Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KELOMPOK

PENGANTAR FILSAFAT PENDIDIKAN


ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN: “REKONSTRUKSIONALISME, ESENSIALISME,
PROGRESSIVISME DAN PERENIALISME”

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan
Dosen : Alvian Agung Nurhaqy, M.Pd

DISUSUN OLEH :
Johanna Yusra (20010082)
Nopita Sari (20010113)
Ziyan Nurul Madani (20010067)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jl. Terusan Jend. Sudirman, Baros, Kec. Cimahi Tengah, Kota Cimahi, Jawa Barat

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah Pengantar
Pendidikan “Aliran Filsafat Pendidikan: Rekonstruksionalisme, Esensialisme,
Progressivisme dan Perenialisme” ini untuk melengkapi tugas dalam pembelajaran mata
kuliah Pengantar Pendidikan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dalam penyelesaian
makalah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang mencurahkan rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga penulis


dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
2. Bapak Dosen Alvian Agung Nurhaqy, M.Pd yang telah memberi tugas
dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini.
3. Rekan-rekan kelas B3 - BK.
4. Semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menulis makalah ini dengan harapan dapat
memberi manfaat bagi pembaca.

Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis untuk memperbaiki
makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan berharap semoga Allah
memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan,
serta menjadikan ini sebagai ibadah. Amin yaa Rabb.

Cimahi, 26 September 2020

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

JUDUL................................................................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................................................. 1
Rumusan Masalah............................................................................................................ 1
Tujuan dan Manfaat Penulisan......................................................................................... 1

BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................. 3
Progresivisme Dan Perenialisme..................................................................................... 3
Rekonstruksionalisme.................................................................................................... 17
Esensialisme................................................................................................................... 18

BAB 3 PENUTUP......................................................................................................... 19
Kesimpulan.................................................................................................................... 19
Saran.............................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu hingga sekarang terus
berkembang. Hasil-hasil pemikiran tersebut disebut aliran atau gerakan baru
dalam pendidikan. Dalam perkembangannya, pendidikan menggunakan paham
atau aliran guna mencapai tujuan pendidikan pada masanya. Namun periodesasi
perkembangan pendidikan juga tak lepas dari paham-paham filsafat
pendidikan yang mempengaruhi metode, konsep, dan objek pendidikan.
Hal ini menyebabkan adanya dampak positif dan negatif dari aksanaan
pendidikan tersebut.

1.1 Rumusan Masalah


Untuk mengkaji dan mengulas lebih dalam tentang aliran-aliran
pendidikan, maka diperlukan subpokok masalah yang saling berhubungan,
sehingga penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
a) Pengertian aliran-aliran filsafat pendidikan: Rekonstruksionalisme,
Esensialisme, Progressivisme, dan Perenialisme.
b) Tokoh-tokoh aliran-aliran filsafat pendidikan: Rekonstruksionalisme,
Esensialisme, Progressivisme dan Perenialisme.
c) Pandangan aliran-aliran filsafat pendidikan tersebut mengenai
pendidikan, kurikulum, dan metode pendidikan.

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan:
1. Mengetahui pengertian aliran-aliran filsafat pendidikan:
Rekonstruksionalisme, Esensialisme, Progressivisme dan Perenialisme.
2. Mengetahui tokoh-tokoh aliran-aliran filsafat pendidikan:
Rekonstruksionalisme, Esensialisme, Progressivisme dan Perenialisme.
3. Mengetahui pandangan-pandangan aliran-aliran filsafat pendidikan
tersebut mengenai pendidikan, kurikulum, dan metode pendidikan.

