(2)
dimana :
E = energi kinetik yang timbul akibat benturan kapal (ton meter)
V = kecepatan kapal saat merapat (m/det)
W = displacement tonage (ton)
dimana :
Cb = koefisien blok kapal
d = draft kapal (m)
B = lebar kapal (m)
Lpp = panjang garis air (m)
γo = berat jenis air laut (t/m³)
Koefisien eksentrisitas adalah perbandingan antara energi sisa dan energi kinetik
kapal yang merapat, dan dapat dihitung dengan rumus :
dimana :
l = jarak sepanjang permukaan air dari pusat berat kapal sampai titik sandar kapal
(m)
Dermaga : l = ¼ Loa (m)
Dolphin : l = 1/6 Loa (m)
r = jari – jari putaran disekeliling pusat berat kapal pada permukaan air (m)
Kecepatan merapat kapal dapat ditentukan dari nilai pengukuran atau pengalaman,
secara umum kecepatan merapat kapal diberikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Kecepatan merapat kapal pada demaga.
Ukuran Kapal (DWT) Kecepatan Merapat
Pelabuhan (m/d) Laut Terbuka (m/d)
Sampai 500 0,25 0,30
500 – 10.000 0,15 0,20
10.000 – 30.000 0,15 0,15
Diatas 30.000 0,12 0,15
Dimana ;
P : massa jenis udara (1,29 kg/m3)
A : luas karakteristik komponen (m2)
VL : kecepatan angin (m/s2)
C : koefisien gaya yang besarnya tergantung bentuk benda dan kekentalan dinamik
udara ( = 1,81.102 Ndtm-2)
Tabel 2.3 Koefisien Cs menurut API-RP2A
Jenis Struktur Cs
Balok 1,5
Dalam kasus perencanaan dermaga ini digunakan rumus Luciano Decourt untuk
menghitung daya dukung tiang pondasi, yaitu sebagai berikut :
Ql=Qp+ Qs (10)
Qp=qp x Ap=( Np x K ) x Ap (11)
Qs=qs x As= ( Ns
3 )
+1 x As (12)
Dengan :
Ql = daya dukung tanah maksimum pada pondasi
Qp= resistance ultimate di dasar pondasi
Qs = resistance ultimate akibat lekatan lateral
qp = tegangan di ujung tiang
Ap= luas penampang tiang dasar
qs = tegangan akibat lekatan lateral
Ns = harga rata-rata SPT sepanjang tiang yang tertanam
As = luas selimut tiang
Np= harga rata-rata SPT di sekitar 4B di atas hingga 4B di bawah dasar tiang
pondasi
Catatan : Apabila tanah dalam kondisi terendam atau di bawah muka air tanah, maka
harga Np trsebut harus dikoreksi sebagai :
N’ = 15 + 0,5(N-15)
K = koefisien karakteristik tanah, dimana :
Untuk lempung K = 12 t/m2 = 117,7 kPa
Untuk lanau berlempung K = 20 t/m2 = 196 kPa
Untuk lanau berpasir K = 25 t/m2 = 245 kPa
Untuk pasir K = 40 t/m2 = 392 kPa
Dengan menyamakan daya dukung tiang total dengan gaya maksimum yang bekerja
pada satu tiang, maka akan didapat panjang tiang yang harus dipancang.
9,81 x 7,562
= = 89,28 m
2 x 3,14
Maka panjang gelombang yang terjadi di laut sebesar 89,28 m. Selanjutnya dapat
diperhitungkan nilai cepat rambat gelombang di laut dalam (C 0) dengan rumus
berikut.
L0
C0 =
Ts
89,28 m
=
7,56 s
= 11,81 m/s
Dari perhitungan didapat cepat rambat gelombang di laut dalam (C0) Selanjutnya
d
menghitung nilai = , dengan nilai d = 8,4 meter.
