KUSTA
A. Pendahuluan
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan
kemanusiaan seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya
dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial sebagai akibat
penyakitnya. Dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari
penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek
atau pengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-
masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna
wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan
atau gangguan di lingkungan masyarakat. Program pemberantasan penyakit
menular bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian serta mencegah akibat buruk lebih lanjut
sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan
masalah nasional kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia
prevalens rate masih tinggi dan permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek.
Masalah yang dimaksud bukan saja dari segi medis tetapi meluas sampai
masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial. Pada
umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan
sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini
sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan
pelayanan yang memadai di bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial
ekonomi pada masyarakat.
Di Indonesia pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi
dengan unit pelayanan kesehatan (puskesmas sudah dilakukan sejak pelita I).
Adapun sistem pengobatan yang dilakukan sampai awal pelita III yakni tahun
1992, pengobatan dengan kombinasi (MDT) mulai digunakan di Indonesia.
Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban
penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga
di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus
kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara
penderita baru sebanyak 9,86% (WHO, 2013). Penyakit kusta merupakan salah
satu dari delapan penyakit terabaikan atau Neglected Tropical Disease (NTD)
yang masih ada di Indonesia, yaitu Filaria, Kusta, Frambusia, Dengue,
Helminthiasis, Schistosomiasis, Rabies dan Taeniasis. Indonesia sudah
mengalami kemajuan yang pesat dalam pembangunan di segala bidang.
B. Latar Belakang
Hingga kini, kusta seringkali terabaikan. Meskipun kusta tidak secara
langsung termasuk ke dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs),
namun terkait erat dengan lingkungan yaitu sanitasi. Penggunaan air bersih dan
sanitasi akan sangat membantu penurunan angka kejadian penyakit NTD. Beban
akibat penyakit kusta bukan hanya karena masih tingginya jumlah kasus yang
ditemukan tetapi juga kecacatan yang diakibatkannya, Indonesia sudah
mencapai eliminasi di tingkat nasional. Namun saat ini, masih ada 14 propinsi
yang mempunyai beban tinggi yaitu Banteng, Aceh, Sultra, Jatim, Sulsel, Sulbar,
Sulut, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Kalimantan
Utara.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikiari besarnya, sehingga
menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita
sendiri, tetapi pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari
konsep perilaku penerimaan periderita terhadap penyakitnya, dimana untuk
kondisi ini penderita masih banyak menganggap bahwa penyakit kusta
merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, kutukan
Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan yang salah ini
penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini
dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai kedudukan
yang khusus diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena
adanya leprophobia (rasa takut yang berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini
timbul karena pengertian penyebab penyakit kusta yang salah dan cacat yang
ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut pengalaman nilai budaya
sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang bermanifestasi
sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional.
Terdapat kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah
kesehatan ke masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah
masyarakat karena dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui
dengan kepercayaan takhyul. Fhobia kusta tidak hanya ada di kalangan
masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit dokter-dokter yang belum mempunyai
pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan masih takut terhadap penyakit
kusta. Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter masih terlalu takut dan
menjauhkan penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan hambatan
terhadap usaha penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini, maka
tidak mengherankan apabila penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di
kalangan masyarakat.
Guna melaksanakan kegiataan yang telah di rencanakan perlu
memperhatikan visi puskesmas yaitu “Terwujudnya Kabupaten Malang yang
MADEP MANTEP MANETEP”, pada saat ini di upayakan melalui perbaikan mutu
pelayanan di faslitas puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang bertanggung jawab dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat melalui penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan
(UKP) Serta Mencerminkan Tata Nilai Puskesmas Lawang yaitiu : SEMANGAT
( Senyum, Efisien, Mampu, Aman, Nyaman, Giat, Adil dan Team work).
C. Tujuan
Tujuan Umum
Meningkatkan cakupan pelayanan program kusta sesuai dengan masalah
yang ada, sehingga dapat meningkatkan penemuan secara dini penderita kusta
baru dan bisa mengobati pasien kusta secara sempurna.
Tujuan Khusus
1. Mengupayakan peningkatan keterampilan petugas dalam mendeteksi
suspect Kusta.
2. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya deteksi
dini Kusta.
3. Mempertahankan keterampilan petugas kesehatan di unit pelayanan
dalam tata laksana pasien kusta.
Hasil Yang Diharapkan :
a. Meningkatnya kesadaran dan partisipasi keluarga / masyarakat agar
pengobatan berjalan baik dan tidak ada diskriminasi.
b. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian penyakit Kusta.
c. Meningkatnya pengetahuan dan partisipasi petugas kesehatan.
d. Ditemukannya kasus baru sedini mungkin.
e. Meningkatnya komitmen dan dukungan dari lintas program dan lintas
sektor.
F. Sasaran
1. Masyarakat
2. Sekolah dasar
3. Lintas program
4. Lintas sektor
G. Peran Lintas Program Dan Lintas Sektor
1. Lintas Sektor
Kecamatan Perangkat Desa PKK/KADER DIKNAS POLSEK
Advokasi penggerakan Advokasi penggerakan Mendampingi Nakes Menfasilitasi Nakes dalam Menggerakan masyarakat
perangkat desa dalam perangkat desa dalam dalam memberikan memberikan informasi dan membantu nakes
dalam membantu Petugas dalam membantu Petugas informasi kepada kepada siswa tentang dalam memberikan
Kesehatan dalam Kesehatan dalam masyarakat tentang tanda dan gejala penyakit informasi kepada siswa
memberikan informasi memberikan informasi tanda dan gejala kusta tentang tanda dan gejala
kepada masyarakat tentang kepada masyarakat kusta penyakit kusta
tanda dan gejala penyakit tentang tanda dan gejala
kusta penyakit kusta
H. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Mengetahui,
Kepala UPT Puskesmas Lawang Penanggung Jawab Program Kusta