1
Manfaat penulisan makalah ini sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis dan
pembaca tentang aliran-aliran filsafat pendidikan, yaitu rekonstruksionalisme,
esensialisme, progressivisme , dan perenialisme. Selain itu, kajian tentang
aliran filsafat pendidikan memberikan pengetahuan dan wawasan historis pada
tenaga kependidikan agar dapat memberikan kontribusi terhadap dinamika
pendidikan itu. Tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadai
dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
 Filsafat pendidikan progresivisme
Progresivisme merupakan aliran filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar
abad ke-20. Jhon S Brubacher, mengatakan bahwa filsafat progresivisme
bermuara pada aliran pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James
(1842-1910) dan Jhon Dewey (1959-1952), yang menitik beratkan segi “manfaat
bagi hidup praktis.”
Filsafat progresivisme menuntut pada pengikutnya untuk selalu progress
(maju) bertindak secara konsttruktif, inovatif dan reformatif, aktif dan dinamis.
Sebab sudah menjadi naluri manusia selalu menginginkan perubahan-perubahan.
Untuk mendapatkan perubahan itu manusia harus memiliki pandangan hidup
dimana pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat, fleksibilitas (tidak kaku,
tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), Curious (ingin
mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded (punya hati tebuka).
 Filsafat pendidikan perenialisme
Istilah perenialisme berasal dari bahasa latin, yaitu dari akar kata perenis atau
perenial (bahasa Inggris) yang berarti tumbuh terus melalui waktu, hidup terus
dari waktu ke waktu atau abadi. Maka pandangan perenialisme selalu
mempercayai mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi
dalam kehidupan ini. Atas dasar itu perenialis memandang pola perkembangan
kebudayaan sepanjang zaman adalah sebagai pengulangan dari apa yang ada
sebelumnya sehingga perenialisme sering disebut sebagai dengan istilah
“tradisionalisme”.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi terhadap pendidikan
progresif dan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai proses
kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Perenialisme menentang
pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur, dengan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno, dan abad pertengahan.

3
Kaum perenialis melawan kegagalan-kegagalan dan tragedi-tragedi dalam
abad modern ini dengan mundur kembali kepada kepercayaan-kepercayaan yang
aksiomatis, yang telah teruji tangguh, baik mengenai hakikat realitas,
pengetahuan, maupun nilai, yang telah memberi dasar fundamental bagi abad-
abad sebelumnya.
Perenialisme mempunyai kesamaan dengan esensialisme dalam hal
menentang progresivisme, tetapi perenialisme juga memiliki perbedaan dengan
esensialisme antara lain dalam hal prinsip perenialisme yang religius
(tyheologis), yang berorientasi pada agama. Dikatakan demikian, sebab sekalipun
ada perenialist yang sekuler, namun mereka merupakan minoritas dalam
Perenialisme.

B. Latar belakang lahirnya filsafat pendidikan progresivisme dan perenialisme


1) Filsafat pendidikan progresivisme
Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan yang didirikan pada
tahun 1918. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di
Amerika Serikat. Banyak guru yang ragu-ragu pada gerakan ini, karen aguru
telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadapfilsafat
lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Perubahan
masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi,
sedangkan kaum progresif mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar
lebih cepat mencapai tujuan.
Gerakan progresif terkenal luas karena reaksinya terhadap formalime dan
sekolah tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar
pasif, dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih
lanjut gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya kepada guru-guru : “Kami
mengharapkan perubahan serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia
pertama”. Banyak guru yang mendukungnya sebab gerakan pendidikan
progresivisme merupakan semacam kendaraan muthakir, untuk digelarkan.
2) Filsafat pendidikan perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad
kedua puluh. Perenialisme lahir menjadi suatu reaksi terhadap pendidikan

4
progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan sesuatu yang baru.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh dengan kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral,
intelektual dan sosiokultural. Oleh karena itu, perlu ada usaha untuk
mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali
nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang
kukuh, kuat, dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini antara lain adalah
Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.
Di Amerika, misalnya, penekanan pendidikan pada subjek didik, paham
kekinian, dan penyesuaian hidup telah membuat manusia terkendalikan oleh hal-
hal yang bersifat pragmatis dan temporal. Hidup kemudian bergerak menjadi
patahan-patahan kesadaran yang berlangsung dengan begitu pendek dan singkat.
Menurut para perenialis, progresivisme telah membawa manusia pada pola
kehidupan dangkal dan bersifat remeh. Manusia semakin jauh dari penghayatan-
penghayatan nilai hidup yang subtil dan mendalam.
Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler yang menggulirkan kampanye
mereka dari Universitas Chicago, tempat Hutchins menjabat sebagai rektor pada
1929 di usia ketiga puluh tahun. Pada waktu itu, keduanya adalah dosen muda
yang aktif dan juga penulis produktif yang berjuang membuat opini publik agar
sejalan dengan perenialisme selama lebih dari empat puluh tahun.
Hutchins dan Adler telah memberikan pengaruh yang besar bagi kalangan
perenialis ketika mereka bekerja mengedit karangan yang dikenal sebagai Great
Books of Western World. Kumpulan karangan itu memuat seratus tulisan tentang
dunia Barat yang berisi ide-ide pemikiran terbaik. Pemikiran pendidikan ini
secara murni diimplementasikan di perguruan tinggi St. John di Annapolis,
Marland, ketika Presiden Stringfellow Barr menjadikan karya besar tersebut
sebagai referensi utama tingkat sarjana.
Perenialisme pada dasarnya berakar pada pemikiran neoskolastik. Oleh
karena itu, ia cenderung bersifat aristotelian. Meski di Amerika, perenialisme
umumnya dikembangkan dalam pendidikan sekuler, bersamaan ketika pemikiran
Thomas Aquino tereksplorasi secara berlimpah ke dalam berbagai sekolah dan
perguruan tinggi. John Maritain termasuk di dalamnya yang kemudian

