Anda di halaman 1dari 38

EFISIENSI PENGOLAHAN ASPAL AGAR TARGET DAPAT

TERCAPAI DI PT. KARYA MEGAH BUTON

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh :
YUSRIN JAELANI
18 660 010

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DAYANU IKHASANUDDIN
BAUBAU
JULI 2022
EFISIENSI PENGOLAHAN ASPAL AGAR TARGET DAPAT
TERCAPAI DI PT. KARYA MEGAH BUTON

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pertambangan
pada Fakultas Teknik Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Disusun Oleh :
YUSRIN JAELANI
18 660 010

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DAYANU IKHASANUDDIN
BAUBAU
JULI 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

SEMINAR PROPOSAL
EFISIENSI PENGOLAHAN ASPAL AGAR TARGET DAPAT
TERCAPAI DI PT. KARYA MEGAH BUTON

Disusun Oleh :
YUSRIN JAELANI
NIM : 18 660 010
Program Studi : Teknik Pertambangan

Telah Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Pendamping,

Ir. H. LM. Sjamsul Qamar, M.T.,IPU. LM, Hilman Kurnia, S,T., M,T.
NIDN. 0911016101 NIDN. 0916019003

Mengetahui :
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan

Sarman, S.T., M.T.


NIDN. 092704770

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’ Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Penelitian Tugas Akhir yang berjudul “Efisiensi Pengolahan Aspal Agar Target
Produksi Dapat Tercapai Di PT. Karya Megah Buton”. Adapun tujuan dari
penulisan proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan jenjang program strata satu ( S-1) pada Program Studi Teknik
Pertambangan Universitas Dayanu Ikhasanuddin Baubau. Penulis sangat
menyadari bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan Proposal
Penelitian Tugas Akhir ini, namun berkat dorongan, dukungan, bimbingan, arahan,
serta motivasi yang besar yang diberikan sehingga penyusunan Proposal
Penelititan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih
serta penghargaan yang setinggi-tingginnya penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah banyak membantu dan mendukung, terutama kepada :
1. Bapak Ir. H. LM Sjamsul Qamar, M.T.,IPU Selaku Rektor Universitas
Dayanu Ikhasanuddin dan Sebagai Pembimbing I, yang selama ini sudah sabar,
dan tulus membimbing, dan memberikan banyak masukan dan dukungan.
2. Bapak Hilda Sulaiman Nur, S.T., M.T. Selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Dayanu Ikhsanuddin.
3. Bapak Sarman, S.T.,M.T. Selaku Ketua Program Studi Teknik Pertambangan,
yang selama ini turut membantu dalam kelengkapan berkas hal-hal yang
berhubungan Administrasi perkuliahan dan kegiatan Akademik.
4. Bapak LM, Hilman Kurnia, S,T., M,T. Selaku Dosen Pembimbing II yang
selama ini sudah sabar, tulus, dan ikhlas karena telah membimbing saya, dan
terima kasih atas motivasi dan dukungannya.
5. Terima kasih untuk Dosen Penguji I, II, dan III yang telah memberikan masukan
dan dukugan serta saran.

iii
6. Terima kasih untuk Tata Usaha Prodi Teknik Pertambangan, karena sudah
banyak membantu dalam hal yang berhubungan dengan kelengkapan
administrasi dan lain- lain.
7. Terima kasih untuk Dosen-dosen Program Studi Teknik Pertambangan, yang
telah banyak membantu, memberikan motivasi dan dukungan
8. Terkhusus untuk Orang Tua tercinta, yang tidak pernah lelah memberikan do’a,
kasih sayang serta dukungannya selama penulis menempuh pendidikan yang
baik.
9. Rekan-rekan penulis khususnya mahasiswa strata-1 (S1) Teknik
Pertambangan Unidayan yang mendukung baik dari moral, materi, seta
dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari masih
banyak kekurangan, sehingga penulis mengaharapkan adanya saran dan kritikan
yang bersifat membangun demi kesempurnaan ini. Semoga Allah SWT
melimpahkan nikmat-nya bagi kita semua. Jazakallahu khairan, Semoga kebaikan
menyertai kita semua.
Aamiin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Baubau, 29 Juli 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................vii
DAFTARTABEL ..........................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.4 Batasan Masalah ..................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................. 3

BAB II STUDI PUSTAKA ................................................................................... 4


2.1 Profil Perusahaan.................................................................................... 4
2.2 Geologi Wilayah Sekitar ........................................................................ 5
2.3 Iklim dan Curah Hujan ........................................................................... 6
2.4 Pengertian Aspal Alam........................................................................... 5
2.5 Genesa Aspal Alam ................................................................................ 7
2.6 Keterdapatan Aspal Alam....................................................................... 8
2.7 Deposit Asbuton ..................................................................................... 9

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................12


3.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah ...........................................................12
3.2 Pengolahan Bahan Galian.....................................................................12
3.3 Instrumen Penelitian .............................................................................17
3.4 Tata Laksana Penelitian........................................................................21

v
3.4.1 Langkah Kerja.............................................................................21
3.4.2 Metode.........................................................................................21
3.4.3 Bagan Alir ...................................................................................22
3.4.4 Waktu Penelitian .........................................................................23
3.5 Penutup .................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................24

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Lokasi IUP PT. Karya Megah Buton.......................................4


Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian PT. Karya Megah Buton .............................5
Gambar 3. Peta lokasi sebaran Asbuton ..............................................................11

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.4.4 Jadwal Penelitian .......................................................................... 23

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam.
Sumber daya alam merupakan nikmat yang sangat besar dan berharga dari Tuhan
yang diberikan kepada umat manusia. Sumber daya alam juga menjadi salah satu
modal utama dalam pembanguan nasional. Kegiatan penambangan merupakan
kegiatan pengambilan bahan galian berharga yang berada di bawah permukaan
bumi. Salah satu bahan galian yang terdapat di Indonesia adalah aspal.

