis Syariah.
4. Dokumen ini diperlukan oleh Penyelenggara layanan karena salah satu tujuan
dari layanan ini adalah untuk mendukung pendanaan bagi usaha kecil
(UMKM) sehingga mayoritas penyelenggara layanan meminta dokumen
terkait dengan usaha penerima pinjaman. Namun untuk penerima pinjaman
yang bersifat perorangan yang tidak memiliki usaha dokumen yang diberikan
hanya terkait dengan sumber pengembalian biasanya berbentuk Slip gaji dan
foto kopi rekening tabungan.
5. Pihak Penyelenggara melakukan skoring atau analisa terkait kelayakan
pemberian pinjaman kepada calon penerima pinjaman sesuai dengan jangka
waktu dan bunga pinjaman serta kemampuan pengembalian pembayaran oleh
peminjam.
6. Setelah mengeluarkan skoring dan masuk kategori layak diberikan pinjaman,
penyelenggara memberikan informasi kepada pemberi pinjaman bahwa
terdapat pihak yang mengajukan pinjaman yang layak di berikan pinjaman
serta siap melakukan akad pinjam meminjam.
7. Akad pembiayaan atau pinjam meminjam dilakukan antara penerima
pinjaman dan pemberi pinjaman dengan skema Al Qardh. Pemberi pinjaman

4
Achmad Basori Alwi, Pembiayaan berbasis teknologi informasi (fintech) yang berdasarkan syariah,
(Surabaya: Jurnal Al-Qanun, Vo. 21, No. 2, 2018), h. 260

8
memberikan pinjaman atau talangan atas invoice yang diberikan, dilanjutkan
dengan akad Wakalah bil ujrah, Pemberi pinjaman mewakilkan kepada
penyelenggara layanan untuk membantu melakukan pengurusan atas invoice
yang diberikan oleh peminjam. Akad Al Qardh maupun wakalah bi al-ujrah
dilakukan secara online melalui website penyelenggara layanan. Dapat pula
mempergunakan akad Musyarakah untuk segmentasi tertentu. Semua
kegiatan akad yang dilakukan antara pemberi pinjaman dan peminjam tunduk
dan mengikuti ketentuan dalam UU ITE dan hukum perikatan pada umumnya.
8. Penerima pinjaman memberikan jaminan berupa invoice (tagihan) serta giro
mundur sesuai tanggal jatuh tempo pinjaman. Untuk pinjaman perorangan
pemberi pinjaman dapat meminta jaminan lain sesuai kesepakatan para pihak.
9. Pinjaman dicairkan melalui rekening Virtual penerima pinjaman pada Bank
yang sudah ditunjuk dan bekerja sama dengan penyelenggara layanan.

E. Review Karya Tulis (Jurnal, Skripsi, Tesis, dan Disertasi)


1. Identitas (Nama, Judul, Tahun)
Skripsi: “PENERAPAN LAYANAN PEMBIAYAAN TEKNOLOGI
INFORMASI BERBASIS SYARIAH BERDASARKAN FATWA DSN-
MUI NO.117/DSN-MUI/II/2018 (STUDI PT. INVESTREE RADHIKA
JAYA).” Karya Apriyani, tahun 1440 H/2018 M.

2. Latar Belakang
Finansial technology pada pembiayaan peer to peer (P2P) lending kini ada
juga yang menerapkan prinsip syariah dalam pelaksanaannya. Dalam hal ini,
PT. Investree Radhika Jaya telah menerapkan prinsip syariah pada jenis
pembiayaan terseut. Terkait pembiayaan peer to peer (P2P) lending berbasis
syariah maka ketentuannya mengacu pada Fatwa DSN tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Oleh
karena itu, studi ini bertujuan untuk mengetahui kegiatan layanan fintech
syariah peer to peer lending yang dilaksanakan apakah sudah sesuai dengan
prinsip syariah atau belum dengan menggunakan tolak ukur fatwa DSN No.

9
117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan layanan pembiayaan fintech syariah peer to
peer lending di Indonesia
2. Bagaiaman konsep dari kegiatan usaha layanan pembiayaan fintech
syariah peer to peer lending pada PT. Investree?
3. Apakah kegiatan layanan pembiayaan fintech syariah peer to peer lending
pada PT. Investree sudah sesuai dengan Fatwa DSN No. 117/DSN-
MUI/II/2018?
4. Apa saja kendala dalam melakukan kegiatan layanan pembiayaan fintech
syariah peer to peer lending?
5. Bagaimana hubungan hukum antara para pihak dalam kegiatan layanan
pembiayaan fintech syariah peer to peer lending pada PT. Investree
berdasarkan perspektif syariah dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 77/POJK.01/2016?
6. Bagaimana implementasi bisnis layanan pembiayaan fintech syariah peer
to peer lending ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif?

4. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan
pendekatan normatif-empiris dilakukan berdasarkan studi pustaka dengan
melihat peraturan tertulis dengan cara menelaah teori konsep serta prinsip
syariah yang berhubungan dengan penelitian ini, selain itu melakukan studi
lapangan untuk melihat implementasi yang dijalankan saat ini.

5. Temuan
1. Analisis Kesesuaian Subyek Hukum dalam Kegiatan Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
2. Analisis Kesesuaian Pedoman Umum Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi

10
3. Analisis Kesesuaian Modal Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi
4. Analisis Kesesuaian Mekanisme dan Akad pada Layanan Pembiayaan
Berbasis Teknologi Informasi.

6. Analisis Karya Tulis


1. Kesesuaian Subyek Hukum
PT. Investree dengan fatwa terdapat kesesuaian terkait subjek hukum.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa subjek hukum merupakan orang atau
badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Investree sebagai
Penyelenggara layanan pembiayaan serta Pemberi Pembiayaan (lender)
maupun Penerima Pembiayaan (borrower) yang terlibat dalam melakukan
kegiatan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan
prinsip syariah. Pemberi Pembiayaan (lender) maupun Penerima
Pembiayaan (borrower) bisa perorangan dan badan hukum/perusahaan.
2. Kesesuaian Pedoman Umum Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi
Dalam pedoman umum mengenai layanan pembiayaan berbasis
teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah antara pelaksanaan yang
dilakukan oleh Investree dengan fatwa sudah sesuai. Hal tersebut dapat
dilihat dari adanya pembatasan pengajuan pembiayaan syariah.
Pembatasan pengajuan pembiayaan tersebut untuk menjaga prinsip
pembiayaan syariah agar tetap pada koridornya, maka yang mengajukan
pembiayaan untuk membiayai penjualan jasa dan atau produk rokok,
minuman keras, obat terlarang, babi, perjudian, prostitusi, hotel yang
belum syariah dan kegiatan yang mengandung spekulasi tidak akan
diterima untuk pengajuan Sharia Online Seller Financing di Investree.
Selain itu dalam melakukan perjanjian antara para pihak dilakukan
secara elektronik dan juga menggunakan tanda tangan elektronik. Akad
yang digunakan dalam layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah pada PT. Investree yaitu akad murabahah,
qardh dan wakalah bi al-ujrah antara para pihak yang terlibat. Selain itu,

11
terkait mengenai kebijakan privasi maupun kebijakan lainnya dalam suatu
perjanjian telah dipaparkan pada situs resmi PT. Investree. Adanya
pemaparan tersebut, untuk membuat para calon penerima pembiayaan
maupun calon pemberi pembiayaan memahami ketentuan yang ada, baik
mengenai privasi, ketentuan serta kerugian yang didapat dan ketentuan
lainnya terkait pelaksanaan pembiayaan syariah tersebut.
3. Kesesuaian Model Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Produk layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan
prinsip syariah yang terdapat dua produk yang sama dengan fatwa yaitu
pembiayaan anjak piutang (factoring) dan pembiayaan pengadaan barang
untuk pelaku usaha yang berjualan secara online (online seller). Akan
tetapi, nama produk di Investree berbeda dengan yang ada di fatwa yaitu
invoice financing (pembiayaan tagihan) dan online seller financing
syariah (pembiayaan modal kerja). Walaupun memiliki perbedaan dalam
nama layanan pembiayaan namun, maksud dan tujuan dari produk layanan
yang terdapat di fatwa dengan Investree sama.
4. Kesesuaian Mekanisme dan Akad pada Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi
Mengenai mekanisme dan akad pada Investree dengan fatwa tentang
pelaksanaan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah secara substansi sudah sesuai. Akan tetapi,
hanya istilah di platform ada yang belum sesuai serta dalam penjelasan
mekanisme yang ada tidak menjelaskan secara terperinci mengenai akad
yang digunakan pada awal pelaksanaan pembiayaan. Hanya disebutkan
saja bahwa pembayaran kembali menggunakan akad yang ditentukan
dengan membayar pokok pembiayaan + margin/keuntungan. Mekanisme
dan akad yang ada pada produk pembiayaan tagihan atau invoice financing
syariah menggunakan akad wakalah bi al-ujrah antara Investree
(penyelenggara) dengan investor (pemberi pembiayaan), sedangkan akad
qardh muncul pada saat supllier (penerima pembiayaan) menunjukkan
invoice (bukti tagihan) pada Investree (penyelenggara).

12
Mekanisme dan akad yang ada pada produk pembiayaan modal kerja
atau online seller financing syariah menggunakan akad wakalah bi al-
ujrah antara Investree (penyelenggara) dengan pemberi pembiayaan,
sedangkan antara Investree (penyelenggara) dengan seller (penerima
pembiayaan) timbul akad murabahah yang termasuk dalam akad jual beli
barang ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Financial Technology (FinTech) adalah salah satu bentuk penerapan
teknologi informasi di bidang keuangan. Penggunaan teknologi dalam sistem
keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis
baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan,
dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.
Sedangkan Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan
Prinsip Syariah adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan
prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan Pemberi Pembiayaan
dengan Penerima Pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui
sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

14
DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, Penerapan Layanan Pembiayaan Teknologi Informasi Berbasis Syariah


berdasarkan fatwa DSN-MUI No.117/DSN-MUI/II/2018 (2018), Studi PT.
Investree Radhika Jaya, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Dodi Yarli, Analisis akad tijarah pada transaksi fintech syariah dengan pendekatan
maqashid (2018), Bogor: Jurnal Yudisia, Vol.9 No. 2.
Achmad Basori Alwi, Pembiayaan berbasis teknologi informasi (fintech) yang
berdasarkan syariah (2018), Surabaya: Jurnal Al-Qanun, Vo. 21, No. 2.
Achmad Basori Alwi, Pembiayaan berbasis teknologi informasi (fintech) yang
berdasarkan syariah (2018), Surabaya: Jurnal Al-Qanun, Vo. 21, No. 2.

15

Anda mungkin juga menyukai