Anda di halaman 1dari 26

Lapooran Kasus

“Malaria Malariae (Quartana)”

Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya di SMF Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Hamadi Jayapura

Oleh:
Meiske Mokay

Melianti Satian

Trevy Wattimuri

Pembimbing:

dr. Marlinda Waromi

SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA PAPUA
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat
dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan atau
membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia disetiap
tahunnya. Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal 5
(lima) macam spesies yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium
knowlesi. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara
dengan Negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan
wilayah lain. Menurut WHO, pada tahun 1990, 80% kasus di
Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria
indigenous di Sembilan Negara yaitu: India, Brazil, Afganistan, Sri
Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China.
Plasmodium Falciparum adalah spesies paling dominan dengan 120
juta kasus baru pertahun, dan lebih dari satu juta kematian pertahun
secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali
mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global.
Di Indonesia malaria mempengaruhi angka kesakitan dan
kematian bayi, anak balita, ibu melahirkan dan produktivitas
sumber daya manusia. Saat ini ditemui 15 juta penderita malaria
dengan angka kematian 30 ribu orang setiap tahun, sehingga
pemerintah memprioritaskan penangulangan penyakit menular dan
penyehatan Lingkungan. Upaya untuk menekan angka kesakitan
dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria
yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan
cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang
kesemuanya ditujukàn untuk memutus mata rantai penularan
malaria. Pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman
terhadap status kesehatan masyarakat terutama pada rakyat yang
hidup di daerah terpencil. Hal ini tercermin dengan dikeluarkannya
Peraturan Presiden Nomor: tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Naional tahun 2015 - 2019 dimana
malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi. Salah
satu tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria di
Indonesia adalah terjadinya penurunan efikasi pada penggunaan
beberapa obat anti malaria, bahkan terdapat resistensi terhadap
klorokuin. Hal ini dapat disebabkan antara lain oleh karena
penggunaan obat anti malaria yang tidak rasional. Sejak tahun 2004
obat pilihan utama untuk malaria falciparum adalah obat kombinasi
derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisininbased
Combination Therapy (ACT). Kombinasi artemisinin dipilih untuk
meningkatkan mutu pengobatan malaria yang sudah resisten
terhadap klorokuin dimana artemisinin ini mempunyai efek
terapeutik yang lebih baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang


disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi
klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan
meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut
maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia,
dan pembesaran limpa.

2.2 EPIDEMIOLOGI

Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih


berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon
imun yang lebih kuat dibandingkan dengan lakilaki, namun
kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa
faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria
adalah :

1. Ras atau suku bangsa Pada penduduk benua Afrika prevalensi


Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap
infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat
perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu Kekurangan terhadap enzim
Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan
perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
Defisiensterhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi utama pada wanita.

3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu


mengancurkan Plasmodium yang masuk atau mampu
menghalangi perkembangannya.

2.3 ETIOLOGI

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke


dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa
obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu
Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia
dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan
langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar
serta dari ibu hamil kepada janinnya. (6,7) Malaria vivax
disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau
malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale,
sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau
malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam
waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar,
sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-
organ tubuh.
2.4 SIKLUS HIDUP PLASMODIUM

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya,


yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.

Siklus Pada Manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia,


sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke
dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah
itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit
hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari
10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu.
Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi
bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat
tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun
- tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan
menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk
ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di
dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium
tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan
aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang
terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut
dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah,
sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan
membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.

Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang


mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan
dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini
akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding
lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan
menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya
akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa
inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang
ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies
Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai
dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah
dengan pemeriksaan mikroskopik.

2.5 PATOGENESIS MALARIA

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit,


inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada
terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada
koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan
kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi
tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya
kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga
akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan
fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi
terhadap eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta


pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai
banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari
eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta
peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan
invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan
eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur
dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.
Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport
membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium
venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada
eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah


eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi
oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu
seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen
golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada
permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah


multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit

yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak


mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan
hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat
dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat
menyebabkan gagal ginjal.
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai
mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan
parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor
(TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam
peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit
malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam,
hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang
dewasa.
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk


tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut
mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan
berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit
terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni
berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi
menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang
mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan
edema jaringan

2.6 PATOLOGI MALARIA


Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel
hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit
yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses
patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria
serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler.
Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan
pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi.
2.7 MANIFESTASI KLINIS
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh
Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam
yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni
(pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl
phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin
lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya
pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia
tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam
periodic, anemia dan splenomegaly,
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari

tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum


dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes.
Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan
nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang
mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal Keluhan-keluhan prodromal dapat

terjadi sebelum terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit


kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot,
anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang
merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi
pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P.
malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria


proxym) secara berurutan:
 Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita
sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat
menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis
seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15
menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature.
 Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi
cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih,
penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri
kepala, nyeri retroorbital, muntahmuntah dan dapat terjadi syok.
Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai
2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
 Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun
akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi
malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik.
Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan
akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.

Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.


falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria
berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.
falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut:

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang


dari 11.
2. Anemia berat (Hb10.000/µl.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang
dewasa atau 3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia
6. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau
disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi
intravaskuler.
7. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan
pada hipertermis.
8. Asidemia
9. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut
bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6
Phospat Dehidrogenase
10. Gagal sirkulasi/syok.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang
padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.
2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan
pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes
diagnostic cepat.

1. Anamnesis
 Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot
dan pegal-pegal.
 Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4
minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.
 Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
 Riwayat sakit malaria.
 Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
 Riwayat mendapat transfusi darah.

Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita


malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini :

 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.


 Keadaan umum yang lemah.
 Kejang-kejang.
 Panas sangat tinggi.
 Mata dan tubuh kuning.
 Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
 Nafas cepat (sesak napas).
 Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
 Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai
kehitaman.
 Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
 Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
 Demam (≥37,5oC)
 Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
 Pembesaran limpa
 Pembesaran hati Pada penderita tersangaka malaria berat
ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
 Temperature rectal ≥40oC.
 Nadi capat dan lemah.
 Tekanan darah sistolik 35 kali permenit pada orang dewasa
atau >40 kali permenit pada balita, dan >50 kali permenit
pada anak dibawah 1 tahun.
 Penurunan kesadaran.
 Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
 Tanda-tanda dehidrasi.
 Tanda-tanda anemia berat.
 Sklera mata kuning.
 Pembesaran limpa dan atau hepar.
 Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
 Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskopik Sebagai standar emas
pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita
adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam
darah tepi.
Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
 Ada/tidaknya parasit malaria.
 Spesies dan stadium Plasmodium
 Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++) : ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB -
Kuantitatif Jumlah parasit dihitung
permikroliter darah pada sediaan darah tebal
atau sediaan darah tipis.
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan
darah tebal atau sediaan darah tipis.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid
Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan
deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik
terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat
minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic
sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari
parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru,
dan tes >1:20 dinyatakan positif.

2.9 PENGOBATAN MALARIA

Pengobatan malaria malariae

Pengobatan malaria malariae Pengobatan P. malariae diberikan


DHP selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan
malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.

2.10 PENCEGAHAN MALARIA

Pencegahan malaria tidak hanya pemberian obat profilaksis


karena tidak ada satupun obat malaria yang dapat melindungi
secara mutlak terhadap infeksi malaria.

Prinsip pencegahan malaria adalah :


(A) Awareness, Kewaspadaan terhadap risiko malaria

(B) Bites prevention, Mencegah gigitan nyamuk

(C) Chemoprophylaxis, pemberian obat profilaksis

(D) Diagnosis dan treatment Meskipun upaya pencegahan

(A, B dan C) telah dilakukan, risiko tertular malaria masih


mungkin terjadi. Oleh karena itu jika muncul gejala malaria
segera berkonsultasi ke fasilitas kesehatan untuk memastikan
apakah tertular atau tidak. Diagnosis malaria secara dini dan
pengobatan yang tepat sangat penting.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Penderita

Nama : Tn. YW

Umur : 28 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Suku : Serui

Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Blm Menikah

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Argapura Laut

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Demam


a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar oleh keluarganya ke Puskesmas


Hamadi karena demam dan pusing di sertai lemas Demam
dirasakan hilang timbul sejak ± 3 hari sebelum datang ke
puskesmas. Selain demam, pasien juga mengaku disertai
menggigil setiap kali merasa demam. Pasien juga
mengalami mual dan muntah. Sehari sebelum ke
puskesmas, pasien muntah sekitar 2 kali.
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya dan Riwayat

Pengobatan
Pasien sering merasakan keluhan seperti ini namum
pasien tidak berobat ke puskesmas terdekat dan hanya
mengkonsumsi obat Paracetamol , Bodrex. Riwayat
konsumsi obat rutin (-).
c. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Keluarga Pada keluarga pasien, tidak ada


yang memiliki keluhan ataupun gejala yang sama
seperti yang dirasakan oleh pasien. Keluarga pasien
mengatakan tidak ada yang memiliki penyakit yang
sama, baik dari pihak ayah maupun ibu pasien.
Riwayat pengobatan program (-), Ht (-), DM (-),
Asma (-), sakit jantung (-).
d. Riwayat Sosial

- Rokok (+), Alkohol (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis (GCS : E4V5M6)

Tekanan darah : 102/63 mmHg

Nadi : 110 x/ menit

RR : 20 x/ menit

Suhu badan : 38.3ºC

Berat badan : 45 kg

2. Status Generalis

Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterus


-/-, refleks pupil +/+ isokor, edema palpebra -/-

THT

Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-

Hidung : sekret (-)

Tenggorokan : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)

Lidah : atropi papil lidah (+)

Leher : JVP 0 cmH2O,

pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Simetris, retraksi otot nafas (-)


Cor

 Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis


 Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V MCL Sinistra, kuat
angkat (-)
 Perkusi : Batas atas jantung ICS II Sinistra, batas bawah
jantung pada ICS V, batas kanan jantung PSL Dextra, batas
kiri jantung MCL Sinistra ICS V
 Auskultasi: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo

 Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis


 Palpasi : Vocal fremitus N|N

N|N

N|N

 Perkusi : Sonor | Sonor

Sonor | Sonor

Sonor | Sonor

 Auskultasi : Vesikuler +/+ , ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen

 Inspeksi: Distensi (-), meteorismus (-)


 Auskultasi: Bising usus (+) meningkat
 Palpasi: Nyeri tekan (-) Hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : Undulasi (-), Shifting dullness (-), nyeri ketok CVA
(-)

Ekstremitas :Akral Hangat + / + , edema - / -, CRT <


2 detik

Genital : tidak dilakukan

3.4. Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Darah Lengkap (02-07-2022)

Jenis Hasil
Pemeriksaan
DDR Malaria Malariae (+)

3.5 Diagnosis
Malaria quartana (+)
3.6 Terapi
- Parasetamol 3x500 mg

- Ranitidin 2x 150mg

- DHP 1 x 3

3.7 Prognosis

Ad vitam : dubia adbonam

Ad Sanationam : dubia adbonam

Ad Fungsionam : dubia adbonam


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Bagaimana mendiagnosis pasien ini dengan Malaria Malariae

Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan demam
dan pusing di sertai lemas. Demam dirasakan hilang timbul sejak
± 3 hari sebelum datang ke puskesmas. Selain demam, pasien juga
mengaku disertai menggigil setiap kali merasa demam. Pasien
juga mengalami mual dan muntah. Sehari sebelum ke puskesmas,
pasien muntah sekitar 2 kali. Pada laporan kasus dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan :

Mata: Konjungtiva anemis +/+,

Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan penunjang pada laporan


kasus dilakukan pemeriksaan DDR

Pada laporan kasus di dapatkan Hasil DDR : Plasmodium


Malariae (+)

4.2 Bagaimana terapi pada pasien ini ?

Pengobatan malaria malariae Pengobatan P. malariae diberikan


DHP selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan
malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.

Pada laporan kasus ini pemberian terapi pada pasien ini berikan :

Parasetamol 3 x 500mg, DHP 1 x 3, Ranitidin 2x1


No Pertanyaan Jawaban
1 Mengapa Malaria Malariae tidak Karena malaria quartana/malariae
diberikan primakuin ? tidak mempunyai bentuk hipnozoit
yang tersimpan di jaringan (Hepar) ,
dan Piperaquin Dihidroartemisinin
bekerja dengan cara membunuh
parasite pada stadium eritrositer,
primaquin bekerja untuk membunuh
parasite pada stadium eksoeritrosit
dan eritrositer. Jadi primaquin tidak
disarankan untuk diberikan kepada
pasien dengan malaria quartana
karena DHP bisa bekerja membunuh
parasite yang ada didalam dan
malaria tidak mempunyai stadium
Hipnozoit jadi kemungkinan untuk
relaps sangatlah kecil.
2 Kenapa malaria vivax di berikan Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian
primakuin selama 14 hari tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi
ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel
hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun - tahun. Pada suatu saat bila
imunitas tubuh menurun, akan
menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kambuh), maka
diberikan primakuin untuk
membunuh hipnozoit. Primaquin
digunakan selama 14 hari karena
siklus malaria saat sporozoit yang
masuk kedalam sel hati dan menjadi
tropozoit di hati kemudian
berkembang menjadi tropozoit hati
dan berkembang menjadi skizon hati
siklus ini berlangsung selama 2
minggu ( 14 hari).

3 Kenapa malaria falsifarum Karena malaria falsifarum hanya


diberikan primakuin single dose memiliki stadium skizontosida darah
jadi diberikan primaquin singledose
untuk bekerja sebagai radikal pada
darah untuk mencegah stadium
gametosit.
4 Bagaimana kerja primakuin Primakuin bekerja dengan cara
membunuh parasite stadium
eksoeritrosit dan stadium eritrosit
5 Kalau diberikan pada malariae Nyeri epigastrikum dan kaku
efeknya sampingnya apa ? perut,. Pada pasien dg defisiensi
G6PD akan menyebabkan
anemia hemolitik. Obat ini
dihentikan bila di jumpai tanda
– tanda hemolysis dan anemia.

Anda mungkin juga menyukai