Aspal adalah senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat
yang dibentuk dari unsur-unsu asphalthenes, resins, dan oils. Dalam lapis
perkerasan jalan aspal berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk
membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan
masing-masing agregat, Aspal batu Buton (Asbuton) merupakan aspal alam yang
terdapat di pulau Buton, jenisnya adalah rock asphalt, yaitu batuanyang
terimpegnasi oleh aspal dengan batuan induknya adalah batu gamping. Partikel
asbuton terdiri dari mineral, bitumen, dan air. Asbuton yang terekstraksi dapat
dipisahkan antara mineral dengan bitumennya (Tobing, 2003).

.Aspal Buton adalah satu-satunya cebakan aspal alam di Indonesia. Aspal


Buton terdiri atas campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam
bentuk batuan. Deposit aspal Buton sangat besar dengan total cadangan 650 juta
ton dengan kadar bitumen yang bervariasi dari kadar rendah sampai kadar tinggi,
yaitu10-35% (Dinas Pertambangan Kabupaten Buton, 2013).

Deposit aspal Buton membentang dari kecamatan Lawele samapai


Sampolawa yang meliputi daerah Lawele, Wariti, Winto, Kabungka ,dan Waesiu
(Hadiwisastra,2009).

1
Pengolahan aspal Buton merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan
penambangan. Pengolahan aspal buton dilakukan untuk meningkatkan nilai jual
dari aspal itu sendiri. Pengolahan aspal terdiri dari beberapa tahap-tahap penting,
sebelum menjadi aspal yang telah siap digunakan. (Hendrajaya,2016)

Proses produksi merupakan hal yang sangat penting pada perusahaan


manufaktur, oleh sebab itu diperlukan perencanaan dan pengawasan secara
kontinyu dan terus menerus. Adanya perencanaan produksi akan memberikan
kemudahan dalam melaksanakan proses produksi pada perusahaan. Proses produksi
adalah aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan baku yang melibatkan
mesin, energi, pengetahuan teknis, dan lain-lain (Baroto, 2002:13). Perencanaan
proses produksi tersebut akan menunjukan pemakaian komponen produksi dalam
perusahaan. Misalnya jenis dan jumlah dari bahan baku yang diperlukan, waktu,
tenaga kerja, serta mesin yang digunakan untuk keperluan pelaksanaan proses
produksi, perusahaan harus mampu melakukan efisiensi pada seluruh faktor
usahanya terutama terhadap faktor-faktor produksi. Efisiensi faktor-faktor produksi
mempunyai peran yang sangat penting bagi perusahaan, dimana perusahaan
mengharapkan laba yang semaksimal mungkin dengan mengeluarkan atau
menggunakan biaya produksi yang seminimal mungkin.

Proses produksi secara umum merupakan proses pengolahan bahan baku


menjadi produk jadi. Suatu proses dikatakan efisien dan efektif jika dalam proses
tersebut tidak menghasilkan pemborosan. Perusahaan dalam melakukan proses
produksi tidak terlepas dari pemborosan atau waste yang dapat merugikan
perusahaan. Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak
memberikan nilai tambah (Soenaryo, Rispianda, & Yuniati, 2015).

2
1.2 Maksud dan Tujuan

1. Untuk menambah pengetahuan Bagaimana Efisiensi Pengolahan Aspal


Buton agar target dapat terpenuhi di PT. Karya Megah Buton.
2. Bagaimana Tahapan Pengolahan Aspal Alam Buton di PT. Karya Megah
Buton.

1.3 Rumusan Masalah

1. Evisiensi Pengolahan aspal untuk mencapai target Produksi …. Ton dapat


tercapai di PT. Karya Megah Buton
2. Pengolahan aspal di PT Karya Megah Buton

1.4 Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini peneliti membatasi masalah yang mengarah pada.
Evisiensi Pengolahan aspal di PT. Karya Megah Buton

1.3 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat mengupayakan peningkatan target produksi


sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi perusahaan.
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu :
1. Perusahaan
Dari hasil penelitian ini dapat mengupayakan peningkatan target produksi
sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi perusahaan.
2. Mahasiswa
Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai
Evisiensi Pengolahan aspal untuk mencapai target Produksi di PT. Karya
Megah Buton

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Perusahaan

PT.Karya Mega Buton merupakan salah satu perusahaan yang bergerak


dibidang pertambangan dan pengolaan aspal Buton. Perusahaan ini berdiri pada
tanggal 5 Juli 2008.Dasar hukum dari berdirinya perusahaan ini termuat dalam Akte
Pendiriannya sebagai Perseroan Terbatas yang disahkan oleh Notaris Buntario
Tigri, SH, tertanggal 05 Juli 2008 nomor 33 dan SK Kehakiman no.AHU-
38900.A.H.01.02 Tahun 2008 tertanggal 07 Juli 2008.
Wilayah kegiatan PT. Karya Megah Buton berada disebelah utara Pasarwajo
yang merupakan Ibukota Kabupaten Buton dengan jarak lebih kurang 90 km
kesebelah utara. Secara adminitrasi, lokasi kuasa pertambangan ekspoitasi PT
Karya Mega Buton berada didaerah Lawele Desa Lawele, Kecamatan Lasalimu,
Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografi berada di
122”58’25,68”BT dan 05”10”00,12”LS-05”13”14,00”LS

Gambar 1. Peta Lokasi IUP PT. Karya Megah Buton


(Sumber. PT. Karya Megah Buton Tahun 2020)

4
Direktur utama dari PT. Karya Mega Buton saat ini adalah Robin Setyono,
serta Kepala Teknik Tambang yaitu Daniel Joseph yang juga merangkap jabatan
sebagai Manager site. PT Karya Mega Buton memiliki 3 lokasi penambangan
pertama (ST.1) berada di Desa Lawele, lokasi penambangan ke dua (ST.2) berada
didesa Nambo, dan lokasi plan berada di Desa Suandala. Ketiga lokasi tersebut
masih berada di Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi
Tenggara.