LO
d 8,40
= =0,0941
LO 89,28
Dari tabel diatas, nilai d/L adalah 0,13582, maka nilai L adalah
d
=0,13582
L
8,40
L=
0,13582
L=61,848 m
Panjang gelombang (L) adalah 61,848 meter, kemudian dapat dihitung nilai cepat
rambat gelombang (C) :
L
C=
T
61,848
C=
7,56
C=8,133 m/s
Sin α1 ( )
C
C0
sin α0
dimana α0 sudut antara garis puncak gelombang di laut dalam dan garis kontur
dasar laut
8,133
α = sin 50°= 0,527 = 31,803°
11,81
Kr =
√ cos α o
cos α
=
√ cos 50°
cos 31,803°
= 0,819
H' 0
gT2
Dimana:
3. Dari Gambar grafik penentuan tinggi gelombang pecah (SPM, 1984), Didapatkan :
Hb
=1,125
H '0
H b =1,25 x 3,561=4,006 m
Hb 3,561
2
= 2
=0,0057
gT 9,81 x 7,56
db
=1,18 d b=1,18 x 4,006=4,727 m
H0
L0 = 89,16 m
2. Bilangan Irribaren :
tg θ
I r=
¿¿
Dengan menggunakan grafik Run up gelombang, maka dihitung nilai run
up. Untuk lapis lindung dari batu pecah (quarry stone) :
Ru
=1,04 Ru=1,04 x 3,34=3,474
H
yr H 3
W=
3 2,60 x 3,34 3
K D ( S¿ ¿r −1) cot Ø= ¿
4¿¿
B= nk Δ ¿
Dimana :
K∆ = koefisien lapis
t= nk Δ3
√ w
ƴb
Dimana :
T = nk Δ3
√ w
ƴb √
2 x 1,15
3 3,419
2,60
=2,519m
[ ][ ]
2 /3
p ƴr
N = AnkΔ 1−
100 W
Dimana :
[ ][ ]
2 /3
p ƴr
N = AnkΔ 1−
100 W
[ ]
2 /3
37 2.60
=10 x 2 x 1.15 [1- ] = 12,072 butir ≈ 12 butir
100 3,419
Jadi, jumlah batu lindung bagian lengan atau badan bangunan breakwater(N) tiap satuan luas
10 m2 adalah 12 butir batu.
(8)Tekanan Gelombang
Nilai
d
L
=0,13582, nilai
4 πd
L ( )
=1,7068, nilai sinh( )
4 πd
L
=2,6649, dan nilai cosh
{ }
2
4 πd
1 L
a 1=0,6+
2 4 πd
sinh
L
{ }
2
1 1,7068
a 1=0,6+ =0,805
2 2,6649
Koefisien tekanan gelombang a 2
{ ( ) }
2
d −h hmax 2d
a 2=min bw ,
3 d bw h hmax
( ) ( )
2 2
d bw −h hmax 9,235−3,03 6,012 2 d 2 x 8,04
= x = = =2,794
3 d bw h 3 x 9,235 3,03 hmax 6,012
a 2=0,885
2d 2 x 8,40
= =2,794
H max 6,012
𝛼2 = min { 0,885,2,794 }
𝛼2 = 0,885
Koefisien tekanan gelombang a 3
{ }
d' 1
a 3=1− 1−
d
cosh ( )
2 πd
L
a 3=1−
4,82
8,40 {
1−
1
1,3868 }
=0,84 0
Jadi ,dari hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien bangunan breakwater adalah
a 1=0,805 , a2=0,885 , a3 = 0,840. Perhitungan tekanan gelombang dihitung dengan
rumus (3.37),(3.38),(3.39) sebagai berikut :
Tekanan gelombang p1
1
p1 = ¿
2
1
p1= ( 1+cos 15 ° ) ( 0,805+0,885 co s 15° ) x 1,03 x 6,012 = 10,273t/m2
2
2
Elevasi maksimum dimana tekanan gelombang bekerja
¿
n =0,75 ( 1+cos 15 ° ) x 6,012=8,864
d ¿c =min {n¿ :d c }
¿ ¿
d c =min { 8,864 :d c }→ d c =3
n¿ >d c → p4 =p 1 1− ( dn ) c
¿
p4 = p1 1−( dn ) c
¿
p4 =10,273x 1− ( 3
8,864 )
=6,795 t /m2
1 1 ¿
P= ( p1 + p3 ) dʼ+ ( p1 + p 4 ) d c
2 2
1 1
P= x ( 10,273+8,628 ) x 4,82+ ( 10,273+ 6,795 ) x 3=71,154 t
2 2
1 1 1
Mp = ( 2 p1 + p3 ) dʼ 2+ ( p1 + p4 ) dʼ d ¿c + ( p1 +2 p 4 ) d ¿2
c
6 2 6
1 1 1
Mp = ( 2 x 10,273+8,628 ) x 4 , 822 + ( 10,273+6,795 ) x 4,82 x 3+ =258,465 tm
6 2 6
Gaya angkat dan momennya terhadap ujung belakang kaki bangunan dengan lebar dasar
elevasi bangunan vertical (B) =2,52 meter adalah sebagai berikut:
1
U= x pu x B
2
1
U= x 4,116 x 2,52=5,186 t
2
2
M u= x U x B
3
2
M u= x 5,186 x 2,52=8,712 t m
3
Jadi gaya angkat (U) adalah sebesar 5,186 ton dan momennya ( M u) adalah sebesar 8,712
tonmeter.
1.4.1 Pendahuluan
Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam
pelabuhan. Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran, kapal
mengurangi kecepatannya sampai kemudian berhenti di dermaga. Secara umum ada
beberapa daerah yang dilewati selama perjalanan tersebut yaitu :
- Di daerah pendekatan h = 0
- Di alur masuk 0<h<H dan perbandingan h/H<0,4
- Di sakuran h>H
Pada waktu kapal akan masuk ke pelabuhan, kapal tersebut melalui alur pendekatan.
Disini kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan menggunakan pelampung
pengarah (rambu pelayaran). Sedapat mungkin alur masuk ini lurus. Tetapi bila alur terpaksa
membelok, misalnya untuk menghindari dasar karang, maka setelah belokan harus dibuat alur
stabilisasi yang berguna untuk mentstabilkan gerak kapal setelah membelok. Pada ujung akhir
alur masuk terdapat kolam putar yang berfungsi untuk mengubah arah kapal yang akan merapat
ke dermaga.
Alur pendekatan biasanya terbuka terhadap gelombang besar dibanding dengan alur
masuk atau saluran. Akibat nya gerak vertikal kapal karena pengaruh gelombang di alur
pendekatan lebih besar daripada di alur masuk atau di saluran. Alur pelayaran berada dibawah
permukaan air sehingga tidak dapat terlihan oleh nahkoda kapal. Untuk menunjukkan posisi alur
alur pelayaran di kanan kirinya dipasang pelampung. Gambar 2 menunjukkan alur pelayaran dan
posisi pelampung.
Sebelum masuk ke mulut pelabuhan kapal harus mempunyai kecepatan tertentu untuk
menghindari pengaruh angin, arus dan gelombang. Setelah masuk ke kolam pelabuhan kapal
mengurangi kecepatan. untuk kapal kecil, kapal tersebut bisa merapat ke dermaga dengan
menggunakan mesinnya sendiri. Tetapi untuk kapal besaar diperlukan kapal tunda untuk
menghela kapal merapat di dermag. Gambar 3. Adalah contoh gerak kapal dari lur pelabuhan
menuju ke dermaga dan meninggalkan dermaga ke luar dari pelabuhan Asean Aceh Fertiliser,
AAF (PCI 1980).
Gambar 3. Gerak kapal masuk dan keluar pelabuhan
Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal kedalaman air di alur masuk harus cukup
besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan
penuh. Kedalaman air ditentukan oleh berbagai faktor seperti nyang ditunjukan gambar 4.
Gambar 4. Kedalaman Alur
Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi. Biasanya muka air referensi ini ditentukan
berdasarkan dari muka air surut terendah pada saat pasang purnama dalam periode panjang, yang
disebut LLWS (lower low water spring tide). Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari dasar alur
nominal dengan jumlah memperhatikan hal-hal berikut
Gambar 5. Squat
Besar Squat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut yang didasarkan pada
percobaan di laboratorium (Bruun, P. 1981)
Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi sisi miring saluran atau pada kedalaman yang
direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor yaitu :
Tidak ada rumus yang memuat faktor-faktor tersebut secara explicit, tetapi ada criteria telah
ditetapkan berdasarkan pada lebar kapal dan faktor-faktor tersebut secara implicit. Cara lain
buntuk menentukan lebar alur diberikann oleh OCDI (1991). Lebar alur untuk dua jalur
diberikan oleh tabel 1 ynruk alur di luar pemecah gelombang, lebar alur harus lebih besar
daripada yang diberikan dalam tabel tersebut, supaya kapal bisa melakukan gerakan dengan
aman di bawah pengaruh gelombang.
Tabel 1. Lebar alur menurut OCDI
Untuk mengurangi kesulitan dalam pelayaran, sedapat mungkin trase alur pelayaran
merupakan garis lurus. Berikut ini perlu diperhatikan dalam merencanakan trase alur pelayaran
1. Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus
2. Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil dengan interval
pendek.
3. Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai panjang
minimum 10 kali panjang kapal besar
4. Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan, untuk memperkecil
alur melintang
5. Jika mungkin pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang arus berlawanan dengan
arah kapal yang datang
6. Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin melintang. Hal ini
dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah terbuka ke perairan terlindung. Untuk itu
maka lebar alur dan mulut pelabuhan harus cukup besar
7. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh kembali dimana kapal tidk
boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titik tersebut kapal-kapal diharuskan
melanjutkan sampai ke pelabuhan. Titik tersebut harus terletak sedekat mungkin dengan
mulut pelabuhan dengan merencanakan/membuat tempat keluar yang memungkinkan
kapal-kapal yang mengalami kecelakaan dapat meninggalkan tempat tersebut, atau
dengan membuat suatu lebar tambahan.
Apabila terdapat belokan maka belokan tersebut harus berupa kurva lengkung. Jari-jari busur
pada belokan tergantung pada sudut belokan terhadap sumbu alur. Jari-jari minimum untuk kapal
yang membelok tanpa bantuan kapal tunda adalah seperti gambar 9.
Lebar alur pada belokan dibuat lebih besar disbanding dengan lebar pada alur pada
bagian lurus lurus yang dimaksudkan untuk memudahkan gerak kapal. Tergantung pada olah
gerak kapal dan jari-jari belokan, pelebaran bervariasti dari sekitar dua kali lebar kapal terbesar
pada bagian lurus sampai empat kali lebar kapar terbesar di belokan.
Kolam pelabuhan harustenang mempunyai luas dan kedalaman yang cukup, sehingga
memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memumdahkan bongkar muat barang. Daerah
kolam yang digunakan untuk menambahkan kapal, selain penambatan di depan dermaga dan
tiang penambat, mempunyai luasan air yang melebihi daerah lingkaran jari-jari yang diberikan
pada tabel 2. Sedangkan pada pelampung penambat daerah perairan mempunyai jari-jari yang
diberikan pada tabel 3.
1. Kolam putar
Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal minimum adalah luasan
lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali panjang kapal total dari kapal terbesar yang
menggunakannya. Apabila perputaran kapal dilakukan dengan bantuan jangkar atau
menggunakan kapal tunda luas kolam putar minimum adalah luas lingkaran dengan jari-
jari sama dengan panjang total kapal.
2. Kedalaman kolam pelabuhan
Dengan memperhitungkan gerak osilasi kapal karena pengaruh alam seperti gelombang,
angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,1 kali draft kapal pada
muatan penuh dibawah elevasi muka air rencana. Kedalaman tersebut diberikan pada
tabel 4.
Tabel 4. Kedalaman kolam pelabuhan
3. Ketenangan di pelabuhan
Kolam pelabuhan harus cukup tenang baik dalam kondisi biasa maupun badai. Kolam di
depan dermaga harus tenang dan memungkinkan penambatan selama 95%-97,5% dari
hari atau lebih dalam satu tahun. Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat barang di
kolam di depan fasilitas tambatan ditentukan berdasarkan jenis kapal, ukuran dan kondisi
bongkar muat, yang diberikan dalam tabel 5.
Tabel 5. Tinggi gelombang kritis di pelabuhan
Pelabuhan Tanjung Priok memiliki kedalaman alur pelayaran 10-14 m LWS. Lebar alur
pelayaran dari Pelabuhan Tanjung Priok, Luas Kolam Pelabuhan yaitu 424 Ha, dan KEdalaman
Kolam Pelabuhan yaitu & m LWS.