Anda di halaman 1dari 8

A.

Belajar Mengajar

Belajar mengajar atau boleh dikatakan Proses Pembelajaran adalah sebuah interaksi yang
bemilai normatif. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan sadar dan
bertujuan. Tujuan adalah sebagai pedoman kearah mana akan dibawa proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mamPu membawa perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai-nilai dalam diri anak didik 1. Maka "bila
hakikat belajar adalah "perubahan", maka hakikat mengajar adalah proses "pengaturan" yang
dilakukan oleh guru". Maka dapat dikatakan interaksi belajar mengajar adalah interaksi antara
siswa dan guru dalam melakukan perubahan dan pengaturan untuk mencapai tujuan.2

Interaksi belajar mengaiar dikatakan bernilai normatif karena di dalamnya ada sejumlah
nilai. ]adi adalah wajar bila interaksi itu dinilai bemilai edukatif. Karena merupakan interaksi
edukatif maka interaksi belajar mengajar harus membawa hasil yaitu perubahan pemahaman
atau dalam bahasa klasiknya sisra mendapat ilmu yang dalam hal ini diwujudkan dengan nilai
atau prestasi. Namun untuk dapat melaksanakan hal itu maka semua unsur harus berperan
serta, tidak boleh pasif.

Dalam interaksi edukatif unsur guru dan anak didik harus aktif, tidak mungkin terjadi
proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental dan
perbuatan. Sehirggu semua unsur harus aktif dalam interaksi tersebut, agar dapat memperoleh
keberhasilan belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama
yakni faktor dari lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruh terhadap hasil belajar yang
dicapai, seperti yang dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70%
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.

Faktor lain yang dimiliki siswa disamping faktor kemampuan seperti motivasi belajar,
minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik
dan psikis juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Faktor
tersebut banyak menarik perhatian para ahli pendidikan untuk diteliti, seberapa jauh
kontribusi/sumbangan yang diberikan faktor tersebut terhadap hasil belajar siswa. Adanya
pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan
belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus
merasakan suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus berusaha mengerahkan
segala upaya untuk mencapainya.

B. Definisi mengajar
1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam lnteraksi Edukatif (jakarta: Rineka Cipta 2000), h. 12.
2
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengaiar (jakarta: Rineka Cipta 2005), h. 39.
Mengajar ialah suatu efektifitas mengatur organisasi/lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkan dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar mengajar 3. Menurut
Mahmud, mengajar adalah memasuki dunia siswa untuk mengubah persepsi dan perilaku
mereka4. Hasibuan dan Moedjiono dalam buku berjudul proses belajar mengaiar juga
memberi pengertian bahwa mengajar adalah penciptaan system yang memung-kinkan
terjadinya proses belajar mengajar. Sistem lingkungan terjadi komponen-komponen yang
saling mempengaruhi yakni tujuan instruksional yang ingin dicapat, materi yang akan diajar-
kan guru-guru kepada siswa jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar
yang tersedia.5

Menurut kajian Nasution terdapat dua pengertian menngajar atau pengajaran. Pertama,
mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada peserta didik, dengan tujuan agar
pengetahuan tersebut dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Mengajar tipe ini
dianggap berhasil apabila peserta didik mampu menguasai pengetahuan yang ditransfer oleh
pendidik sebanyak-banyaknya. Kedua,mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada
peserta didik.s Definisi yang kedua ini intinya sama dengan definisi yang pertama yang hanya
menekankan pada keaktifan pendidik sedangkan peserta didik hanya pasif. Jadi pada intinya
definisi pengajaran adalah proses transfet knowledge yang dilakukan oleh pendidik kepada
peserta didik.6

Menurut Slameto (1988), mengajar adalah suatu proses di mana pengajar dan murid
menciptakan lingkungan yang baik, agar terjadi kegiatan belajar yang berdaya guna, yang
dilakukan dengan menata seperangkat nilai-nlai dan kepercayaan yang ikut mewarnai
pandangan mereka terhadap realitas sekelilingnya. Menurut Sudjana (2003) menjelaskan
pengertian mengajar dari dua sudut pandang. Sudut pandang pertama dilihat dari segi
pengajar atau guru. Dalam hal ini, mengajar diartikan sebagai proses penyampaian ilmu
pengetahuan (bahan pelajaran) kepada siswa. Kelemahan dari pengertian mengajar menurut
pandangan ini adalah siswa dianggap sebagai objek bukan subjek sehingga siswa hanya
menerima (pasif) apa yang diberikan guru. Hal ini berarti, guru memiliki peran yang sangat
menentukan (proses pengajaran berpusat pada guru/teacher centred). Titik pandang kedua
dilihat dari sudut siswa. Inti dari pandangan ini, mengajar diartikan sebagai membimbing
kegiatan siswa belajar, mengatur, dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa,
sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar (student
centred).

C. Prinsip-Prinsip Mengajar

3
Nasution, Teknologi Pendidiknn (jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 43.
4
Mahmud Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia,2010),h.295.
5
Hasibuan dan Moedjiono Proses belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya,2002),3
6
S. Nasution, Asas-Asas Mengajar (Jakarta: Bumi Aksa r41995),h. 4
Mengajar merupakan kegiatan yang menuntut siswa terlibat dalam aktivitas pembelajaran
sehingga mengajar memerlukan perhatian khusus agar siswa dapat menjadi manusia dewasa
yang sadar akan tangung jawab terhadap diri sendiri, berkepribadian, dan bermoral. Oleh
karena itu, mengajar merupakan tugas yang cukup berat bagi guru. Berbagai teori tentang
prinsip-prinsip pembelajaran yang telah dikemukakan para ahli yang memiliki persamaan dan
perbedaan. Dari prinsip tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam proses pembelajaran, baik pendidikmaupun peserta
didik dalam upaya meningkatkan pelaksanaan pembelajaran. Prinsip-prinsip yang dimaksud
adalah: perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan serta
perbedaan individu. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

1. Perhatian dan motivasi


Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, tanpa
adanya perhatian maka pelajaran yang diterima dari pendidik adalah sia-sia. Bahkan
dalam kajian teori belajar terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi
belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila bahan
pelajaran itu sesuai kebutuhannya, sehingga termotivasi untuk mempelajari secara serius.
Selain dari perhatian, motivasi juga mempunyai peranan yang urgen dalam kegiatan
belajar. Gage dan Berliner mendefinisikan motivasi adalah tenaga yang menggerakkan
dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan
kemudi pada mobil. Jadi motivasi merupakan suatu tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Dengan demikian motivasi dapat dibandingkan dengan
sebuah mesin dan kemudi pada mobil. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan
minat, peserta didik yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu
cenderung tertarik perhatiannya dan timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi
tersebut.7

2. Keaktifan
Belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks.
Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subyek, yaitu dari peserta didik
dan pendidik. Dari segi pesera didik, belajar dialami sebagai suatu proses, mereka
mengalami proses mental dalam menghadapi bahan ajar. Dari segi pendidik proses
pembelajaran tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal.
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah mahluk yang
aktif.8 Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan
aspirasinya sendiri. Dimiyati dan Mudjiono mengatakan bahwa ”belajar hanya dialami
oleh peserta didik sendiri, peserta didik adalah penentu terjadinya atau tidak terjadi

7
Gage dan Berliner,Educational Psyghology, (Chicago: Rand MC Nally Collage Publishing Company, 1984), h.
335
8
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.44
proses belajar. ”Hal ini menunjukkan bahwa belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain
dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila
anak aktif mengalami sendiri.

