Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN KEJADIAN DEMENSIA

PADA LANSIA DI BALAI PENYANTUNAN LANJUT USIA SENJA


CERAH PANIKI KECAMATAN MAPANGET MANADO
Danny Indra Setiawan
Hendro Bidjuni
Michael Karundeng

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi


Persatuan Perawat Nasional Indonesia Kota Manado
Email: danny100114071@gmail.com

Abstrack : Dementia is a term that used to describe a global cognitive impairment which is
usually progressive and affect daily activity of elderly. One of the risk factor of dementia is lack
of education. The aim of this research is to know the correlation between education level and
dementia in elderly at Longevity Station Senja Cerah Paniki Subdistrict of Mapanget Manado.
Research methods in this study was used analytic survey with cross sectional design. The
samples in this research was used saturation sampling technique that is 27 peoples. The results in
this research using analysis statistic test pearson chi-square have gained value p = 0,733 > α 0,05.
The conclusion of this research, there is no correlation between education level and dementia in
elderly at Longevity Station Senja Cerah Paniki Subdistrict of Mapanget Manado.

Keywords: Education Level, Dementia, Elderly

Abstrak : Demensia merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan
fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas kehidupan
sehari-hari pada lansia. Salah satu faktor resiko demensia adalah kurangnya tingkat
pendidikan.Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui tentang hubungan tingkat pendidikan
dengan kejadian demensia pada lansia di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Paniki
Kecamatan Mapanget Manado. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian survei analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik sampling jenuh yaitu sebanyak 27 orang. Hasil penelitian menggunakan
analisis uji statistik pearson chi-square didapatkan nilai p = 0,733 > α = 0,05. Kesimpulan
penelitian ini yaitu tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian demensia pada lansia
di Balai Penyantunan Lanjut Usia Senja Cerah Paniki Kecamatan Mapanget Manado.

Kata Kunci : Tingkat Pendidikan, Demensia, Lansia

1
PENDAHULUAN Teori aktivitas yang dikemukakan
Dampak kemajuan ilmu pengetahuan Havighurst pada tahun 1952 juga
dan teknologi (IPTEK), terutama di bidang mengemukakan bahwa sangat penting bagi
kedokteran berhasil memperlambat lansia untuk tetap aktif secara sosial sebagai
kematian, memperbaiki gizi dan sanitasi alat untuk menuju penuaan yang sukses.
sehingga kualitas dan umur harapan hidup Selain itu penelitian terbaru menunjukkan
lansia meningkat. Akibatnya, jumlah pentingnya aktivitas mental dan fisik yang
penduduk lanjut usia meningkat (Nugroho, berkesinambungan untuk mencegah
2006). Lanjut usia identik dengan menua. kehilangan dan pemeliharaan kesehatan
Menua adalah proses yang mengubah sepanjang masa kehidupan manusia
seorang dewasa sehat menjadi seorang (Stanley, 2002).
yang lemah dengan berkurangnya sebagian Di seluruh dunia, 35,6 juta orang
besar cadangan sistem fisiologis dan memiliki demensia, dengan lebih dari
meningkatnya kerentanan terhadap setengah (58 %) yang tinggal di negara-
berbagai penyakit dan kematian seiring negara berpenghasilan rendah dan
dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai menengah . Setiap tahun, ada 7,7 juta kasus
perubahan fisiologis yang tidak hanya baru.Jumlah ini akan berlipat ganda pada
berpengaruh terhadap penampilan fisik, 2030 dan lebih dari tiga kali lipat pada
namun juga terhadap fungsi dan tahun 2050 (WHO, 2012). Di Indonesia
tanggapanya pada kehidupan sehari-hari sendiri prevalensi demensia adalah 606.100
(Nugroho, 2006). orang dengan insiden 191.400 orang
Salah satu kejadian yang termasuk dalam (Access Economics, 2006).
13 geriatric syndrome pada proses menua Berdasarkan apa yang telah disebutkan
adalah demensia atau yang sering kita sebut di atas bahwa kurangnya pendidikan
sebagai lupa ingatan. Demensia adalah merupakan faktor predisposisi terjadinya
istilah umum yang digunakan untuk demensia. Pendidikan mampu
menggambarkan kerusakan fungsi kognitif mengkompensasi semua tipe
global yang biasanya bersifat progresif dan neurodegenerative dan gangguan vaskular,
mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari- dan juga mempengaruhi berat otak. Orang
hari (Stanley, 2002). yang berpendidikan lebih lanjut, memiliki
Peningkatan angka kejadian dan berat otak yang lebih dan mampu
prevalensi kasus demensia adalah menghadapi perbaikan kognitif serta
multifaktorial diantaranya dipengaruhi oleh neurodegenerative dibandingkan orang yang
beberapa faktor resiko, misalnya berpendidikan rendah (Larasati, 2013).
meningkatnya usia seseorang (di atas 65 Selain itu, berdasarkan teori aktivitas
tahun), genetik/keturunan, trauma kepala, disebutkan untuk mencapai penuaan yang
kurangnya pendidikan, lingkungan sukses lansia harus tetap aktif baik dalam
(keracunan alumunium), adanya trauma aktifitas mental maupun fisik (Stanley,
kepala, penyakit-penyakit tertentu 2002). Salah satu aktifitas mental adalah
(hipertensi sistolik, sindrom down, stroke, dengan menjalani pendidikan formal sampai
dan lain-lain), serta gangguan imunitas. Hal dengan jenjang yang paling tinggi. Jenjang
yang dapat dilakukan untuk menurunkan pendidikan yang terdapat di Indonesia ada 3
resiko terjadinya demensia diantaranya yaitu, pendidikan dasar (SD dan SMP),
adalah banyak melakukan aktivitas belajar pendidikan menengah (SMU dan SMK),
yang fungsinya untuk menjaga ketajaman serta pendidikan tinggi (akademi,
daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
fungsi otak (Nugroho, 2006). universitas) (Wahab, 2013).
2
Penelitian sebelumnya yang telah Mapanget Manado dimulai dari penyusunan
dilakukan di kecamatan Kawangkoan rancangan penelitian sampai penyusunaan
dengan menggunakan instrument MMSE skripsi yaitu dari bulan April sampai
(Mini Mental State Examination) dan CDT Agustus 2014.
(Clock Drawing Test) tentang profil fungsi Populasi dalam penelitian ini adalah 57
kognitif lansia menunjukkan hasil yang yaitu seluruh lansia yang ada di BPLU
signifikan yaitu sampel yang mengenyam Senja Cerah Paniki Kecamatan Mapanget
pendidikan lebih dari sembilan tahun Manado. Pengambilan sampel dalam
(SMA, diploma ataupun sarjana), memiliki penelitian ini dilakukan dengan teknik
hasil fungsi kognitif yang tergolong normal sampling jenuh. Dengan besar sampel
sedangkan lansia yang hanya berpendidikan berjumlah 27 sampel sesuai dengan kriteria
9 tahun lebih banyak mengalami penurunan inklusi dan eksklusi.
fungsi kognitif (Mongisidi, 2013). Dalam penelitian ini penulis
Berdasarkan data dari beberapa menggunakan kuesioner data diri untuk
puskesmas di Kota Manado terdapat 20.173 mengetahui nama, jenis kelamin, usia, dan
lansia dengan usia di atas 60 tahun. Dari pendidikan terakhir (Tidak Sekolah, SD,
data tersebut terdapat lansia yang memiliki SMP, SMA). Untuk demensia penulis
risiko gangguan mental-emosi 590 orang menggunakan kuesioner MMSE yang terdiri
(Dinkes Kota Manado, 2014). Dari dari 11 item utama. Dikatakan demensia
pendataan awal penulis di Balai jika nilai < 24 dan tidak demensia jika nilai
Penyantunan Lanjut Usia (BPLU) Senja 24-30.
Cerah Kota Manado tercatat ada 57 orang Pengolahan data melalui tahap: Editing,
lansia dengan rincian 18 laki-laki dan 39 Coding, Tabulating dan kemudian analisa
perempuan. Dari wawancara singkat yang data yang terdiri dari analisa univariat dan
dilakukan terhadap 3 orang lansia dengan analisa bivariat yang menggunakan uji
riwayat pendidikan yang berbeda-beda Pearson Chi-Square dengan tingkat
terdapat indikasi 2 orang menderita kemaknaan α ≤ 0,05 dengan menggunakan
demensia. Lansia yang ada di tempat bantuan program statistik komputer. Etika
tersebut memiliki latar belakang tingkat dalam penelitian ini ditekankan pada
pendidikan yang beragam mulai dari SD, Informed Consent, Anonimity, dan
SMP, SMA. Confidentialy.
Dengan latar belakang jumlah lansia
yang diperkirakan semakin tinggi di masa HASIL dan PEMBAHASAN
depan dan secara otomatis juga akan diikuti A. Hasil Penelitian
dengan meningkatnya angka kejadian Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
demensia sebagai salah satu dampak dari Menurut Jenis Kelamin Di
proses penuaan maka penulis tertarik untuk BPLU Senja Cerah Tahun 2014
meneliti mengenai bagaimana hubungan Jenis Kelamin f %
tingkat pendidikan dengan kejadian laki-laki 9 33.3
demensia pada lansia terutama di Kota Perempuan 18 66.7
Manado secara khusus. Total 27 100.0
Sumber: Data Primer 2014
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
survey analitik dengan pendekatan cross
Menurut Umur Di BPLU Senja
sectional. Penelitian ini telah dilaksanakan
Cerah Tahun 2014
di BPLU Senja Cerah Paniki Kecamatan
3
Umur f % B. Pembahasan
Usia Lanjut Penelitian ini dilakukan di BPLU Senja
11 40.7 Cerah Paniki Kecamatan Mapanget Manado
(60-74 tahun)
Usia Tua pada bulan juni tentang hubungan tingkat
15 55.6 pendidikan dengan kejadian demensia pada
(75-90 tahun)
Usia Sangat Tua lansia di BPLU Senja Cerah Paniki Kecamatan
1 3.7 Mapanget Manado dengan menggunakan 27
(> 90 tahun)
Total 27 100.0 sampel.
Sumber: Data Primer 2014 Dari hasil penelitian yang dilakukan
menunjukan bahwa sebagian besar responden
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden berjenis kelamin perempuan dengan persentase
Menurut Pendidikan Terakhir 66,7%. Hasil ini sama dengan penelitian yang
Di BPLU Senja Cerah Tahun dilakukan Aisyah (2009) di Depok yang
2014 menunjukan bahwa lansia berjenis kelamin
Tingkat Pendidikan f % perempuan lebih banyak (52,4%) dibandingkan
TIDAK SEKOLAH 3 11.1 laki-laki (47,6%). Begitu juga penelitian yang
SD 12 44.4 dilakukan oleh Purnakarya di Jakarta Barat
SMP 8 29.6 (2008) yaitu sebesar 65,2% lansia berjenis
SMA 4 14.8 kelamin perempuan. Menurut WHO (2007)
Total 27 100.0 kejadian demensia pada perempuan lebih besar
Sumber: Data Primer 2014 dibandingkan dengan laki-laki karena usia
harapan hidup perempuan Indonesia lebih besar
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden (69 tahun) dibandingkan laki-laki (66 tahun)
Menurut Angka Kejadian (Aisyah, 2009).
Demensia Di BPLU Senja Dari segi usia responden usia tua (75-90
Cerah Tahun 2014 tahun) menjadi jumlah terbanyak dengan
f % persentase 55,6%. Hal ini sesuai dengan
Kejadian Demensia
keberhasilan pemerintah dalam pembangunan
Demensia 11 40.7 nasional, yang telah mampu mewujudkan hasil
Tidak Demensia 16 59.3 yang positif diberbagai bidang khususnya
Total 27 100.0 bidang medis atau kesehatan sehingga dapat
Sumber: Data Primer 2014 meningkatkan kualitas kesehatan penduduk
serta meningkatkan umur harapan hidup
Tabel 5. Hubungan Tingkat Pendidikan manusia. (Nugroho, 2006). Makin tinggi tingkat
Dengan Kejadian Demensia kesejahteraan hidup, makin tinggi pula usia
Pada Lansia harapan hidup, sehingga jumlah penduduk usia
Kejadian Demensia lanjut pun bertambah.
Tingkat Tidak Total Untuk tingkat pendidikan dari 27 responden
Pendidikan
Demensia p didapatkan data : 3 responden tidak memiliki
Demensia
f % f % f % latar belakang pendidikan / tidak sekolah, 12
Tidak responden memiliki latar belakang pendidikan
2 66.7 1 33.3 3 100
Sekolah SD, 8 responden memiliki latar belakang
SD 5 41.7 7 58.3 12 100 0,733 pendidikan SMP, 4 responden memiliki latar
SMP 3 37.5 5 62.5 8 100 belakang pendidikan SMA.
SMA 1 25.0 3 75.0 4 100 Menurut Redja Mudyahardjo makna
Total 11 40.7 16 59.3 27 100 pendidikan bisa dibagi menjadi tiga yakni
Sumber: Data Primer 2014 makna maha luas, sempit dan luas terbatas.
4
Makna secara maha luas, pendidikan adalah aktivitas di rumah dan minat intelektual serta
segala pengalaman belajar yang berlangsung gangguan dalam pemeliharaan diri (Rahmina,
dalam segala lingkungan hidup dan sepanjang 2009).
hidup. Makna secara sempit, pendidikan adalah Pada penelitian ini tidak ditemukan
persekolahan. Makna secara luas terbatas, hubungan antara tingkat pendidikan dengan
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan kejadian demensia pada lansia. Hal ini dapat
oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah dilihat dari hasil pengolahan data dengan
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan menggunakan uji pearson chi square yang
atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan mendapatkan hasil nilai p = 0,733 yang lebih
luar sekolah untuk mempersiapkan peserta didik besar dari tingkat kemaknaan yang telah
agar dapat memainkan peranannya secara tepat ditetapkan sebelumnya yaitu α ≤ 0,05. Dari 27
dalam berbagai lingkungan hidup (Wahab, orang responden ada 3 orang yang tidak
2013). memiliki riwayat pendidikan/tidak sekolah. Dari
Fungsi dari pendidikan sendiri adalah 3 responden tersebut 2 orang menderita
menghilangkan penderitaan rakyat dari demensia dan 1 orang tidak demensia. Pada 12
kebodohan dan ketertinggalan. Diasumsikan lansia yang memiliki riwayat pendidikan
bahwa orang yang berpendidikan akan terhindar terakhir Sekolah Dasar terdapat 5 orang dengan
dari kebodohan dan kemiskinan, karena dengan demensia dan 7 orang tidak demensia. Pada
modal ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang lansia dengan riwayat pendidikan terakhir SMP
diperolehnya melalui proses pendidikan, orang terdapat 8 orang dengan demensia dan 5 orang
akan mampu mengatasi problema kehidupan tidak demensia. Sedangkan pada 4 lansia
yang dihadapinya. Semakin tinggi pendidikan dengan riwayat pendidikan terakhir SMA
seseorang, maka diasumsikan semakin tinggi terdapat 1 orang menderita demensia dan 3
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuannya orang tidak demensia.
(Suardi, 2012). Dari hasil yang didapat di atas terlihat
Dari hasil penelitian yang telah di jalankan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi
untuk kejadian demensia sendiri didapatkan demensia. Hal ini disebabkan adanya faktor-
bahwa lansia yang menderita demensia faktor lain yang mempengaruhi kejadian
berjumlah 11 orang (40,7%) lebih sedikit demensia seperti yang ditulis oleh Dong MJ, et
daripada lansia yang tidak menderita demensia al, Fratiglioni L, et al dan Ardila A, et al
yang berjumlah 16 orang (59,3%). Pengertian dikatakan bahwa stimulasi intelektual,
dari demensia adalah sindroma klinis yang keterlibatan sosial atau aktifitas fisik yang
meliputi hilangnya fungsi intelektual dan adekuat meningkatkan synaptogenesis neural,
memori yang sedemikian berat sehingga yang mengurangi risiko terjadinya demensia
menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. (Mongisidi, 2013). Synaptogenesis adalah
Demensia merupakan keadaan ketika seseorang terbentuknya hubungan antar sel saraf.
mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir Synaptogenesis dipengaruhi oleh sinapsis yang
lain yang secara nyata mengganggu aktivitas merupakan penghubung antara sel-sel saraf
kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2006). (Soedjatmiko, 2006). Sebuah sinapsis
Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah menyediakan koneksi antara neuron yang
satu fungsi kognitif yang sering kali mengalami memungkinkan informasi sensorik mengalir di
penurunan. Berbagai jenis gangguan kognitif antara mereka. Informasi sensorik bergerak
yang dialami seperti mudah lupa yang melalui proyeksi khusus neuron hingga
konsisten, disorientasi terutama dalam hal mencapai sinapsis, yang bertindak seperti
waktu, gangguan pada kemampuan pendapat terminal persimpangan. Ini fungsi sinapsis
dan pemecahan masalah, gangguan dalam untuk memungkinkan impuls sensorik untuk
hubungan dengan masyarakat, gangguan dalam melakukan perjalanan dalam satu arah,
5
membagi impuls antara beberapa neuron, atau antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh
menggabungkan impuls ke neuron tunggal. EClipSE (Epidemiological Clinicopathological
Semakin banyak sinaps antara sel-sel saraf, Studies in Europe) mengemukakan bahwa
maka akan semakin kompleks pula kemampuan responden yang memiliki level pendidikan yang
menerima, mengolah, menyimpan dan lebih tinggi sebelumnya dapat mengurangi
menjawab rangsang yang diterima oleh sel-sel risiko untuk mengalami demensia pada usia
saraf (Soedjatmiko, 2006). Oleh karena itu jika tuanya (Larasati, 2013). Begitu juga Penelitian
synaptogenesis neural meningkat maka hal ini yang dilakukan oleh Meng, X dan Carl D’Arcy
dapat mencegah demensia karena informasi (2012) menunjukkan bukti kuat bahwa
sensorik dari luar dapat dengan mudah di pendidikan tingkat tinggi pada awal kehidupan
alirkan ke otak. berhubungan dengan penurunan yang signifikan
Teori aktivitas yang dikemukakan baik dalam prevalensi dan insiden demensia.
Havighurst pada tahun 1952 juga Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
mengemukakan bahwa sangat penting bagi Rizky, M.S, (2011) menunjukkan bahwa ada
lansia untuk tetap aktif secara sosial sebagai alat hubungan antara tingkat pendidikan dan
untuk menuju penuaan yang sukses. Selain itu aktifitas fisik dengan fungsi kognitif yang
penelitian terbaru menunjukkan pentingnya dinilai dengan instrumen MMSE (Mini Mental
aktivitas mental dan fisik yang Stage Examination) dan ACE-R
berkesinambungan untuk mencegah kehilangan (Addenbrooke’s Cognitive Examination
dan pemeliharaan kesehatan sepanjang masa Revision) untuk fungsi kognitif serta
kehidupan manusia (Stanley, 2002). menggunakan GPPAQ (The General Practice
Berdasarkan wawancara kepada lansia- Physical Activity Questionnaire) untuk aktifitas
lansia yang ada di BPLU Senja Cerah peneliti fisik.
mendapatkan bahwa para lansia masih terlibat Meskipun tidak ada hubungan antara tingkat
aktif dalam kegiatan mental, spiritual, sosial, pendidikan dan kejadian demensia namun dari
dan fisik. Mereka memiliki jadwal tersendiri penelitian ini didapatkan bahwa aktifitas fisik,
setiap hari rabu dan minggu untuk beribadah mental, spiritual, dan sosial yang masih
bersama selama kurang lebih 2 jam. Sedangkan dilakukan secara rutin dan baik pada lansia akan
setiap hari jumat para lansia di BPLU memiliki berpengaruh secara langsung untuk
jadwal rutin untuk olahraga bersama yang menghambat penurunan fungsi kognitif lansia
didampingi pegawai BPLU selama kurang lebih terutama juga menghambat terjadinya demensia
1 jam. Dari pengamatan peneliti juga terlihat pada lansia dan di harapkan ada penelitian
bahwa hubungan/interaksi antara lansia dengan selanjutnya untuk mendukung hal ini.
sesama lansia, pegawai, maupun mahasiswa
praktek keperawatan yang ada setiap hari KESIMPULAN
terjalin dengan baik dan lancar. Selain itu, para Tingkat pendidikan terakhir dengan
lansia yang ada kadang-kadang menonton jumlah terbanyak di BPLU Senja Cerah
televisi di waktu luang mereka sehari-hari, hal Manado adalah lansia dengan latar belakang
ini dapat menstimulasi intelektual/pikiran lansia tingkat pendidikan SD. Sebagian besar
untuk terus berpikir. Hal ini berjalan sesuai lansia di BPLU Senja Cerah Manado tidak
dengan misi dari BPLU yang pertama yaitu mengalami demensia. Tidak ada hubungan
“meningkatkan pelayanan sosial bagi lanjut usia tingkat pendidikan dengan kejadian
baik fisik, mental, spiritual, dan sosial”. demensia pada lansia di BPLU Senja Cerah
Hasil dari penelitian ini berbeda dengan Manado.
banyak penelitian sebelumnya yang mengatakan
bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan
dengan kejadian demensia pada lansia. Di
6
DAFTAR PUSTAKA Rizky, M.S. (2011). Hubungan Tingkat
Pendidikan Dan Aktivitas Fisik Dengan
Access Economics. (2006). Demensia di
Fungsi Kognitif Pada Lansia Di
Kawasan Asia Pasifik : Sudah Ada
Kelurahan Darat. Medan : Program
Wabah
Magister Kedokteran Klinik-Spesialis
(https://www.fightdementia.org.au/com
Ilmu Penyakit Saraf FK USU.
mon/files/NAT/20060921_Nat_AE_Ind
oDemAsiaPacReg.pdf). Diakses tanggal
Soedjatmiko. (2006). Stimulasi dini untuk
7 April 2014; pukul 09.51.
bayi dan balita. In: Pulungan AB,
Aisyah, B. (2009). Hubungan Asupan Zat Hendarto A, Hegar B, Oswari H, eds.
Gizi Dengan Kejadian Demensia Di Continuing Professional Development –
Kelurahan Depok Jaya. Jakarta : FKM Nutrition Growth and Development.
UI. Jakarta: Penerbit IDAI Jaya; 2006:27-
44.
Dinas Kesehatan Kota Manado. (2014).
Laporan Hasil Rekapitulasi Kegiatan Stanley, M. & Beare, P. G. (2002). Buku
Kesehatan Kelompok Lanjut Usia. Ajar Keperawatan Gerontik edisi ke-2
(Nety Juniarti & Sari Kurnianingsih,
Larasati, T. L. (2013). Prevalensi Demensia Penerjemah). Jakarta: EGC.
di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jambi
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Suardi, M. (2012). Pengantar Pendidikan :
Kesehatan Universitas Jambi Teori dan Aplikasi. Jakarta: Indeks.
Meng, X, Carl D’Arcy. (2012). Education Wahab, R. (2013). Memahami Ilmu
and Dementia in the Context of the Pendidikan. Yogyakarta: Aswaja
Cognitive Reserve Hypothesis: A Pressindo.
Systematic Review with Meta- Analyses
and Qualitative Analyses. Journal Pone, WHO. (2012). Dementia : Public Health
7, 15. Priority
(http://www.who.int/mental_health/publ
Mongisidi, R. (2013). Profil Penurunan ications/dementia_report_2012/en/).
Fungsi Kognitif pada Lansia di Diakses tanggal 2 April 2014; pukul
Yayasan-Yayasan Manula di Kecamatan 20.21.
Kawangkoan. Manado : FK Unsrat.
Nugroho W. (2006). Keperawatan Gerontik
& Geriatrik. Jakarta; EGC.
Rahmina, Y, Musrifatul Uliyah, Siti Aisyah.
(2009). Hubungan Usia Dengan
Penurunan Daya Ingat (Demensia)
Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Sejahtera Landasan Ulin
Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan.
Surabaya : Fakultas Ilmu Kesehatan
UM.

Anda mungkin juga menyukai