Anda di halaman 1dari 8

Membangun efektifitas pelayanan publik melalui Mall Pelayanan Publik Dinamika

perkembangan zaman memaksa semua negara di dunia untuk terus melakukan transformasi
terhadap tata kelola pemerintahan yang dituntut semakin profesional, cepat, efektif, adaptif
untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Indonesia sendiri yang tumbuh dalam era
demokratisasi, juga memasuki era digitalisasi dan virtualisasi, serta memiliki proyeksi
menjadi the big five state in the world. Reformasi birokrasi sebagai arus utama pendorong
gelombang revolusi tata kelola pemerintahan tidak lagi hanya untuk mengontrol jalannya
birokrasi dan menghadirkan pelayanan. Namun juga harus bergerak untuk mengubah
paradigma para administrator publik untuk menempatkan masyarakat sebagai aspek terdepan
dan prioritas. Dan memposisikan pemerintah sebagai representasi publik, serta membangun
institusi publik yang berintegritas, responsif melayani dan aktif memberdayakan masyarakat
untuk terlibat langsung dalam pengaturan dan implementasi berbagai kebijakan publik di
tingkat pusat maupun daerah. Dimana selama ini masih banyak permasalahan dalam kegiatan
dan proses pemberian layanan kepada masyarakat. Menjembatani kondisi tersebut, beberapa
pemerintah daerah berlomba-lomba bersaing dan berupaya memberikan pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat. Namun seringkali upaya tersebut masih belum memberikan hasil
yang maksimal sehingga pada akhirnya tidak solutif dan terkadang menimbulkan kerumitan
dalam proses pelayanan kepada masyarakat. Denhardt dan. Denhardt, dalam bukunya
mengungkapkan bahwa salah satu agenda reformasi yang dijalankan oleh beberapa negara
maju, adalah dengan menguatkan hubungan antara institusi publik dengan pelanggannya
(masyarakatnya) sebagai "mekanisme transaksi pasar yang melahirkan suatu komoditas
kepentingan bersama". Melalui konsep yang ditawarkan, dapat dicermati bahwa konsep the
new public management dalam administrasi negara sudah hadir. Dia telah mengelaborasi
sentuhan maupun pendekatan pelayanan negara yang lebih demokratis (lebih meningkatkan
kepercayaan publik), menjembatani harapan dan keinginan warga, memberikan ruang bagi
keterlibatan sosial dalam pemerintahan, menyegarkan kembali birokrasi publik,
membangkitkan legitimasi bagi pemerintahan, serta melahirkan konsep the new public
service. Sebagaimana kita ketahui, selama ini masih banyak kekurangan dari penyedia
layanan publik sebagaimana yang dirumuskan dalam seminar evaluasi kualitas pelayanan
publik dinyatakan bahwa terdapat beberapa permasalahan dalam pelayanan publik.
Diantaranya masih sedikit instansi yang wajib memberikan layanan yang berstandar
operasional prosedur, dan adanya kejelasan. Masih ada beberapa instansi penanggung jawab
dan penyedia layanan yang masih belum mempunyai SOP berupa alur dan prosedur yang
jelas dalam menyediakan pelayanan. Aspek durasi waktu pemberian layanan masih belum
ada sehingga kurang efektif dan efisien serta dapat merugikan waktu masyarakat yang sedang
mengakses pelayanan. Saat ini hanya beberapa penyedia layanan yang telah memiliki durasi
waktu pemberian layanan seperti perpanjangan surat kendaraan yang sudah memiliki standar
SOP dan durasi waktu pengurusan pelayanan. Dalam konteks pemberian pelayanan,
seringkali ditemukan ketidakmampuan petugas pemberi layanan disebabkan karena
kompetensi yang rendah serta kurang sesuai dengan pekerjaan untuk menyediakan pelayanan
yang baik; Masih ada penyedia layanan yang bersikap kurang ramah, kurang sopan atau tidak
jelas dalam berbicara, memberitahukan suatu informasi dengan tidak ramah/santun. Selain itu
masih ada penyedia layanan masih belum menggunakan sarana prasarana yang layak serta
sesuai kebutuhan konsumen, misalnya sarana khusus bagi difabel, ruang laktasi, antrian
khusus bagi lansia, dan sistem konektivitas jaringan komputer, internet sehingga pada saat
pengurusan layanan yang membutuhkan koneksi server pusat, layanan tidak dapat diberikan
karena tidak ada koneksi jaringan. Mal Pelayanan Publik MPP pada dasarnya merupakan
pengintegrasian pelayanan publik dari daerah dengan berbagai pelayanan publik instansi
pemerintah pusat, BUMN dan kalau mungkin swasta, boleh jadi merupakan model pelayanan
terpadu generasi ketiga. Generasi pertama adalah Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA),
kemudian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan kini MPP. Konsep MPP ini terinspirasi
dari Public Service Hall (PSH) yang ada di Georgia, yakni pusat pelayanan terpadu dan
terintegrasi, baik antar kementerian maupun dengan pemerintah lokal. Sejak tahun 2018,
Kementerian PANRB terus mendorong sejumlah pemda untuk menerapkan konsep MPP di
daerahnya. Mempelajari hal itu, lalu disesuaikan dalam konteks indonesia, Kemenpan RB
menghadirkan Mal Pelayanan Publik (MPP) Indonesia, yang lebih progresif memadukan
pelayanan dari pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam satu tempat. Bahkan menyatukan
pelayanan publik lintas kewenangan yang pada umumnya sulit dilakukan karena struktur
birokrasi di Indonesia yang sangat besar. Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa
mengatakan, saat ini MPP sudah terbangun di sejumlah daerah, antara lain Kota Batam,
Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Banyuwangi, Kota Denpasar, Kabupaten
Karangasem, Kota Surabaya, Kabupaten Tomohon, dan Kota Bitung. Dikatakan,
pembangunan MPP sejalan dengan kebijakan Gerakan Indonesia Melayani, yang tertuang
dalam Instruksi Presiden No. 12/2016. Dalam hal ini, Kementerian PANRB mendapat
mandat untuk mengkoordinasikan Program Gerakan Indonesia Melayani (GIM), sebagai
bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM), yang meliputi lima Gerakan. Empat
gerakan lainnya adalah Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan
Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia Bersatu. Kehadiran Mal Pelayanan Publik, juga
tidak mendegradasi generasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), justru ini
keistimewaannya MPP dapat memayungi PTSP tanpa pula mematikan pelayanan yang sudah
ada sebelumnya. Sebab PTSP di daerah sebenarnya sudah berjalan baik (melalui kerangka 7
regulasi PP nomor 18/ 2016 tentang perangkat daerah). Namun, ada kendala yang perlu
disempurnakan, antara lain sebagian besar perizinan bergantung pada dinas teknisnya
sehingga terjadi kelambatan proses; beberapa pemda belum mengikat perizinan dengan
sertifikasi ISO sehingga ada celah tidak terkontrol dan tidak transparan sehingga menjadi
temuan lembaga pengawasan. Oleh karena itu, Kemenpan RB mendorong penuh upaya
penyederhanaan perizinan melalui satu sistem aplikasi yang terintegrasi yang juga bernama --
one single submission tersebut, dan juga memang sejalan dengan pembangunan sistem
pemerintahan berbasis elektronik (e-government) sebagaimana perpres nomor 95/ 2018.
Hingga sekarang, tahapannya masih pada identifikasi terhadap bentuk proses bisnis dan tata
kelola data lintas instansi yang mengintegrasikan karakter format dan definisi data yang
berbeda; integrasi layanan dan interoperabilitas data yang membutuhkan rekayasa aplikasi
ulang; serta pembentukan arsitektur spbe untuk menyamakan cara pandang bagi integrasi
pelayanan publik. Berdasarkan evaluasi, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, juga
semakin berlomba untuk membangun Mal Pelayanan Publik. Mal Pelayanan Publik sebagai
the new public service adalah jawaban bagi harapan publik tentang kemudahan perijinan,
kecepatan pelayanan dan akhirnya mendorong kemudahan berusaha, meningkatkan
pertumbuhan industri mikro maupun ekonomi makro. Melalui MPP, pola pikir yang ego
sektoral antar instansi diubah menjadi kerja bersama yang berfokus pada komitmen melayani
masyarakat. Bahkan, MPP mampu menjadi inkubator bagi tumbuhnya pelayanan pemerintah
yang 9 mengadopsi teknologi, serta menjadi wahana leadership yang melahirkan para ASN
teladan berjiwa hospitality. MPP menjadi media untuk membangun sistem kerja dan sinergi
yang utuh, mempraktikkan perubahan budaya kerja yang melayani, panggung untuk
menampilkan wajah birokrasi yang mengadopsi the new public service, sehingga benar-benar
merepresentasikan kehadiran negara untuk memberikan manfaat luas bagi kepentingan dan
kemakmuran masyarakat

1. Tidak terlaksananya tujuan organisasi / lembaga sebagaimana fungsinya.


2. Tidak tercapainya kepentingan dan kemakmuran di masyarakat.
3. Dalam Jabatan dapat terjadi penyalahgunaan jabatan yang menyimpang dari aturan
yang berlaku.
4.

Membangun efektifitas pelayanan publik melalui Mall Pelayanan Publik

Soal : Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan
persan setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.

Jawaban :
Masih banyak permasalahan pada pelayanan publik di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh
Kompetensi SDM pada fasilitas pelayanan publik yang kurang profesional dan sarana
prasarana yang kurang memadai. Contohnya saja etika petugas yang kurang ramah, tidak
sopan dan tidak jelas dalam berbicara selain itu juga sarana prasarana seperti antrian
lansia/difabel, ruang laktasi, tempat bermain anak kurang lengkap.
Segala kekurangan itu dapat mempengaruhi output yang dirasakan oleh pengguna pelayanan
publik. Sehingga menimbulkan kekecewaan publik terhadap kinerja SDM yang dianggap
tidak berkompeten, pelayanan yang terlampau lama, antrean yang membludak dan tidak
transparannya pelayanan yang memungkinkan terjadinya KKN agar mendapat prioritas.
Beberapa tempat pelayanan publik juga belum memiliki SOP (standar operasional pelayanan)
atau alur pelayanan yang jelas sehingga pengguna kebingungan berkas apa saja yang harus
dibawa ketika mengurus administrasi dan bagaimana alur proses pembuatannya.
Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai pihak atau aktor yang terlibat. Yang pertama adalah
pemerintah pusat. Pemerintah pusat merupakan pemangku kebijakan, sehingga ketika
pusatnya sudah bermasalah, maka aktor atau pihak di bawahnya akan sulit untuk
memperbaiki kualitas dan transparansi pelayanan publik. Dalam hal ini diwakili oleh
Kemenpan RB. Kemenpan RB menghadirkan Mal Pelayanan Publik (MPP) Indonesia, yang
lebih progresif memadukan pelayanan dari pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam satu
tempat. Kemudian yang kedua adalah pemerintah daerah.
Pemerintah daerah kabupaten/kota merupakan aktor pelaksana birokrasi dari pemerintah
pusat. Walaupun pemerintah daerah merupakan pelaksana, tapi pemerintah daerah tetap
memiliki kewenangan untuk memilih, akankah pelayanan publik dikemas dengan tampilan
yang akuntabel atau dikemas dengan hal-hal yang bertentangan dengan nilai dasar ASN.
Pemda mengikat perizinan dengan sertifikasi ISO sehingga ada celah tidak terkontrol dan
tidak transparan sehingga menjadi temuan lembaga pengawasan.. Selanjutnya petugas
pemberi layanan. Petugas pemberi layanan merupakan lembaga maupun seseorang yang
berhadapan langsung dengan konsumen. Dalam pelayanannya, seorang pelayan publik harus
menaati SOP yang berlaku, memiliki etika publik yang baik, tidak melakukan KKN dan
menghindari hal-hal yang menyeleweng dari nilai-nilai dasar ASN.
Selama ini masih banyak kekurangan dari penyedia layanan publik bahwa terdapat beberapa
permasalahan dalam pelayanan publik, diantaranya masih sedikit instansi yang wajib
memberikan layanan yang berstandar operasional prosedur, dan adanya kejelasan. Masih ada
beberapa instansi penanggung jawab dan penyedia layanan yang masih belum mempunyai
SOP berupa alur dan prosedur yang jelas dalam menyediakan pelayanan. Aspek durasi waktu
pemberian layanan masih belum ada sehingga kurang efektif dan efisien serta dapat
merugikan waktu masyarakat yang sedang mengakses pelayanan. Saat ini hanya beberapa
penyedia layanan yang telah memiliki durasi waktu pemberian layanan seperti perpanjangan
surat kendaraan yang sudah memiliki standar SOP dan durasi waktu pengurusan pelayanan.
Dalam konteks pemberian pelayanan, seringkali ditemukan ketidakmampuan petugas
pemberi layanan disebabkan karena kompetensi yang rendah serta kurang sesuai dengan
pekerjaan untuk menyediakan pelayanan yang baik; Masih ada penyedia layanan yang
bersikap kurang ramah, kurang sopan atau tidak jelas dalam berbicara, memberitahukan suatu
informasi dengan tidak ramah/santun. Selain itu masih ada penyedia layanan masih belum
menggunakan sarana prasarana yang layak serta sesuai kebutuhan konsumen, misalnya
sarana khusus bagi difabel, ruang laktasi, antrian khusus bagi lansia, dan sistem konektivitas
jaringan komputer, internet sehingga pada saat pengurusan layanan yang membutuhkan
koneksi server pusat, layanan tidak dapat diberikan karena tidak ada koneksi jaringan.
Dalam pelaksanaannya terdapat berbagai pihak atau aktor yang terlibat, yakni Pemerintah
Pusat merupakan pemangku kebijakan, sehingga ketika pusatnya sudah bermasalah, maka
aktor atau pihak di bawahnya akan sulit untuk memperbaiki kualitas dan transparansi
pelayanan publik. Dalam hal ini diwakili oleh Kemenpan RB. Kemenpan RB menghadirkan
Mal Pelayanan Publik (MPP) Indonesia, yang lebih progresif memadukan pelayanan dari
pemerintah pusat, daerah dan swasta dalam satu tempat. Kemudian yang kedua adalah
pemerintah daerah. Pemerintah daerah kabupaten/kota merupakan aktor pelaksana birokrasi
dari pemerintah pusat. Walaupun pemerintah daerah merupakan pelaksana, namun
pemerintah daerah tetap memiliki kewenangan untuk memilih, pelayanan publik dikemas
dengan tampilan yang akuntabel atau dikemas dengan hal-hal yang bertentangan dengan nilai
dasar ASN. Pemda mengikat perizinan dengan sertifikasi ISO sehingga ada celah tidak
terkontrol dan tidak transparan sehingga menjadi temuan lembaga pengawasan.. Selain itu
petugas pemberi layanan yang merupakan lembaga maupun seseorang yang berhadapan
langsung dengan konsumen. Dalam pelayanannya, seorang pelayan publik harus menaati
SOP yang berlaku, memiliki etika publik yang baik, tidak melakukan KKN dan memegang
teguh prinsip dasar nilai-nilai dasar ASN dimanapun dan kepada siapapun yang dilayaninya.
Soal : Melakukan analisis terhadap :
A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar PNS, dan Pengetahuan
tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor yang terlibat berdasarkan
konteks deskripsi kasus.
B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan
dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus

Jawaban
Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan
Kolaboratif

Masih adanya instansi yang tidak menerapkan nilai-nilai dasar ASN yakni Berorientasi
Pelayanan Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Hal tersebut
dapat dilihat dari memberikan layanan tidak berstandar operasional prosedur dan tidak
adanya kejelasan. Masih ada beberapa instansi penanggung jawab dan penyedia layanan yang
masih belum mempunyai SOP berupa alur dan prosedur yang jelas dalam menyediakan
pelayanan. Aspek durasi waktu pemberian layanan masih belum ada sehingga kurang efektif
dan efisien serta dapat merugikan waktu masyarakat yang sedang mengakses pelayanan. Saat
ini hanya beberapa penyedia layanan yang telah memiliki durasi waktu pemberian layanan
seperti perpanjangan surat kendaraan yang sudah memiliki standar SOP dan durasi waktu
pengurusan pelayanan. Dalam konteks pemberian pelayanan, seringkali ditemukan
ketidakmampuan petugas pemberi layanan disebabkan karena kompetensi yang rendah serta
kurang sesuai dengan pekerjaan untuk menyediakan pelayanan yang baik; Masih ada
penyedia layanan yang bersikap kurang ramah, kurang sopan atau tidak jelas dalam berbicara,
memberitahukan suatu informasi dengan tidak ramah/santun. Selain itu masih ada penyedia
layanan masih belum menggunakan sarana prasarana yang layak serta sesuai kebutuhan
konsumen, misalnya sarana khusus bagi difabel, ruang laktasi, antrian khusus bagi lansia, dan
sistem konektivitas jaringan komputer, internet sehingga pada saat pengurusan layanan yang
membutuhkan koneksi server pusat, layanan tidak dapat diberikan karena tidak ada koneksi
jaringan.

A. Sistem pelayanan publik perlu diterapkan sesuai nilai-nilai dasar ASN yakni akuntabilitas,
nasionalisme, etika publik, komitmen mutu, serta anti korupsi. Pelayanan publik yang baik
seharusnya dapat dipertanggungjawabkan dalam berbagai aspeknya. Tidak adanya data palsu
merupakan suatu keharusan.
Pertanggungjawaban akan mudah diberikan ketika pelayanan publik dilakukan secara
transparan dan tidak ada hal yang ditutup-tutupi. Ketika pelayanan publik sudah dilaksanakan
sesuai SOP, maka lembaga pelayanan publik tersebut sudah mampu mewujudkan keinginan
dan cita-cita masyarakat. Masyarakat akan lebih merasa dihargai ketika masyarakat mampu
menyampaikan review terhadap lembaga pelayanan publik tersebut.
Pelayanan publik saat ini sudah menerapkan penilaian masyarakat sebagai tolok ukur baik
tidaknya pelayanan suatu lembaga. SOP juga berlaku untuk pegawai pelayanan publik yang
harus melayani publik dengan keramahan serta etika yang baik. Kesopanan, keramah-
tamahan harus diterapkan karena ini akan sejalan dengan nilai-nilai ASN. Hal ini juga
merupakan suatu usaha untuk menjaga mutu yang harus dijaga. Sehingga masyarakat akan
percaya pada pemerintahnya.
Yang paling penting, dalam suatu lembaga pelayanan publik harus menghindari adanya
korupsi. Karena korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja selama masih ada kesempatan dan
peluang, maka kesadaran penuh dan karakter yang kuat, sangat diperlukan dalam pelayanan
publik agar terhindar dari korupsi. Namun pada penerapannya, masih ada pelayanan publik
yang masih suka memalsukan data sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkan hal yang
dikerjakan. Selain itu, karena SDM yang buruk, pelayan publik masih ada yang etikanya
tidak baik.
Misalnya tidak ramah, memakai kalimat yang tidak sopan, serta berperilaku tidak baik
dihadapan publik. Selanjutnya, tidak diperhatikannya sarana dan prasarana yang akhirnya
hanya memberatkan masyarakat yang mustinya dimudahkan oleh pelayanan publik menjadi
berbelit-belit.

B. Ketika suatu pelayanan publik tidak menerapkan nilai-nilai dasar ASN dengan baik, hal ini
dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan dari masyarakat. Pelayanan yang diberikan pun
tidak efektif karena sarana prasarana, etika publik, serta SOP yang tidak diterapkan. Pada
akhirnya yang dirugikan tidak hanya lembaga pelayanan publik saja namun juga masyarakat
yang harusnya dilayani dengan baik. Efeknya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah
menjadi menurun dan tingkat kesadaran masyarakat dalam hal administratif berkurang karena
enggan berurusan dengan pelayanan publik. Dalam beberapa kasus juga sering terjadi
kekerasan fisik karena pengguna layanan publik merasa tersinggung dengan sikap petugas
pelayanan yang dianggap tidak baik atau cenderung menghina
Soal : Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks
deskripsi kasus

Melalui mal pelayanan publik, Kemenpan RB mendorong penuh upaya penyederhanaan


perizinan melalui satu sistem aplikasi yang terintegrasi yang bernama one single submission.
Hal ini sejalan dengan pembangunan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-
government).
Mal Pelayanan Publik sebagai the new public service adalah jawaban bagi harapan publik
tentang kemudahan perijinan, kecepatan pelayanan, dan dampaknya adalah kemudahan
dalam mengurus ijin usaha, meningkatkan pertumbuhan industri mikro maupun ekonomi
makro. Melalui MPP, pola pikir antar instansi diubah menjadi kerja bersama yang berfokus
pada komitmen melayani masyarakat.
MPP juga mampu menjadi sarana untuk mengembangkan pelayanan publik yang lebih
kekinian yakni menggunakan teknologi dan mampu melahirkan ASN yang memiliki
integritas serta komitmen untuk melayani publik. MPP menjadi media untuk membangun
sistem kerja dan sinergi yang utuh. Mempraktikkan perubahan budaya kerja yang bertujuan
untuk melayani, tempat untuk menampilkan wajah birokrasi yang mengadopsi the new public
service, sehingga benar-benar merepresentasikan kehadiran negara untuk memberikan
manfaat luas bagi kepentingan dan kemakmuran masyarakat.
Selain itu perlu adanya pendidikan dan pelatihan pelayanan publik secara berkala kepada
petugas MPP guna menjaga kenyamanan pengguna layanan. Optimalisasi standar pelayanan
seperti pemasangan banner prosedur pelayanan, adanya fasilitas antrian untuk difabel dan
lansia, ruang laktasi, tempat bermain anak, peningkatanan jaringan internet dan sistem yang
terintegrasi dengan baik

Mal Pelayanan Publik MPP pada dasarnya merupakan pengintegrasian pelayanan publik dari
daerah dengan berbagai pelayanan publik instansi pemerintah pusat, BUMN dan kalau
mungkin swasta, boleh jadi merupakan model pelayanan terpadu generasi ketiga. Generasi
pertama adalah Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA), kemudian Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP), dan kini MPP. Konsep MPP ini terinspirasi dari Public Service Hall (PSH)
yang ada di Georgia, yakni pusat pelayanan terpadu dan terintegrasi, baik antar kementerian
maupun dengan pemerintah lokal. Kemenpan RB menghadirkan Mal Pelayanan Publik
(MPP) Indonesia, yang lebih progresif memadukan pelayanan dari pemerintah pusat, daerah
dan swasta dalam satu tempat. Bahkan menyatukan pelayanan publik lintas kewenangan yang
pada umumnya sulit dilakukan karena struktur birokrasi di Indonesia yang sangat besar.
Dalam hal ini, Kementerian PANRB mendapat mandat untuk mengkoordinasikan Program
Gerakan Indonesia Melayani (GIM), sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM), yang meliputi lima Gerakan. Empat gerakan lainnya adalah Gerakan Indonesia
Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri, dan Gerakan Indonesia
Bersatu. Kehadiran Mal Pelayanan Publik, juga tidak mendegradasi generasi Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP), justru ini keistimewaannya MPP dapat memayungi PTSP tanpa
pula mematikan pelayanan yang sudah ada sebelumnya. Kemenpan RB mendorong penuh
upaya penyederhanaan perizinan melalui satu sistem aplikasi yang terintegrasi yang juga
bernama -- one single submission tersebut, dan juga memang sejalan dengan pembangunan
sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government) sebagaimana perpres nomor 95/
2018. Hingga sekarang, tahapannya masih pada identifikasi terhadap bentuk proses bisnis dan
tata kelola data lintas instansi yang mengintegrasikan karakter format dan definisi data yang
berbeda; integrasi layanan dan interoperabilitas data yang membutuhkan rekayasa aplikasi
ulang; serta pembentukan arsitektur spbe untuk menyamakan cara pandang bagi integrasi
pelayanan publik. Mal Pelayanan Publik sebagai the new public service adalah jawaban bagi
harapan publik tentang kemudahan perijinan, kecepatan pelayanan dan akhirnya mendorong
kemudahan berusaha, meningkatkan pertumbuhan industri mikro maupun ekonomi makro.
Melalui MPP, pola pikir yang ego sektoral antar instansi diubah menjadi kerja bersama yang
berfokus pada komitmen melayani masyarakat. Bahkan, MPP mampu menjadi inkubator bagi
tumbuhnya pelayanan pemerintah yang 9 mengadopsi teknologi, serta menjadi wahana
leadership yang melahirkan para ASN teladan berjiwa hospitality. MPP menjadi media untuk
membangun sistem kerja dan sinergi yang utuh, mempraktikkan perubahan budaya kerja
yang melayani, panggung untuk menampilkan wajah birokrasi yang mengadopsi the new
public service, sehingga benar-benar merepresentasikan kehadiran negara untuk memberikan
manfaat luas bagi kepentingan dan kemakmuran masyarakat

Anda mungkin juga menyukai