3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Dalam diri peserta didik terdapat banyak kemungkinan dan potensi yang akan
berkembang. Potensi yang dimiliki peserta didik berkembang ke arah tujuan yang baik
dan optimal, jika diarahkan dan punya kesempatan untuk mengalaminya sendiri. Edgar
Dale dalam Oemar Hamalik mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah
belajar melalui pengalaman langsung. Dalam proses pembelajaran membutuhkan
keterlibatan langsung peserta didik. Namun demikian, keterlibatan langsung secara fisik
tidak menjamin keaktifan belajar. Untuk dapat melibatkan peserta didik secara fisik,
mental, emosional dan intelektual, maka pendidik hendaknya merancang
pembelajarannya secara sistimatis, melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
mempertimbangkan karakteristik peserta didik dan karakteristik mata pelajaran9.

4. Pengulangan
Pengulangan dalam kaitannya dengan pembelajaran adalah suatu tindakan atau
perbuatan berupa latihan berulangkali yang dilakukan peserta didik yang bertujuan untuk
lebih memantapkan hasil pembelajarannya. Pemantapan diartikan sebagai usaha
perbaikan dan sebagai usaha perluasan yang dilakukan melalui pengulangan-
pengulangan.
Pembelajaran yang efektif dilakukan dengan berulang kali sehingga peserta didik
menjadi mengerti. Bahan ajar bagaimanapun sulitnya yang diberikan oleh pendidik
kepada peserta didik, jika mereka sering mengulangi bahan tersebut niscaya akan mudah
dikuasai dan dihafalnya.
Ahmad Zayadi dan Abdul Majid mengatakan bahwa penguatan dorongan serta
bimbingan pada beberapa peristiwa pembelajaran peserta didik dapat meningkatkan
kemampuan yang telah ada pada perilaku belajarnya. Hal ini mendorong kemudahan bagi
peserta didik untuk melakukan pengulangan atau mempelajari materi pelajaran secara
berulang kali10. Adanya pengulangan terhadap materi pelajaran yang diberikan
mempermudah penguasaan dan dapat meningkatkan kemampuannya. Salah satu teori
pembelajaran yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi asosiasi
atau koneksionisme dengan tokohnya yang terkenal Thorndike mengemukakan ada tiga
prinsip atau hukum dalam belajar yaitu:

9
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,Edisi I, ( Cet.II; Jakarta: Bumi Aksara,1999), h. 90

10
Ahmad Zayadi dan Abdul Majid,Tadzkiyah; Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Pendekatan
Kontekstual,Edisi I,Cet.I; Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005),h.74
a. Law of readines, belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk
melakukan perbuatan tersebut.

b. Law of exercise, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan.

c. Law of effect, yaitu belajar akan bersemangat apabila mengetahuai dan


mendapatkan hasil yang baik11. Belajar akan berhasil apabila peserta didik itu
memiliki kesiapan untuk belajar, pelajaran itu selalu dilatihkan/diulangi serta
peserta didik lebih bersemangat apabila mendapatkan hasil yang memuaskan.

Fungsi utama pengulangan adalah untuk memastikan peserta didik memahami


persyaratan–persyaratan kemampuan untuk suatu mata pelajaran, peserta didik akan
belajar dengan mudah dan mengingat lebih lama jika mereka mengulangi apa yang
mereka pahami. Dalam Alquran Allah menjelaskan dengan firmannya pada Q.S.Al Isra
ayat 41 yang artinya “Dan sesungguhnya dalam Alquran ini Kami telah ulang-ulangi
(peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain
hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)”.

Ayat tersebut memperjelas perlunya pengulangan agar manusia selalu mengingat


apa yang telah dilaksanakan. Demikian pula halnya dalam pembelajaran perbuatan
mengulang-ulangi bertujuan lebihmemantapkan hasil pembelajaran, juga berfungsi
mengembangkan kemampuan berfikir untuk memecahkan masalah yang dihadapi baik
secara individu maupun berkelompok.

5. Tantangan
Apabila pendidik menginginkan peserta didiknya berkembang dan selalu berusaha
mencapai tujuan, maka pendidik harus memberikan tantangan dalam kegiatan
pembelajaran. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran dapat diwujudkan melalui bentuk
kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran yang dipilih untuk kegiatan tersebut. Kurt Lewin
dengan teori Medan (Field Theory), mengemukakan bahwa peserta didik dalam situasi
belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis 12. Dalam situasi belajar
peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu mendapat
hambatan yaitu mempelajari bahan ajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan
itu dengan mempelajari bahan ajar tersebut. Jika hambatan tu telah diatasi, artinya tujuan
belajar telah tercapai maka peserta didik masuk dalam medan baru dan tujuan baru,
demikian seterusnya. Apabila pendidik menginginkan peserta didiknya memunculkan
motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik,maka bahan pembelajaran
haruslah menantang. Adanya tantangan yang dihadapi peserta didik dapat menjadikannya
11
Syaiful, Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Cet. VI ;Bandung: Alfabeta, 2009), h. 54

12
Dimiyati dan Mudiono, Op-Cit, h. 47
lebih bergairah untuk mengatasinya. Bahan ajar yang memerlukan pemecahan masalah
dananalisis dapat membuat peserta didik tertantang untuk mempelajarinya.

6. Perbedaan Individu
Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Tidak ada yang sama baik dari aspek fisik maupun psikis. Dimiyati
dan Mudiyono berpendapat bahwa “peserta didik merupakan individu yang unik, artinya
tidak ada dua orang peserta didik yang sama persis, tiap peserta didik memiliki perbedaan
satu sama lain. Perbedaan itu terdapat pula pada karakteristik psikis, kepribadian dan
sifat-sifatnya.
Oemar Hamalik mengemukakan bahwa perbedaan individu manusia, dapat dilihat
dari dua sisi yakni horizontal dan vertikal. Perbedaan horizontal adalah perbedaan
individu dalam aspek mental, seperti tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi dan
sebagainya. Sedang perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah
seperti bentuk badan, tinggi dan besarnya badan, tenaga dan sebagainya13. Masing-
masing aspek tersebut besar pengaruhnya terhadap kegiatan dan keberhasilan
pembelajaran yang dilakukan. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil
belajar peserta didik. Oleh karena itu perbedaan individu ini perlu menjadi perhatian
pendidik dalam aktivitas pembelajaran dengan memperhatikan tipe-tipe belajar setiap
individu. Para ahli didik mengklasifikasi tipe belajar peserta didik atas 4 macam yaitu:
a. Tipe auditif, yaitu peserta didik yang mudah menerima pelajaran melalui
pendengaran.

b. Tipe visual, yaitu yang mudah menerima pelajaran melalui penglihatan.

c. Tipe motorik, yaitu yang mudah menerima pelajaran melalui gerakan.

d. Tipe campuran yaitu peserta didik yang mudah menerima pelajaran melalui
penglihatan dan pendengaran14.

Mengetahui perbedaan individu dalam belajar, memudahkan bagi pendidik dalam


menentukan media yang akan digunakan, hal tersebut sangat urgen dalam pencapaian
hasil pembelajaran yang optimal.

13
Oemar Hamalik, Op-Cit, h. 92

14
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1990), h. 79
Daftar Pustaka
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam lnteraksi Edukatif (jakarta: Rineka Cipta
2000), h. 12.

Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengaiar (jakarta: Rineka Cipta 2005), h.
39.

Nasution, Teknologi Pendidiknn (jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 43.

Mahmud Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia,2010),h.295.

Hasibuan dan Moedjiono Proses belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya,2002),3

S. Nasution, Asas-Asas Mengajar (Jakarta: Bumi Aksa r41995),h. 4

Habibati , Strategi belajar mengajar (syiah kuala university press, Darussalam banda aceh, 2017)

Gage dan Berliner,Educational Psyghology, (Chicago: Rand MC Nally Collage Publishing


Company, 1984), h. 335
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.44

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran,Edisi I, ( Cet.II; Jakarta: Bumi Aksara,1999), h.


90

Ahmad Zayadi dan Abdul Majid,Tadzkiyah; Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Berdasarkan Pendekatan Kontekstual,Edisi I,Cet.I; Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2005),h.74

Syaiful, Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Cet. VI ;Bandung: Alfabeta, 2009), h. 54

Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1990), h. 79

Anda mungkin juga menyukai