2.2 Geologi Wilayah Sekitar

Menurut Sikumbang (1995), secara Regional Kabupaten Buton, Sulawesi


Tenggara memiliki urutan stratigrafi dari tua ke muda PraTrias hingga Resen yaitu
Formasi Mukito (PRm) yang tersusun oleh sekis plagioklas, sekis klorit-epidot, filit
kersikan dan sekis silikat-gamping dan diperkirakan berumur pra-Trias; Formasi
Doole (Rd) tersusun oleh runtuhan batuan malihan berderajat rendah, terdiri atas
kuarsit mikaan berselingan filit dan batusabak, tebal satuan beberapa ratus meter
dan diduga berumur Trias sampai Yura; Formasi Winto (Rw) tersusun oleh
perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batugamping, tebal satuan sekitar
750 m dan berumur Trias Atas; Formasi Ogena (Jo) tersusun oleh batugamping
pelagon, bersisipan klastika halus dan batugamping pasiran, tebal satuan lebih dari
960 m; Formasi Rumu (Jr) tersusun oleh perselingan batugamping merah kaya fosil,
batulumpur, napal dan kalkarenit, tebal satuan lebih dari 150 m dan berumur Yura
Akhir; Formasi Tobelo (KTt) tersusun oleh kalsilutit, berlapis baik, bebas bahan
daratan kaya radiolaria, tebal formasi antara 300-400 m, terendapkan pada
lingkungan bathial dan berumur Kapur; Basalt (Ba); Diorit (Di) diperkirakan
berumur Eosen; Kompleks Ultrabasa Kapantoreh (Tukc) tersusun oleh periodit,
serpentinit, gabbro, setempat tergeruskan dan terbreksikan; Anggota Batugamping
Formasi Tondo (Tmtl) tersusun oleh batugamping terumbu dan kalkarenit dan
berumur Miosen Awal; Formasi Tondo (Tmtc) tersusun oleh konglomerat,
batupasir kerikilan, batupasir dengan sisipan batulanau dan perselingan batupasir,
batulanau, dan batulempung, tebal formasi lebih dari 1300 m dan berumur Miosen
Tengah sampai Miosen Akhir; Formasi Sampolakosa (Tmps) tersusun oleh napal,

5
berlapis tebal hingga massif, sisipan kalkarenit pada bagian tengah dan atas formasi,
berumur Miosen Atas-Pliosen Awal, tebal formasi bervariasi mulai dari 30 meter
hingga lebih dari 1000 meter (Davidson, 1991); Formasi Wapulaka (Qpw) tersusun
oleh batugamping terumbu ganggang dan koral, memperlihatkan undak-undak
pantai purba dan topografi karst, endapan hancuran terumbu, batukapur,
batugamping pasiran, batupasir gampingan, batulempung dan napal kaya
foraminifera plangton, tebal satuan diperkirakan 700 m; dan Alluvium (Qal)
tersusun oleh kerikil, kerakal, pasir, lumpur, dan gambut, hasil endapan sungai,
rawa, dan pantai (Gambar 1 dan Gambar 2).

6
Gambar 1. Peta Geologi Pulau Buton (Sikumbang, 1995 dalam Hadiwisastra,
2009)

7
Gambar 2. Urutan stratigrafi Pulau Buton (Sikumbang, 1995)

8
2.3 Iklim dan Curah Hujan

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Buton pada umumnya sama seperti


daerah-daerah lain di Indonesia dimana mempunyai dua musim, yakni musim
hujan dan musim kemarau. Pengukuran iklim di pusatkan di Stadion Meteoroli Kls
III Betoambari Kota Bau-Bau. Musim hujan terjadi antara bulan Desember sampai
dengan bulan April. Pada saat tersebut musim angin barat bertiup dari Benua Asia
serta Lautan Pasifik banyak mengandung uap air. Musim kemarau terjadi antara
bulan Juli dan September .
Pada bulan tersebut angin Timur bertiup dari benua Australia sifatnya
kering dan kurang menggandung uap air. Khusus pada bulan April dan Mei di
daerah Kabupaten Buton arah angin tidak menentu, demikian pula dengan curah
hujan, sehingga pada bulan-bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba.

2.4 Pengertian Aspal Alam

Aspal merupakan material perekat (cementitious) yang mempunyai warna


hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal diklasifikasikan atas aspal
alam dan aspal minyak berdasarkan tempat diperolehnya. Aspal alam adalah aspal
yang berasal dari suatu tempat di alam dan dapat langsung dimanfaatkan
sebagaimana diperolehnya atau melalui sedikit proses pengolahan. Aspal minyak
merupakan aspal yang diperoleh dari hasil pengilangan minyak bumi. Pulau Buton
merupakan daerah satu-satunya di Indonesia yang terdapat aspal alam yaitu berupa
aspal gunung dan dikenal dengan nama aspal batu Buton (asbuton). Asbuton adalah
batuan yang mengandung aspal.Endapan Asbuton tersebar dari Kecamatan Lawele
hingga Sampolawa.Cadangan endapan asbuton diperkirakan berkisar 200 juta ton
dan memiliki kadar aspal yang bervariasi antara 10% hingga 35%. Pemanfaatan
asbuton sebagai salah satu bahan perkerasan jalan telah dilakukan sejak tahun 1920,
meskipun masih bersifat konvensional (Sukirman, 2003).

Berdasarkan sifat fisiknya, (Siswosoebrotho dkk 2005) mengklasifikasikan


aspal alam ke dalam dua jenis, yaitu aspal danau (lake asphalt) dan aspal batu (rock

9
asphalt). Aspal danau salah satu contohnya adalah aspal yang ditemukan di
Trinidad, sedangkan aspal yang ditemukan di Pulau Buton merupakan jenis aspal
batu.

Menurut Sukirman (2003), asbuton adalah campuran antara bitumen dan


mineral dalam bentuk batuan. Kadar bitumen di dalam asbuton sangat bervariasi
dari rendah hingga tinggi. Asbuton mulai diproduksi dalam berbagai jenis untuk
meningkatkan kualitas asbuton di pabrik pengolahan asbuton. Produk asbuton dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu:

a. Produk asbuton yang masih terkandung material filler, seperti asbuton


kasar, asbuton halus, asbuton mikro, dan butonite mastic asphalt.
b. Produk asbuton yang telah dilakukan pemurnian menjadi aspal murni
melalui proses ekstraksi atau proses kimiawi.

Menurut Departemen PU (2006), aspal Buton merupakan aspal alam yang


terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara, selanjutnya disebut sebagai asbuton.
Asbuton atau aspal batu Buton sebagian besar memiliki bentuk padat yang dibentuk
secara alamiah karena proses geologi. Siklus perkembangan asbuton berasal dari
minyak yang terdorong ke permukaan dan menembus batu permeabel.

2.5 Genesa Aspal Alam

Aspal alam atau juga sering disebut sebagai bitumen alam, tergolong pada
minyak mentah yang sangat kental dengan kekentalan lebih dari 10.000 cP.
Kebanyakan minyak berat dan bitumen alam diperkirakan keluar dari batuan induk
sebagai minyak ringan atau sedang dan kemudian bermigrasi ke batuan perangkap.
Jika batuan perangkap tersebut kemudian terangkat ke zona oksidasi, beberapa
proses dapat mengubah minyak ke minyak berat. Proses yang dimaksud adalah
water washing, bacterial degradation, dan evaporation (Meyer, dkk., 2007).

2.6 Keterdapatan Aspal Alam

10
Terdapat tiga hal utama yang mengontrol pembentukan aspal alam, yaitu
(Hadiwisastra, 2009) :
a. Batuan induk (source rock)
b. Batuan perangkap (trap rock), dan
c. Batuan penutup (cap rock)

a. Batuan induk

` Batuan induk adalah batu sedimen yang mengandung bahan organik yang
cukup untuk membuat hidrokarbon melalui proses pemanasan. Hidrokarbon
berbentuk cair, berbentuk uap dalam kondisi biasa dan berbentuk padatan. Dalam
hidrokarbon terdapat dua komponen dasar, yaitu karbon (C) dan hidrogen (H),
sisanya adalah sulfur (S), nitrogen (N), oksigen (O) dan dalam campuran tertentu
juga berupa logam. Mengingat komponen karbon adalah bahan organik, pada
dasarnya dapat diterima bahwa minyak terbentuk sebagai asal organik, meskipun
ada juga yang berpendapat bahwa minyak dibentuk oleh bahan asal anorganik.
Perubahan seluruh bahan organik dari hewan dan tumbuhan yang terkandung dalam
lapisan sedimen menjadi minyak, gas, dan batubara dibentuk dalam kondisi umum
yang serupa, yaitu waktu, lingkungan, dan tektonik. Perbedaan dalam pembentukan
minyak, gas dan batubara terjadi pada material dengan kondisi lingkungan yang
berbeda (North, 1985 dalam Hadiwisastra, 2009). Sulit untuk menemukan jenis-
jenis batuan Tersier sebagai batuan induk di Pulau Buton, karena hampir semuanya
tersusun dari batugamping, batupasir, napal, dan konglomerat yang tidak mungkin
untuk menghasilkan minyak. Kemungkinannya bahwa batuan induk berasal dari
batuan Pra-Tersier (Hadiwisastra, 2009).

b. Batuan Perangkap

Hidrokarbon berbentuk fluida/larutan yang akan mengalir (bermigrasi)


secara normal dan terjebak dalam suatu batuan reservoar. Batuan reservoar sangat
bergantung pada sifat litologinya, terutama kondisi teksturnya, yang sangat
dipengaruhi oleh sifat porositas dan permeabilitas. Batuan reservoir yang cukup

11
untuk menjebak hidrokarbon adalah lapisan batupasir dan batugamping, dimana
batupasir memiliki porositas (pori-pori) antar butir, sedangkan batugamping yang
berperan sebagai batuan perangkap dijukkan oleh porositas yang dibentuk oleh
proses pelarutan. Selain kedua jenis batu ini, perangkap yang lainnya adalah
perangkap yang berbentuk rekahan yang pada dasarnya terbentuk oleh tekanan dan
regangan. Porositas dan permeabilitas karena tekanan umumnya dijumpai pada
batuan yang telah mengalami deformasi. Batuan tersier yang ditemukan di kawasan
Buton memang layak untuk dijadikan sebagai batuan reservoir, misalnya batupasir
dan batugamping yang tersebar luas. Hal ini juga dapat dilihat dari ketebalan lapisan
aspal yang ditemukan secara keseluruhan yang diidentikkan dengan Formasi
Sampolakosa dan Formasi Tondo (Hadiwisastra, 2009).

c. Batuan Penutup

Batuan penutup adalah lapisan penutup yang tidak memungkinkan minyak


dan gas berada pada kedalaman tertentu mengalir ke permukaan. Batuan sebagai
penghalang dapat berupa batuan yang tidak dapat ditembus, misalnya batuan klastik
halus atau lapisan yang hampir tidak memiliki permiabilitas. Jenis batuan tersebut
antara lain lempung dan serpih (Hadiwisastra, 2009).

2.7 Deposit Asbuton

Asbuton ditemukan di bagian selatan Pulau Buton di daerah yang


berhubungan dengan bentuk graben, yang membentang dari barat daya ke arah
timur atas, pada lokasi yang dikenal sebagai Graben Lawele. Di samping itu, di
beberapa wilayah ditemukan resapan aspal, misalnya di wilayah Ereke, Buton Utara
dan Bubu di Buton Utara. Bagian selatan Pulau Buton keterdapatan aspal mencakup
(Hadiwisastra, 2009):

a. Tersebar di wilayah yang mengalami persesaran kuat dan perlipatan


b. Terdapat dalam bentuk resapan dalam batugamping dan batupasir pada Formasi
Sampolakosa

12
c. Terdapat di sepanjang zona batas antar Formasi Tondo dan Formasi
Sampolakosa Asbuton ditemukan mengisi antar butir, berbentuk lensa ataupun
tersebar tidak teratur dalam lapisan batuan.
d. Asbuton yang terdapat di Pulau Buton memiliki cadangan yang sangat besar dan
merupakan endapan aspal alam terbesar di dunia. Deposit Asbuton tersebar dari
Teluk Sampolawa hingga Teluk Lawele sepanjang 75 km dengan lebar 12 km
ditambah wilayah Enreke yang termasuk wilayah kabupaten Muna (Gompul,
1991 dalam Departemen PU, 2006). Gambaran lokasi deposit asbuton,
diperlihatkan pada Gambar 3.

Asbuton memiliki karakteristik yang berbeda tergantung dari daerah


diperolehnya asbuton. Saat ini terdapat dua daerah penambangan asbuton yang
banyak dimanfaatkan hasilnya, yaitu di daerah Kabungka dan Lawele (Nuryanto &
Sutrisno, 2009). Secara umum dapat dibedakan dua jenis asbuton dengan
karakteristik berbeda yaitu bersifat keras seperti dari Kabungka dan bersifat relatif
lunak dari Lawele (Departemen PU, 2006).

13
Gambar 3. Peta lokasi sebaran Asbuton (Sutyana dkk., 2013)

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


PT.Karya Mega Buton terletak pada Desa Nambo, Kecamata Lasalimu
,Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Desa Nambo terletak pada garis
lintang 4”15”-15”LS dan 122”00-123”00BT

Gambar 2. Peta Lokasi PT. Karya Megah Buton


(Sumber. Google tahun 2017)

Lokasi Kerja Praktek dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda


dua maupun roda empat dari Bau-Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara menuju ke
Desa Nambo, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, melalui jarak darat sejauh
±75 km. Jadi rute menuju lokasi penelitian sebagai berikut:
Bau-Bau Kecamatan Wonco Kecamatan Kapontori Desa lawele
Desa Nambo Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton.

3.2 Pengolahan Bahan Galian

Produk hasil penambangan sering kali memiliki ukuran yang relatif


besar.Produk ini tidak dapat langsung digunakan sesuai keperluan. Untuk itu
diperlukansuatu proses pengolahan bahan galian yang sesuai dengan spesifikasi
yang dibutuhkan konsumen. Perlakuan terhadap bahan galian satu akan berbeda

15
dengan bahan galian lainnya sehingga tahapan kegiatan yang dilalui suatu bahan
galianakan berbeda dengan bahan galian lainnya. Perbedaan tahapan ini akan
mempengaruhi peralatan yang akan digunakan.

Dalam bahasa Inggris istilah pengolahan bahan galian disebut dengan


mineral processing. Jadi, pengolahan bahan galian = mineral processing. Dalam
arti yang luas, istilah Pengolahan mineral digunakan untuk mendefinisikan unit
operasi yang telibat dalam pemulihan mineral oleh logam dari bijih. Dalam keadaan
apapun dan bahkan pada tahapan peralihan apapun, pengolahan mineral tidak boleh
mengubah komposisi kimiawi mineral untuk pengolahan selanjutnya.
Tujuan awal pemrosesan mineral adalah untuk mengurangi jumlah bijih
yang harus ditranslasikan dan di proses oleh smelter, dimana logam diperoleh dari
bijih tersebut. Dengan demikian, tujuan dalam pengolahan mineral adalah untuk
menghasilkan nilai maksimal dari bahan baku yang diberikan. (Wils & James,
2016).

3.2.1 Tahap Preparasi

Pada tahap preparasi sebagai tahap penyiapan material supaya ukurannya


sesuai dengan kebutuhan konsumen maupun tahap selanjutnya. Tahap ini
membutuhkan beberapa jenis peralatan. Peralatan ini memiliki fungsi fungsi
berbeda-beda maupun fungsi yang sama dengan tujuan yang berbeda. Oleh sebab
itu, pada tahap preparasi dekelompokkan menjadi beberapa kelompok tahapan.
Preparasi merupakan proses tahap awal dalam pengolahan bahan galian yang
meliputi :

3.2.2 Sampling

Sampling merupaan pengidentifikasikan bahan galian baik sifat fisik, kimia


kemagnetan, serta ke-listrikan dari mineral yang terkandung dalam bahan galian
diantaranya macam dan komposisi mineral dalam bahan galian, kadar masing-
masing mineral dalam bahan galian, besar ukuran dan distribusi ukuran, distribusi
mineral-mineralnya ,macam dan tipe ikatan mineral-mineralnya, derajat liberasi

16
mineral-mineralnya, sifat-sifat fisik mineralnya seperti berat jenis, kemagnetan,
konduktivitas listrik, sifat-sifat permukaan mineral dan sebagainya.

