Anda di halaman 1dari 32

1.

1 Perencanaan Pembebanan Pada Pelabuhan Teluk Bayur :


Pembebanan pada dermaga dapat dibedakan menjadi beban vertikal dan beban horizontal.
1.1.1 Beban Vertikal
Beban vertikal yang terjadi pada struktur dermaga dapat dibedakan menjadi:
1.1.1.1.1 Beban mati
Beban mati adalah berat sendiri dari komponen struktur yang secara permanen
dan konstan membebani selama waktu hidup konstruksi. Perhitungan beban ini
tergantung dari berat volume dari jenis komponen-komponen tersebut. Komponen-
komponen itu di antaranya beban pelat, balok, poer, boulder, dan fasilitas lainnya.
1.1.1.1.2 Beban Hidup Merata Akibat Muatan
Adalah beban hidup akibat yang dianggap merata di atas dermaga yang
ditentukan berdasarkan beban muatan yang akan ditimbun di atas struktur per unit
luasan diambil sebesar 2-5 t/m2 pada saat normal. (sumber : Kramadibrata,
Perencanaan Pelabuhan, 2001).
1.1.1.1.3 Beban Hidup Terpusat
Beban hidup terpusat yang terjadi pada struktur dermaga antara lain disebabkan
oleh akibat roda-roda truk kontainer yang digunakan untuk pengangkutan barang dan
akibat susunan roda portainer yang digunakan sebagai sarana muat.
1.1.1.1.4 Beban Horizontal
Beban horizontal yang terjadi pada struktur dermaga adalah sebagai berikut:
1.1.1.1.5 Gaya Benturan Kapal (Gaya Fender)
Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga
terjadi benturan antara dermaga dengan kapal. Dalam perencanaan, dianggap bahwa
benturan maksimum terjadi apabila kapal bermuatan penuh menghantam dermaga
dengan sudut 10º terhadap sisi depan dermaga. Besarnya energi benturan yang
diberikan oleh kapal adalah sesuai dengan rumus berikut :

(2)
dimana :
E = energi kinetik yang timbul akibat benturan kapal (ton meter)
V = kecepatan kapal saat merapat (m/det)
W = displacement tonage (ton)

L = panjang kapal (ft)


B = lebar kapal (ft)
D = draft (ft)
α = sudut penambatan kapal terhadap garis luar dermaga (10º)
g = gaya gravitasi bumi = 9,81 m/det²
Cm = koefisien massa
Ce = koefisien eksentrisitas
Cs = koefisien kekerasan (diambil 1)
Cc = koefisien bentuk dari tambatan ( diambil 1)
Koefisien massa tergantung pada gerakan air di sekeliling kapal yang dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :

dimana :
Cb = koefisien blok kapal
d = draft kapal (m)
B = lebar kapal (m)
Lpp = panjang garis air (m)
γo = berat jenis air laut (t/m³)
Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik
kapal yang merapat, dan dapat dihitung dengan rumus :

dimana :
l = jarak sepanjang permukaan air dari pusat berat kapal sampai titik sandar kapal
(m)
Dermaga : l = ¼ Loa (m)
Dolphin : l = 1/6 Loa (m)
r = jari – jari putaran disekeliling pusat berat kapal pada permukaan air (m)
Kecepatan merapat kapal dapat ditentukan dari nilai pengukuran atau pengalaman,
secara umum kecepatan merapat kapal diberikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Kecepatan merapat kapal pada demaga.
Ukuran Kapal (DWT) Kecepatan Merapat
Pelabuhan (m/d) Laut Terbuka (m/d)
Sampai 500 0,25 0,30
500 – 10.000 0,15 0,20
10.000 – 30.000 0,15 0,15
Diatas 30.000 0,12 0,15

1.1.1.1.6 Gaya Tarikan Kapal


Akibat adanya pengaruh arus, maka kapal akan bergerak menjauhi tambatan, hal
ini menimbulkan terjadinya gaya horizontal tarik yang disebut dengan gaya boulder
yang ditentukan oleh ukuran kapal yang tertambat. Gaya tarikan kapal pada dermaga
dapat dihitung dengan cara ;
1. Gaya tarikan pada bollard yang terdapat pada tabel untuk berbagai ukuran kapal
dalam GRT, selain gaya tersebut yang bekerja secara horizontal, bekerja juga
gaya vertikal.
2. Gaya tarikan kapal pada bitt yang terdapat pada tabel untuk berbagai ukuran kapal
dalam GRT, yang bekerja dalam semua arah.