5
mengembangkan perenialisme dalam konteks khusus pengembangan pendidikan
yang bersifat gerejawi.
C. Tokoh-tokoh filsafat pendidikan progresivisme dan perenialisme
1) Filsafat pendidikan progresivisme
1. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus 1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari
eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan
hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari
sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.
Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi
teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
2. John Dewey (1859 – 1952)
John Dewey dalam mengemukakan teorinya berangkat dari filsafat
pragmatisme yang diukur dengan setandar rasional. Teori Dewey
tentang sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan pada
anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka
muncullah “Child Centered Curiculum”, dan “Child Centered School”.
Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan
yang belum jelas.
3. Hans Vaihinger (1852 – 1933)
Hans Vaihinger, menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis.
Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya
ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma)
untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu
sebenarnya buatan semata-mata. Jika pengertian itu berguna. untuk
menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa
kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
2) Filsafat pendidikan perenialisme
1) Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan
ketidakpastian, yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral
merupakan sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu
tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran,

6
tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas
yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu tidak
ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki.
Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan.
Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang
semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan
dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan
bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan
rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
Kebenaran itu ada, yaitu kebenaran yang bulat dan utuh. Manusia dapat
memperoleh kebenaran tersebut dengan jalan berpikir, bukan dengan
pengamatan indera, karena dengan berpikir itulah manusia dapat mengetahui
hakikat kebenaran dan pengetahuan. Dengan indera, manusia hanya sampai pada
memperkirakan. Manusia hendaknya memikirkan, menyelidiki dan mempelajari
dirinya sendiri dan keseluruhan alam semesta.
Esensi realitas, pengetahuan dan nilai merupakan manifestasi dari hukum
universal yang abadi dan sempurna, ide mutlak yang supernatural. Ketertiban
sosial hanya akan mungkin apabila ide tersebut dijadikan standar atau dijadikan
asas normative dalam segala aspek kehidupan. Tujuan utama pendidikan adalah
membina pemimpin yang sadar akan asas normative tersebut dan
melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
Masyarakat yang ideal masyarakat adil sejahtera. Masyarakat ini lahir
apabila setiap warga negara melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan
tingkat kedudukan dan kemampuan pribadinya. Manusia yang terbaik adalah
manusia yang hidup atas dasar prinsip “Idea mutlak”. Ide mutlak inilah yang
membimbing manusia untuk menemukan kriteria moral, politik dan sosial serta
keadilan. Ide mutla adalah suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas
semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental. Ide mutlak adalah
pencipta alam semesta, yaitu Tuhan.
2) Aritoteles
Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia
mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut
filsafat realism (realism klasik). Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan
gurunya, Plato, yang menekankan berfikir rasional spekulatif. Arithoteles
7
mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia mengajarkan cara berfikir
atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia sehari-
hari.
Arithoteles hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia dinyatakan
sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles merupakan dasar
berfikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya
terhadap inkuiry menyebabkan ia mendapat sebutan sebagai Bapak Sains
Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan dan kebajikan, bukanlah
pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan merupakan sikap
kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Arithoteles manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus.
Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam
kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan
menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal,
manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional memiliki kesadaran
intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga akan menuju pada
derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3) Thomas Aquina
Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang muncul
pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan
filsafat Aritoteles, sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis
adalah filsafat neoplatonisme dari Plotinus yang dikembangkan oleh St.
Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat pertentangan antara filsafat
(khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen). Keduanya dapat
berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus
menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Menurut Bertens (1979) pandangan tentang realitas, ia mengemukakan,
bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptekan oleh Tuhan, dan
tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam
menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir
dari sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam
ajaran mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal
dalam pemikiran tentang realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari
semacam bahan dasar, dan 2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.
8
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi,
menjadi pengetahuan. Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu,
manusia dapat memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman dan
rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat idealism, realism, dan
ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme. Kadang-kadang
orang tidak membedakan antara perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme
adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.

9
D. Pendidikan menurut filsafat pendidikan progresivisme dan perenialisme

10
1) Filsafat pendidikan progresivisme
Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus berpusat
pada anak (child-centered) bukannya memfokuskan pada guru atau bidang
muatan.
 Teori dasar
Proses belajar terpusat kepada anak, namun hal ini tidak
berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua
keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan yang
memadai. Anak memang banyak berbuat dalam menentukan proses
belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa membutuhkan
bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya.
Pengalaman anak adalah rekonstruksi yang terus-menerus dari
keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk
mendapatkan isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi
pertumbuhan siswa tidak denga menjejalkan informasi ke dalam
kepala anak, melainkan dengan pengawasan lingkungan dimana
pendidikan berlangsung.
Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih
masalah-masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data
yang relevan, menafsirkan dan menilai akurasi data, serta
merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa,
terutama pada saat apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam
suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru
dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisipliner, kreatif dan
cerdas.
Pengetahuan menurut pandangan progresif merupakan alat
untuk mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara
terus menerus, dimana perubahan hidup merupakan tantangan di
hadapan manusia. Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan
harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kita harus
mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran
pengetahuan abstrak harus diartikan ke dalam pengalaman pendidikan
yang aktif.

11
1. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah memberikan ketrampilan dan alat-
alat yang bermanfaatn untuk berinteraksi dengan lingkungan yang
berada dalam proses perubahan secara terus menerus. Yang dimaksud
dengan alat-alat adalah ketrampilan pemecahan masalah (problem
solving) yang dapat digunakan oleh individu untuk menentukan,
menganalisa dan memecahkan maslah. Proses belajar terpusatkan
pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Dimana kebudayaan
sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam mesyarakat.
2. Kurikulum
Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik
pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering
dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam pengalaman-
pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah serta dalam
kegiatan proyek. Pemecahan masalah akan melibatkan kemampuan
berkomunikasi, proses matematis dan penelitian ilmiah. Oleh karena
itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan interdisipliner.
Buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber
pengetahuan. Metode yang dipergunakan adalah metode ilmiah dalam
inkuiri dan metode problem solving.
3. Prinsip pendidikan
Secara umum menurut Kneller (1971) terdapat beberapa
prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme:
 Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
 Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat
individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar.
 Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap
pemberian subject matter.
 Peranan guru tidak langsung melainkan memberi petunjuk kepada siswa.
 Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan
persaingan.
 Kehidupan yang demokratsi merupakan kondisi yang diperlukan bagi
pertumbuhan.

12
4. Metode pendidikan
Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran
progresivisme diantaranya adalah :
 Metode pendidikan aktif.
 Metode memonitor kegiatan belajar.
 Metode Penelitian ilmiah.
 Pemerintahan pelajar.
 Kerjasama sekolah dengan keluarga.
 Sekolah sebagai laboratorium pembaharuan pendidikan.

5. Potret guru progresif


Guru sebanyak mungkin membawa pengetahuan buku teks
pada kehidupan dengan memberi siswa pengalaman yang tepat seperti
simulasi, kunjungan lapangan, proyek kecil, bermain peran, eksplorasi
internet dan sebagainya. Fungsi pokok seorang guru adalah
mempersiapkan para siswanya untuk masa depan yang tidak dikenal.
Ia merasa bahwa belajar memecahkan permasalahan pada usia dini
adalah persiapan terbaik untuk masa depan ini.
 Filsafat pendidikan perenialisme
Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak
menentu dan penuh kekacauan, serta membayangkan yang
ditimbulkan akibat terjadinya krisis di berbagai dimensi kehidupan
manusia (dalam pendidikan khususnya), tidak ada satupun yang lebih
bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan serta kestabilan
dalam perilaku pendidik.
 Teori Dasar
Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan
pembinaan berpikir (mental disiplin) merupakan bagian dari salah
satu kewajiban tertinggi dalam belajar atau keutamaan dalam proses
belajar. Oleh karena itu, teori dan program pendidikan pada umumnya
dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir dan disiplin. Asas

13
berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan.
Otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin.
Di sini, makna kemerdekaan pendidikan berarti membantu
manusia menjadi dirinya, sebagai essensial self yang berbeda dari
spesies manapun. Sementara, fungsi belajar diabadikan guna
mendukung aktualitas manusia sebagai makhluk rasional independen.
“Learning to reason” demikian menurut istilah para perenialis.
Pendidikan tidak lain ialah belajar dalam berpikir. Perenialisme
percaya bahwa asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan
pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
merupakan landasan dasar. Berdasarkan penahapan itu, learning to
reason menjadi hal pokok pendidikan menengah ataupun pendidikan
tinggi.
Selain belajar berpikir, pendidikan menurut para perenialis,
juga sebagai persiapan hidup. Pandangan ini kerap disandarkan pada
pemikiran Thomisme yang menyadari bahwa belajar untuk berpikir
dan belajar demi persiapan hidup (dalam masyarakat) adalah dua
langkah pada jalan yang sama dalam memperoleh kesempurnaan
hidup, baik dunia ataupun surgawi.
 Tujuan
Bagi perenialis, nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan
abadi. Inilah yang menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Oleh karena
itu, tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik menyiapkan
dan menginternalisasikan nilai-nillai kebenaran dan kebaikan dalam
hidup.
Sekolah adalah sebuah institusi khusus yang berupaya
mencapai misi yang amat penting ini. Sekolah tidak terlalu
berkepentingan dengan persoalan semacam pekerjaan, hiburan, dan
rekreasi manusia. Ketiga hal tersebut mempunyai tempat dalam
kehidupan manusia, tetapi berada di luar lingkup aktivitas pendidikan.
Sekolah adalah lembaga yang berperan mempersiapkan
peserta didik atau orang muda untuk terjun ke dalam kehidupan.
Sekolah bagi perenialis merupakan peraturan-peraturan yang artifisial

14
tempat peserta didik berkenalan dengan hasil yang paling baik dari
warisan sosial budaya.
 Kurikulum
Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan
pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi
terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan dengan
bidang-bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik dan
paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.
Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi
mengenai pendidikan yaitu :
 Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusi
yang berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan
selalu benar dimana pun juga; pendek kata kebenaran bersifat
universal dan tak terikat waktu.
 Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan
memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikan juga harus
memfokuskan pada gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas
manusia adalah fungsi penting pendidikan.
 Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berfikir
secara mendalam mengenai gagasab-gagasan signifikan. Para
guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis
seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan
hal yang sama pada siswa.
 Prinsip pendidikan
Beberapa prinsip pendidikan parenialisme secara umum yaitu :
1. Walaupun perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya
manusia dimana pun dan kapan pun ia berada adalah sama.
Robert M.Hutckin sebagai pelopor perenialisme di Amerika
Serikat, mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah
hewan rasional (ini adalah pandangan Aristoteles). Tujuan
pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk
mencapai kebijakan dan kebajikan. Pendidikan harus sama bagi
semua orang, dimana pun dan kapan pun ia berada, begitu pula

15
tujuan pendidikan harus sama, yaitu memperbaiki manusia
sebagai manusia.
2. Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia
harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya,
sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah bebas,
namun mereka harus belajar, untuk memperhalus pikiran dan
mengontrol seleranya. Apabila anak gagal dalam belajar, guru
tidak boleh dengan cepat meletakkan kesalahan pada lingkungan
yang tidak menyenangkan atau pada rangkaian peristiwa
psikologis yang tidak menguntungkan. Guru harus mampu
mengatasi semua gangguan tersebut dengan melakukan
pendekatan secara intelektual yang sama bagi semua siswa.
Tidak ada anak yang diizinkan untuk menentukan pengalaman
pendidikannya yang ia inginkan.
3. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang
kebenaran yang pasti dan abadi. Kurikulum diorganisasi dan
ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa dan ditujukan
untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Anak
harus diberi pelajaran yang pasti, yang akan
memperkenalkannya dengan keabadian dunia. Anak tidak boleh
dipaksa untuk memperlajari pelajaran yang tampaknya penting
suatu saat saja. Begitu pula kepada anak jangan memberikan
pelajaran yang hanya menarik pada saat-saat tertentu yang
khusus. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah mata
pelajaran “general education”, yang meliputi bahasa, sejarah,
matematika, IPA, filsafat dan seni. Mata pelajaran tersebut
merupakan esensi dari general education.
4. Pendidikan bukan merupakan peniruan dari hidup, melainkan
merupakan suatu persiapan untuk hidup. Sekolah tidak parnah
menjadi situasi kehidupan yang nyata. Sekolah bagi anak
merupakan peraturan-peraturan yang artifisial dimana ia
berkenalan dengan hasil yang terbaik dari warisan social
budaya.

