Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Laparotomi adalah tindakan insisi pembedahan melalui dinding perut atau


abdomen (Sanusi C, 1999).Kata “laparotomy” pertama kali digunakan untuk
merujuk operasi semacam ini pada tahun 1878 oleh seorang ahli bedah Inggris,
Thomas Bryant.Kata tersebut terbentuk dari dua kata Yunani, “lapara” dan
“tome”.Kata “lapara” berarti bagian lunak dari tubuh yg terletak di antara tulang
rusuk dan pinggul.Sedangkan “tome” berarti pemotongan.
Tindakan laparotomi biasanya dilakukan atas indikasi appendisitis, hernia,
kista ovarium, kanker tuba falopii, kanker uterus, kanker hati, kanker lambung,
kanker kolon, kanker kandung kemih, kehamilan ektopik, mioma uteri, serta
peritonitis.
Ada 4 cara, yaitu;

1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian
bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Bp. S
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 49 tahun
 Alamat :Plupuh, Sragen
 Agama : Islam
 No RM : 2266xx
 Tanggal masuk RS : 09 juli 2012
 Tanggal Operasi : 11 juli 2012 Jam : 12.20 WIB

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama: Nyeri perut

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


2 jam SMS: pasien mengeluh nyeri perut, perut kaku dan keras, perut
terasa kembung, tidak bisa kentut, BAB terakhir 16 jam sebelum masuk
Rumah Sakit.
SMRS: pasien masih mengeluh nyeri pada perut dan terasa kembung,
perut masih terasa kaku dan tidak bisa kentut.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi Obat : disangkal
 Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
D. Anamnesis Sistem
E.
Sistem serebrospinal : Dbn
Sistem respirasi : Dbn
Sistem kardiovaskuler : Dbn
Sistem digestivus : Dbn
Sistem urogenital : Dbn
Sistem muskuloskeletal : Dbn
Sistem integumentum : Dbn

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Gizi : Cukup
 Kesadaran : Compos mentis
 BB : 49 kg
 Vital Sign
- TD : 120/80 mmHg
- N : 80 x/ menit
- RR
:Tidakdidapatkaninformas
i
- Suhu : 36,60C

B. Status Lokalis
a) Kepala
 Bentuk : mesocephal
 Rambut :
 Mata :
o Palpebra : Tidak didapatkan informasi
o Konjungtiva : Tidak didapatkan informasi
o Sklera : Tidak didapatkan informasi
o Pupil : Tidak didapatkan informasi
o Refleks cahaya : Tidak didapatkan informasi
o Pandangan kabur : Tidak didapatkan informasi
o Adanya pemandangan dua : Tidak didapatkan informasi
 Hidung : Tidak didapatkan informasi
 Mulut : Tidak didapatkan informasi
 Mallampati : Tidak didapatkan informasi

b) Leher
 KGB : Tidak didapatkan informasi
 Kelenjar thyroid : Tidak didapatkan informasi
 Sikatrik : Tidak didapatkan informasi

c) Thoraks
 Paru : Tidak didapatkan informasi
 Jantung : Tidak didapatkan informasi
 Dada dan Aksila : dalam batas normal
d) Abdomen : Tidak didapatkan informasi
e) Ekstremitas
 Tungkai simetris (+)
 Akral hangat
 Oedem - -
- -

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Darah (7 juli 2012)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Lekosit 6.600 4000-12000 /µL
Eritrosit 5,81 4.5-5.9 jt/ul
Hemoglobin 16,8 14.0-18.0 g/dL
hematokrit 54,0 40-52 %
Trombosit 258.000 15000-400000 /µL
Waktu
1’30” 1 sd 5 Menit
perdarahan
Waktu
4’30” 2 sd 6 Menit
pembekuan
Gol. darah ORh +
Imunoserologi
< 0.13
HbSAg Negative -
(negative)
Kimia Darah
SGOT 29 < 35 u/L
SGPT 45 <41 u/L
ureum 44,2 10-50 mg/dL
Kreatinin 1,1 0.9-13 mg/dL
Gula Darah
127,8 70-115 mg/dL
Sewaktu

V. DIAGNOSA KERJA

VI. KESIMPULAN

VII. PENATALAKSANAAN
Terapi operatif : laparotomi dengan general anestesi pada pasien
ASA II.
VIII. TINDAKAN ANESTESI PADA PERI-OPERASI
Macam :
Jenis AN : General anestesi
Teknik AN : IV
- Induksi Propofol 160 mg dan Notrixum 35 mg
Anestesi mulai : 12.15 WIB Operasi mulai :12.20 WIB
Anestesi selesai : 13.50 WIB Operasi selesai :13.50 WIB

A. Pre-operatif
 Pasien puasa 6 jam pre-operatif.
 Infus RL 25 tpm
 Keadaan umum dan vital sign baik (TD=110/80 mmHg, N=76/’,
RR=20/’, S=360C)

B. Intra operatif
 Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di atas meja operasi,
pasang alat monitoring: monitor tensi, Heart Rate, SpO2, untuk
monitoring ulang vital sign pasien.
(TD : 160/80 mmHg, N : 80x/menit, Saturasi O2%)
 Pasien diminta untuk tetap berbaring dimeja operasi kemudian
diberi injeksi obat premedikasi Fentanhyl 2,5 mg IV untuk
memberi efek analgetik.Induksi anestesi dilakukan dengan injeksi
Propofol 160 mg IV secara perlahan agar mengurangi rasa nyeri
terbakar. Sungkup muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6
lt/menit, kalau perlu nafas dibantu dengan menekan balon nafas
(below) secara periodik untuk mengatasi timbulnya apneu setelah
induksi Fentanhyl dan untuk memberikan efek hiperventilasi pada
paru. Setelah reflek bulu mata menghilang, berikan obat pelumpuh
otot Notrixum 3 mg. Pemberian notrixum mengakibatkan
fasikulasi (getaran otot) dan apnue sehingga nafas harus tetap
dibantu dengan memberikan tekanan pada balon nafas. Setelah
fasikulasi menghilang, pasien diintubasi dengan Endotrakeal Tube
(ET), kemudian balon pipa ET dikembangkan sampai tidak ada
kebocoran pada waktu melakukan nafas buatan dengan balon
nafas. Yakinkan bahwa pipa ET benar-benar didalam trakea dan
tidak masuk terlalu dalam di salah satu bronkus atau esofagus,
periksa dengan stetoskop dan dengarkan bising nafas yang harus
sama di paru kiri dan kanan, dinding dada juga harus bergerak
sama (simetris) pada setiap inspirasi buatan. Kemudian masukkan
Orofaringeal Airway (Guedel) pada mulut supaya pipa ET tidak
tergigit lalu kedua-duanya difiksasi. Kemudian pipa ET
dihubungkan dengan konektor kepada sirkuit nafas alat anestesi.
Selanjutnya dilakukan tahap pemeliharaan anestesi (maintenance)
dengan N2O dibuka 2,5 liter/menit dan O2 2 liter/menit (50% :
50%), kemudian Isoflurane 1,5-2 vol % dibuka. Nafas pasien
dikendalikan dengan menekan balon nafas (12-16 x/menit) setelah
ada tanda-tanda nafas spontan kemudian dicoba membantu nafas
sedikit-sedikit sampai pernafasan normal kuat kembali. Nafas
dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas ternyata cukup kuat, ini
dapat dilihat dari besarnya kembang kempis balon nafas.
Kedalaman anestesi dipertahankan dengan kombinasi N2O 2,5
L/menit dan O2 2 lt/menit, serta isoflurane 1,5-2 vol%. Ketika
operasi menjelang selesai (±10 menit), N2O mulai diturunkan
volumenya dan O2 dinaikkan volumenya, serta dosis Isoflurane
juga perlahan dikurangi hingga akhirnya 0 vol%.
 Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan nadi
senantiasa dikontrol setiap 5 menit, sebagai berikut :
Menit ke- Sistole Diastole Pulse Sp O2
1 140 80 75 98 %
5 115 70 70 98 %
10 185 95 60 98 %
15 110 70 58 98%
20 100 60 58 98%
25 140 90 58 98%
30 130 90 59 98%
35 120 80 58 98%
40 135 75 57 98%
45 120 70 56 98%
50 130 75 56 98%
51 130 80 57 98%
52 130 90 58 98%
53 125 80 58 98%
54 125 80 58 98%
55 140 90 57 98%
56 145 90 58 97%
57 140 85 58 97%
58 120 80 58 97%

