Anda di halaman 1dari 8

KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN TANAH

MARGINAL DARI BATUAN SEDIMEN MASAM


DI KALIMANTAN

Nata Suharta

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123
Telp. (0251) 8323012, Faks. (0251) 8311256, E-mail: bbsdlp@litbang.deptan.go.id

Diajukan: 01 April 2010; Diterima: 01 Juli 2010

ABSTRAK
Tanah marginal atau “suboptimal” memiliki potensi untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan,
perkebunan, maupun tanaman hutan. Secara alami, tanah ini mempunyai kesuburan yang rendah dan peka terhadap
erosi. Di Kalimantan, tanah marginal diperkirakan menempati areal seluas 30,15 juta ha atau 57,22% dari luas
pulau, dengan jenis tanah utama terdiri atas Ultisols, sedikit Oxisols, dan Inceptisols. Tanah marginal dari batuan
sedimen masam memiliki karakteristik fisik yang sangat ditentukan oleh jenis bahan induk tanah (batu pasir atau
batu liat). Sifat kimia tanahnya menunjukkan sifat yang sama, yaitu reaksi tanah masam, bahan organik bervariasi,
serta nilai kapasitas tukar kation, basa-basa dapat tukar, kejenuhan basa, cadangan hara, dan status hara P dan K
rendah, tetapi memiliki kejenuhan aluminium (Al) tinggi. Pengembangannya untuk pertanian, selain perlu
memerhatikan sifat fisik dan kimia tanahnya, juga perlu mempertimbangkan kondisi reliefnya. Wilayah dengan
relief datar hingga berombak dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan semusim, sedangkan tanaman tahunan
atau perkebunan dan hutan tanaman industri dapat dikembangkan hingga relief berbukit. Teknologi pengelolaan
lahan seperti pemupukan untuk memperbaiki kandungan hara tanah, pengapuran untuk meningkatkan pH tanah
dan menurunkan reaktivitas Al, serta tindakan konservasi tanah sangat disarankan. Dewasa ini, tanah marginal
banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, lada, dan hutan tanaman industri,
dan hanya sebagian kecil untuk tanaman pangan.
Kata kunci: Tanah marginal, batuan sedimen masam, Ultisols, Oxisols, Inceptisols, Kalimantan

ABSTRACT
Characteristics and problems of marginal soils from acid sedimentary rocks in Kalimantan

Marginal or suboptimal soils are potential for agricultural development such as food crops, estate crops, and
industrial planted forest. These soils have low fertility status and susceptible to erosion. In Kalimantan, the
marginal soils cover about 30.15 million ha or 57.22% of the total island area, with the major soils consist of
Ultisols, few Oxisols, and Inceptisols. The physical properties of marginal soils from acid sedimentary rock are
mostly influenced by the type of parent materials (sandstone or claystone), while the chemical properties showed
the similar characteristics indicating acid soil reaction, vary in organic matter, and low in cation exchange
capacity, exchangeable bases, base saturation, mineral reserve, as well as P and K potentials, but the Al saturation
is high. Agricultural development on these soils, other than the physical and chemical properties, should consider
the relief condition. The areas with flat to undulating relief are recommended for perennial or food crops, while the
annual or estate crops and industrial planted forest can be developed until the hilly area. Land management such
as fertilization to improve nutrient status, liming to increase soil reaction and to decrease Al reactivity, and soil
conservation practice were recommended. In this time, most of the marginal soils were utilized for estate crops
development, such as oil palm, rubber, pepper, and industrial planted forest, and only a limited area for food crops.
Keywords: Marginal soil, acid sedimentary rock, Ultisols, Oxisols, Inceptisols, Kalimantan

T anah marginal atau “suboptimal”


merupakan tanah yang potensial
untuk pertanian, baik untuk tanaman
ditunjukkan oleh reaksi tanah yang
masam, cadangan hara rendah, basa-basa
dapat tukar dan kejenuhan basa rendah,
produktivitas suatu lahan bukan hanya
berdasarkan kesuburan alami (natural
fertility), tetapi juga respons tanah dan
pangan, tanaman perkebunan maupun sedangkan kejenuhan aluminium tinggi tanaman terhadap aplikasi teknologi
tanaman hutan. Secara alami, kesuburan sampai sangat tinggi. Namun, Krantz pengelolaan lahan yang diterapkan.
tanah marginal tergolong rendah. Hal ini (1958) mengemukakan bahwa penilaian Melalui perbaikan teknologi pengelolaan

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 139


lahan, produktivitas suatu lahan dapat karakteristik tanah, dan potensinya untuk tidak terlalu tinggi umumnya memben-
ditingkatkan secara signifikan diban- pertanian. Wilayah Kalimantan yang tuk teras angkatan dengan relief datar.
dingkan dengan kondisi kesuburan berbatasan dengan Malaysia dan Brunei Bentukan landform sebagai akibat proses
tanahnya yang secara alami rendah. Darussalam, sebagian besar merupakan angkatan, lipatan, dan patahan karena
Namun, dalam beberapa dekade lahan marginal yang perlu segera di- adanya pemiringan yang berlereng curam
terakhir, penilaian kesuburan tanah justru manfaatkan dalam rangka pengembangan (> 35%) disebut hogback, sedangkan
didasarkan pada kesuburan alami (natural wilayah perbatasan. yang berlereng landai (< 35%) disebut
fertility). Dalam kegiatan survei dan cuesta. Kedua sublandform tersebut
pemetaan tanah pada awal tahun 1960-an wilayahnya merupakan perbukitan atau
yang dilaksanakan oleh Lembaga Pene- PENYEBARAN TANAH pegunungan. Bentukan landform ini
litian Tanah, yang sekarang berubah nama MARGINAL DI banyak dijumpai di Kalimantan Timur dan
menjadi Balai Besar Penelitian dan KALIMANTAN Kalimantan Barat (Suharta et al. 1998;
Pengembangan Sumberdaya Lahan Hikmatullah et al. 2000).
Pertanian (BBSDLP), penilaian kelas Secara fisiografis, tanah marginal dari Patahan tunggal di wilayah perbukitan
kemampuan wilayah hanya didasarkan batuan sedimen masam menyebar pada atau pegunungan akan membentuk blok
pada kualitas atau karakteristik tanah landform tektonik, yaitu suatu landform memanjang terangkat yang disebut horst
secara alami (virgin soil). Namun, sejak yang terbentuk sebagai akibat adanya atau berupa pelembahan yaitu graben.
tahun 1970-an, penilaian kelas kesesuaian proses-proses geomorfik dari dalam Wilayah yang terbentuk karena proses
lahan dilakukan dari dua arah, yaitu (endogen/hipogen) atau dari luar (ekso- pelipatan dari strata batuan memben-
berdasarkan kondisi teknologi yang gen/epigen), antara lain berupa proses tuk punggung antiklin dengan relief
diterapkan saat ini (actual suitability) dan angkatan, lipatan, patahan, dan atau berbukit, dan depresi sinklin dengan
kondisi teknologi dengan perbaikan gabungannya (Marsoedi et al. 1997). relief datar, atau membentuk perbukitan
disesuaikan dengan kualitas dan karak- Relief atau lereng yang terbentuk pada paralel. Wilayah dengan relief datar
teristik lahannya (potential suitability). landform ini sangat terkait dengan hingga bergelombang yang terbentuk
Tanah marginal lahan kering di proses-proses geomorfik dan atau sifat sebagai akibat proses pendataran atau
Kalimantan terbentuk dari batuan sedimen litologinya (struktural). Gambar 1 mem- erosi yang kuat dan cukup lama, mem-
masam, yang dicirikan oleh cadangan hara perlihatkan bentang alam lahan marginal bentuk wilayah tua yang nyaris datar
yang tergolong sangat rendah. Batuan di Provinsi Kalimantan Selatan. yang disebut peneplain.
sedimen masam adalah batuan permukaan Landform dan relief yang terbentuk Uraian tersebut menunjukkan bahwa
(eksogen) yang menempati volume 5% sebagai akibat deformasi kulit bumi oleh pada landform tektonik dapat terbentuk
kerak bumi (daratan dan lautan). Batuan proses angkatan dan patahan dapat berbagai sublandform dan relief, mulai
ini menjadi penting karena menutup membentuk wilayah tinggi yang relatif dari datar hingga berbukit atau bergu-
hingga 75% permukaan bumi (Faucult dan datar dengan areal cukup luas, yang nung. Hal tersebut mengindikasikan
Raqult 1984). Sifat batuan sedimen masam disebut plateau, lebih kecil (mesa), atau bahwa pemanfaatan lahan marginal
bervariasi karena pembentukannya ber- sangat kecil (bute). Bahan yang terangkat sangat bergantung pada proses-proses
gantung pada sifat alami bahan pem- umumnya berupa batu pasir, seperti yang yang terjadi dan kondisi relief lahan.
bentuknya, proses atau model pengen- dijumpai di Kalimantan Barat (Suharta Penyebaran tanah marginal lahan kering
dapan, dan kondisi lingkungan daerah dan Suratman 2004). Pengangkatan yang dari batuan sedimen masam yang paling
pengendapan.
Berdasarkan Atlas Sumberdaya Tanah
Eksplorasi Indonesia, penyebaran tanah
dari batuan sedimen masam di Indo-
nesia mencapai 40,10% atau 75,48 juta
ha (Puslittanak 2000). Di Kalimantan,
diperkirakan penyebaran tanah ini
mencapai luas 30,15 juta ha atau 57,22%
dari luas pulau, dengan jenis tanah
utama terdiri atas Ultisols, sedikit In-
ceptisols, dan Oxisols (Subagyo et al.
2000). Tanah ini sebagian besar diguna-
kan untuk tanaman perkebunan, antara
lain karet, kelapa sawit, lada, kopi, dan
hutan tanaman industri. Berdasarkan
data BPS (2004), luas lahan perkebunan
di Kalimantan mencapai 4,83 juta ha,
sehingga perluasan areal pertanian pada
tanah ini masih mungkin dilakukan.
Tulisan ini membahas tanah marginal
lahan kering dari batuan sedimen masam
di Kalimantan, yang meliputi penyebaran, Gambar 1. Bentang alam lahan marginal di Provinsi Kalimantan Selatan.

140 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010


luas terdapat di Kalimantan Timur (12,96 Tabel 1 memperlihatkan susunan dari dua macam bahan induk tanah, yaitu
juta ha), Kalimantan Tengah (7,74 juta ha), mineral fraksi pasir tanah marginal batu pasir yang bertekstur kasar dan batu
dan Kalimantan Barat (7,31 juta ha), dan Kalimantan yang didominasi oleh mineral liat atau batu lanau yang bertekstur halus.
terkecil di Kalimantan Selatan yaitu 2,13 kuarsa. Data tabel tersebut memperli- Hasil penelitian Suharta (2007) di Kali-
juta ha (Puslittanak 2000). hatkan bahwa tanah marginal dari batuan mantan Barat menunjukkan bahwa fraksi
sedimen masam memiliki komposisi mine- pasir, debu maupun liat sangat bervariasi,
ral yang didominasi oleh kuarsa (95 baik pada lapisan atas maupun lapisan
CADANGAN HARA TANAH 99%) dan hampir tidak ada mineral yang bawah (Tabel 2). Hal yang sama juga di-
mudah lapuk. Hal tersebut menunjuk- tunjukkan oleh hasil penelitian Prasetyo
Kesuburan tanah alami sangat bergan- kan bahwa batuan sedimen masam di et al. (2001) di Kalimantan Timur dan
tung pada komposisi mineral bahan induk Kalimantan tergolong bahan induk tanah Yatno et al. (2000) di Kalimantan Selatan.
tanah atau cadangan hara tanah. Semakin yang mempunyai cadangan mineral atau Adanya keragaman tekstur tanah yang
tinggi cadangan hara tanah, semakin hara yang sangat rendah. Mineral tersisa cukup besar pada tanah marginal dari
tinggi pula tingkat kesuburan tanahnya. atau mineral sisa pelapukan, selain kuarsa batuan sedimen masam akan sangat
Cadangan hara di dalam tanah sangat yang mendominasi susunan mineralnya, memengaruhi sifat fisik, kimia, maupun
bergantung pada komposisi, jumlah, dan dijumpai dalam jumlah sangat sedikit, sifat mineraloginya sehingga memerlukan
jenis mineralnya. Tanah marginal dari batu- seperti kongkresi besi, lapukan mineral, kehati-hatian dalam pengelolaan tanah-
an sedimen masam mempunyai cadangan fragmen batuan, epidot, turmalin, monasit, nya. Tanah bertekstur kasar dicirikan oleh
mineral atau cadangan hara yang rendah. garnet, rutil, zirkon, magnetit, dan opak. kemampuan meretensi air dan hara yang
Berdasarkan derajat pelapukannya, Sanidin, ortoklas, dan mika kadang- rendah sehingga tanah rawan kekeringan
jenis mineral di dalam tanah dapat kadang dijumpai dalam jumlah sangat pada musim kemarau dan pencucian hara
dibedakan dalam dua grup utama, yaitu sedikit (Suharta dan Prasetyo 2008). atau basa-basa dapat tukar secara inten-
mineral resisten atau mineral yang tahan sif pada musim hujan. Sebaliknya, tanah
terhadap pelapukan dan mineral yang bertekstur halus umumnya dicirikan oleh
tergolong mudah lapuk. Mineral yang SIFAT FISIK TANAH permeabilitas tanah yang lambat.
tahan terhadap pelapukan antara lain Beberapa sifat fisik penting lainnya
adalah kuarsa (SiO 2), dan tergolong Tanah marginal dicirikan oleh tekstur adalah berat isi, total ruang pori, kadar air
mineral miskin hara. Karena sifatnya yang tanah yang bervariasi dari pasir hingga tersedia, permeabilitas, dan stabilitas
sukar melapuk, kuarsa banyak dijumpai liat. Hal tersebut dikarenakan batuan agregat. Data hasil survei tanah tinjau di
pada tanah yang telah mengalami sedimen masam di Kalimantan terbentuk Kalimantan Selatan (Suharta et al. 1999,
pelapukan lanjut atau pada tanah yang
terbentuk dari bahan induk yang mengan-
dung kuarsa tinggi, seperti batu pasir
kuarsa. Mineral mudah lapuk yang kaya Tabel 2. Rata-rata fraksi pasir, debu, dan liat tanah marginal dari batuan
unsur hara adalah muskovit, biotit, ilit, sedimen masam di Kalimantan.
ortoklas, dan sanidin sebagai sumber K;
anortit dan albit sebagai sumber Na dan Horison A Horison B
K; amfibol, hiperstin, augit, dan olivin Lokasi Pasir Debu Liat Pasir Debu Liat
sebagai sumber Ca, Mg, dan Fe; serta .................... % .................... ................. % ................
apatit sebagai sumber P dan Ca (Mohr et Kalimantan Selatan 20 49 31 16 35 49
al. 1972). Setiap batuan induk tanah mem- Kalimantan Barat 41 31 28 35 28 37
punyai komposisi atau jenis mineral Kalimantan Timur 31 39 30 23 35 40
Kalimantan Tengah 44 35 21 37 32 31
tertentu sehingga proses pelapukannya
akan melepas unsur-unsur hara tersebut Sumber: Lembaga Penelitian Tanah (1973); Yatno et al. (2000); Prasetyo et al. (2001);
yang selanjutnya dapat dimanfaatkan Suharta (2007).
oleh tanaman.

Tabel 1. Komposisi mineral tanah marginal dari batuan sedimen masam di Kalimantan.

Kongkresi Lapukan Fragmen


Lokasi Opak Zirkon Kuarsa besi mineral batuan Epidot Turmalin Monasit Garnet Rutil
......................................................................................... % ...................................................................................
Kalimantan Selatan 1 sp 95 1 2 1 sp sp sp sp sp
Kalimantan Barat sp sp 98 1 sp 1 sp sp sp sp sp
Kalimantan Timur sp sp 98 sp 1 2 sp sp sp sp sp
Kalimantan Tengah   99 1  sp  sp   
sp = sangat sedikit.
Sumber: Lembaga Penelitian Tanah (1973); Yatno et al. (2000); Suharta (2007); Suharta dan Prasetyo (2008).

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 141


2000; Yatno et al. 2000) dan Riau (Suharta memengaruhi ketersediaan P karena P rendah, sedangkan pada horison B
dan Prasetyo 2008) sebagai pembanding, terfiksasi dalam bentuk Al-P. Yatno et al. menurun sangat rendah. Keadaan ini
disajikan pada Tabel 3. (2000) mengemukakan bahwa selain Al, merupakan hal umum, di mana kandungan
Berdasarkan Tabel 3, berat isi tanah Fe-bebas juga banyak dijumpai pada C-organik pada lapisan atas lebih tinggi
meningkat dari horison A (1,211,31g/ tanah Plinthudults Kalimantan Selatan daripada di lapisan bawah (Tabel 5).
cm3) ke horison B (1,321,35 g/cm3). sehingga akan berpengaruh terhadap Alvaro-Fuentes et al. (2008), serta Blanco
Peningkatan ini terjadi akibat adanya ketersediaan P. Kandungan Fe-bebas dan Lal (2008) mengemukakan bahwa kan-
proses iluviasi (akumulasi) liat atau pem- cenderung meningkat seiring dengan dungan bahan organik tanah sangat di-
bentukan horison argilik pada horison bertambahnya kedalaman tanah. Anda et pengaruhi oleh intensitas dan tipe penge-
B yang lebih kompak dibandingkan al. (2000) mengemukakan bahwa semakin lolaan lahan. Stabilitas bahan organik pada
dengan horison A di atasnya. Tingginya lanjut perkembangan tanah, semakin tanah berpelapukan lanjut, secara fisik
nilai berat isi pada horison A tanah meningkat retensi P yang disebabkan oleh terlindungi pada pori meso, dan secara
marginal Sumatera (1,54 g/cm3) terjadi meningkatnya Fe-oksida. kimia melalui ikatan kation (Anda et. al.
akibat adanya pemadatan tanah oleh Kandungan C-organik rata-rata pada 2008). Semakin rendah derajat kristali-
alat berat di areal hutan tanaman industri horison A bervariasi dari sedang sampai sasinya dan atau semakin kecil ukuran
(HTI). Oleh karena itu, berat isi tanah
tidak hanya ditentukan oleh tekstur
tanahnya, tetapi juga dipengaruhi oleh
teknologi pengelolaan lahan yang
diterapkan. Ruang pori total pada horison Tabel 4. Reaksi tanah (pH) pada marginal dari batuan sedimen masam di
A maupun B tergolong rendah sampai Kalimantan.
sedang, kadar air tersedia termasuk
rendah, dan permeabilitas atau kecepatan Horison A Horison B
Lokasi
laju infiltrasi tergolong sedang pada pH (H2O) pH (KCl) pH (H2O) pH (KCl)
horison A (2,26 cm/jam) dan agak lambat Kalimantan Selatan 4,60 3,70 4,60 3,70
pada horison B (1,29 cm/jam). Kemantapan Kalimantan Barat 4,57 3,77 4,73 3,84
agregat tergolong agak stabil. Kalimantan Timur 4,50 3,70 4,40 3,60
Kalimantan Tengah 4,70 4,00 4,70 4,00

Sumber: Data diolah dari Lembaga Penelitian Tanah (1973); Yatno et al. (2000); Prasetyo
SIFAT KIMIA et al. (2001); Suharta (2007).

Sifat kimia penting pada tanah marginal


adalah reaksi tanah, kandungan bahan Tabel 5. Kandungan C-organik, P, dan K (HCl 25%) pada tanah marginal
organik, hara P dan K, basa-basa dapat dari batuan sedimen masam di Kalimantan.
tukar, kapasitas tukar kation, kejenuhan
basa, dan kejenuhan Al. Tabel 4 menun- Horison A Horison B
jukkan bahwa reaksi tanah pada horison Lokasi C P2O 5 K2 O C P2O 5 K2 O
A maupun B bervariasi dari masam sam- (%) (mg/kg) (mg/kg) (%) (mg/kg) (mg/kg)
pai sangat masam, dan umumnya masam. Kalimantan Selatan 1,58 7 8 0,55 5 9
Kondisi reaksi tanah yang demikian Kalimantan Barat 2,52 6 12 0,60 2 9
menjadikan tanah-tanah marginal sering Kalimantan Timur 1,24 8 14 0,60 2 9
digolongkan sebagai tanah masam. Ren- Kalimantan Tengah 1,44 4 4 0,47 1 4
dahnya reaksi tanah ini akan berdampak Sumber: Data diolah dari Lembaga Penelitian Tanah (1973); Yatno et al. (2000); Prasetyo
pada meningkatnya kandungan Al yang et al. (2001); Suharta (2007).
bersifat toksik terhadap tanaman, selain

Tabel 3. Beberapa sifat fisik tanah marginal dari batuan sedimen masam.

Parameter Horison A Horison B Horison A Horison B


Kisaran (rata-rata) Kisaran (rata-rata) Kisaran (rata-rata) Kisaran (rata-rata)

Berat isi (g/cm3) 1,13 1,29 (1,21) 1,23 1,40 1,20 1,54 (1,31) 1,17  1,46 (1,35)
Ruang pori total (%) 43,0053,00 (49,10) 47,2053,60 (50,40) 37,00 52,00 (43,90) 42,70  55,90 (48,10)
Kadar air tersedia (% vol) 9,5012,50 (10,75) 10,5010,70 (10,60) 8,50 11,40 (10,30) 6,70  9,40 (8,10)
Permeabilitas (cm/jam) 1,43 3,10 (2,26) 0,62 1,96 (1,29) 0,20 9,46 (6,25) 1,10  3,62 (2,55)
Stabilitas agregat (%) 58,0062,00 (60) 64,0066,00 40,00100,00 (61) 51,00  142,00 (82)
Sumber: Data diolah dari Suharta et al. (1999, 2000); Suharta dan Prasetyo (2008).

142 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010


partikelnya, pengawetan dan stabilitas retensinya, tetapi juga kualitas atau de- organik) rata-rata pada horison A termasuk
bahan organik atau karbon tanah akan rajat kristalisasi oksida tersebut. Anda tinggi sampai sangat tinggi, dan pada
semakin stabil. Suharta dan Prasetyo et. al. (2008) mengemukakan bahwa horison B tinggi. Tinggi rendahnya KTK
(2008) mengemukakan bahwa tanah mar- semakin tinggi derajat kristalisasi mine- tanah sangat terkait dengan jenis mineral
ginal di Riau didominasi oleh mineral liat ral, semakin rendah retensi P-nya. liat dan kandungan bahan organik di dalam
kristalin, yaitu kaolinit, goetit, dan kuarsa, Kandungan basa-basa dapat tukar tanah. Sebagian besar tanah marginal
sehingga bahan organik tanah tidak stabil. (Ca, Mg, K, dan Na) pada tanah marginal yang berasal dari batuan sedimen masam
Kandungan hara P (HCl 25%) rata-rata tergolong rendah sampai sangat rendah didominasi oleh kaolinit yang secara alami
dalam tanah sangat rendah, baik pada (Tabel 6). Hal tersebut menunjukkan mempunyai nilai KTK rendah (Prasetyo
horison A maupun B. Demikian pula hara bahwa tanah marginal telah mengalami et al. 2001). Pada tanah yang mempunyai
K rata-rata (HCl 25%) pada horison A pencucian lanjut dan atau tanah berasal aktivitas liat rendah (KTK rendah), bahan
bervariasi dari sangat rendah sampai dari bahan induk miskin basa. Kandungan organik menjadi sangat penting dalam
rendah, dan menurun sangat rendah pada basa dapat tukar pada horison A lebih meningkatkan nilai KTK tanah. Hasil
horison B. Tingginya hara K pada tanah tinggi dibandingkan pada horison B di penelitian, Alkasuma (1994), Suhardjo
marginal umumnya disebabkan oleh bawahnya. Suharta dan Prasetyo (2008) dan Prasetyo (1998), serta Prasetyo et al.
adanya mineral sumber K, yaitu mika dan mengemukakan bahwa kandungan basa (2001) memperlihatkan adanya korelasi
atau sanidin (Suharta dan Prasetyo 2008). dapat tukar pada horison A, walaupun positif antara kandungan C-organik dan
Tanah marginal secara alami memiliki tergolong rendah sampai sangat rendah, meningkatnya KTK tanah. Hal ini dapat
kandungan hara P maupun K yang sangat secara absolut lebih tinggi dibandingkan diartikan bahwa penambahan bahan or-
rendah. Hal ini berkaitan dengan susunan pada horison B di bawahnya. Hal tersebut ganik ke dalam tanah akan meningkatkan
mineral atau cadangan mineral tanah menunjukkan telah terjadi siklus biologis KTK tanah.
marginal yang didominasi oleh kuarsa dan oleh tanaman yang mengangkut unsur Kejenuhan basa tanah marginal dari
oksida (ilmenit, magnetit, dan rutil) dan hara melalui daun, ranting, dan sisa ta- batuan masam di Kalimantan tergolong
sangat sedikit mineral sumber hara naman lainnya, kemudian dikembalikan ke rendah sampai sangat rendah. Pada
lainnya. permukaan tanah atau dekat permukaan horison A, kejenuhan basa rata-rata
Stabilitas P pada tanah berpelapukan tanah mineral sebagai sampah (Quideau lebih tinggi dibandingkan pada horison
lanjut tergolong tidak stabil (Giaveno et et al. 1999). B. Hal tersebut terjadi akibat adanya
al. 2008). Stabilitas P dipengaruhi oleh Kapasitas tukar kation (KTK) tanah pengkayaan basa-basa melalui siklus
kombinasi karakteristik molekul organik rata-rata pada horison A maupun B (Tabel biologi. Sebaliknya, kejenuhan Al ter-
serta oksida Fe dan Al. Bukan hanya 7) tergolong rendah (< 16 cmol c/kg), golong sangat tinggi baik pada horison A
jumlah oksida yang menentukan tingkat sedangkan KTK-liat (tanpa koreksi bahan maupun B, dan kejenuhannya meningkat

Tabel 6. Kandungan basa-basa dapat tukar pada tanah marginal dari batuan sedimen masam di Kalimantan.

Horison A Horison B
Lokasi
Cadd Mgdd Kdd Nadd Cadd Mgdd Kdd Nadd
.......................................................................... (cmol c/kg) .......................................................................
Kalimantan Selatan 1,05 0,70 0,12 0,05 1,00 0,50 0,09 0,05
Kalimantan Barat 0,64 0,37 0,18 0,09 0,24 0,17 0,10 0,09
Kalimantan Timur 0,40 0,31 0,12 0,04 0,22 0,13 0,04 0,03
Kalimantan Tengah 0,30 0,50 0,40 0,10 0,20 0,20 0,10 0,00
Sumber: Data diolah dari Lembaga Penelitian Tanah (1973); Yatno et al. (2000); Prasetyo et al. (2001), Suharta (2007).

Tabel 7. Kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa, dan kejenuhan aluminium pada tanah marginal dari batuan
sedimen masam di Kalimantan.

Horison A Horison B

Lokasi KT K KT K Kejenuhan Kejenuhan KT K KT K Kejenuhan Kejenuhan


tanah liat basa Al tanah liat basa Al
(cmol c/kg) (cmol c/kg) (cmol c/kg) (%) (cmol c/kg) (cmolc/kg) (cmol c/kg) (%)
Kalimantan Selatan 7,41 25,62 26 53 10,71 22,41 15 75
Kalimantan Barat 12,36 47,88 13 78 10,29 29,49 11 85
Kalimantan Timur 9,30 31,00 19 48 9,60 24,00 9 62
Kalimantan Tengah 9,10 43,30 23 72 6,10 19,67 5 89
Sumber: Lembaga Penelitian Tanah (1973); Yatno et al. (2000); Prasetyo et al. (2001), Suharta (2007).

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 143


dengan kedalaman tanah. Suharta dan greatgrup hanya dibedakan sebagai
Prasetyo (2008) mengemukakan bahwa Kandiudox, yang dicirikan oleh adanya
tekstur tanah berpengaruh terhadap horison kandik, dan Hapludox.
kejenuhan Al; semakin tinggi kandungan
fraksi liatnya, kejenuhan Al semakin
meningkat. Selain kandungan fraksi liat
yang berpengaruh terhadap kejenuhan PERMASALAHAN PADA
Al, jenis mineral liat seperti vermikulit TANAH MARGINAL DI
yang terdapat dalam tanah masam tidak KALIMANTAN
stabil dan dalam proses pelapukannya
akan membebaskan sejumlah Al ke dalam Permasalahan umum pada tanah marginal
tanah sehingga kandungan Al dalam lahan kering dari batuan sedimen masam
tanah meningkat. adalah reaksi tanah masam, kandungan
bahan organik rendah, ketersediaan dan
cadangan hara rendah, serta kejenuhan
Al tinggi. Tindakan praktis untuk mem-
KLASIFIKASI TANAH perbaiki sifat kimia tanah tersebut
Gambar 2. Penampang tanah Ultisols meliputi: 1) pengapuran untuk mening-
Sebagian besar tanah marginal dari batuan dari batu pasir di Kali- katkan pH tanah dan mengurangi
sedimen masam, berdasarkan taksonomi mantan Selatan. reaktivitas Al, 2) pemberian pupuk makro
tanah (Soil Survey Staff 2006), diklasi- maupun mikro untuk memperbaiki
fikasikan sebagai Ultisols, dan sebagian kesuburan tanah, serta 3) penambahan
kecil Inceptisols dan Oxisols. Ultisols Kandiudults, dan yang bersolum tanah bahan organik yang berfungsi sebagai
didefinisikan sebagai tanah yang mem- lebih dangkal dinamakan Kanhapludults. bufer terhadap pH rendah dan toksisitas
punyai penciri horison argilik atau kandik Ultisols dengan horison argilik bersolum Al melalui pembentukan khelat (Brown
dan kejenuhan basa < 35%. Horison argilik dalam disebut Paleudults, dan yang ber- et al. 2008). Penambahan bahan organik
dan kandik merupakan horison iluviasi solum lebih dangkal disebut Hapludults. juga dapat meningkatkan stabilitas tanah
(horison akumulasi liat); yang mem- Tanah yang mengandung lapisan plintit, dan mendukung pengelolaan lahan
bedakan keduanya adalah besarnya dan kadang-kadang disertai dengan sistem konservasi (Erfandi et al. 1999).
KTK-liat, yaitu pada horison kandik < 16 lapisan krokos (kongkresi besi) hingga di Tekstur yang kasar memberikan
cmolc/kg dan horison argilik > 16 cmolc/ permukaan diklasifikasikan sebagai pengaruh negatif terhadap kemampuan
kg. Oxisols adalah tanah mineral yang Plinthudults. tanah meretensi air dan hara yang rendah,
dicirikan oleh adanya horison oksik, yaitu Inceptisols juga dibedakan berdasar- serta tanah rawan kekeringan dan peka
horison dengan KTK-liat < 16 cmolc/kg, kan rejim kelembapan tanah, yaitu Udepts erosi. Tekstur yang kasar juga mening-
KTK-efektif < 12 cmolc/kg, kandungan dengan rejim kelembapan udik. Udepts katkan laju infiltrasi serta pencucian hara
mineral mudah lapuk dalam fraksi 50200 hanya dibedakan sebagai Dystrudepts dan basa-basa di dalam tanah. Yang et al.
mikron < 10%, dan struktur batuan < 5% yang dicirikan oleh kejenuhan basa < 50%. (2008) mengemukakan bahwa tanah yang
dari volume tanah (Soil Survey Staff Oxisols dibedakan berdasarkan re- bertekstur kasar dicirikan oleh kandung-
2006). Inceptisols adalah tanah yang jim kelembapan tanah, yaitu Udox dengan an oksida Fe/Al, bahan organik, dan
tergolong relatif muda, dicirikan oleh rejim kelembapan udik. Pada tingkat kandungan liat yang rendah. Oleh karena
adanya horison kambik, yaitu suatu itu, pupuk P yang diberikan ke dalam ta-
horison alterasi atau perubahan pada nah akan mudah hilang tercuci bersama
tahap awal yang dicirikan oleh per- Tabel 8. Klasifikasi tanah marginal air perkolasi karena kemampuan tanah
kembangan struktur atau perubahan dari batuan sedimen masam meretensi hara rendah. Penggunaan
warna tanah, transformasi secara kimia di Kalimantan pada tingkat biosolid, yaitu pupuk organik yang
atau pemindahan bahan, dan atau me- greatgrup. diperkaya dengan Fe dan Al, dapat
rupakan hasil kombinasi dari dua atau mengurangi kehilangan P hingga < 1%.
lebih proses tersebut (Soil Survey Staff Ordo Subordo Greatgrup Fe dan Al oksida dari biosolid berperan
2006). Gambar 2 memperlihatkan penam- aktif dalam mengurangi pencucian P
Ultisols Udults Kandiudults
pang tanah Ultisols dari Kalimantan Kanhapludults melalui pengikatan dalam bentuk organik-
Selatan. Pada tingkat greatgrup, klasi- Paleudults Al(OH)2+ atau organik-Fe(OH)2+.
fikasi tanah marginal dari batuan sedimen Hapludults Tekstur tanah, selain berpengaruh
masam lahan kering di Kalimantan Plinthudults langsung terhadap sifat fisik tanah, juga
Inceptisols Udepts Dystrudepts
disajikan pada Tabel 8. menentukan sifat kimia tanah. Hasil
Oxisols Udox Hapludox
Pada tingkat subordo, Ultisols di- Kandiudox penelitian Suharta (2007) pada tanah
bedakan berdasarkan rejim kelembap- marginal dari batuan sedimen masam di
Sumber: Suharta. et al. (1998); Suharta et al.
annya, yaitu Udults dengan rejim kelem- Kalimantan Barat menunjukkan bahwa
(1999); Hikmatullah et al. (2000); Suharta et
bapan udik. Pada tingkat greatgrup, al. (2000); Anda et al. (2001); Suharta dan kandungan fraksi pasir berkorelasi negatif
Ultisols yang mempunyai horison kandik Suratman (2001); Suharta dan Suratman dengan C, N, P, K potensial, dan Aldd.
dengan solum tanah dalam disebut (2004); Soil Survey Staff (2006). Semakin tinggi kandungan fraksi pasir,

144 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010


semakin rendah kandungan C-organik, POTENSI PENGEMBANGAN sedangkan tanaman karet, kakao, dan
hara P dan K potensial, dan Aldd. Seba- kopi dapat diusahakan pada wilayah
liknya, semakin tinggi kandungan fraksi Lahan marginal sebagian besar diman- dengan relief hingga berbukit.
liat, semakin tinggi pula kandungan hara faatkan untuk pengembangan tanaman
P dan K potensial, basa-basa dapat tukar perkebunan, seperti karet, kelapa sawit,
(Mgdd, Kdd), KTK tanah, dan kejenuhan kopi, lada, dan hutan tanaman industri. KESIMPULAN DAN SARAN
basa, namun kejenuhan Al hanya akan Tanah marginal di Kalimantan meliputi
meningkat sejalan dengan meningkatnya areal 30,15 juta ha. Luas lahan yang di- Secara alami, tanah marginal dari batuan
kandungan fraksi liat. gunakan untuk perkebunan baru sekitar sedimen masam di Kalimantan mempunyai
Kandungan bahan organik yang 5 juta ha sehingga masih tersedia lahan cadangan mineral atau hara rendah, reaksi
rendah di daerah tropis merupakan hal yang luas untuk dikembangkan. Namun, tanah masam, serta kandungan bahan
biasa karena tingginya proses minerali- informasi secara rinci mengenai luasan organik, P dan K, serta basa dapat tukar
sasi. Bahan organik fraksi ringan dan yang lahan marginal berdasarkan relief serta rendah, tetapi kejenuhan Al tinggi. Oleh
berasosiasi dengan fraksi pasir akan lebih penggunaannya sebagai dasar dalam karena itu, perbaikan sifat kimia tanah
mudah mengalami mineralisasi diban- menyusun perencanaan pengembangan melalui pengapuran, penggunaan bahan
dingkan dengan bahan organik yang secara detail masih diperlukan. organik, dan pemupukan lengkap sangat
berasosiasi dengan fraksi debu dan liat Pemilihan jenis komoditas yang disarankan untuk meningkatkan reaksi
(Haile-Mariam et al. 2008). Anda et al. dikembangkan perlu disesuaikan dengan tanah, mengurangi reaktivitas Al, dan
(2008) menyatakan bahwa semakin tidak sifat fisik dan kimia tanah serta kondisi meningkatkan hara tanah.
kristalin atau semakin amorf dan semakin reliefnya. Wilayah dengan relief datar Sifat fisik tanah yang berpengaruh
kecil ukuran partikel liatnya, bahan organik hingga berombak sesuai untuk pengem- terhadap pertumbuhan tanaman adalah
dalam tanah akan semakin stabil. bangan tanaman pangan lahan kering tekstur kasar pada sebagian tanah se-
Guimaraes et al. (2008) mengemukakan semusim, sedangkan wilayah dengan re- hingga menurunkan kemampuan tanah
bahwa sistem tanpa olah tanah membe- lief hingga berbukit dapat dimanfaatkan dalam meretensi air dan hara serta tanah
rikan manfaat besar terhadap konservasi untuk tanaman tahunan atau perkebunan peka erosi. Pengelolaan lahan dengan
tanah dan air, mengurangi erosi, serta (Djaenudin et al. 2000). Hal tersebut sistem konservasi sangat diperlukan untuk
menurunkan penggunaan tenaga kerja didasarkan pada keadaan bahwa tanah mempertahankan kesuburan tanah dan
dan biaya produksi. Tanpa olah tanah, marginal tergolong peka erosi. Oleh karena mencegah erosi.
sifat kimia tanah dapat terjaga dengan baik, itu, pengembangan tanaman pangan Tanah marginal lahan kering dari
tetapi perlu diterapkan pola pergiliran semusim yang memerlukan pengelolaan batuan sedimen masam di Kalimantan
tanaman dan penambahan kapur serta lahan secara intensif sebaiknya diarahkan berpotensi untuk pengembangan berba-
pemupukan dalam jumlah cukup. Namun, pada wilayah dengan lereng tidak lebih gai komoditas pertanian dan hutan
pendapat tersebut dibantah oleh Alvaro- dari 8%, dengan tetap mempertahankan tanaman industri. Tanaman pangan
Fuentes et al. (2008); Blanco dan Lal pengelolaan lahan konservasi. Wilayah semusim diarahkan pada wilayah dengan
(2008), serta Olchin et al. (2008), yang bergelombang dengan lereng lebih dari relief datar hingga berombak dengan
mengemukakan bahwa tanpa olah tanah, 8% dapat dimanfaatkan untuk tanaman lereng < 8%, sedangkan tanaman tahunan
peningkatan bahan organik hanya terjadi tahunan yang tidak memerlukan penge- dan atau perkebunan serta hutan tanaman
pada 10 cm lapisan teratas, dibandingkan lolaan lahan secara intensif sehingga industri dapat dikembangkan pada relief
total bahan organik pada tanah yang dapat menekan bahaya erosi. Tanaman sampai berbukit. Komoditas tanaman
diolah yang mencapai kedalaman 60 cm. perkebunan berupa kelapa sawit dan lada perkebunan yang dapat dikembangkan
Tanpa olah tanah juga meningkatkan sebaiknya dikembangkan pada wilayah antara lain adalah karet, kelapa sawit, lada,
berat isi tanah (Alvaro-Fuentes et al. dengan relief hingga bergelombang, kopi, dan kakao.
2008).

DAFTAR PUSTAKA
Alvaro-Fuentes, J., M.V. Lopez, C. Cantero- Anda, M., N. Suharta, and S. Ritung. 2000. Sumberdaya Lahan dan Agroklimat, Pusat
Martinez, and J.L. Arrue. 2008. Tillage Development of soils derived from weath- Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
effects on soil organic carbon fractions in ered sedimentary, granitic and ultrabasic
Anda, M., J. Shamshuddin, I.C. Fauziah, and S.
mediterranean dryland agroecosystems. Soil rocks in South Kalimantan Province: I.
R. Syed Omar. 2008. Pore space and specific
Sci. Soc. Am. J. 72(2): 541547. Mineralogical composisition and chemical
surface area of heavy clay Oxisols as affected
properties. Jurnal Tanah dan Iklim 18: 1
Alkasuma. 1994. Beberapa sifat kimia tanah seri by their mineralogy and organic matter. Soil
10.
Sanggauledo (Anionic Acroperox) Kaliman- Sci. 173(8): 560574.
tan Barat. hlm. 4355. Dalam Risalah Hasil Anda, M., Rofik, dan N. Suharta. 2001. Survei
Blanco, H. and C.R. Lal. 2008. No-tillage and
Penelitian Potensi Sumberdaya Lahan untuk dan Pemetaan Tanah Tingkat Tinjau Skala
soil-profile carbon sequestration: An on-farm
Pengembangan Sawah Irigasi di Kalimantan 1:250.000 untuk Mendukung Pengembangan
assessment. Soil Sci. Soc. Am. J. 27(3): 693
dan Sulawesi. Pusat Penelitian Tanah dan Wilayah di Provinsi Kalimantan Timur
701.
Agroklimat, Bogor. (Bagian V). Bagian Proyek Penelitian

Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010 145


BPS. 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Marsoedi, D.S. Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Suharta, N., M. Anda, V. Suwandi, dan Rofik.
Statistik, Jakarta. S.W.P. Darul, S. Hardjowigeno, J. Hof, and 1999. Survei dan Pemetaan Tanah Tinjau
E.R. Jordan. 1997. Guideline for Landform Provinsi Kalimantan Selatan (Bagian I)
Brown, T.T., R.T. Koenig, D.R. Huggins, J.B.
Classification. Second Land Resource dalam rangka Inventarisasi dan Evaluasi
Harsh, and R.E. Rossi. 2008. Lime effects
Evaluation and Planning Project. Part C. Sumberdaya Lahan untuk Pengembangan
on soil acidity, crop yield, and aluminium
Strengthening Soil Resources Mapping. Wilayah, Skala 1:250.000. Proyek Peneli-
chemistry in direct-seeded cropping system.
Center for Soil and Agroclimate Research, tian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Soil Sci. Soc. Am. J. 72(3): 634640.
Bogor. dan Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan
Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagyo, A. Agroklimat, Bogor.
Mohr, E.C.J., F.A. van Baren, and J. van
Mulyani, dan N. Suharta. 2000. Kriteria
Schuylenborgh. 1972. Tropical Soils. A Suharta, N., B.H. Prasetyo, M. Hikmat, E. Yatno,
Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Per-
comprehensive study of their genesis. dan Rofik. 2000. Survei dan Pemetaan
tanian. Versi. 3. Pusat Penelitian Tanah dan
Mouton–Ichtiar Baru-Van Hoeve, The Tanah Tinjau Provinsi Kalimantan Selatan
Agroklimat, Bogor.
Hague-Paris-Jakarta. p. 481. (Bagian II) dalam rangka Inventarisasi dan
Erfandi, D. Sudradjat, dan U. Kurnia. 1999. Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Pengem-
Olchin, G.P., S. Ogle, S.D. Frey, T.R. Filley, K.
Kombinasi teknik konservasi dengan bangan Wilayah, Skala 1:250.000. Bagian
Paustian, and J. Six. 2008. Residue carbon
pengelolaan bahan organik dalam usaha Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan dan
stabilization in soil aggregates of no-till and
meningkatkan produktivitas tanah Ultisols. Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan
tillage management of dryland cropping
hlm. 367377. Prosiding Seminar Nasional Agroklimat, Bogor.
systems. Soil Sci. Soc. Am. J. 72(2): 507
Sumberdaya Tanah, Iklim, dan Pupuk.
513. Suharta, N. dan Suratman. 2001. Survei dan
Buk u II. Pusat Penelitian Tanah dan
Pemetaan Tanah Tingkat Tinjau (Skala
Agroklimat, Bogor. Prasetyo, B.H., N. Suharta, H. Subagjo, and
1:250.000) Provinsi Kalimantan Timur
Hikmatullah. 2001. Chemical and mineral-
Faucult, A. and et Jean-Francois Raqult. 1984. (Bagian IV). Bagian Proyek Penelitian
ogical properties of Ultisols of Sasamba area,
Dictionaire de Geologie. Guides Geologiques Sumberdaya Tanah dan Proyek Pengkajian
East Kalimantan. Indones. J. Agric. Sci. 2(2):
Regionaux. Collection dirigee par Ch. Teknologi Pertanian Partisipatif. Balai
3747.
Pomerol. 2- ed . Masson, Paris, New York, Penelitian Tanah, Bogor.
Barcelone, Milan, Mexico, Sao Paulo. Puslittanak. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah
Suharta, N. dan Suratman. 2004. Karakterisasi
Eksplorasi Indonesia, Skala 1:1.000.000.
Giaveno, C., L. Celi, R.M.A. Cessa, M. Prati, E. dan Analisis Sumberdaya Lahan untuk
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat,
Bonifacio, and E. Barberis. 2008. Interaction Pengembangan Wilayah di Kawasan Timur
Bogor.
of organic phosphorus with clays extracted Indonesia (Provinsi Kalimantan Barat I).
from Oxisols. Soil Sci. 173(10): 694706. Quideau, S.A., R.C. Graham, O.A. Chadwick, and Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Tanah
H.B. Wood. 1999. Biogeochemical cycling dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian
Guimaraes, F.M., I.C.B. Fonseca, M. Brossard, Partisipatif. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
of calcium and magnesium by Ceanothus and
C.M.R. Portella, Osmar, R. Brito, and J.C.
Chamise. Soil Sci. Soc. Am. J. 63: 1880
Ritchie. 2008. Monitoring changes in the Suharta, N. 2007. Sifat dan karakteristik tanah
1888.
chemical properties of an Oxisol under long- dari batuan sedimen masam di Provinsi
term no-tillage management in subtropical Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. Kalimantan Barat serta implikasinya ter-
Brazil. Soil Sci. 173(6): 408416. 10 th Edition. United States Department of hadap pengelolaan lahan. Jurnal Tanah dan
Agriculture (USDA), Washington, DC. Iklim 25: 1126.
Haile-Mariam, S., H.P. Collins, S. Wright, and
E.A. Paul. 2008. Fractionation and long- Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Suharta, N. dan B.H. Prasetyo. 2008. Susunan
term laboratory incubation to measure soil Tanah-tanah pertanian di Indonesia. hlm. mineral dan sifat fisiko-kimia tanah ber-
organic matter dynamics. Soil Sci. Soc. Am. 2165. Dalam Sumberdaya Lahan Indonesia vegetasi hutan dari batuan sedimen masam
J. 72(2): 370379. dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah di Provinsi Riau. Jurnal Tanah dan Iklim 28:
dan Agroklimat, Bogor. 114.
Hikmatullah, Suratman, dan N. Suharta. 2000.
Survei dan Pemetaan Tanah Tingkat Tinjau Suhardjo, H. dan B.H. Prasetyo. 1998. Sifat-sifat Yang, Y., Z. He, P.J. Stoffella, X. Yang, D.A.
Provinsi Kalimantan Timur untuk Men- fisiko-kimia dan penyebaran tanah Kan- Graetz, and D. Morris. 2008. Leaching
dukung Pengembangan Wilayah (Bagian I). diudults di Provinsi Riau. Jurnal Penelitian behavior of phosphorus in sandy soils
Skala 1:250.000. Bagian Proyek Penelitian dan Pengembangan Pertanian 17(2): 93 amended with organic material. Soil Sci.
Sumberdaya Lahan dan Agroklimat, Pusat 102. 173(4): 257266.
Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Suharta, N., Hikmatullah, B.H. Prasetyo, V. Yatno, E., M. Hikmat, N. Suharta, dan B.H.
Krantz, B.A. 1958. Soil survey interpretation – Suwandi, dan M. Anda. 1998. Survei dan Prasetyo. 2000. Plinthudults di Kalimantan
Interpretation of soil characteristics impor- Pemetaan Tanah Tinjau Kapet Sasamba, Selatan: Sifat morfologi, fisika, mineralogi,
tant in soil management. Soil Sci. Soc. Am. Provinsi Kalimantan Timur untuk Me- dan kimianya. hlm. 353366. Prosiding
J. 22(2): 155156. nunjang Pembangunan Kawasan Andalan Seminar Nasional Reorientasi Pendaya-
Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet), gunaan Sumberdaya Tanah, Iklim, dan Pupuk.
Lembaga Penelitian Tanah. 1973. Survei dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah
Skala 1:250.000. Proyek Penelitian dan
Pemetaan Tanah Daerah Sepanjang Sei dan Agroklimat, Bogor.
Pengembangan Sumberdaya Lahan dan
Kahayan. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor.
Agroklimat. Pusat Penelitian Tanah dan
No.6/1973.
Agroklimat, Bogor.

146 Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010

Anda mungkin juga menyukai