16
5. Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam
literatur yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, begitu juga
dalam literature yang berhubungan dengan kehidupan social,
terutama politik dan ekonomi. Dalam literatur-literatur tersebut
manusia sepanjang masa telah melahirkan hasil yang maha
besar.
Dalam pemikiran itu, untuk mengatasi dan
mengembalikan keadaan krisis yang terjadi sekarang ini,
perenialisme memandang bahwa jalan keluar tidak lain adalah
kembali pada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup
ideal dan teruji ketangguhannya.
Untuk itulah, pendidikan sekarang harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan masa
lampau yang ideal serta telah teruji dan tangguh. Dengan kata
lain, perenialisme memiliki pandangan yang bertolak (anti-)
terhadap modernistik yang telah menjauh dari tradisi (kebiasaan-
kebiasaan yang telah teruji ketangguhannya) dan terlalu
mengedepankan logika dan rasio modernistik daripada sumber
pengetahuan lainnya serta terlalu memandang sesuatu
berdasarkan materi (materialistik).
Jelaslah jika dikatakan bahwa pendidikan yang ada
sekarang ini perlu kembali pada masa lampau karena dengan
mengembalikan keadaan (apa yang ada, apa yang terjadi, serta
apa yang menjdi tujuan) pada masa lampau, kebudayaan yang
dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia
dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman
dahulu dengan sekarang.
 Metode Pendidikan Perenialisme
Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan
oleh perenialis adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan
mendiskusikan karya-karya yang tertuang dalam The Greats Book
dalam rangka mendisiplinkan pikiran.

17
Peranan guru bukan sebagai perantara antara dunia anak dan
jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami
proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi-
potensi self discovery. Ia juga melakukan moral authority (otoritas
moral) atas murid-muridnya karena ia seorang profesional dan
qualified dan superior dibandingkan dengan muridnya. Guru harus
mempunyai aktualitas yang lebih, dan pengetahuan yang sempurna.
 Potret guru
Kerap dikatakan bahwa pendidikan tidak lain adalah learning
through teaching (belajar melalui pengajaran). Adler membedakan
antara learning by instruction dan learning by discovery, penyelidikan
tanpa bantuan guru. Sebenarnya, learning by discovery digunakan
sebagai pembelajaran diri.
 Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme adalah aliran filsafat pendidikan yang memandang
pendidikan sebagai pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup.
Sekolah sebagai tempat utama berlangsungnya Pendidikan yang menghendaki anak
didik dapat dibangkitkan kemampuannya secara konstruktif menyesuaikan diri dengan
tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya
pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai dengan pandangan
tokoh aliran rekonstruksionalisme, John Dewey, dalam Rekonstruksionalisme
Radikal, yang memandang pendidikan sebagai alat untuk membangun masyarakat
masa depan tanpa membedakan warna kulit, agama, dan negara besar atau kecil.
Melalui lembaga dan proses pendidikan, aliran ini merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru aliran
rekonstruksionalisme, yaitu John Dewey dengan Rekontruksionalisme Individualistik
dan George S. Countsdengan Rekonstruksionalisme Sosial. Rekonstruksionalisme
dilandasi oleh filsafat Pragmatisme yang menganggap kenyataan sebagai
pengalaman, yang diperoleh melalui pendirian, kebenarannya terkandung pada
kegunaannya dalam masyarakat dan Nativisme yang menghargai harkat dan
martabat manusia serta keyakinan teguh bahwa ilmu dapat membangun masa
depan.

18
Rekonstruksinalisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia di mana
kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dan otorita
internasional. Selain itu juga mewujudkan dan melaksanakan satu sintesis, yakni
perpaduan ajaran agama (Kristen) dengan demokrasi, teknologi modern, dan seni
modern dalam satu kebudayaan yang dibina bersama oleh bangsa-bangsa di dunia.
Pandangan tentang Pendidikan menurut Rekonstruksionalisme:
1. Pendidikan
Pendidikan lebih diartikan dengan mengajar. Namun, mengajar bukan
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada murid, melainkan suatu
kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Jadi,
mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.
2. Kurikulum
Kurikulum sebagai program aktivitas di mana pengetahuan dan keterampilan
dapat dikonstruksikan.Jadi, siswa berperan aktif dalam memecahkan suatu
persoalan (permasalahan) untuk lebih dimengerti.
3. Metode Pendidikan
Guru berperan sebagai mediator dan fasilitator peserta .Oleh karena itu,
guru harus mempertimbangkan dan menggunakan berbagai metode yang sesuai
untuk membantu pelajar belajar. Sedangkan peserta didik dituntut aktif belajar
dalam rangka mengonstruksi pengetahuannya dan harus bisa bertanggung jawab
atas hasil belajarnya.

 Esensialisme
Esensialisme secara umum dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan
yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan Progresivisme, serta
menolak pandangan Progresivisme yang mengakui adanya sifat realitas yang
serba berubah, fleksibel, dan partikular. Menurut esensialisme, landasan
semacam itu kurang tepat untuk pendidikan, sebab dapat menimbulkan
pandangan pendidikan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang tidak stabil,
bahkan dapat menimbulkan kehilangan arah pendidikan. Seharusnya, pendidikan
bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan hakiki
kedudukannya dalam kebudayaan, atau pendidikan yang kembali pada
kebudayaan lama yang menjadi inti peradaban manusia. Tokoh aliran pendidikan

19
esensialisme, William C. Bagley, memandang pendidikan sebagai proses utama
dalam penanaman fakta-fakta, melibatkan rentangan mata pelajaran yang relatif
sempit yang merupakan inti belajar yang efektif. Esensialisme dilandasi oleh
filsafat Idealisme dan Realisme Objektif yang bersifat ekletik. Artinya, dua aliran
filsafat ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi
satu. Masing-masing tidak melepaskan sifat-sifat utamanya. Filsuf-filsuf besar
idealisme peletak dasar asas-asas esensialisme yaitu Plato (zaman klasik), dan
idealismemodern adalah Leibniz, Immanuel Kant, Hegel, dan Schopenhauer.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Progresivisme merupakan aliran filsafat yang bermuara pada aliran pragmatisme
yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan Jhon Dewey (1959-
1952), yang menitik beratkan segi “manfaat bagi hidup praktis”. Filsafat
progresivisme menuntut pada pengikutnya untuk selalu progress (maju) bertindak
secara konsttruktif, inovatif dan reformatif, aktif dan dinamis.
2. Istilah perenialisme berasal dari bahasa latin, yaitu dari akar kata perenis atau
perenial (bahasa Inggris) yang berarti tumbuh terus melalui waktu, hidup terus
dari waktu ke waktu atau abadi. Maka pandangan perenialisme selalu
mempercayai mengenai adanya nilai-nilai, norma-norma yang bersifat abadi
dalam kehidupan ini. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi dan solusi terhadap
pendidikan progresif dan atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut
sebagai proses kebudayaan dalam kehidupan manusia modern

B. Saran
Hendaknya kita menerapkan ketiga aliran filsafat pendidikan itu dalam
dunia pendidikan di Indonesia, di mana pendidikan yang berpusat pada anak,
namun juga diimbangi guru sebagai mediator. Dalam pembelajaran,
menggunakan metode diskusi dan membaca, serta meotode-metode
pembelajaran lainnya untuk menyesuaikan keadaan peserta didik. Selain peserta
didik yang berperan aktif, guru juga harus berperan aktif sebagai mediator,
fasilitator, dan pembimbing yang baik, serta menguasai materi pelajaran yang di
ampuh.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. https://docplayer.info/52929223-Makalah-kelompok-pengantar-pendidikan-
aliran-aliran-filsafat-pendidikan-rekonstruksionalisme-esensialisme-dan-
perenialisme.html

2. http://setyomulyono.blogspot.com).Filsuf-filsuf

3. http://takdiralamsyahbio11.blogspot.com/2016/12/filsafat-pendidikan-
progresivisme-dan.html

4. http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com

22

Anda mungkin juga menyukai