Kemudian didukung dengan pemberian Ringer Laktat sebanyak 3


flabot yang diberikan selama operasi berlangsung.Untuk induksi,
diinjeksikan juga lewat iv fentanyl 2,5 mg, notrixum 3mg, dan
propofol sebanyak 160mg.
Kemudian dilakukan rangsang pada bulu mata, ketika pasien telah
tertidur, pasien diberikan O2 sebanyak 2L/menit bersamaan dengan
pemberian Isofluran 2,5 L/menit sebagai maintenance. Setelah itu
dilakukan pemasangan cateter urine.
Sebagai antiemetik, diberikan Cedantron 8mg dan analgetik
Remopain 30mg.
Kemudian setelah operasi selesai, sebagai instruksi pasca anestesi,
diberikan fentanil 100 µg dan remopain 60mg dalam NS 50cc
(4cc/jam)

C. Post operatif
 Operasi berakhir pukul 13.40WIB.
Rawat pasien di RR (Recovery Room) dengan posisi
supine. Berikan oksigen 3 liter/menit (nasal). Kemudian awasi
respirasi, nadi, tensi setiap 15 menit. Bila pasien muntah, berikan
Cedantron 8mg intravena. Bila pasien merasakan kesakitan,
berikan Remopain 30mg intravena.

 Monitoring keadaan umum pasien dengan Aldrette score:


o Kesadaran: dapat dibangunkan tapi cepat tidur =1
o Warna: merah muda =2
o Aktivitas: 4 ekstremitas bergerak =2
o Respirasi: Dapat napas dalam/batuk =2
o Kardiovaskular: TD deviasi 20 % dari normal =2
o Total aldrete score = 9
Keterangan: Jika Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa ada nilai 0 atau
Aldrette Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

B. ETIOLOGI

C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT

D. TANDA DAN GEJALA

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

F. KOMPLIKASI

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

H. CARA PENCEGAHAN

I. OBAT YANG DIGUNAKAN


Anestesi biasanya mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan, analgesia
cukup, dan relaksasi otot lurik yang cukup.Pada pasien ini diberikan maintenance
oksigen + N2O + sevoflurane.Oksigen (O2) diberikan untuk mencukupi
oksigenasi jaringan.N2O sebagai analgetik dan sevoflurane untuk efek
hipnotik.N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi,
tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O
harus disertai O2 minimal 25 %.Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi
analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan
sebagainya.Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O :
O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic
digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan
pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien
pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.
Hentikan pemberian 10 menit sebelum operasi selesai namun naikkan volume O2.
ONDANSETRON
Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi
reseptor 5-HT yang terdapat pada chemoreceptor trigger zone di area postrema
otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansetron juga
mempercepat pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal
rendah.Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi
konstipasi.Ondansetron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness.
Pada pemberian oral, obat ini diabsorbsi secara cepat. Kadar maksimum
tercapai setelah 1-1,5 jam, terikat protein plasma sebanyak 70-76 %, dan waktu
paruh 3 jam. Ondansetron di eliminasi dengan cepat dari tubuh.Metabolism obat
ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat
dalam hati.
Indikasi
Ondansetron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang
berhubungan dengan oprasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan
sitostatika. Dosis 0,1 – 0,2 mg/kg IV.
Efek samping
Ondansetron biasanya ditoleransi secara baik.Keluhan yang umum
ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing,
mengantuk, gangguan saluran cerna, dsb. Belum diketahui adanya interaksi
dengan obat SSP lainnya seperti diazepam, alcohol, morfin atau anti emetic
lainnya.
Kontraindikasi
Keadaaan hipersensitivitas merupakan kontraindikasi penggunaan
ondasetron.Obat ini dapat digunakan pada anak-anak.Obat ini sebaiknya tidak
digunakan pada kehamilan dan ibu masa menyusui karena kemungkinan disekresi
dalam ASI.Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi, tetapi pada
insufisiensi ginjal agaknya dapat digunakan dengan aman.Karena obat ini sangat
mahal, maka penggunaannya harus dipertimbangkan dengan baik, mengingat obat
dengan indikasi sejenis tersedia cukup banyak.
MIDAZOLAM
Merupakan golongan benzodiazepine.Dimana lebih dianjurkan daripada
opioid dan barbiturate.Pada dosis biasa, obat ini tidak menambah depresi napas
akibat opioid. Selain menyebabkan tidur, benzodiazepine juga menyebabkan
amnesia retrograde dan dapat mengurangi rasa cemas. Namun benzodiazepine
sedikit mengurangi tonus sfingter esophagus sehingga ada kemungkinan masuk ke
esophagus asam lambung.Umumnya benzodiazepine diberikan secara oral karena
absorbsinya baik. Benzodiazepine yang tidak larut dalam air misalnya diazepam
dan lorazepam tidak diberikan secara IV karena dapat menimbulkan iritasi vena.
Tetapi dapat diberikan secara IM dalam pelarut propilen-glikol.Sedangkan
midazolam yang larut dalam air dapat diberikan secara IV. Lorazepam lebih
lambat mula kerjanya, dosis 0,05 mg/kgBB IM (maksimum 4mg) diberikan
paling sedikit 2 jam prabedah. Midazolam IV yang disuntikkan 15-60 menit
prabedah memberikan amnesia dengan masa kerja yang lebih singkat dan lebih
sedikit efek sampingnya.
Efek amnesia anterograd benzodiazepine bermanfaat untuk pasien tertentu,
tetapi efek itu diperoleh pada dosis besar yang dapat memperpanjang masa
pemulihan.Untuk mempercepat pemulihan, kalau perlu, dapat digunakan
flumazenil (antagonis benzodiazepine) tetapi tidak dapat memperbaiki depresi
napas yang telah terjadi.
DEKSKETOPROFEN
Merupakan analgetik non narkotika.Indikasi dari obat ini yaitu pada nyeri
musculoskeletal akut, dismenore, sakit gigi, nyeri pasca operasi. Kontra indikasi
dari obat ini yaitu riwayat serangan asma, bronkospasme, rhinitis akut atau polip
nasal, urtikaria atau edeme angioneurotik, tukak lambung atau dyspepsia kronik,
perdarahan lambung, penyakit Crohn atau colitis ulseratif, gagal jantung berat,
disfungsi ginjal sedang sampai berat, disfungsi hati berat, diathesis hemoragik,
gangguan pembekuan darah, terapi antikoagulan, hamil, laktasi. Perhatian pada
riwayat alergi obat, esofagitis, gastritis dan ulkus peptic. Kelainan darah, SLE atau
penyakit jaringan ikat tipe campuran, fungsi hati atau ginjal abnormal, mendapat
terapi diuretic, dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan
mesin, anak, dan lanjut usia.
Dosis standar :

a. Tablet 12,5 mg tiap 4-5 jam atau 25 mg tiap 8 jam. Untuk nyeri paska
operasi 25mg tiap 8 jam maksimal 75 mg.
b. Ampul 50mg/mL tiap 8-12 jam. Dosis IV/IM maksimal 150mg.

PETHIDIN
Merupakan narkotik sintetik derivat fenilpiperidinan dan terutama berefek
terhadap susunan saraf pusat yaitu menimbulkan analgesia, sedasi, euphoria,
depresi pernapasan serta efek sentral lain seperti morfin. Efek analgesi pethidin
timbul agal lebih cepat daripada efek analgesic morfin, yaitu kira-kira 10 menit,
setelah suntikan subkutan atau intramuscular, tetapi masa kerjanya lebih pendek,
yaitu 2-4 jam. Obat ini mengalami metabolisme di hati dan diekskresikan melalui
urin.Digunakan untuk meringankan rasa nyeri sedang sampai berat yang tidak
responsive terhadap analgetik non-narkotika.
Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang
kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai
penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan
yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan.Tujuan utama
terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama dan pasca
bedah.Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda
hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan.Pada prakteknya
banyak hal yang sulit ditentukan atau diukur secara objektif.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular
dankompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit
(Na+,K+,Cl- ,HCO3-, PO43-) dan non elektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses
pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara osmosis,
difusi, pompa natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena
perubahan volume (defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume),
perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis).
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum
terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,
perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit
perioperatif berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit
pra, saat, dan pasca pembedahan.Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata
30-35 ml/kgBB dan elektrolit Na+= 1-2mmol/kgBB/hari dan K+=1
mmol/kgBB/hari.Saat pembedahan harus dilihat banyaknya perdarahan untuk
digantikan.Selain mengganti cairan tubuh, perlu diperhatikan pula jenis cairan
yang digunakan untuk menggantinya.Cairan tersbut dapat berupa kristaloid atau
koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan
sesuai dengan kondisi pasien.
Pada kasus ini, terapi cairan yang digunakan ada dua macam yaitu larutan
koloid dan kristaloid.Pada pre-operatif dan awal operatif, digunakan cairan gelatin
(koloid) yaitu succinylated gelatins. Cairan koloid disebut juga sebagai cairan
pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”.
Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi
dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak
lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Sedangkan gelatin sendiri
adalah larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul
rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Penggunaan koloid pada
kasus ini diindikasikan pada anestesi spinal untuk resusitasi cairan akibat
kehilangan darah yang cukup banyak serta mengatasi hipoalbuminemia pada
pasien ini (protein urine didapatkan +++ ).
Sedangkan cairan kristaloid yang digunakan adalah Ringer Laktat. Cairan
kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi mirip cairan
ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah,
tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana
dan dapat disimpan lama. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang
paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung
dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.

BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien terdiagnosa impending eklampsia IUGR. Berdasarkan


jenis operasi pada pasien ini yaitu seksio sesarea maka dipilih tehnik terbaik untuk
tindakan anestesi adalah anestesi regional-spinaldengan bupivacain. Selama
operasi pasien mendapatkan oksitosin, metilergometrin, ondansetron, midazolam,
dexketoprofen, dan pethidin.
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F.G., et al. 2005. Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan dalam


Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

EP Nurul Falah.2010.Informasi Spesialite Obat Indonesia.Jakarta : PT. ISFI


Penerbitan.

Gunawan Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : FKUI

Hadi H., 2000. Metode Pematangan Serviks dan Induksi Persalinan.FK USU.

Hartanto, W.W. 2007.Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif.Bandung: FK


Unpad.
Lim,. Preeclampsia (document on the internet). Update 2011 November 10.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview.

Lubis A.B., 2010. Agen Anestesi Lokal. Jakarta: Fakultas Kedokteran Yarsi.

Muhiman, M. dkk. 1989. Anestesiologi. Jakarta: FKUI.

Ruchili, A. 1984.Anestesi Spinal pada Seksio Sesarea.Cermin Dunia Kedokteran


33 (15-7).

Riback, W. Plasma Expanders: Expanding The Options.


http://www.traumasa.co.za. Diakses tanggal 19 Januari 2012.

Sridana, 2009. Uterotonika.Palembang: FK UNSRI.

Wibowo, B., Rachimhadhi, T. 2006. Pre-Eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu


Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai