Oleh:
Muhammad Ahan Kurniawan
15/383301/PA/16961
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Beakang
Pembelajaran lebih mendalam mengenai sifat, karakter, dan stabilitas enrgi yang
menyertai pmbentukan maupun pemutusan suatu ikatan kimia semakin masif dilakukan.
Dengan mempelajari ikatan kimia hingga ke bagian yang tak mampu dijangkau oleh
kegiatan di eksperimen laboraturium, yaitu menggunakan perhitungan Komputasi
terbukti memberikan kemajuan yang luar biasa pada perkembangan ilmu kimia di dunia.
Pada percobaan kali ini akan dilakukan tiga percobaan yang meliputi pecobaan “Reaksi
Radikal Bebas pada Alkena”, “Rotasi Amida”, dan “Aromatisitas Tiofen”. Ketiga
percobaan ini menggunakan pendekatan kimia komputasi untuk menyelidiki reaksi
radikal bebas, rotasi ikatan, dan energi pembentukan ikatan.
II.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang
regioselektifitas dari reaksi radikal bebas dalam hal stabilisasi zat antara radikal bebas
dengan menguji distribusi kerapatan spin dari radikal bebas, mendapatkan informasi
tentang rotasi ikatan C-N pada amida dengan menggunakan metode semiempiris PM3,
dan meneliti energi dari hidrogenasi bertahap dari benzena dan tiofena menggunakan
perhitungan semiempiris AM1 dan menginterpretasikan hasilnya ditinjau dari stabilitas
aromatis.
I.3 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan mengenai reaksi radikal bebas, rotasi ikatan dan energi
hidrogenasi.
2. Sebagai referensi pengaplikasian program HyperChem khususnya metode semi
empirik AM1 dan PM3 dalam menganalisis sifat senyawa.
2. Propagasi
Pembentukan radikal bebas akan mengakibatkan terbentuknya radikal baru
dengan suatu reaksi yang disebut reaksi rantai (Fessenden, 1986).
Secara teoritis, proses ini akan berlangsung terus menerus karena sebuah Cl •
akan mengalami reaksi yang menyebabkan terbentuknya sebuah Cl • yang lain
(Fessenden, 1986).
3. Terminasi
Reaksi rantai yang terjadi akan berhenti pada tahap terminasi yaitu ketika radikal
bebas bergabung dengan radikal bebas yang lain sehingga tidak membentuk radikal bebas
yang baru (Fessenden, 1986).
II.2 Amida
Amida memiliki geometri planar. Walaupun ikatan karbon-nitrogen normalnya
dituliskan sebagai ikatan tunggal, rotasi pada ikatan ini terbatas karena adanya resonansi.
Adapun struktur resonansi dari amida adalah sebagai berikut:
Penyumbang dipolar begitu penting sehingga ikatan karbon-nitrogen
berperilaku seperti ikatan rangkap. Akibatnya, nitrogen dan karbon karbonil, dan dua
atom yang melekat pada masing-masing atom tersebut terletak pada bidang yang sama,
dan rotasi pada ikatan C-N terbatas. Memang, panjang ikatan C-N pada amida hanya 1,32
Å, jauh lebih pendek dibandingkan panjang ikatan tunggal karbon-nitrogen biasa.sebagi
tersirat dari penyumbang resonansi dipolar, amida sangat polar dan membentuk ikatan
hidrogen yang kuat. Oleh karena itu amida lebih kurang asam (basa) dibandingkan
dengan asam karboksilat (Chang, 2003).
2 3
a. Gambarkan 1-butena
b. Dengan menu select, pili H-1 dan selanjutnya tekan delete
c. Pilih setup, AM1 kemudian options, atur total charge 0 dan spin multiplicity 2
d. Lakukan optimasi geometri
e. Catat panas pembentukannya
f. Selanjutnya pilih compute, contour plot, dan total spin dencity pilih 2D, klik
OK untuk melihat peta kerapatan elektron.
g. Lakukan kembali dengan menghapus atom H-2 hingga H-5.
2. Rotasi amida
a. Gambar dimetilformamida dan lakukan optimasi geometri menggunakan
setup semiempiris PM3 dengan total charge 0 dan spin multiplicity 1
b. Pilih 4 atom yang akan diputar atau dirotasi.
c. Lakukan perhitungan singgle point energy dengan variasi sudut torsi 20-180˚
dengan interval 20˚. Pilih menu edit, set bond torsion dan ubah sudut torsi
menjadi 20˚ dan seterusnya.
d. Ulangi langkah tersebut untuk senyawa benzamida
3. Aromatisitas tiofen
a. Gambarlah senyawa benzena
b. Lakukan optimasi geometri menggunakan semiempiris AM1
c. Catat panas pembentukannya
d. Ulangi langkah tersebut pada senyawa 1,3-sikloheksadiena, Sikloheksena,
Sikloheksana, Tiofena, Dihidrotiofena, dan Tetrahidrotiofena
Tabel IV.3 Hasil pengukuran panas pembentukan hidrogenasi benzena dan tiofena
Molekul Panas pembentukan (kkal/mol)
Benzena 21,87
1,3-sikloheksadiena 17,30
Sikloheksena -10,27
Sikloheksana -38,78
Tiofena 27,32
Dihidrotiofena 12,52
Tetrahidrotiofena -16,68
IV.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang regioselektifitas
dari reaksi radikal bebas dalam hal stabilisasi zat antara radikal bebas dengan menguji
distribusi kerapatan spin dari radikal bebas, mendapatkan informasi tentang rotasi ikatan
C-N pada amida dengan menggunakan metode semiempiris PM3, dan meneliti energi
dari hidrogenasi bertahap dari benzena dan tiofena menggunakan perhitungan
semiempiris AM1 dan menginterpretasikan hasilnya ditinjau dari stabilitas aromatis.
Percobaan ini terdiri dari tiga analisis komputasi kimia, yaitu analisis panas
pembentukan senyawa radikal bebas, analisis energi ikat pada amida dan analisis panas
pembentukan hidrogenasi benzena dan tiofen. Percobaan yang pertama adalah
percobaan reaksi radikal bebas pada alkena. Pengamatan dilakukan dengan
menggambarkan senyawa 1-butena yang kehilangan satu atom H. Butena yang
kehilangan satu atom H ini kemudian diptimai menggunakan metode semiempiris AM1
dan dilihat panas pembentukannya. Variasi dilakukan dengan menghilangkan beberapa
jenis atom H dan dilihat kestabilannya.
Terdapat 5 posisi atom H yang dihilangkan dan dihitung panas pembentukannya
yang kemudian disebut radikal 1-5 sesuai dengan posisi atom yang telah dijelaskan
dalam metode percobaan. Radikal 1 dan radikal 2 memberikan nilai panas yang hampir
sama dengan perbedaan yang sangat kecil. Karena nilai panas pembentukan yang sangat
mirip ini, radikal 1 dan radikal 2 dapat dikatakan sama atau identik dan dapat
dipertukarkan apakah kehilangan atom H1 ataupun atom H2.
Panas pembentukan merupakan nilai energi untuk membentuk suatu ikatan.
Dengan data panas pembentukan ini kita dapat memperkirakan kemudahan suatu
senyawa untuk terbentuk. Semakin tinggi panas pembentukan maka semakin sulit suatu
senyawa terbentuk dan sebaliknya semakin rendah panas pembentukan makan akan
semakin rendah senyawa tersebut terbentuk. Pada 5 senyawa radikal yang dimodelkan
terlihat bahwa radikal 4 memiliki panas pembentukan yang paling rendah, hal ini
menunjukkan bahwa radikal 4 memiliki kemungkinan terbentuk yang paling tinggi
karena membutuhkan energi yang rendah. Hal tersebut dijelaskan dimana pemutusan
pada hidrogen alilik yaitu hidrogen yang terikat pada C3 lebih disukai, karena radikal
bebas alilik tersebut menghasilkan resonansi yang terstabilisasi.
Perkiraan energi disosiasi ikatan C-H dapat dicari dengan persamaan (ER1 +
ER2)– ERIR2 ) Dengan menggunakan ER1 = ΔH˚ 1-butena sebesar 0.2499 kkal/mol
dan ER2 yang telah dihitung = 52.0921 kkal/mol dan masing-masing panas
pembentukan radikal, dapat dihitung perkiraan energi disosiasi ikatan dengan tabel IV.1.
Dengan adanya NBS, Br akan masuk ke atom C3 dari 1 butena. Mekanisme yang
terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:
H2 H2 H2
0,63 kkal/mol -22,37 kkal/mol -23,31 kkal/mol
H2 H2
-9,6 kkal/mol -24 kkal/mol
Jika kita lihat dari reaksi diatas terlihat bahwa reaksi yang terjadi
mayoritas bersifat eksotermis dan spontan karena panas reaksi bernilai negatif namun
terdapat sau reaksi yang bersifat endotermis yaiutu, reaksi adsi pada benzena. Reaksi ini
bersifat endotermis karena bezena merupakan senyawa yang sangat stabil, sehingga
untuk memutus ikatan benzena yang stabil diperlukan energi yang lebih besar dari pada
reaksi adisi setelahnya. Dari data panas pembentkan pada tabel IV.3 terlihat bahwa
benzena memiliki kestabilan aromatis yang lebih tinggi dibandingkan dengan tiofen.
Terlihat dari panas pembentukan benzena yang lebih rendah dan reaksi adisi pada
benzena bersifat endotermis sedangkan pada tiofena bersifat eksotermis.
KESIMPULAN
Dalam percobaan reaksi radikal bebas pada alkena diperoleh senyawa radikal dengan
stabilitas tertinggi pada radikal 4. Pada percobaan rotasi amida diperoleh energi minimum
dan maksimum masing-masing terjadi pada sudut 180 dan 60 untuk senyawa
dimetilformamida dan pada sudut 100 dan 20 untuk senyawa benzamida. Sedangkan pada
percobaan aromatisitas tiofena diketahui bahwa benzena memiliki kestabilan aromatis
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tiofen. Terlihat dari panas pembentukan benzena
yang lebih rendah dan reaksi adisi pada benzena bersifat endotermis sedangkan pada
tiofena bersifat eksotermis.
V. DAFTAR PUSTAKA
Chang, R., 2003, Kimia Dasar: Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1986, Kimia Organik, Edisi Ketiga, Jilid 2,
Erlangga, Jakarta.
March, J., 1992, Advanced Organic Chemistry. Reaction, Mechanism and Structure, 4th
Ed., John Wiley & Sons Inc., New York
LAMPIRAN
RADIKAL 1
RADIKAL 2
RADIKAL 3
RADIKAL 4
RADIKAL 5
DIMETILFORMAMIDA
BENZAMIDA
BENZENA
1,3-SIKLOHEKSADIENA
SIKLOHEKSENA
SIKLOHEKSANA
TIOFENA
DIHIDROTIOFENA
TETRAHIDROTIOFENA