3.2.3 Kominusi

Proses Kominusi secara umum merupakan proses yang bertujuan untuk


mereduksi ukuran dari material yang ada menjadi sesuai dengan yang diinginkan
atau dapat disebut proses peremukan. Pada batuan dengan kandungan mineral
logam, tahap peremukan ini juga dapat bertujuan untuk meliberasi atau
memisahkan mineral berharga dari mineral pengotor yang terikat bersama pada
suatu batuan. Tahap peremukan umumnya terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan
ini menyesuaikan antara ukuran umpan terbesar dengan ukuran produk yang
diharapkan. Penentuan jumlah tahapan dapat menggunakan pedoman nilai
reduction ratio.
Kominusi adalah istilah global yang digunakan untuk mendeskripsikan
pengukuran ukuran bijih ROM (run–of-mine) secara progresif .ROM = bahan
galian hasil penambangan yang belum diolah. Tujuan utama dari kominusi adalah
untuk memaksimalkan pembebasan mineral dari bantuan induk. Komunisi adalah
proses dimana bahan partikulat dikurangi menjadi ukuran produk yang diperlukan
untuk pemprosesan hilir atau Penggunaan akhir. (Minerals, Metso.2021).
Peremukan material pada dasarnya bertujuan untuk mereduksi ukuran
material, dari ukuran besar menjadi ukuran kecil. Peremukan umumnya dilakukan
dalam tiga tahap (Currie, 1973), yaitu:

a. Crushing
Suatu proses yang bertujuan untuk meliberisasi mineral yang di
inginkan agar terpisah dengan mineral pengotor yang lain.Dimana proses
ini bertujuan juga untuk reduksi ukuran dari bahan galian/bijih yang
langsung dari tambang ROM (Rum of mine) dan berukuran besar-besar
(diameter sekitar 100 cm) mencapai ukuran 30-50 cm bahkan bisa sampai
ukuran 2,5 cm.
b. Fine crushing,

17
Merupakan lanjutan dari proses primary crushing dan secondary
crushing. Proses penghancuran pada milling menggunakan shearing stress.
Alat yang digunakan adalah hammer mill. Berikut ini adalah beberapa alat
peremuk yang digunakan pada proses kominusi :

 Hammermill
Hammermill adalah sebuah alat peremuk yang mempunyai rotor
yang dapat berputar dan mempunyai alat pemecah berbentuk palu yang palu-palu
tersebut digantung pada suatu piringan/silinder yang dapat berputar dengan
cepat.Alat ini juga dilengkapi dengan ayakan yang juga berfungsi sebagai penutup
lubang tempat keluarnya produk. Tingkat putaran bergantung pada keras lunaknya
material yang akan diremuk. Hammermill bekerja dengan prinsip material yang
masuk akan dihancurkan dengan diremuk. Alat ini terdiri dari sejumlah pemukul
yang berbentuk palu-palu yang terletak pada poros dan plat pemecah, umpan masuk
melalui atas dan akan dipecah oleh palu-palu yang berputar dengan kecepatan tinggi
ditekan terhadap plat pemecah. Palu-palu pemukul akan memukul material berkali-
kali yang ditahan terhadap plat pemecah, sehingga material tersebut hancur menjadi
ukuran kecil-kecil.
Untuk menentukan kapasitas teoritis hammer mill didasarkan pada perhitungan
dengan rumus :
TA = TC x C x M x F x
G…………….........................………..……….(3.1)

Keterangan :
TA = Kapasitas teoritis hammer mill (ton/jam)
T = Kapasitas desain hammer mill (ton/jam)
C = Faktor untuk jenis batuan
M = Faktor untuk kandungan air
F = Faktor distribusi butir
G = Densitas

18
 Roll Crusher
Roll crusher adalah mesin pereduksi ukuran yang menjepit dan meremuk
material antara dua permukaan yang keras. Pemukaan yang digunakan biasanya
berbentuk roll yang berputar pada kecepatan yang sama dan arahnya berlawanan.
Untuk peremuk permukaan roll bisa berkerut atau bergerigi. Bentuk dari roll
crusher ada dua macam, yaitu (Winanto A dkk, 2001, 14):

a. Rigid Roll
Alat ini pada porosnya tidak dilengkapi dengan pegas sehingga
kemungkinan patah pada poros sangat memungkinkan. Roll yang berputar
hanya satu saja tetapi ada juga yang keduanya ikut berputar
b. Spring Roll
Alat ini dilengkapi dengan pegas, sehingga kemungkinan porosnya
patah sangat kecil sekali. Dengan adanya pegas maka roll dapat mundur
dengan sendirinya bila ada material yang sangat keras, sehingga tidak dapat
dihancurkan dan material itu akan jatuh. Untuk jenisnya, roll crusher ada yang
Single roll crusher dan ada yang double roll crusher. Singgle roll crusher
biasanya digunakan untuk penghancuran primer.Mesin peremuk ini terdiri
dari satu roll penghancur. Kebanyakan single roll crusher dipasang dengan
pin penjepit atau bentuk lainnya untuk melindungi sistem pengendali.

3.2.4 Sizing
Sizing merupakan proses pemilihan bijih yang telah melalui proses
kominusi sesuai ukuran yang dibutuhkan. Kegiatan sizing meliputi screening yaitu
salah satu pemisahan berdasarkan ukuran adalah proses penganyakan (screening).
Sizing dibagi menjadi dua yaitu;
a. Penyaringan (screening) adalah proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel.sering juga disebut klasifikasi
mekanis,adalah sala satu operasi unit tertua dan digunakan banyak industri
diseluruh dunia.

19
b. Klasifikasi adalah proses pemisahan partikel berdasarkan kecepatan
pengendapannya dalam suatu media (udara atau air). Klasifikasi di
lakukan dalam suatu alat yang disebut classifer.

3.3 Alat Bantu

Pada tahap preparasi yaitu proses kominusi dan sizing dibutuhkabeberapa


alat bantu untuk mendukung jalannya proses tersebut, beberapa alatbantu yang
digunakan antara lain sebagai berikut:

3.3.1 Hopper
Hopper terbuat dari baja yang tahan terhadap korosi, dengan sudut
sekitar 30°. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan ketika mendesain
hoppeyang akan digunakan. Ada beberapa aspek penting yang dicatat di sini.
Untuk hopper simetrisada kecenderungan feeder harus menarik umpan dari
hopper untuk itu dibuatdesain hopper asimetris dengan dinding belakang
setengah sudut a dan dindingdepan dengan sudut a + (5° sampai 8°), atau
hopper simetris digunakan untuk umpan yang seragam dengan menggunakan
bahan lapisan kasar di bagian depan.

Sumber : Trisna Suwaji,2008


Gambar 3.4
Detail Penampang Hopper

20
(A=Tampak Samping; B=Tampak Atas; C=Tampak Depan) Hopper
berbentuk gabungan dari balok dan limas sehingga perhitungan volume hopper
menggunakan rumus bangun ruang umum sebagai berikut (Trisna Suwaji,2008) :
V = x t x ( La + Lb +√ × ).............................................................(3.5)

Keterangan :
V = Volume bagian hopper berbentuk limas (m³)
t = Tinggi bagian hopper berbentuk limas (m)
La = Luas Atas = Luas bagian atas hopper berbentuk limas (m²)
Lb = Luas Bawah= Luas bagian bawah hopper berbentuk limas (m²)

Dari hasil perhitungan volume total hopper dapat dihitung kapasitas


hopper dalam tonase yaitu dengan :
Q = V x γ...................................................................................................(3.6)

Keterangan :

Q = Kapasitas Hopper (ton)


V = Volume limas terpancung (m)
γ = Berat Isi Batuan (ton/m3)

3.3.2 Kosentrasi

Konsentrasi merupakan proses pengambilan kosentrasi mineral berharga dari


percampuran berbagai mineral dalam suatu bahan galian. Pengambilan kosentrat
tersebut dapat dilakukan dengan berdasarkan tegangan permukaan (flotasi), sifat
kelistrikan (HTS), sifat kemagnetan (MS), hand shorting (kilap), serta berdasarkan
grafitasinya (jigging, tabling, sharking tablet, sluice box, DMS, HMS).

Proses peningkatan kadar atau pengambilan konsentrasi itu ada bermacam


macam yaitu antara lain yaitu:

a. Pemilihan (sorting)

21
Bila ukuran bongkahannya cukup besar,maka pemisahan dilakukan dengan
tangan (manual), artinya yang terlihat bukan mineral berharga dipisahkan
untuk dibuang.
b. Kosentrasi grafitasi (Gravity concentration)
yaitu pemisahan mineral berdasarkan perbedaaan berat jenis dalam suatu media
fluida, jadi sebenarnya juga memanfaatkan perbedaan kecepatan pengedapan
mineral–mineral yang ada. Kendala yang sering dihadapi dari proses kosentrasi ini
yaitu sebagai berikut :
1. Hanya sesuai untuk proses konsentrasi dengan jumlah umpan yang tidak
terlalu besar.
2. Karena prosesnya harus kering,maka timbul masalah dengan debu yang
berterbangan .
3. Produk dari proses konsentrasi ini adalah antara lain;
 Mineral-mineral konduktor sebagai kosentrat
 Mineral-mineral non-konduktor sebagai ampan (tailing).

3.3.3 Flotasi

Flotasi adalah proses pengapungan. Dibidang metalurgi, flotasi atau lebih


spesifik lagi flotasi buih adalah metode fisika kimia dimana partikel-partikel dari
mineral yang berbeda dipisahkn satu dengan yang lainnya dengan mengapungkan
mineral tertentu kepermukaan air.
Mekanisme flotasi didasarkan pada gejala bahwa beberapa jenis partikel
mudah basah (Hydrophil) dan lainnya tidak demikian mudah (Hidrofhob).
Menurut sifat permukaan-nya, mineral dapat dibedakan menjadi dua
golongan yaitu :
a. Hidrofilik
Mineral yang permukaanya mempunyai lapisan polar, sehingga sukar dibasahi
air, tetapi mudah melekat pada gelembung udara.
b. Hidrofobik
Mineral yang permukaannya mempunyai lapisan non polar, sehingga mudah
dibasahi air, tetapi sukar melekat pada gelembung udara pada udara.

22
Keterapungan (Float ability) dari suatu mineral ditentukan dengan
kecenderungan untuk menempel pada permukaan gelembung udara, dan hal ini
dipengaruhi oleh sifat-sifat permukaan mineral. Dengan menggunakan berbagai
reagent flotasi, sifat-sifat permukaan mineral dapat diubah dan dikendalikan.
Keuntungan dari proses flotasi antara lain:
1. Hampir semua bahan galian dapat dipisahkan dengan proses flotasi
2. Sifat permukaaan dapat dikontrol dan berubah-ubah dengan reagent
flotasi. Sangat cocok digunakan untuk pemisahan mineral-mineral sulfida.
Kerugian dari proses flotasi antara lain:
 Biayanya mahal
 Metodenya rumit, karena harus diapungkan
 Dipengaruhi oleh slime

3.3.4 Dewatering

Dewatering merupakan kegiatan akhir dari pengolahan bahan galian setelah


kosentrat didapatkan. Kegiatan ini meliputi thickening (pengkayaan unsur),
filtering (pemilihan), dan drying (pengeringan).
a. Cara pengentalan /pemekatan (Thickening)
b. Kosentrat yang berupa lumpur dimasukan kedalam bejana bulat. Bagian
yang pekat mengendap kebawah disebut underflow. Sedangkan bagian yang
encer atau airnya yang mengalir dibagian atas disebut overflow. Kedua
produk ini dikeluarkan secara terus menerus (continuous).
c. Cara penapisan/pengawa-aliran (Filtration)
d. Dengan cara pengentalan kadar airnya masih cukup tinggi, maka bagian
yang pekat dari pengentalan dimasukan kepada penapis yang disertai denga
pengipasan, sehingga jumlah air yang terhisap akan banyak. Dengan
demikian akan dapat dipisahkan kepadatannya dari airnya.
e. Pengeringan (Drying)

23
f. Yaitu proses untuk membuang seluruh kandung air dari padatan yang
berasal dari kosentrat dengan cara penguapan
(evaporiziotion/evaporation).

3.4 Tata Laksana Penelitian


3.4.1 Langkah Kerja

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penyusunan usulan Kerja Praktik,


memperlajari buku-buku literatur dan buku petunjuk maupun buku
panduan yang tersedia dan berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti.

2. Tahap Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini mencakup data primer


dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara
survey langsung di lapangan, pengambilan data dilapangan. Sedangkan
untuk data sekunder meliputi data curah hujan, keadaan geologi daerah
penelitian dan peta lokasi penelitian.

3. Tahap Penyusunan Laporan

Hasil dari data yang diperoleh dilapangan kemudian dilakukan


perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus yang diperoleh dari
buku-buku literatur.

24
3.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalahh alat – alat yang di perlukan untuk mengumpulkan


data, peralatan yang digunakan sebagai berikut:

Tabel. 3.1 Instrumen Penelitian


No. Nama Alat Kegunaan

Sebagai alat pelindung diri pada saat pengambilan data


1 APD
di lapangan

Sebagai alat untuk mencatat data–data pada saat


2 ATK
melakukan penelitian

3 Kamera Sebagai alat dokumentasi kegiatan di lapangan

Buku Sebagai tempat mencatat data-data yang diperoleh


4
Lapangan dilapangan

Sebagai alat untuk mengolah data dan pembuatan


5 Laptop
laporan

25
3.4.3 Bagan Alir

Mulai

Studi litelatur

Observasi Lapangan

Pengumpulan Data

Data Primer: Datar Sekunder:


 Data Target Pengolahan  Profil perusahaan
Aspal  Peta geologi
 Foto-foto dari setiap  Peta topografi
kegiatan penelitian

Pengolahan dan Analisis Data


:

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian

26
3.4.4 Waktu Penelitian

Kerja Praktik ini dilaksanakan selama ±2 bulan. Dimulai tanggal 1


Juni 2022 sampai dengan 30 September 2022, penelitian dilakukan sesuai
dengan jadwal sebagai berikut:

Tabel 3.2 Waktu Penitianel

Juli Agustus September


No. Jenis Kegiatan Kampus Lapangan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Pustaka
2 Orientasi Lapangan
3 Pengumpulan Data
Pengolahan dan
4
Analisis Data
5 Penyusunan Skripsi

3.5 Penutup

Dengan adanya proposal tugas Akhir dengan judul “Efisiensi


Pengolahan Aspal Agar Target Produksi Dapat Tercapai Di PT. Karya
Megah Buton”. yang saya ajukan, sekiranya dari perusahaan dapat
menerimanya.

Dan apabila judul yang saya ambil tidak sesuai dengan keadaan
perusahaan saat ini ataupun ada permasalahan lain sehingga judul Tugas
Akhir saya tidak diterima, maka saya berharap agar perusahaan dapat
memberikan kami masukan-masukan lain untuk kegiatan Praktek Tugas
Akhir.

27
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Pertambangan Kabupaten Buton (2013). Profil Potensi Pertambangan


Kabupaten Buton. Buton : Dinas Pertambangan Kabupaten Buton .
Direktorat Bina Marga (2006). Pemanfaatan Aspal Buton. Buku 3, Campuran
Beraspal Panas dengan Asbuton

Google Earth. 2018. Pulau Buton dan Pulau Sulawesi


Hendrajaya, Lilik dan Arisat. 2016. Fisika Pengolahan Aspal. Seminar Nasional
Pendidikan dan Saintek 2016 (ISSN:2557-533X)
Hadiwisastra (2009). Tinjauan Kondisi Aspal dalam Cekungan Buton. Jurnal Riset
Geologi dan Pertambangan. Volume 19 (1), 49-57.
Sutyana, A. H., Irawan, C., Kurniawan, W., 2013, Revisit Geology and
Geochemistry of Buton Asphalt Deposits, Se Sulawesi: Implications for Petroleum
Exploration of Buton Area, Proceedings, IPA13-G-170, Indonesian Petroleum
Association Thirty - Seventh Annual Convention & Exhibition, May 2013.
Tobing, S.M. (2003). Prospek Bitumen Padat di Pulau Buton Sulawesi Tenggara.
Bandung : SubDit
Tjitjik,S & Sastramihardja,R.1998.Karakteristik Bitumen Asbuton.Proceeding dari
Konfrensi Tahunan Jalan ke – 1: Bandung.
Zanno, Mochammad.2017. Kajian Teknis Pengolahan Aspal Alam Pada Line A di
PT. Buton Aspal Nasional, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai