Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJUAN TEORI

A. KONSEP DASAR ANESTESI


1 DEFINISI ANESTESI
a. Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk
menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan pembedahan dan
prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini
rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi
optimal bagi pelaksanaan pembedahan (sabiston, 2011).
b. Anestesi umum
Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan
rasa sakit secra sentral disertai hilangnya kesadaran
(reversible) (latief, 2007).
2 TEKNIK ANESTESI UMUM
Teknik anestesi umum menurut mangku dan senapati
(2010) dapat dilakukan dengan 3 teknik yaitu :
a. Anestesi umum intravena
Teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikan obat anestesi parenteral langsung kedalam
pembuluh darah vena.
b. Anestesi umum inhalasi
Teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi
c. Anestesi imbang (combine)
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun
obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi
secara optimal dan berimbang
3 PRE ANESTESI
Evaluasi pre anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan
anestesi yang di lakukan terhadap pasien yang di rencanakan untuk
menjalani tindakan operasi.
Pre anestesi adalah hasil evaluasi pre operatif khusus nya anestesi
dan reanimasi untuk mempersiap kan pasien,baik psikis maupun
fisik pasien agar siap dan optimal untuk menjalani prosedur
anestesi dan diagnostic atau pembedahan yang akan di rencanakan.
1. Anamnesia
Anemnasi di lakukan dengan pasien sendiri atau dengan
orang lain (keluarga nya atau pengantar nya),meliputi :
a. identiras pasein atau biodata.
b. anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit
bedah yang mungkin menimbulkan fungsi system
organ.
c. anamnesis umum,meliputi:
1. riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita atau
sedang menderita penyakit sistemik selain penyakit
bedah yang diderita, yang bisa mempengaruhi
anesthesia atau dipengaruhi oleh anesthesia.
2. Riwayat pemakaian obat yang telah atau sedang
digunakan yang mungkin berinteraksi dengan obat
anestesi, misalnya : kortikosteroid, obat anti
hipertensi, obat anti diabetic, antibiotic golongan
aminoglikosid, dan bronkodilator.
3. Riwayat operasi atau anestesi terdahulu, misalnya :
apakah pasien mengalami komplikasi anesthesia.
4. Kebiasaan buruk, antara lain : perokok, peminum
minuman keras (alcohol), pemakai obat-obta
terlalrang (sedative dan narkotik).
5. Riwayat alergi terhadap obat atau yang lainnya.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan atau pengukuran status pasien :
kesadaran, frekuensi nafas, tekanan darah, nadi, suhu
tubuh, berat dan tinggi badan untuk menilai status
gizi/BMI.
b. Pemeriksaan fisik umum, meliputi pemeriksaan
status:
1. Psikis : gelisah, takut atau kesakitan.
2. Saraf (otak, medulla spinalis, dan saraf tepi)
3. Respirasi
4. Hemodinamik
5. Penyakit darah
6. Gastrointestinal
7. Hepato-bilier
8. Urogenital dan saluran kencing
9. Metabolic dan endokrin
10. Otot rangka
11. Integumen
3. Pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya
a. Pemeriksaan rutin
Ditujukan kepada pasien yang dipersiapkan untuk
operasi kecil dan sedang. Hal-hal yang diperiksa
adalah:
1. Darah : HB,HT, eritrosit, leukosit, dan hitung
jenis, trombosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan.
2. Urine : pemeriksaan fisik, kimiawi dan
sedimen urine
b. Pemeriksaan khusus
Di tujukan kepada pasien yang di persiapkan untuk di
operasi besar dan pasien yang menderita penyakit
sistemik tertentu dengan indikasi tegas.hal hal yang
harus di periksa adalah:
1. pemeriksaan laboratorium lengkap
meliputi: fungsi hati,fungsi ginjal,analisis
gas darah,elektrolit,hematologi dan faal
hemostasis lengkap,sesuai dengan indikasi.
2. Pemeriksaan radiologi:foto toraks,IVP dan
yang lain nya sesuai indikasi.
3. Evaluasi kardiologi terutama untuk pasien
yang berumur di atas usia 35 tahun.
4. Pemeriksaan spirometry pada penderita
PPOM.

Untuk pemeriksaan khusu yang lebih menalami misal nya


echo kardiografi atau kateterisasi jangtung di perlukan
konsultasi dengan dokter spesialisnya.

4. Konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ fital


1. Konsultasi
a. Konsultasi di lakukakan dengan lab/staf medik
fungsional yang terkait,apabila dijumpai gangguan
fungsi organ,baik yang bersifat kronis maupun yang
akut yang dapat mengganggu kelancaran anesthesia
dan pembedahan atau kemungknan gangguan fungsi
tersebut bisa di perberat oleh anesthesia dan
pembedahan.falam keadaan demikian, tanggapan
dan saran terapi dari kosnulen terkait sangat di
perlukan.
b. Konsultasi bisa di lakukan berencana atau darurat
2. Koreksi terhadap gangguan fungsi system organ pra bedah
apabila di anggap perlu dapat di lakukan koreksi terhadap
kelainan fungsi organ yang di jumpai dan rencana operasi
dapat di tunda menunggu perbaikan/pemulihan fungsi organ
yang bermasalah.
3. Pada kasus elektif koreksi bisa di lakukan secara mandiri
oleh staf medis fungsional yang menangani pasien atau
bersama sama dengan staf medis yang lain yang bertindak
sebagai konsultan di bangsal.
4. Untuk kasus darurat,koreksi bisa di lakukan bersama
sama ,di ruang resusitasi IRD, sesuai dengan kedaruratan
medis yang di derita pasien.

5. Menentukan ASA (American Society of Anesthesiologist)

Tujuan menentukan asa adalah untuk menilai status kesehatan


pasien dan segala penyulit sebelum di lakukan nya tindakan
anestesi:

1. ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa di sertai penyakit


sistemik
2. ASA 2 : pasien penyakit bedah di sertai dengan penyakit
sistemik ringan sampai
Sedang

3. ASA 3 : pasien penyakit bedah di sertai dengan penyakit


sistemik berat yang di sebabkan karena berbagai penyebab
tetapi tidak mengancam nyawa

4. ASA 4 : pasien penyakit bedah di sertai dengan penyakit


sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehidupan nya

5. ASA 5 : pasien penyakit bedah yang di sertai dengan


penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin di
tolong lagi,dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam
pasien akan meninggal
Apabila tindakan pembedahan nya di lakukan secara darurat, di
cantumkan tanda E (emergency) di belakang angka, misal nya ASA
1 E.

5. INDUKSI

Induksi adalah Tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan . induksi
dapat dikerjakan dengan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal.
Setelah pasien tidur akibat induksi langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan
anestesi sampai tindakan pembedahan selesai. Sebelum memulai induksi anestesi
selayaknya disiapkan peralatan dan obat obatan yang diperlukan, sehingga
seandainya terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.

6. PENGELOLAAN JALAN NAFAS

Salah satu landasan anestesi adalah manajemen jalan nafas. Selama


anestesi uum atau dalam kegawatdaruratan, pasien umumnya memerlukan
bantuan dalam mempertahankan rute terbuka agar oksigen dapat mencapai paru-
paru, selain mencegah aspirasi dari asam lambung. Potensi jalan nafas harus selalu
menjadi yang pertama kali dinilai pada pasien kritis.

a. Penilaian Jalan Nafas


 Look (lihat)
Adakah benda asing dan pergerakan dinding dada
 Listen (dengar)
Adakah suara nafas dan suara obstruksi (wheezing atau stridor)
 Feel ( Rasa)
Adakah aliran nafas dari mulut dan pergerakan dada

b. Manuver Dasar Jalan Nafas

Dimaksudkan untuk menggeser lidah kedepan dan mencegah


tersumbatnya faring atau laring
 Head till chint lift
Fleksi dari tulang servikal bawah dan ekstensi kepala pada sendi
atlantoaksial akan memiringkan kepala ke belakang dan menjauhkan lidah
dari faring. Di kenal dengan posisi sniffing the morning air (maneuver ini
hanya dilakukan jika tulang servikal intak)
 Jaw trust
Maneuver jalan nafas yang paling efektif dapat dikerjakan pada pasien
dengan cedera servikal dengan bantuan stabilisasi kepala “in line”. Aspek
posterior dari mandibular di dorong kedepan.

7. MAINTENANCE ANESTESI

a. Volatile
Penggunaan volatile disesuaikan dengan kebutuhan. Jika konsentrasi
obat tinggi maka akan dihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika
konsentrasi obat rendah, maka akan di dapat anestesi yang dangkal.
Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk diperlukan
pemantauan secara ketat terhadap indikator - indikator kedalaman anestesi
dengan monitoring secara terpantau.
b. Fresh Gas Flow
Aliran udara atau gas O2 dan N2O yang diberikan kepada pasien sesuai
dengan minute volume. Pemberian N2O harus disertai pemberian O2
minimal 30%. Rumus mencari minute volume tidal volume
(8cc-10cc/kgbb) x Respirasi Rate.
c. Terapi Cairan
Terapi Cairan disesuaikan dengan kebutuhan pasien sesuai besar atau
kecilnya jenis operasi ditambah dengan intake cairan maintenance
menggunakan rumus 4 2 1 dan ditambah dengan cairan pengganti puasa.

Kebutuhan cairan sesuai jenis operasi


6 – 8 ml / kg bedah besar
4 – 6 ml / kg bedah sedang
2 – 4 ml / kg bedah kecil
8. PENGAKHIRAN ANESTESI

a. Pengakhiran pemberian anesthesia dilakukan sesaat sebelum operasi


berakhir (anestesi baru diakhiri setelah kulit di jahit)
b. Penyedotan/pembersihan secret yang terkumpul didalam mulut dan faring.
c. Ekstubasi, bila pernapasan spontan dan sudah adekuat reflex perlindungan
telah kembali (antagonis dari relaksasi otot). Pada pasien dengan operasi
polidaktili dengan eksterpasi dilakukan ekstubasi sadar.
d. Pasien yang stabil secara hemodinamik dan respiratorik diletakkan didalam
ruangan pemulihan (Recovery Room) dengan Penilaian steweard score .

9. PEMULIHAN ANESTESI

Setelah selesai tindakan pembedahan, pasien harus dirawat sementara


diruang pemulihan (Recovery Room) sampai kondisi pasien stabil, tidak
mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke
ruang perawatan (bangsal perawatan)
Untuk Post Operatif dengan Anestesi Pasien Pediatrik dilakukan observasi
menggunakan Steward Score
Penilaian Nilai
Pergerakan 2 Gerak bertujuan
1 Gerak tak bertujuan
0 Tidak bergerak
Pernafasan 2 Batuk, Menangis
1 Pertahankan jalan nafas
0 Perlu bantuan
Kesadaran 2 Menangis
1 Bereaksi terhadap
rangsangan
0 Tidak bereaksi
10. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI ANESTESI UMUM

Indikasi Anestesi Umum :

1. Pasien Anak-anak
2. Pembedahan Lama
3. Pembedahan luas atau ekstensif
4. Memiliki riwayat alergi terhadap anestesi local
5. Pasien yang memilih anestesi umum

Kontra indikasi anestesi umum :


Kontra indikasi mutlak anestesi umum yaitu dekompresi kordis
derajat III – IV, AV blok derajat II – total (tidak ada gelombang P)
Kontra indikasi relative berupa hipertensi berat/tak terkontrol
(diastolic > 110), DM tak terkontrol, inveksi akut, sepsis, GNA.

B. KONSEP DASAR PENYAKIT


1 DEFINISI POLIDACTILY
Polidactily merupakan kelainan kongenital tersering pada
tangan setelah sindactily. Polidactily adalah kelainan pada jari
sehingga jumlah jari lebih dari lima. Penderita polidactily memiliki
jari tambahan yang kadang tidak berfungsi karena tidak memiliki
tendon. Polidactily dikategorikan menjadi tiga tipe yaitu : preaksial
(radial ), central, dan postaksial (ulna).
Sindactily artinya jari – jari yang menyatu karena tidak
terjadi pemisahan jari dibagian distal sendi metacarphophalangeal.
Penyatuan dapat terjadi hanya pada dua jari atau lebih. Hubungan
antar jari dapat hanya berupa kulit dan jaringan lunak saja, tetapi
dapat pula berupa hubungan tulang dengan tulang. Sindactily
adalah kelainan kongenital pada tangan yang paling sering
ditemukan. Sindactily timbul pada mingu ke -5 hingga mingu ke -6
gestasi yang disebabkan oleh gagalnya apoptosis yang
memungkinkan terbentuknya komisura dan gagalnya proses
pemisahan jari pada saat proses pembentukan tangan
2 ETIOLOGY POLIDACTILY
Ada beberapa factor resiko terjadinya sindactily dan
polidactily yaitu factor genetic, riwayat merokok aktif dan pasif
selama kehamilan, riwayat mengonsumsi alcohol selama
kehamilan dan keterpaparan radiasi electromagnetic selama
kehamilan. Factor genetic berpengaruh terhadap kejadian sindactily
dan polidactily menurut kozin (2001) kelainan genetic pada orang
tua berpengaruh atas kejadian sindactily pada anaknya sindactily
biasanya diturunkan secara autosomal dominan dan incomplete
penetrance. Polidactily diturunkan secara autosomal dominan

3 PATHOFISIOLOGY
Polidaktili, disebabkan kelainan kromosom pada waktu
pembentukan organ tubuh janin. Ini terjadi pada waktu ibu hamil
muda atau semester pertama pembentukan organ tubuh.
Kemungkinan ibunya banyak mengonsumsi makanan mengandung
bahan pengawet. Atau ada unsur teratogenik yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Kelebihan jumlah jari bukan masalah
selain kelainan bentuk tubuh. Namun demikian, sebaiknya
diperiksa kondisi jantung dan paru bayi, karena mungkin terjadi
multiple anomali.
Orang normalnya adalah yang memiliki homozigotik resesif pp.
Pada individu heterozigotik Pp derajat ekspresi gen dominan itu
dapat berbeda-beda sehingga lokasi tambahan jari dapat bervariasi.
Bila seorang laki-laki polidaktili heterozigotik menikah dengan
perempuan normal, maka dalam keturunan kemungkinan
timbulnya polidaktili adalah 50% (teori mendel). Ayah polidaktili
(heterozigot) Pp x, ibu normal homozigot (pp) maka anaknya
polidaktili (heterozigot Pp) 50%, normal (homozigot pp) 50%.
5. PATHWAY POLIDACTILY

Faktor Penyebab

Kelainan Genetik Faktor Teratogenik


dan Kromosom Fisik Kimia
Biologis

Bawaan dari orang Radiasi, sinar X Obat-obatan, alkohol,


Virus,Rubella tua, ibu/bapak polutan
TORCH

Mutasi pada gen Gangguan proses


pembentukan organ

Perubahan formasi
dari sel, jaringan, & organ

Teratogenesis (pembentukan cacat


bawaan)

Malformasi (Kelainan bentuk)

Kelainan Kongenital

Terjadi Duplikasi Jaringan lunak hingga


disertai metacarpal & falang pada jari

Polidaktili

Pre Operasi Post Operasi


Penambahan jari Luka Operasi

Menolak atas Ketidaktahuan keluarga Kontak dgn


Dx 1 : Nyeri Dx 2 :
kelainan diri mengenai penyakit bakteri kerusakan
integritas kulit
Dx 1 : Dx 2 : Dx 3 : Kurang Dx 3 : Resiko
Gangguan Ansietas Pengetahuan Tinggi Infeksi
Konsep Diri
(Citra diri)
4

6. MANIFESTASI KLINIS

a. Ditemukan sejak lahir.


b. Dapat terjadi pada salah satu atau kedua jari tangan atau kaki.
c. Jari tambahan bisa melekat pada kulit ataupun saraf, bahkan dapat
melekat sampai ke tulang.
d. Jari tambahan bisa terdapat di jempol (paling sering) dan keempat
jari lainnya.

7. PENATALAKSANAAN POLIDACTILY

a. Tindakan pembedahan eksterpasi untuk mengangkat jari tambahan


biasanya dilakukan untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul
akibat jari tambahan tersebut. Pengangkatan jari tambahan di
jempol kaki merupakan prosedur tersering karena implikasi
kosmetik dan kenyamanan saat memakai sepatu. Hubungi dokter
bedah anda untuk melakukan prosedur pembedahan. Operasi
“pembuangan” jari yang berlebihan, terutama bila jari tersebut
tidak berkembang dan tidak berfungsi normal. Bila jari berlebihan
hanya berupa gumpalan daging, biasanya tidak mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak, tapi mungkin anak menjadi
malu atau minder.
b. Pemeriksaan rontgen mungkin diperlukan untuk menentukan
apakah jari tambahan mengandung struktur tulang, dan untuk
menentukan perubahan yang dapat terjadi saat operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Umboh dkk.2016. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian


kelainan bawaan pada neonatus di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/14466

Mangku, Gde. Tjokorda Gde Agung Senaphati. 2017. Buku Ajar Ilmu Anestesia
dan Reanimasi. Jakarta : Indeks

Egi Nabila dkk.2017. Faktor Risiko Sindaktili dan Polidaktili pada Pasien Rawat
Inap dan Rawat Jalan di Instalasi Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin dan
RSAD Dr. A. K. Gani

https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mks/article/view/8512/4511
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan diatas, penulis menyimpulan penatalaksanaan anestesi umum
pada pasien An.R Dengan Tindakan Eksterpasi di UPTD RSD Kabupaten Subang
sudah sesuai prosedur dan SOP yang berlaku. Dimulai dari penanggulangan
airway atau pengendalian jalan napas melalui pemasangan LMA, pemasangan
LMA sesuai berat badan no 1 untuk BB <5 kg . Dalam kasus ini pada persiapan
operasi berlangsung tidak ada hambatan dari segi anestesi maupun operasinya
karena dengan pemberian volatile dan obat- obat induksi yg digunakan sesuai
dengan dosis serta pemberian Antikholinergik untuk mencegah terjadinya
bradikardi dan peningkatan secret . Selama induksi tidak terdapat masalah karena
hemodinamik pasien stabil Kemudian, masalah yang berkaitan dengan
pengakhiran anestesi yaitu pemilihan ektubasi dalam ataupun ektubasi sadar dan
prolong anestesi. Apabila dilakukan ekstubasi bangun maka hemodinamik klien
akan akan naik ,pertimbangan yang kedua apabila klien diekstubasi dalam pada
pediatric dapat terjadi spasme Larync yang dapat menghambat Jalan Nafas.
Tekhnik ekstubasi bangun dipilih karena tekhnik ini lebih aman untuk pasien
karena apabila dilakukan ekstubasi dalam maka dapat terjadi spasme larync pada
pasien . selanjutnya pasien dipindahkan ke ruang pemulihan setelah pasien stabil.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit
Penulis berharap agar lebih ditingkatkan lagi untuk bahan evaluasi agar
diperbaiki dalam segi pelayanan seperti perawat bedah tidak menjalankan
prosedur sign in,time out, dan sign out.
2. Bagi Akademi
Penulis berharap agar akademi lebih banyak memberikan ilmu/materi ajar
terkait anestesi agar mahasiswa dapat lebih memahami dan memperdalam
keterampilan selama mengikuti praktik kerja klinik di daerah yang ditempatkan
serta menambah jumlah praktek khususnya di OK untuk meningkatkan
keterampilan mahasiswa dalam bidang anestesi.

Anda mungkin juga menyukai