Anda di halaman 1dari 8

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MODEL PENGEMBANGAN

KURIKULUM MENURUT RALPH TYLER, HILDA TABA, DAN


WHEELER SECARA UMUM
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran
Dosen Pengampu: Dr. Meti Istimurti, M.Pd.

Disusun oleh:
Nur Satriani (1964041002)
Ismiati Pertiwi (2222200068)
Muhammad Daffansyah Gerraldy Oking (2222200085)

KELAS 3 / C
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG - BANTEN
2021
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MENURUT RALPH TYLER,
HILDA TABA, DAN WHEELER

A. Model Ralph Tyler


Dalam bukunya yang berjudul Basic Principles Curriculum and
Instruction (1949), Tyler mengatakan bahwa curriculum development needed to
be treated logically and systematically. Ia berupaya menjelaskan tentang
pentingnya pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasi kurikulum,
dan program pengajarannya dari suatu pengajaran suatu lembaga pendidikan.
Pengembangan kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan
penekanan khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model
pengembangan kurikulum secara komprehensif, tetapi bagian pertama dari
modelnya (seleksi tujuan) menerima sambutan yang hangat dari para educator.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum model Ralph Tyler:
1) Langkah 1: Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar
mengidentifikasikan tujuan umum (tentative general objectives) dengan
mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu kebutuhan peserta didik,
masyarakat (fungsi yang diperlukan), dan subject matter.
2) Langkah 2: Setelah mengidentifikasi beberapa buah tujuan umum, perencana
merifine dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi
pendidikan dan psikologi belajar. Hasilnya akan menjadi Tujuan pembelajaran
khusus dan menyebutkannya juga pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat
sebagai saringan pertama untuk tujuan ini. Selanjutnya perlu disusun garis-
garis besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikannya dengan memberi
tekanan pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan penyaringan,
para pendidik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang baik, dan
psikologi belajar memberikan ide mengenai jangka waktu yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan waktu untuk melaksanakan kegiatan secara efisien.
Tyler pun menyarankan agar pendidik memberi perhatian kepada cara belajar
yang dapat:
1. Mengembangkan kemampuan berpikir.
2. Menolong dalam memperoleh informasi.
3. Mengembangkan sikap masyarakat.
4. Mengembangkan minat.
5. Mengembangkan sikap kemasyarakatan.
3) Langkah 3: Menyeleksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian
tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus mempertimbangkan persepsi dan
pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta didik.
4) Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman ke dalam unit-unit dan
menggambarkan berbagai prosedur evaluasi.
5) Langkah 5: Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar
dan mengaitkannya dengan evaluasi terhadap keefektifan perencanaan dan
pelaksanaan.
6) Langkah 6: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen
penting dalam pengembangan kurikulum. Sehubungan dengan hal tersebut
Tyler (1949) memperingatkan agar dibedakan antara konten (isi) pelajaran
atau kegiatan-kegiatan belajar dengan pengalaman-pengalaman belajar, karena
pengalaman belajar merupakan pengalaman yang diperoleh dan dialami anak-
anak didik sebagai hasil belajar dan interaksi mereka dengan konten (dan
kegiatan belajar. Untuk mengembangkan pengalaman belajar yang mereka
peroleh harus bermuara pada pemberian pengalaman para pelajar yang
dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar. Dari beberapa
konsepsi kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari segi
yang sempit atau dari segi yang luas (sebagai pengalaman yang diperoleh di
sekolah atau di luar sekolah).

B. Model Hilda Taba


Pada beberapa buku karya Hilda Taba yang paling terkenal dan besar
pengaruhnya adalah Curriculum Development: Theory and Practice (1962).
Dalam buku ini, Hilda Taba mengungkapkan pendekatannya untuk proses
pengembangan kurikulum. Dalam pekerjaanya itu, Taba mengidentifikasikan
model dasar Tyler agar lebih representatif terhadap pengembangan kurikulum di
berbagai sekolah. Model pengembangan kurikulum ini oleh Hilda Tiba berbeda
dengan lazimnya yang banyak ditempuh secara deduktif, karena caranya induktif.
Oleh Karena itu, sering disebut “Model Terbalik” atau “Inverted Model”.
Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan melakukan
percobaan, penyusunan teori, dan kemudian baru ditetapkan. Hal itu diharapkan
dimaksudkan
untuk lebih mempertemukan antara teori dan praktik, serta menghilangkan sifat
keumuman dan keabstrakan yang terjadi dalam kurikulum yang dilakukan tanpa
kegiatan percobaan. Dalam pendekatannya, Taba menganjurkan untuk lebih
mempunyai informasi tentang masukan (input) pada proses setiap langkah
kurikulum, secara khusus, Taba menganjurkan untuk menggunakan pertimbangan
ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar
(psikologis kurikulum). Untuk memperkuat pendapatnya, Taba mengklaim bahwa
semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar. Suatu kurikulum bisanya
berisi seleksi dan organisasi isi, yaitu merupakan manifestasi atau implikasi dari
bentuk-bentuk (patterns) belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi
dari hasil pun akan dilakukan. Perekayasaan kurikulum secara tradisional
dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia ini bertugas:
1. Mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan
kesepakatan fundasional.
2. Merumuskan desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan
kesepakatan yang telah dirumuskan.
3. Menkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain.
4. Melaksanakan kurikulum pada tingkat atas. Taba percaya bahwa esensial
proses deduktif ini cenderung untuk mengurangi kemungkinan-
kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan
mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.

Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cenderung untuk


mengurangi kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi
kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum. Taba
menyatakan bahwa:
1. Bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh
maka sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan
dipelajari dan diuji.
2. Panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat menjuduli
rencana-rencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri
hanya atas dasar logika bukan empirik.
3. Karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum
yang dihasilkan cenderung merupakan skema / skeet bagan yang sangat
umum dan abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan praktik
instruksional.

Ketiga masalah tersebut menunjukkan efisiensi perekayasaan kurikulum


yang tradisional dan kesenjangan antara teori dan praktik. Suatu contoh adanya
disfungsi dalam teori praktik terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk
mengajukan:
1. Integrasi isi / materi,
2. Hubungan dengan kebutuhan siswa. Jalannya praktik core tersebut
umumnya hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time mata
ajaran yang terpisah-pisah, dan dimana masalah-masalah kehidupan
terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang dilaksanakan
berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktik.

Langkah-langkah pengembangan kurikulum menurut Hilda Taba:


1) Langkah 1: Diagnosis kebutuhan.
2) Langkah 2: Merumuskan tujuan pembelajaran.
3) Langkah 3: Seleksi materi.
4) Langkah 4: Organisasi materi.
5) Langkah 5: Seleksi pengalaman belajar.
6) Langkah 6: Organisasi pengalaman belajar.
7) Langkah 7: Menentukan cara dan alat untuk mengetahui hasil kegiatan.

C. Model Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler
(1967) mempunyai argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum
developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang
namanya setiap elemen saling berhubungan dan bergantungan.
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum
pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya
memiliki bentuk rasional. Setiap langkahnya (phase) merupakan pengembangan
secara logis terhadap model sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak
dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai
mantan akademisi University of Western Australia, Wheeler mengembangkan ide-
idenya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Tayler dan Taba. Wheeler
menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis temporer, akan
menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat
tampak bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan
Tyler dan Taba meski hanya dipresentasikan agak berbeda.
Kelebihan dari model Wheeler adalah:
1. Memasukan berbagi kematangan yang berhubungan dengan objectives.
2. Struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
3. Menerapkan situasional analisis sebagai titik permulaan
TABEL PERBANDINGAN PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM MENURUT EALPH TYLER, HILDA
TABA, DAN WHEELER SECARA UMUM

Ketiga model pengembangan kurikulum (menurut Tyler, Taba, dan


Wheeler) sama-sama memberikan arahan untuk merumuskan tujuan
yang akan dicapai terlebih dahulu dari dibuatnya pengembangan
kurikulum.
Begitupun selanjutnya, ketiga teori ini sama-sama memberikan
arahan untuk menyeleksi pengalaman belajar yang dirasa tepat
untuk mencapai tujuan yang sebelumnya telah dirumuskan.

Persamaa Seterusnya, ketiga teori ini sama-sama membahas model


n pengembangan belajar dengan cara menyeleksi dan
mengorganisasikan pengalaman belajar terpilih yang pada
akhirnya akan dilakukan evaluasi terhadap pengalaman belajar
tersebut.
Sama-sama memberi arahan dalam merumuskan tujuan kurikulum
sebagai upaya dalam menyeleksi pengorganisasian pengalaman
belajar peserta didik yang berfungsi agar tujuan evaluasi dapat
tercapai.
Perbedaan diantara ketiga model pengembangan ini (menurut
Tyler, Taba, dan Wheeler) secara signifikan dapat terlihat dari
proses awal yang harus dilakukan untuk mengembangkan
kurikulum itu sendiri, yaitu ada pada model pengembangan
kurikulum menurut Taba yang mana ia berpendapat bahwa hal
Perbedaan pertama yang harus dilakukan dalam mengembangkan kurikulum
adalah dengan mendiagnosis kebutuhan baru setelahnya dilakukan
perumusan tujuan. Berbeda dengan pendapat Tyler dan Wheeler
yang menyatakan bahwa tahap pertama yang harus ditempuh ialah
merumuskan tujuan.
Model pengembangan kurikulum menurut Taba tidak terdapat
adanya evaluasi sebagai proses akhir, tidak seperti apa yang
diungkapkan oleh Tyler dan Wheeler yang menjadikan evaluasi
sebagai proses terakhir dari pengembangan kurikulum. Model
Taba mengakhiri proses pengembangan dengan mengetahui alat
dan cara untuk mengetahui kegiatan.
Di dalam model pengembangan menurut Taba terdapat proses
seleksi materi dan pengorganisasian terhadap materi yang tidak
tertera dalam model pengembangan kurikulum menurut Tyler dan
Wheeler. Model Taba menggunakan diagnosis deduktif, maka dari
itu langkah-langkah yang digunakan diawali dengan diagnosis
kebutuhan peserta didik, yaitu semua yang dibutuhkan peserta
didik. Kita tahu apa saja kebutuhan peserta didik dengan cara
melakukan survei. Langkah kedua adalah merumuskan tujuan
pembelajaran, tujuan dapat dirumuskan dari hasil diagnosis
kebutuhan peserta didik, menganalisis materi, mengorganisir
materi, dilakukan seleksi pengalaman belajar, organisir
pengalaman belajar, dan yang terakhir evaluasi. Sedangkan, Model
wheeler adalah model siklis, model yang tidak akan pernah selesai
karena selalu berputar. Caranya sama yang pertama tujuan analisis,
seleksi pengalaman belajar, seleksi isi materi, organisasi dan
interaksi pengalaman belajar dan materi, evaluasi dan akan
kembali lagi kepada yang pertama, yaitu tujuan analisis. Dan yang
terakhir adalah model Tyler dimana model pengembangan
kurikulumnya menggunakan pendekatan induktif.
Pengembangan kurikulum model Wheeler memberikan
kemudahan dalam penerapannya, karena tahap-tahap penyusunan
kurikulum tidak terlalu rumit seperti model Tyler dan Taba.
Sistemasinya selalu memperhatikan tahap-tahap sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai