Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP TEORI PENYAKIT

A. Pengertian
Sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan
gejalan lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguannalat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit (Dito
Anurogo, 2014).
Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi ruang dan
mungkin dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan.Keluhan ini merupakan
gejala yang sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai. Walupun pengobatan
sebaiknya langsung pada penyebab yang mendasari penyebab atau kelainannya,
asal atau penyebab vertigo sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati
(CDK, 2009).

B. Etiologi/Faktor Risiko
Adanya kerusakan di kanalis semisirkularis (organ pengatur keseimbangan
ditelinga bagian dalam), tersumbatnya pembuluh darah arteri yang menuju ke
telinga bagian tengah, ada cedera atau penyakit di organ telinga tengah, operasi
telinga. Gangguan psikologis berupa cemas, depresi, panik juga berpotensi
menyebabkan vertigo.
Beberapa penyebab vertigo perifer adalah gangguan penyakit dan atau
kondisi berikut : BPPV (benign paroxysmal positional vertigo), cedera kepala,
kolesteatoma (kista pada kulit), fistula perilimfa (abnormalitas yang terjadi di
antara ruang dalam telinga), infeksi pada organ dalam telinga, iskemia,
neuronitis vestibuler (peradangan pada saraf ditelinga), neuroma akustik (tumor
jinak pada saraf telinga), otosklerosis (pertumbuhan abnormal Tulang ditelinga
tengah), toksin/racun (misalnya ototoksisitas aminoglikosida). (Dito Anurogo,
2014).

1
C. Patofisiologi
Vertigo disebabkan dari berbagai hal antara lain, dari otologi seperti meniere,
parese N VIII, otitis media. Dari berbagai jenis penyakit yang terjadi pada
telinga tersebut menimbulkan gangguan keseimbangan pada saraf ke VIII, dapat
terjadi karena penyebaran bakteri maupun virus (otitis media).Selain dari segi
otologi, vertigo juga disebabkan karena neurologik.Seperti gangguan visus,
multiple sklerosis, gangguan serebelum, dan penyakit neurologik lainnya. Selain
saraf ke VIII yang terganggu, vertigo juga diakibatkan oleh terganggunya saraf
III, IV, dan VI yang menyebabkan terganggunya penglihatan sehingga mata
menjadi kabur dan menyebabkan sempoyongan jika berjalan dan merespon saraf
ke VIII dalam mempertahankan keseimbangan.

Hipertensi dan tekanan darah yang tidak stabil (tekanan darah naik turun).
Tekanan yang tinggi diteruskan hingga ke pembuluh darah di telinga, akibatnya
fungsi telinga akan keseimbangan terganggu dan menimbulkan vertigo.
Begitupula dengan tekanan darah yang rendah dapat mengurangi pasokan darah
ke pembuluh darah di telinga sehingga dapat menyebabkan parese N VIII.

Psikiatrik meliputi, depresi, fobia, ansietas, psikosomatis yang dapat


mempengaruhi tekanan darah pada seseorang. Sehingga menimbulkan tekanan
darah naik turun dan dapat menimbulkan vertigo dengan perjalanannya seperti
diatas. Selain itu, faktor fisiologi juga dapat menimbulkan gangguan
keseimbangan. Karena persepsi seseorang berbeda-beda.

2
D. Pathway

E. Manisfestasi klinis
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan
reaksi dan lembab yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun,
lelah, lidah pucat dengan selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness),
nyeri kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah
tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas beberapa kelompok,


yaitu :

a. Vertigo Proximal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak. Berlangsung beberapa
menit atau hari, kemudian menghilang sempurna, tetapi suatu ketika serangan
tersebut dapat muncul lagi. Diantara serangan, penderita sama sekali bebas
keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :

3
1) Yang di sertai keluhan telinga : Termasuk dalam kelompok ini adalah
Morbus meinere, Arakhnoiditis pontosereblalis, syndrom lermoyes,
syndrom congan, tumor fossa dcranilli posterior, kelainan gigi.
2) Tanpa di sertai keluhan telinga : Termasuk disini adalah serangan iskemik
sepintas, arteri vertebrobasilaris, epilepsi, migran equivalen, vertigo pada
anak, labirin picu.
3) Yang disebabkan oleh perubahan posisi : Termasuk disini adalah vertigo
posoisional proximal laten, vertigo posisional paroximal benigna.

b. Vertigo Kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhan konstan tanpa serangan akut, dibedakan
menjadi :
1) Yang disertai keluhan telinga : Otitis media akut kronik, meningitis TB,
labirinitis kronis, tumor serebelopontin.
2) Tanpa keluhan telinga : Konstusio serebri, ensefalitis pontis, syndrom
pasca komosio, pelegra, siringobubli, hipoglikemi, skelrosis multiple,
kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskular,
kelainan endokrin.
3) Vertigo yang dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, vertigo servilais.

c. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian berangsur-angsur


menghilang dibedakan menjadi :
1) Disertai keluhan telinga : Trauma labirin, herpez zoozter otikus, labirinitis
okuta, dan neuritis.

2) Tanpa keluhan telinga: Neuritis vestibularis, syndrom arteria vestibularis


anterior.

4
Adapula yang membagi vertigo menjadi :

a. Vertigo Vestibuler : akibat kelainan sistem vestibuler.


b. Vertigo Non Vestibuler : akibat kelainan sistem somatosensorik dan
visual.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi : foto mastoid, foto vertebra servikal, CT scan, MRI


dsb (atas indikasi).
2. Pemeriksaan Laboratorium dan EKG.
3. Tes Romberg yang dipertajam : Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat
pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri
dengan sikap yang romberg yang di pertajam selama 30 detik atau lebih.
4. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test) : Penderita disuruh berjalan
ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50 langkah.Kedudukan akhir
dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih dari satu meter atau badan
berputar lebih dari 30 derajat.
5. Salah Tunjuk (post-pointing) : Penderita merentangkan lengannya, angkat
lengan tinggi-tinggi (sampai fertikal) kemudian kembali ke semula.
6. Manuver Nylen Barang atau Manuver Hallpike : Penderita duduk di tempat
tidur periksa, lalu di rebahkan sampai kepala bergantung di pinggir tempat
tidur dengan sudut 300. Kepala menoleh ke kiri lalu posisi kepala lurus,
kemudian menoleh lagi ke kanan pada keadaan abnormal akan terjadi
nistagmus.
7. Tes Kalori dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga penderita.
8. Elektronistagmografi : Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya
nistagmus yang timbul.
9. Posturografi : yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual,
vestibular dan somatosensorik.

5
G. Penatalaksanaan Medis
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan seperti :
1. Anti kolinergik
Sulfas Atropin : 0,4 mg/im
Scopolamin : 0,6 mg/iv bisa di ulang setiap 3 jam
2. Simpatomimetika
Epidame 1,5 mg/iv bisa di ulang setiap 30 menit
3. Menghambat aktivitas nukleus vestibuler
Golongan antihistamin
Golongan ini yang menghambat aktivitas nukleus vestibularis adalah :
Diphenhidramin : 1,5 mg/im/oral bisa di ulang setiap 2 jam
Dimenhidrinat : 50-100 mg/6jam
Jika terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan yang di derita, dianjurkan
untuk terapi bedah. Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran N0. 144, 2004).
Terdiri dari :
1. Terapi kasual
2. Terapi simtomatik
3. Terapi rehabilitatif

Penatalaksanaan Keperawatan
1. Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan
berbaring diam dalam kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
2. Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan
subyektif vertigo pada pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya
neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan bahwa dengan memfiksir
pandangan mata pada suatu obyek yang dekat, misalnya sebuah gambar atau
jari yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada berbaring
dengan kedua mata ditutup.
3. Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan
terjadinya vertigo, maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi
mental disertai fiksasi visual yang kuat.

6
4. Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk
mencegah dehidrasi.
5. Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer
akut yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama
atau kedua. Pasien merasa sakit berat dan sangat takut mendapat serangan
berikutnya. Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah pernyataan yang
meyakinkan pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar
gangguan vestibular akut lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter
harus menjelaskan bahwa kemampuan otak untuk beradaptasi akan
membuat vertigo menghilang setelah beberapa hari. Latihan vestibular dapat
dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda. Latihan ini untuk
rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk gangguan
vestibular akut.

H. Komplikasi
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas.Mereka
lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu
lama dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.

7
BAB II
KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Keluhan utama

Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit.Pada pasien
vertigo tanyakan adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap
munculnya vertigo, posisi mana yang dapat memicu vertigo.

3. Riwayat kesehatan yang lalu

Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit
tumor otak. Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik missal, antibiotik,
aminoglikosid, antikonvulsan dan salisilat.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain atau
riwayat penyakit lain baik

5. Aktivitas / Istirahat

a. Letih, lemah, malaise


b. Keterbatasan gerak
c. Ketegangan mata, kesulitan membaca
d. Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
e. Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja)
atau karena perubahan cuaca.

8
6. Sirkulasi

a. Riwayat hypertensi
b. Denyutan vaskuler, misal daerah temporal.
c. Pucat, wajah tampak kemerahan.

7. Integritas Ego

a. Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu


b. Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
c. Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
d. Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik).

8. Makanan dan cairan

a. Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat,


bawang,keju, alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk,
saus,hotdog, MSG (pada migrain).
b. Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
c. Penurunan berat badan5.

9. Neurosensoris

a. Pening, disorientasi (selama sakit kepala)


b. Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
c. Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
d. Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
e. Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
f. Perubahan pada pola bicara/pola pikir
g. Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
h. Penurunan refleks tendon dalam
i. Papiledema.

9
10. Nyeri/ kenyamanan

a. Karateristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misalnya migrain,


ketegangan otot, cluster, tumor otak, pasca trauma, sinusitis.
b. Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah.
c. Fokus menyempit
d. Fokus pada diri sendiri
e. Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
f. Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.

11. Keamanan

a. Riwayat alergi atau reaksi alergi


b. Demam (sakit kepala)
c. Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
d. Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
2. Resiko jatuh berhubungan dengan pusing ketika menggerakkan kepala
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

C. Konsep Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan 1 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera
fisiologis
Intervensi : Tingkat Nyeri
a. Identifikasi lokasi karakter, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
d. Fasilitaskan istirahat tidur
e. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

10
2. Diagnosa Keperawatan 2 : Resiko jatuh berhubungan dengan pusing ketika
menggerakkan kepala
Intervensi : Pencegahan jatuh
a. Identifikasi factor lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh (mis.
Lantai licin, penerangan kurang )
b. Identifikasi resiko jatuh setidaknya setiap shift sesuai dengan kebijakan
institusi.
c. Orientasi ruangan pada pasien dan keluarga.
d. Pasang handrall tempat tidur.
e. Atur tempat tidur mekanis pada posisi rendah
f. Dekatkan bell pemanggil dalam jangkauan pasien.

3. Diagnosa Keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah


baring
Intervensi : Manajemen energy
a. Monitor kelelahan fisik dan emosional
b. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
c. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
d. Anjurkan tirah baring
e. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang

4. Diagnosa keperawatan 4 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan


kelemahan
Intervensi : Dukungan perawatan diri
a. Monitor tingkat kemandirian
b. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,dan
makan
c. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. suasana hangat, rileks,
privasi)

11
d. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
e. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan perawatan
diri.

D. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapakan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi factor-faktor yang mengaruh masalah kesehatan klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut :
1. Tahap I : Persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menurut perawat untuk
mengevaluasi yang diidentifikasikan pada tahap perencanaan
2. Tahap II : Intervensi
Focus tahap pelaksanaantindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional pendekantan tindakan keperawatan meliputi
tindakan : independen, dependen, dan interdependen.
3. Tahap III : Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus di ikuti oleh pencatatan yang
lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

E. Evaluasi
Perencanaan evaluasi menurut kriteria keberhasilan proses dan
keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dari
dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana
proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat di lihat dengan
membandinkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-

12
hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut :
1. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan/kemajuan
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara
maksimal, sehinga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
3. Tujuan tidak tercapai, apabilah pasien tidak menunjukan perubahan /
kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini
perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakalh terdapat
data, analisis, diagnose, tindakan, dan factor-faktor lain yang tidak sesuai
yang menjadi penyebab tidak tercapai tujuan.

Setelah seseorang perawat melakukan seluru proses keperawatan dari


pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh tindakannya di
dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.

F. Discharge Planning
1. Sarankan pasien untuk tirah baring
2. Jika vertigo kambuh, sarankan pasien untuk langsung ambil posisi
istirahat
3. Hindari posisi membungkuk agar vertigo tidak kambuh
4. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang vertigo kepada pasien dan
keluarga, seperti tanda dan gejala
5. Menganjurkan pasien minum air putih

13
DAFTAR PUSTAKA

Anurogo Ditto.2014.45 Penyakit Dan Gangguan Saraf.Penerbit Andi OFFSET.


Yogyakarta

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

14

Anda mungkin juga menyukai