Tabel 2.2 Gaya tarikan kapal

Bobot Kapal Gaya Tarik Gaya Tarik


(GRT) pada Bollard pada Bitt (ton)
(ton)
200 – 500 15 15
501 – 1.000 25 25
1.001 – 2.000 35 25
2.001 – 3.000 35 35
3.001 – 5.000 50 35
5.001 – 10.000 70 50 (25)
10.001 – 15.000 100 70 (25)
15.001 – 20.000 100 70 (35)
20.001 – 50.000 150 100 (35)
50.001 – 100.000 200 100 0)

1.1.1.1.7 Gaya Arus


Tekanan akibat arus pada kapal yang tertambat (Pc) dapat dihitung melalui
rumusan berikut :
2
Cc x γc x Ac x V c
Pc=
2g
Sumber : OCDI
Dengan :
c = berat jenis air laut (1,025 t/m3)
Ac = luasan kapal yang ada di bawah permukaan air (m2)
Vc = kecepatan arus (m/s)
Cc = koefisien arus
1.1.1.1.8 Tekanan Angin
Tekanan angin pada badan kapal yang sedang tertambat didermaga dapat dihitung
sebagai berikut :
Pw=Cw ¿
Sumber : OCDI
Dengan :
Pw = tekanan angina pada kapal yang tertambat
Cw = koefisien tekanan angina
Cw = 1,3 Angin melintang
Cw = 0,8 Angin dari belakang
Cw = 0,9 Angin dari depan
Aw = luasan proyeksi arah memanjang di atas air (m2)
Bw = luasan proyeksi arah muka (m2)
ᴓ = sudut arah datang angin terhadap CL
Vw = kecepatan angin (m/s)
1.1.1.1.9 Beban Gempa
Perhitungan gempa didasarkan pada SNI 03-1726-2002 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung dengan analisa beban static
ekuivalen sebesar :
C x I x Wt
V=
R
Dengan :
V = gaya geser dasar total (ton)
C = factor respons gempa berdasarkan jenis tanah dasar, untuk tanah keras
(Ñ >= 50), tanah sedang (15 <= Ñ < 50), atau tanah lunak (Ñ < 50), serta
berdasarkan zona gempa.
I = faktor keutamaan struktur
R = faktor reduksi gempa berdasarkan stabilitas
W = berat total bangunan (ton)
1.1.1.1.10 Beban Horizontal akibat Gaya Gelombang
Secara umum persamaan gaya gelombang yang diperhitungkan pada perencanaan
dermaga ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Beban Gelombang pada Struktur Tiang
Dalam perhitungan gaya gelombang pada tiang vertikal dengan kondisi
gelombang tidak pecah (non-breaking waves) digunakan persamaan Morison
(1950) yang terdapat dalam Buku Structural Dynamics (Theory and
Applications), McDougal.
Total gaya horizontal yang terjadi pada struktur tiang adalah :
F x =F dmax|cos ωt|cosωt −Fimax sinωt
Dimana
Dengan :
Fx = gaya totalpada arah x (N)
Fd max = gaya drag maksimum (N)
Fi max = gaya inersia maksimum (N)
p = berat jenis inersia maksimum (N)
g = percepatan grafitasi (m/s2)
D = diameter tiang pancang (m)
H = tinggi gelombang (m)
h = tinggi elevasi air (m)
k = bilangan gelombang (2/L)
CD = koefisien drag
CM = koefisien inersia
ω = frekuensi gelombang (2/T)
T = periode gelombang (s)
t = waktu (s)
Nilai kedalaman relative , yaitu perbandingan antara kedalaman air dengan
panjang gelombang (d/L), gelombang dapat diklasifikan menjadi 3 macam yaitu :
a. Gelombang di laut dangkal jika d/L <= ½
b. Gelombang di laut transisi jika d/L < ½
c. Gelombang di laut dalam jika d/L >= ½
2. Gaya gelombang pada sisi tepi dermaga
Pada saat tertentu ada kemungkinan tinggi gelombang mencapai elevasi
dermaga, oleh karena itu perlu diperhitungkan gaya gelombang terhadap tepi
dermaga. Diasumsikan puncak gelombang berada pada sisi atas puncak dermaga.
Gaya gelombang pada tepi dermaga diturunkan dari Technical Standart Port and
Harbour Fasilities in Japan, 1992.
ρ . g .h
P= ⌊ ( sinh k ( h+ s+t )−sinh k (h+ s) ) ⌋
2. K cosh kh
Dengan :
P = gaya gelombang pada tepi lantai dermaga (N/m)
 = berat jenis air laut (kg/m3)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
h = kedalaman air laut (m)
H = tinggi gelombang (m)
k = bilangan gelombang
L = panjang gelombang (m)
S = Elevasi- HWS – t (m)
t = tabel pelat dermaga (m)
1.1.1.1.11 Gaya Horizontal akibat Gaya Angin
Gaya angin pada bangunan dermaga tergantung dari kecepatan berhembusnya
angin, ukuran, dan bentuk komponen struktur yang berada dalam lintasan angina.
Umumnya perhitungan beban angin berdasarkan kecepatan ekstrim dengan waktu
pengulangan 50 atau 100 tahun.(API-LRFD hal. 33)
Rumusan pembebanan angin berasal dari pengukuran pada ketinggian 10 m di
atas permukaan tanah atau laut. Untuk menentukan besarnya kecepatan angin pada
ketinggian yang berbeda dipakai rumus berikut :
Vy = V10(y/10)x
Dimana :
Vy : kecepatan angina pada ketinggian y meter
V10 : kecepatan angina pada ketinggian 10 meter
y : ketinggian dimana kecepatan angina dihitung
x : factor eksponen (x=1/7)
Sedangkan besar gaya angin yang bekerja pada bangunan dermaga dapat ditentukan
dengan penjumlahan gaya-gaya yang diterima tiap komponen struktur. Gaya pada
komponen tersebut timbul karena adanya hambatan kekentalan udara dan oleh
perbedaan distribusi tekanan di sisi komponen yang menghadap kea rah angin dan di
belakangnya.
Dari berbagai percobaan, gaya yang bekerja pada sebuah komponen struktur dapat
dihitung dengan persamaan :
Fl = 1/2CpV2A

Dimana ;
P : massa jenis udara (1,29 kg/m3)
A : luas karakteristik komponen (m2)
VL : kecepatan angin (m/s2)
C : koefisien gaya yang besarnya tergantung bentuk benda dan kekentalan dinamik
udara ( = 1,81.102 Ndtm-2)
Tabel 2.3 Koefisien Cs menurut API-RP2A

Jenis Struktur Cs

Balok 1,5

Sisi bangunan 1,5

Komponen silinder 0,5

Proyeksi seluruh struktur 1,0

1.1.1.1.12 Daya dukung tiang


Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Tiang dukung ujung (end bearing pile)
Tiang dukung ujung adalah tiang yang berkapasitas dukungnya ditentukan oleh
tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zona tanah yang
lunak yang berada diatas lapisan tanah yang keras.
2. Tiang gesek (friction bearing pile)
Tiang gesek adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh
perlawanan gesek antara dinding tiang tanah dan tanah disekitarnya. Tahanan
gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada
hitungan kapasitas tiang.

Dalam kasus perencanaan dermaga ini digunakan rumus Luciano Decourt untuk
menghitung daya dukung tiang pondasi, yaitu sebagai berikut :

Ql=Qp+ Qs (10)
Qp=qp x Ap=( Np x K ) x Ap (11)
Qs=qs x As= ( Ns
3 )
+1 x As (12)

Dengan :
Ql = daya dukung tanah maksimum pada pondasi
Qp= resistance ultimate di dasar pondasi
Qs = resistance ultimate akibat lekatan lateral
qp = tegangan di ujung tiang
Ap= luas penampang tiang dasar
qs = tegangan akibat lekatan lateral
Ns = harga rata-rata SPT sepanjang tiang yang tertanam
As = luas selimut tiang
Np= harga rata-rata SPT di sekitar 4B di atas hingga 4B di bawah dasar tiang
pondasi
Catatan : Apabila tanah dalam kondisi terendam atau di bawah muka air tanah, maka
harga Np trsebut harus dikoreksi sebagai :
N’ = 15 + 0,5(N-15)
K = koefisien karakteristik tanah, dimana :
Untuk lempung  K = 12 t/m2 = 117,7 kPa
Untuk lanau berlempung  K = 20 t/m2 = 196 kPa
Untuk lanau berpasir  K = 25 t/m2 = 245 kPa
Untuk pasir  K = 40 t/m2 = 392 kPa
Dengan menyamakan daya dukung tiang total dengan gaya maksimum yang bekerja
pada satu tiang, maka akan didapat panjang tiang yang harus dipancang.

Perhitungan Break Water Pada Dermaga 1 Pelabuhan Teluk Bayur

(1) Mencari Reflaksi

Kedalaman laut merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya refraksi, untuk


menghitung refraksi yang terjadi dilaut sebelumnya dilakukan perhitungan
panjang gelombang dilaut dalam terlebih dahulu. Nilai periode gelombang adalah
7,56 detik.
g x T2
L0 =

9,81 x 7,562
= = 89,28 m
2 x 3,14

Maka panjang gelombang yang terjadi di laut sebesar 89,28 m. Selanjutnya dapat
diperhitungkan nilai cepat rambat gelombang di laut dalam (C 0) dengan rumus
berikut.

L0
C0 =
Ts

89,28 m
=
7,56 s

= 11,81 m/s

Penelitian ini mendesain bangunan breakwater tipe campuran pada kedalaman


yang berkisar 7 meter di bawah permukaan laut, sehingga nilai kedalaman air di
lokasi rencana bangunan diperhitungkan kedalaman air berdasarkan nilai muka air
tinggi dan muka air rendah, yaitu:

HWL= 1,4 – (-7)= 8,4 meter

Dari perhitungan didapat cepat rambat gelombang di laut dalam (C0) Selanjutnya
d
menghitung nilai = , dengan nilai d = 8,4 meter.
LO

d 8,40
= =0,0941
LO 89,28
Dari tabel diatas, nilai d/L adalah 0,13582, maka nilai L adalah

d
=0,13582
L

8,40
L=
0,13582

L=61,848 m

Panjang gelombang (L) adalah 61,848 meter, kemudian dapat dihitung nilai cepat
rambat gelombang (C) :

L
C=
T

61,848
C=
7,56

C=8,133 m/s

Cepat rambat gelombang (C) adalah 8,133 m/det.

Sin α1 ( )
C
C0
sin α0

dimana α0 sudut antara garis puncak gelombang di laut dalam dan garis kontur
dasar laut
8,133
α = sin 50°= 0,527 = 31,803°
11,81

Maka didapat koefisien refraksinya, yaitu :

Kr =
√ cos α o
cos α

=
√ cos 50°
cos 31,803°
= 0,819

Jadi, Koefisien refraksi sebesar 0,819

(2)Penentuan kondisi gelombang di rencana lokasi pemecah gelombang


1. Perhitungan tinggi gelombang ekuivalen :
H’0 = KrH0
Dimana :
H0 = Tinggi Gelombang (m)
Kr = Koefisien Refraksi

H’0 = KrH0 = 0,819 x 4,098 = 3,561 m

2. Perhitungan Tinggi gelombang pecah :

H' 0
gT2

Dimana:

H’0 = Tinggi di Laut Dalam Ekivalen


G = Percepatan grafitasi
T = Periode (s)
'0
H 3,561
2
= 2
=0,006 m
gT 9,81 x 7,56

3. Dari Gambar grafik penentuan tinggi gelombang pecah (SPM, 1984), Didapatkan :
Hb
=1,125
H '0

H b =1,25 x 3,561=4,006 m

Hb 3,561
2
= 2
=0,0057
gT 9,81 x 7,56

Dari gambar grafik Penentuan kedalaman gelombang pecah (SPM, 1984),


Didapatkan :

db
=1,18 d b=1,18 x 4,006=4,727 m
H0

Jadi, gelombang pecah akan terjadi pada kedalaman 4,727 .

(3) Penentuan elevasi puncak pemecah gelombang :


Elevasi puncak pemecah gelombang dihitung berdasarkan tinggi run up. Kemiringan
sisi pemecah gelombang ditetapkan 1 : 3.
Tinggi muka air tertinggi (HWL) = 1,4 meter
Tinggi gelombang Pecah (H)= 3,34 meter
Periode gelombang (T)= 7,56 detik
1. Tinggi Gelombang di laut dalam :

L0 = 89,16 m

2. Bilangan Irribaren :

tg θ
I r=
¿¿
Dengan menggunakan grafik Run up gelombang, maka dihitung nilai run
up. Untuk lapis lindung dari batu pecah (quarry stone) :

Ru
=1,04 Ru=1,04 x 3,34=3,474
H

3. Elevasi puncak pemecah gelombang dengan memperhitungkan tinggi


kebebasan 0.5 m :

Eipem.Gel = HWL + Ru + Tinggi Kebebasan

= 1,4 + 3,474 + 0,5 = 5,374 m

4. Untuk lapis lindung dari tetrapod :


Ru
=0,78 R u=0,78 x 3,34=2,6 m
H

Eipem.Gel = 0,4 + 2,6 + 0.5 = 3,5 m

5. Tinggi Pemecah Gelombang :

Hpem.Gel = Eipem.Gel - Eidsr.laut

Hpem.Gel = 5,374 – (-5) = 10,37 m (batu)

Hpem.Gel = 2,6 – (-5) = 7,6 m (tetrapod)

(4) Berat Butiran Lapis Lindung


Berat batu lapis lindung dihitung dengan rumus Hudson berikut ini.

1. Untuk lapisan lindung dari batu (KD = 4):

yr H 3
W=
3 2,60 x 3,34 3
K D ( S¿ ¿r −1) cot Ø= ¿
4¿¿

2. Untuk lapisan lindung dari tetrapod (KD =8)


2.60 x 3,34 3
W= = 1,70 ton
8¿¿

Apabila di dekat lokasi pekerjaan terdapat persediaan batu dengan ukuran


(berat) seperti dalam hitungan di atas dalam jumlah banyak, maka digunakan
lapis lindung dari batu pecah. Penyusun ukuran batu dalam beberapa lapis
dapat mengikuti gambar 5.6 atau 5.7 untuk selanjutnya digunakan lapis lindung
dari batu pecah dengan berat 3,419ton.

(5) Lebar Puncak Pemecah Gelombang


Lebar puncak pemecah gelombsng untuk n =3 (minimum) :

B= nk Δ ¿

Dimana :

B = lebar puncak (m)

n= jumlah butir batu

K∆ = koefisien lapis

W= berat butir lapis pelindung badan (3,419 ton)

𝛾𝑟 = berat jenis batu pelindung (2,60 ton/𝑚3 )


B= nk Δ ¿

(6) Tebal Lapis Lindung


Tebal lapis dihitung denagn rumus berikut :

t= nk Δ3
√ w
ƴb

Dimana :

t = tebal lapis lindung (m)

n = jumlah lapis lindung

K∆ = koefisien lapis lindung

W = berat butir lapis pelindung badan (3,419 ton)

𝛾𝑏 = berat jenis batu lapis lindung (2,60 ton/m3 )


Analisis Tebal lapisan lindung bagian lengan atau badan bangunan breakwater,
sebagai berikut:

- Lapisan pelindung, yaitu :

T = nk Δ3
√ w
ƴb √
2 x 1,15
3 3,419
2,60
=2,519m

(7) Jumlah Batu Pelindung


Jumlah batu pelindung tiap satuan luas (10 m2) dihitung dengan rumus berikut :

[ ][ ]
2 /3
p ƴr
N = AnkΔ 1−
100 W

Dimana :

N = jumlah butir batu untuk satu satuan luas permukaan

A = luas permukaan (10 m2 )

N = jumlah butir lapis lindung tiap satuan luas

𝐾∆ = koefisien lapis lindung

P = porositas rerata dari lapis pelindung

𝛾𝑏 = berat jenis batu lapis lindung (2,60 ton/m3 )

W = berat butir lapis pelindung badan (3,419 ton)

[ ][ ]
2 /3
p ƴr
N = AnkΔ 1−
100 W

[ ]
2 /3
37 2.60
=10 x 2 x 1.15 [1- ] = 12,072 butir ≈ 12 butir
100 3,419

Jadi, jumlah batu lindung bagian lengan atau badan bangunan breakwater(N) tiap satuan luas
10 m2 adalah 12 butir batu.
(8)Tekanan Gelombang

Nilai
d
L
=0,13582, nilai
4 πd
L ( )
=1,7068, nilai sinh( )
4 πd
L
=2,6649, dan nilai cosh

( 2Lπd )=1,3868. Dihitung koefisien tekanan gelombang :


Koefisien tekanan gelombang a 1

{ }
2
4 πd
1 L
a 1=0,6+
2 4 πd
sinh
L

{ }
2
1 1,7068
a 1=0,6+ =0,805
2 2,6649
Koefisien tekanan gelombang a 2

{ ( ) }
2
d −h hmax 2d
a 2=min bw ,
3 d bw h hmax

( ) ( )
2 2
d bw −h hmax 9,235−3,03 6,012 2 d 2 x 8,04
= x = = =2,794
3 d bw h 3 x 9,235 3,03 hmax 6,012
a 2=0,885
2d 2 x 8,40
= =2,794
H max 6,012
𝛼2 = min { 0,885,2,794 }
𝛼2 = 0,885
Koefisien tekanan gelombang a 3

{ }
d' 1
a 3=1− 1−
d
cosh ( )
2 πd
L

a 3=1−
4,82
8,40 {
1−
1
1,3868 }
=0,84 0

Jadi ,dari hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien bangunan breakwater adalah
a 1=0,805 , a2=0,885 , a3 = 0,840. Perhitungan tekanan gelombang dihitung dengan
rumus (3.37),(3.38),(3.39) sebagai berikut :
Tekanan gelombang p1
1
p1 = ¿
2
1
p1= ( 1+cos 15 ° ) ( 0,805+0,885 co s 15° ) x 1,03 x 6,012 = 10,273t/m2
2
2
Elevasi maksimum dimana tekanan gelombang bekerja

n¿ =0,75 ( 1+cosβ ) H max

¿
n =0,75 ( 1+cos 15 ° ) x 6,012=8,864

d ¿c =min {n¿ :d c }

¿ ¿
d c =min { 8,864 :d c }→ d c =3

n¿ >d c → p4 =p 1 1− ( dn ) c
¿

p4 = p1 1−( dn ) c
¿

p4 =10,273x 1− ( 3
8,864 )
=6,795 t /m2

Selanjutnya , hitung gaya gelombang dan momen.

1 1 ¿
P= ( p1 + p3 ) dʼ+ ( p1 + p 4 ) d c
2 2

1 1
P= x ( 10,273+8,628 ) x 4,82+ ( 10,273+ 6,795 ) x 3=71,154 t
2 2

1 1 1
Mp = ( 2 p1 + p3 ) dʼ 2+ ( p1 + p4 ) dʼ d ¿c + ( p1 +2 p 4 ) d ¿2
c
6 2 6

1 1 1
Mp = ( 2 x 10,273+8,628 ) x 4 , 822 + ( 10,273+6,795 ) x 4,82 x 3+ =258,465 tm
6 2 6
Gaya angkat dan momennya terhadap ujung belakang kaki bangunan dengan lebar dasar
elevasi bangunan vertical (B) =2,52 meter adalah sebagai berikut:

1
U= x pu x B
2

1
U= x 4,116 x 2,52=5,186 t
2

2
M u= x U x B
3

2
M u= x 5,186 x 2,52=8,712 t m
3

Jadi gaya angkat (U) adalah sebesar 5,186 ton dan momennya ( M u) adalah sebesar 8,712
tonmeter.

1.2 Alur Pelayaran dari Pelabuhan Tanjung Priok :

1.4.1 Pendahuluan

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam
pelabuhan. Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal
mengurangi kecepatannya sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum ada
beberapa daerah yang dilewati selama perjalanan tersebut yaitu :

1. Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan


2. Daerah pendekatan di luar alur masuk,
1. Alur masuk di luar pelabuhan kemudian di dalam daerah terlindung,
2. Saluran menuju ke dermaga, apabila pelabuhan berada di dalam daerah daratan
3. Kolam putar
Daerah pendekatan alur masuk dan saluran dapat dibedakan menurut tinggi tebing, yang
maing-masing ditunjukkan oleh gambar 1.

- Di daerah pendekatan h = 0
- Di alur masuk 0<h<H dan perbandingan h/H<0,4
- Di sakuran h>H

h adalah kedalaman pengerukan dan H adalah kedalaman alur. Perlu diperhatikan


perbandingan antara h dengan H, yaitu h/H. kondisi pelayaran di alur pelayaran tidak banyak
berbeda dengan di laut (dasar rata) apabila h/H<0,4 apabila h/H>0,4 maka pelayaran adalah
serupa dengan di saluran dengan kedua tebing di kedua sisinya.

Gambar 1.Tampang alur pelayaran

Pada waktu kapal akan masuk ke pelabuhan, kapal tersebut melalui alur pendekatan.
Disini kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan menggunakan pelampung
pengarah (rambu pelayaran). Sedapat mungkin alur masuk ini lurus. Tetapi bila alur terpaksa
membelok, misalnya untuk menghindari dasar karang, maka setelah belokan harus dibuat alur
stabilisasi yang berguna untuk mentstabilkan gerak kapal setelah membelok. Pada ujung akhir
alur masuk terdapat kolam putar yang berfungsi untuk mengubah arah kapal yang akan merapat
ke dermaga.

Alur pendekatan biasanya terbuka terhadap gelombang besar dibanding dengan alur
masuk atau saluran. Akibat nya gerak vertikal kapal karena pengaruh gelombang di alur
pendekatan lebih besar daripada di alur masuk atau di saluran. Alur pelayaran berada dibawah
permukaan air sehingga tidak dapat terlihan oleh nahkoda kapal. Untuk menunjukkan posisi alur
alur pelayaran di kanan kirinya dipasang pelampung. Gambar 2 menunjukkan alur pelayaran dan
posisi pelampung.

Gambar 2 alur pelayaran.

Sebelum masuk ke mulut pelabuhan kapal harus mempunyai kecepatan tertentu untuk
menghindari pengaruh angin, arus dan gelombang. Setelah masuk ke kolam pelabuhan kapal
mengurangi kecepatan. untuk kapal kecil, kapal tersebut bisa merapat ke dermaga dengan
menggunakan mesinnya sendiri. Tetapi untuk kapal besaar diperlukan kapal tunda untuk
menghela kapal merapat di dermag. Gambar 3. Adalah contoh gerak kapal dari lur pelabuhan
menuju ke dermaga dan meninggalkan dermaga ke luar dari pelabuhan Asean Aceh Fertiliser,
AAF (PCI 1980).
Gambar 3. Gerak kapal masuk dan keluar pelabuhan

1.4.2 Pemilihan Karakteristik Alur

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke pelabuhan


adalah sebagai berikut :

1. Keadaan trafik kapal


2. Keadaan geografi fan meteologi di daerah alur
3. Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran
4. Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran
5. Karakteristik maksimum kapal kapal yang m,enggunakan pelabuhan
6. Kondisi paasang surut, arus dan gelombang

1.4.3 Kedalaman Alur

Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk harus cukup
besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan
penuh. Kedalaman air ditentukan oleh berbagai faktor seperti nyang ditunjukan gambar 4.
Gambar 4. Kedalaman Alur

Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air referensi ini ditentukan
berdasarkan dari muka air surut terendah pada saat pasang purnama dalam periode panjang, yang
disebut LLWS (lower low water spring tide). Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari dasar alur
nominal dengan jumlah memperhatikan hal-hal berikut

a) Jumlah endapan yang terjadi atara dua periode pengerukan


b) Toleransi pengerukan
c) Ketelitian pengerukan
1. Draft kapal
Draft kapal ditentukan oleh karakteristik kapal terbesar yang menggunakan pelabuhan,
muatan yang diangkut, dan juga sifat-sifat air seperti berat jenis, salinitas dan temperature.
2. Squat
Squat adalah pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh kecepatan
kapal. Squat ini diperhitungkan berdasarkan dimensi dan kecepatan kapaldan kedalaman
air.seperti yang terlihat pada gambar 5. Kecepatan air di sisi kapal akan naik disebabkan
gerak kapal.

Gambar 5. Squat

Besar Squat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang didasarkan pada
percobaan di laboratorium (Bruun, P. 1981)

3. Gerak kapal karena pengaruh gelombang


Gerak kapal relative terhadap posisinya pada watu tidak bergerak di air diam adalah
penting didalam perencanaan alur perencanaan dan mulut pelabuhan. Gerak vertikal kapal
digunakan untuk menentukan kedalaman alur, sedangkan horizontal terhadap sumbu alur
yang ditetapkan adalah penting untuk menentukan lebar alur. Gambar 6 adalah beberapaka
gerakan kapal karena pengaruh gelombang
Gambar 6. Gerak kapal karena pengaruh gelombang

1.4.4 Lebar Alur

Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi sisi miring saluran atau pada kedalaman yang
direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor yaitu :

1. Lebar, kecepatan dan gerakan kapal


2. Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur
3. Kedalaman alur
4. Apakah alur sempit atau lebar
5. Stabilitas tebing alur
6. Angin, gelombang, arus dan arus melintang dalam alur

Tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor tersebut secara explicit, tetapi ada criteria telah
ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan faktor-faktor tersebut secara implicit. Cara lain
buntuk menentukan lebar alur diberikann oleh OCDI (1991). Lebar alur untuk dua jalur
diberikan oleh tabel 1 ynruk alur di luar pemecah gelombang, lebar alur harus lebih besar
daripada yang diberikan dalam tabel tersebut, supaya kapal bisa melakukan gerakan dengan
aman di bawah pengaruh gelombang.
Tabel 1. Lebar alur menurut OCDI

Gambar 7. Lebar satu jalur (Bruun P., 1981)

Gambar 8. Lebar alur dua jalur (Bruun P., 1981)

1.4.5 Layout Alur Pelayaran

Untuk mengurangi kesulitan dalam pelayaran, sedapat mungkin trase alur pelayaran
merupakan garis lurus. Berikut ini perlu diperhatikan dalam merencanakan trase alur pelayaran
1. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus
2. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil dengan interval
pendek.
3. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai panjang
minimum 10 kali panjang kapal besar
4. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan, untuk memperkecil
alur melintang
5. Jika mungkin pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang arus berlawanan dengan
arah kapal yang datang
6. Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin melintang. Hal ini
dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah terbuka ke perairan terlindung. Untuk itu
maka lebar alur dan mulut pelabuhan harus cukup besar
7. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh kembali dimana kapal tidk
boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titik tersebut kapal-kapal diharuskan
melanjutkan sampai ke pelabuhan. Titik tersebut harus terletak sedekat mungkin dengan
mulut pelabuhan dengan merencanakan/membuat tempat keluar yang memungkinkan
kapal-kapal yang mengalami kecelakaan dapat meninggalkan tempat tersebut, atau
dengan membuat suatu lebar tambahan.

Apabila terdapat belokan maka belokan tersebut harus berupa kurva lengkung. Jari-jari busur
pada belokan tergantung pada sudut belokan terhadap sumbu alur. Jari-jari minimum untuk kapal
yang membelok tanpa bantuan kapal tunda adalah seperti gambar 9.

Lebar alur pada belokan dibuat lebih besar disbanding dengan lebar pada alur pada
bagian lurus lurus yang dimaksudkan untuk memudahkan gerak kapal. Tergantung pada olah
gerak kapal dan jari-jari belokan, pelebaran bervariasti dari sekitar dua kali lebar kapal terbesar
pada bagian lurus sampai empat kali lebar kapar terbesar di belokan.

Gambar 9. Alur pada belokan

1.4.6 Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan harustenang mempunyai luas dan kedalaman yang cukup, sehingga
memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memumdahkan bongkar muat barang. Daerah
kolam yang digunakan untuk menambahkan kapal, selain penambatan di depan dermaga dan
tiang penambat, mempunyai luasan air yang melebihi daerah lingkaran jari-jari yang diberikan
pada tabel 2. Sedangkan pada pelampung penambat daerah perairan mempunyai jari-jari yang
diberikan pada tabel 3.

Tabel 2. Luas kolam untuk tambatan

1. Kolam putar
Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal minimum adalah luasan
lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali panjang kapal total dari kapal terbesar yang
menggunakannya. Apabila perputaran kapal dilakukan dengan bantuan jangkar atau
menggunakan kapal tunda luas kolam putar minimum adalah luas lingkaran dengan jari-
jari sama dengan panjang total kapal.
2. Kedalaman kolam pelabuhan
Dengan memperhitungkan gerak osilasi kapal karena pengaruh alam seperti gelombang,
angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,1 kali draft kapal pada
muatan penuh dibawah elevasi muka air rencana. Kedalaman tersebut diberikan pada
tabel 4.
Tabel 4. Kedalaman kolam pelabuhan

3. Ketenangan di pelabuhan
Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun badai. Kolam di
depan dermaga harus tenang dan memungkinkan penambatan selama 95%-97,5% dari
hari atau lebih dalam satu tahun. Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di
kolam di depan fasilitas tambatan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi
bongkar muat, yang diberikan dalam tabel 5.
Tabel 5. Tinggi gelombang kritis di pelabuhan

Pelabuhan Tanjung Priok memiliki kedalaman alur pelayaran 10-14 m LWS. Lebar alur
pelayaran dari Pelabuhan Tanjung Priok, Luas Kolam Pelabuhan yaitu 424 Ha, dan KEdalaman
Kolam Pelabuhan yaitu & m LWS.

1.5 Elemen dari Bangunan

Anda mungkin juga menyukai