Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal penelitian ini. Tujuan dari
laporan penelitian ini adalah untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi
dalam syarat kelulusan.

Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Wiwik Indrawati, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia.
2. Bapak Budhi Indrawijaya S.T, M.Si selaku Koordinator Penelitian.
3. Bapak Dr. Joni Prasetyo, S.T., M.T selaku Pembimbing Penelitian.
4. Seluruh dosen beserta jajaran staf tata usaha Teknik Kimia Universitas
Pamulang.
5. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun materi.
6. Teman satu kelompok sekaligus seperjuangan yang membantu dalam
menyusun Laporan Penelitian ini.

Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk Laporan Penelitian. Penulis menyadari
masih banyak kesalahan dalam segi materi maupun penyajiannya. Semoga Laporan
Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya. Atas perhatian dan
kerja sama yang diberikan kami ucapkan terima kasih.

Tangerang Selatan, September 2020


Hormat kami,

Penyusun

ii Universitas Pamulang
ABSTRAK
PENAPISAN MIKROBA YANG MAMPU MENANGKAP H2S DALAM BIOGAS
DARI AIR KOLAM, KOTORAN SAPI DAN LIMBAH SCRIBBER UNTUK PLT
BIOGAS

Biogas merupakan energi alternative terbarukan yang dapat diproduksi dari POME
(Limbah cair kelapa sawit). Kandungan senyawa didalam biogas pada umumnya
terdiri dari metana (CH4), karbon dioksida (CO2) dan sejumlah kecil hydrogen sulfida
(H2S) adaapun nitrogen (N2) dan oksigen (O2) biasanya dari sisa komposisi udara
yang teranalisa dalam sampel. Kandungan H2S dalam biogas umumnya bersifat
korosif sehingga sering menjadi masalah di lingkungan sekitar karena dapat merusak
peralatan. Salah satu cara meminimalkan senyawa H2S yaitu dengan proses
mikrobiologi menggunakan mikroorganisme seperti Thiobacillus, Mikroalga, dan
lainnya. Sampel yang digunakan yaitu air kolam, kotoran sapi, limbah scrubber.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui proses screening dan isolasi mikroba
yang mampu mengikat H2S dan dapat digunakan pada pemurnian biogas. Hasil dari
penelitian ini menunjukan adanya penurunan pH pada sampel air kolam, dan terdapat
endapan pada sampel kotoran sapid an limbah scrubber. Terjadinya endapan dan
penurunan pH pada sampel dapat diprediksi hidupnya mikroba yang kemungkinan
dapat mengikat sulpur/H2S pada biogas.

Kata kunci : Biogas, air kolam, kotoran sapi, limbah scrubber, hydrogen sulfida
(H2S), isolasi, screening, Thiobacillus, Mikroalga.

i Universitas
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
ABSTRAK ………………………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 2
1.3 Batasan Penelitian ................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori ............................................................................ 4
2.1.1 Biogas .......................................................................... 4
2.1.2 Mikroalga ……………………………………………. 5
2.1.3 Kotoran Sapi ................................................................ 7
2.1.4 Bioscruber …………………………………………… 8
2.1.5 Thiobacillus Denitrificans ........................................... 8
2.1.6 Screening dan Isolasi..........................................................11
2.1.7 Media..................................................................................14
2.1.8 Suhu....................................................................................16
2.2 Penelitian Terdahulu....................................................................18
BAB 3 METODE PENELITIAN

i Universitas
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian......................................................19
3.2 Variabel Penelitian.......................................................................19
3.3 Alat dan Bahan.............................................................................19
3.4 Cara Kerja....................................................................................20
3.4.1
Pengujian Mikroba Pengikat H2S.......................................20
3.4.2 Isolasi Pada Media Agar .............................................. 20
3.4.3 Media Pertumbuhan ………………………………… 22
3.4.4 Media Seleksi …………………………………........... 23
3.4.5 Diagram Alir ................................................................ 24
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 25
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA

v Universitas
DAFTAR
Tabel 2.1 Komposisi Biogas ........................................................................... 3
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian....................................................................16

v Universitas
DAFTAR
Gambar 2.1 Subtrat Dari Pome Dan Produk Dalam Sebuah Proses Konversi Biologis
Anaerobik......................................................................................................................4

v Universitas
BAB
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan energi di dunia maupun di Indonesia kini semakin meningkat. Hal
tersebut disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan penduduk, pertumbuhan
ekonomi dan pola konsumsi energi. Upaya yang dapat dilakukan adalah mencari
sumber-sumber energi lain yang dikenal dengan energi terbarukan. Energi terbarukan
yang dapat digunakan adalah biogas.
Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik misalnya
kotoran hewan, kotoran manusia atau sampah orgaik melalui proses fermentasi di
dalam biodigester. Biogas yang dihasilkan oleh biodigester sebagan terdiri dari 54-
70% metana (CH4), 27-35% karbondioksida (CO2), nitrogen (N2), hidrogen (H2),
0,1% karbon monoksida (CO), 0,1% oksigen (O2) dan hidrogen sulfida (H2S)
(Wahyono, 2012).
Hidrogen sulfida (H2S) merupakan salah satu senyawa yang mempunyai bau
seperti telur busuk dan terkadang lebih toksik daripada karbon monoksida. Hidrogen
sulfida dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah (0,002 mg/L) dan
memiliki sifat beracun serta mempunyai sifat yang korosif dan mudah terbakar
(Merck, 1980). Kandungan hidrogen sulfida (H2S) dalam biogas yaitu 10-40 ppm
menjadi masalah dalam penggunaannya karena dapat merusak peralatan dan
mencemari lingkungan (Mary Elisabeth, 2010). Untuk itu biogas perlu dimurnikan
dari kandungan hidrogen sulfida sebelum digunakan sebagai bahan bakar.
Banyak cara untuk menghilangkan kandungan hidrogen sulfida dalam biogas
(Peyruze, 2009) seperti dengan menggunakan mikroorganisme contohnya
Thiobacillus dan Mikroalga. Thiobacillus adalah bakteri chemototroph yang mampu
menguraikan senyawa kimia beracun menjadi senyawa kimia yang tidak beracun.
Ada beberapa macam spesies bakteri diantaranya T. denitrificans, T. thiooxidans, T.
novellus, dan T. ferooxidans. Salah satu bakteri yang digunakan pada penelitian ini
adalah T. denitrificans. Thiobacillus denitrificans berfungsi menetralkan racun H2S
1 Universitas
BAB
dan nitrit

1 Universitas
2

melalui reaksi denitrifikasi (Waluyo,2005). Sedangkan Mikroalga merupakan


tumbuhan yang paling efisien dalam menangkap, memanfaatkan energy
matahari, dan CO2 untuk keperluan fotosintesis (Kimball, 1983).
Pada penelitian ini digunakan air kolam yang diperkirakan mengandung
Mikroalga. Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel
tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan
laut. Mikroalga lazim disebut fitoplankton. Mikroalga merupakan salah satu
organisme yang dapat dinilai ideal dan potensial untuk dijadikan sebagai bahan
baku produksi bioenergi. Selain itu mikroalga juga memiliki peran sebagai agen
bioremediasi logam berat (Muhaemin,2009). Bahkan mikroalga juga mampu
mengurangi secara signifikan konsentrasi gas rumah kaca, sehingga memberikan
solusi untuk global warming (Harun et.al., 2010).Salah satu mikroalga yang sering
dimanfaatkan untuk pakan alami bagi larva ikan adalah Nannochloropsissp.
Kemudian sample kedua digunakan feses sapi, feses sapi diperkirakan
mengandung mikroba anaerobik yang biasa digunakan untuk memproduksi gas
metana dalam kondisi anaerob. Namun pada penelitian ini dilakukan percobaan
isolasi mikroba dari feses sapi dengan menggunakan metode aerob atau menggunakan
oksigen (aerasi). Pengolahan feses merupakan salah satu cara untuk mengurangi
permasalahan limbah sapi. Feses sapi apabila tidak dimanfaatkan akan menyebabkan
pencemaran lingkungan dan meningkatkan resiko penularan penyakit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses screening dan isolasi mikroba asli Indonesia (indigenous)
yang mampu mengikat H2S dan dapat digunakan untuk pemurnian biogas?

1.3 Batasan Penelitian.


Screening dan isolasi mikroba yang mampu mengikat H2S.
1.4 Tujuan Penelitian
Mengetahui proses screening dan isolasi mikroba yang mampu mengikat H2S
yang dapat digunakan untuk pemurniaan biogas.

Universitas
3

1.5 Manfaat Penelitian


Dapat digunakan sebagai pemurnian biogas di Pembangkit Listrik Tenaga
Biogas (PLT Biogas).

Universitas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Biogas
Biogas terbentuk dari mikroorganisme, khususnya bakteri menurunkan
kadar zat organik pada kondisi anaerob (tanpa oksigen) biogas terdiri dari 50% -
75% metana (CH4), 25% - 45% karbondioksida (CO2) dan sejumlah kecil gas
lainnya komposisi biogas yang ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Biogas


Unsur Rumus Konsentrasi (%Volume)
Metana CH4 55-75
Karbon dioksida CO2 25-45
Oksigen O2 0,1 – 0,5
Nitrogen N2 0 – 0,3
Hydrogen sulfida H2S 0–3
Hydrogen H2 1–5
Sumber. Sitepu, 2013

Biogas sekitar 20% lebih ringan dibandingkan udara dan memiliki


temperatur nyala antara 650°C - 750°C. Biogas merupakan gas yang tidak berbau
dan tidak berwarna yang terbakar dengan batu bara biru yang serupa dengan
Liquefied Petroleum Gas (LPG). Biogas terbakar dengan effisiensi 60% dalam
tungku biogas konvensional, ia memiliki nilai kalori 20 MJ/Nm3. Volume biogas
biasanya dinyatakan dalam satuan normal meter kubik (Nm3) yaitu volume gas
pada suhu 0°C dan tekanan atmosfer.

4 Universitas
5

Metana komponen utama biogas, dapat terbakar dengan oksigen. Energi


yang dilepaskan dari pembakaran menjadikan biogas berpotensi sebagai bahan
bakar. Biogas bisa digunakan untuk berbagai tujuan pemanasan, mulai dari
memasak hingga sebagai bahan bakar untuk mesin di industri.
Di dalam Biogas Engine, biogas diubah kandungan energinya menjadi
listrik dan panas. Biogas yang dikompresi dapat dijadikan bahan bakar untuk
kendaraan bermotor melalui pembakaran di mesin, namun penggunaannya masih
terbatas. Proses produksi biogas memanfaatkan kemampuan alami
mikroorganisme untuk menguraikan limbah organik. Proses penguraian
menghasilkan biogas dan residu kaya nutrisi yang cocok untuk digunakan
sebagai pupuk. Limbah organik berfungsi sebagai substrat atau media tumbuh
organisme. Gambar 2.1 menunjukkan konversi biologis anaerobik dari substrat

Subtract :
Konversi Biologis Anaerobik. Produk :
Limbah Cair Kelapa Sawit (POME)
Gas

Produk samping : Lumpur aktif


Pemanfaatan : Pupuk

POME.

Gambar 2.1 Subtrat Dari Pome Dan Produk Dalam Sebuah Proses
Konversi Biologis Anaerobik

2.1.2 Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau
multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Secara umum mikroalga dikenal
sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien anorganik dan
Universitas
6

produksi zat organik yang berasal dari proses fotosintesis. Mikroalga


dapat mengubah nutrien anorganik menjadi bahan organik sehingga dapat
menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh makhluk hidup yang tingkat
tropiknya lebih tinggi, sehingga mikroalga berperan sebagai produsen tingkat
pertama dalam rantai makanan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Mikroalga memiliki peranan penting dalam proses budidaya sebagai
pakan alami bagi zooplankton dan larva ikan. Harun et.al.(2010) menjelaskan
bahwa mikroalga memiliki kandungan protein alami yang tinggi sehingga
berpotensi menghasilkan berbagai macam produk seperti karotenoid, fikobilin,
asam lemak, polisakarida, vitamin, sterol, enzim dan senyawa bioaktif
lainnya.Mikroalga dapat pula dimanfaatkan sebagai penyerap beberapa senyawa
yang bersifat racun bagi larva, mengendalikan kandungan CO2 sehingga dapat
meningkatkan oksigen terlarut, penyangga kualitas air dalam bak larva, anti
bakterial imunostimulan, dan pemasok enzim pencernaan bagi pemangsanya
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Selain itu mikroalga juga memiliki peran
sebagai agen bioremediasi logam berat (Muhaemin, 2009). Bahkan
mikroalgajuga mampu mengurangi secara signifikan konsentrasi gas rumah kaca,
sehingga memberikan solusi untuk global warming (Harun et.al.,2010). Salah
satu mikroalga yang sering dimanfaatkan untuk pakan alami bagi larva ikan
adalah Nannochloropsissp.
Nannochloropsissp., adalah salah satu jenis Chlorophyta yang dapat
melakukan fotosintesis.Nannochloropsissp. merupakan salah satu jenis
mikroalga yang banyak dimanfaatkan sebagai pakan alami, terutama untuk pakan
benih ikan. Beberapa unsur hara makro dan mikro diperlukan
Nannochloropsissp untuk dapat hidup (Purwitasari et al., 2012). Protein
memiliki peran penting di dalam tubuh, diantaranya untuk proses pembentukan
sel-sel baru sehingga dapat memperbaiki jaringan tubuh yang
rusak.Nannochloropsissp. sebagai mikroalga memiliki peran sebagai sumber
protein bagi larva ikan. Kandungan gizi pada Nannochloropsissp. sangat baik
untuk pertumbuhan larva karena kandungan proteinnya yang tinggi.

Universitas
7

Kebanyakan mikroalga memiliki kandungan protein yang tinggi sekitar


20% dari berat basahnya (Isnansetyo, 1995).
Populasi Nannochloropsissp. yang terus meningkat dapat menyebabkan
makin berkurangnya nutrien yang dibutuhkan oleh Nannochloropsissp. untuk
terus tumbuh, di mana tingkat pertumbuhan tersebut bergantung pada konsentrasi
nutriennya (Brezonik, 1994). Nitrogen memiliki peran penting terhadap
pertumbuhan fitoplankton di lautan. Nitrogen yang terdapat pada media kultur
biasanya 1.000 kali lebih terkonsentrasi daripada di perairan alami.
Fitoplankton memiliki kemampuan untuk menggunakan asam amino sebagai
sumber nitrogenpada konsentrasi tinggi(Lavens and Sorgeloos, 1996).

2.1.3 Kotoran Sapi


Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran antara 8 – 10 Kg/harinya. Kotoran
sapi akan menimbulkan masalah bila tidak dimanfaatkan dan ditangani dengan
baik. Hal tersebut tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena selain
mengganggu dan mengotori lingkungan, namun juga sangat berpotensi
menimbulkan penyakit bagi masyarakat sekitarnya.
Hewan ternak ruminansia seperti sapi mempunyai system pencernaan
khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam system pencernaannya yang
berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau tumbuhan hijau
lain yang memiliki serat tinggi. Karena itu kotoran sapi masih memiliki banyak
kandungan mikroba yang ikut terbawa pada feses yang dihasilkan. Hasil analisis
yang dilakukan oleh Bai et, al. 2012, menyebutkan bahwa total mikroba kotoran
sapi mencapai 3.05 x 1011 cfu/gr dan total fungi mencapai 6.55 x 104 cfu/gr.
Komposisi mikroba dari kotoran sapi mencakup ± 60 spesies bakteri (Bacillus
sp., Vigna sinensis, Corynebacterium sp., dan Lactobacillus sp.), jamur
(Aspergillus dan Trichoderma), ± 100 spesies protozoa dan ragi (Saccaro,yces
dan Candida). Bakteri yang terdapat pada kotoran sapi mayoritas jenis bakteri
fermentor selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Kotoran sapi terdiri dari serat
tercerna, beberepa produk terekresi berasal dari empedu (pigmen), bakteri usus,
dan lendir.

Universitas
8

Kototran sapi merupakan bahan organic secara spesifik berperan


meningkatkan ketersediaan fosfor dan unsur-unsur mikro, mengurangi pengaruh
buruk dari aluminium, menyebabkan karbondioksida pada kanopi tanaman,
terutama pada tanaman dengan kanopi lebat dimana sirkulasi udara terbatas.
Kotoran sapi banyak mengandung hara yang dibutuhkan tanaman seperti
nnitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, belerang dan boron (Brdady,
1974). Kotoran sapi memnpunyai C/N rasio yang rendah yaitu 11, hal ini berarti
dalam kotoran sapi banyak ,mengandung unsur nitrogen (N). Komposisi kimia
kotoran sapi dapat dilihat pada table 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Kandungan Hara Kotoran Sapi
No Jenis Analisa Kadar (%)
1 Kadar air 80
2 Bahan organic 16
3 N 0,3
4 P2O5 0,2
5 K2O 0,15
6 CaO 0,2
7 Nisbah C/N 20-25
Sumber; Lingga, 1991

2.1.4 Bioscrubber
Teknologi bioscrubber merupakan modifakasi teknologi biofilter. Udara
terkontaminasi ditarik ke dalam tangka dan disemburkan (spray) dengan aliran
liquid yang mengandung suspense mikroorganisme. Liquid tersebut secara terus
menerus disirkulasi dari spray chamber dan unit proses lumpur aktif dimana oada
unit tersebut biodegradasi terjadi.
Limbah bioscrubber merupakan hasil buangan bioscrubber system. Biogas
yang sudah dihasilkan dari reactor biogas kemudian dialirkan menuju
bioscrubber system, yang memiliki fungsi untuk menghilangkan kandungan gas
H2S dalam biogas dihilangkan hingga mencapai < 200 ppm. Sebelum menuju
bioscrubber
Universitas
9

treated POME ysng berasal dari reactor biogas dialirkan menuju Weir Tank dan
sebagian lainnya ditampung dalam buffer tank. Hasil buangan dari bioscrubber
system dialirkan menuju final effuluent.

2.1.5 Thiobacillus Denitrificans


Thiobacillus denitrificans berbentuk batang pendek (0,5 × 1,0-3,0 um),
gram negatif, berkepanjangan Chemolithoautotrophic dan anggota dari beta-
subclass dari Proteobacteria. Berbeda dari banyak bakteri pengoksidasi sulfur
Chemolithotrophic (seperti Acidithiobacillus ferrooxidans ) yang sangat aerobik.
T. denitrificans tumbuh sebagai chemolithotroph anaerob fakultatif,
menggabungkan oksidasi senyawa sulfur anorganik ke reduksi senyawa nitrogen
teroksidasi (seperti nitrat,nitrit) menjadi dinitrogen. Kondisi optimum untuk
denitrifikasi adalah pH 6,85 pada 32,8°C, sedangkan kondisi pertumbuhan
optimal adalah pH 6,90 pada 29,5°C. Spesies ini banyak ditemukan di tanah,
lumpur, air tawar dan sedimen laut, limbah dan kolam pengolahan limbah
industri dan tangki pencernaan yang berada di bawah kondisi anoxic.

1. NO- →
3
NO →
2
N (dilepas keudara)

2. H2S → S + O2 → H2SO4

T. denitrificans dapat meremediasi sistem pengolahan air tanah alami dan


rekayasa air dengan menghilangkan nitrat berlebih. Ini adalah bakteri autotrofik
pertama dan satu-satunya yang dilaporkan mengoksidasi U (IV) oksida menjadi
U
(VI) mineral oksida anaerobik, yang dapat secara parsial meniadakan upaya
untuk meremediasi akuifer yang terkontaminasi uranium dengan imobilisasi reduktif
(radioaktif dan mobile U (VI)) dapat secara tidak sempurna direduksi menjadi bentuk
tak bergerak U (IV) oleh beberapa mikroorganisme, seperti Geobacter sp.
T. denitrificans adalah salah satu yang paling dipelajari dari beberapa
mikroorganisme kemolithoautotrofik yang dapat menggabungkan oksidasi sulfur-
senyawa anorganik dengan denitrifikasi.

Universitas
1

Thiobacillus denitrificans adalah bakteri yang tersebar luas, ditemukan di


habitat tanah dan air. Pada habitat buatan, Thiobacillus denitrificans dianggap
mudah dibiakkan, dan pertama kali dikultur oleh Beijerinck pada tahun 1904.
Berbagai habitat yang ditempati oleh thiobacillus denitrificans meliputi: lumpur
payau, tanah, air tawar dan sedimen laut, limbah domestik dan laguna limbah,
tangki pencernaan, dan bahkan tambang yang ditinggalkan. Suhu ideal dan pH
untuk pertumbuhan adalah 28°C - 32°C dan 6,8 - 7,4 masing-masing. Meskipun
Thiobacillus denitrificans adalah organisme anaerobik, ia dapat hidup dalam
kondisi aerobik. Kemampuan bakteri untuk mengoksidasi senyawa sulfur
tereduksi pada kondisi anaerobik yang bergantung pada nitrat menghubungkan
siklus biogeokimia sulfur dan nitrogen. Distribusi luas dari Thiobacillus
denitrificans adalah bukti bahwa bakteri memainkan peran besar dalam siklus
biogeokimia ini dalam skala global.
Thiobacillus denitrificans juga diduga berperan dalam oksidasi tergantung
nitrat dari FeSx dari ekosistem bawah permukaan. Namun, logam beracun yang
melekat pada senyawa FeSx dilepaskan dengan oksidasi sulfida besi.
Thiobacillus denitrificans sering merupakan organisme yang dominan di
komunitas habitat yang kaya nitrat. Thiobacillus denitrificans untuk remediasi
lingkungan, terutama untuk penghapusan nitrat. Nitrogen berlebih dapat
menyebabkan masalah seperti eutrofikasi dan methemoglobinemia (sindrom bayi
biru), dan terutama disebabkan oleh pembuangan air limbah dan penggunaan
pupuk berlebihan. Heterotrofic denitrifiers secara tradisional telah disukai, tetapi
thiobacillus denitrificans mungkin menjadi alternatif yang baik. Thiobacillus
denitrificans adalah denitrifier autrophic, yang memiliki keunggulan kompetitif
karena tidak memerlukan sumber karbon eksternal untuk ditambahkan ke proses,
dan tidak menghasilkan lumpur sebanyak itu. Sistem berbasis sulfur yang
T.denitrificans berkembang dalam telah dianggap sebagai solusi yang layak
untuk menghilangkan nitrat dari air tanah dan air permukaan yang telah
terkontaminasi, serta air limbah remediating dengan tingkat nitrat tinggi seperti
nitrifikasi lindi. Data eksperimen mendukung T.denitrificans sebagai efisien
dalam penghapusan nitrat dalam jangka panjang,

Universitas
1

dan sebagai spesies dominan dalam penghapusan nitrat dalam berbagai aplikasi.
Thiobacillus denitrificans mampu mengurangi tidak hanya nitrat, tetapi juga
nitrit. Thiobacillus denitrificans juga sedang
dipertimbangkan untuk menghilangkan sulfida, di sumber
limbah kaya sulfida seperti di gas asam dan air, dan dalam caustic borosulfik.
Senyawa belerang di lingkungan yang tidak diinginkan karena toksisitas
mereka, bau tidak menyenangkan, sifat korosif, dan permintaan oksigen yang
tinggi. Penghilangan belerang lengkap dicapai dengan oksidasi parsial sulfida
menjadi unsur belerang yang diikuti oleh pemisahan fasa. Oksidasi aerobik
sulfida adalah metode yang disukai untuk menghilangkan sulfida dalam air
limbah industri, tetapi jika kedua nitrat dan sulfida hadir, seperti yang umum
dalam industri makanan, denitrifikasi autotrofik lebih disukai. Rasio sulfida
/ nitrat untuk T. denitrificans dapat dimanipulasi untuk mengendalikan nasib
oksidasi sulfida menjadi sulfur unsur atau sulfat. Ada kekhawatiran tentang jejak
logam dan sulfat yang dihasilkan dalam oksidasi sulfida Thiobacillus
denitrificans
, karena oksidasi dapat menyebabkan peningkatan motilitas logam berat dan
potensi toksisitas, dan sulfat dapat berkontribusi terhadap eutrofikasi.

2.1.6 Screening dan Isolasi


Screening adalah proses untuk mendapatkan mikroorganisme yang
potensial untuk aplikasi industri. Screening meliputi tahapan isolasi dan seleksi.
Isolasi adalah kegiatan pemisahan suatu kultur mikroorganisme sari campuran
pembiakan beberapa jenis mokroorganisme yang terdapat di alam. Seleksi
dilakukan dengan manipulasi kondisi lingkungan (pH, suhu, aerob, anaerob, dan
sebagainya) dan komposisi media tumbuh sehingga diperoleh suatu jenis
mokroorganisme yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan reaksi atau
produk yang kita inginkan. Seleksi suatu kultur harus menggabungkan antara
produktifitas mikroorganisme dan faktor ekonomi lainya. Secara umum
pemilihan suatu mikroorganisme yang akan digunakan untuk proses produksi
memenuhi kriteria sebagai berikut:
Universitas
1
1. Kemampuan untuk beradaptasi untuk proses prodiksi fermentasi yang murah.

Universitas
1

2. Suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme diatas 400°C.


3. Kemampuan untuk mengkonvensi subtrak (produktifitas) tinggi.
4. Memiliki kestabilan genetik.
5. Kemampuan beradaptasi dengan reaktor dan tipe proses yang digunakan.
6. Kemudahan memisahkan produk (recovery) dan kultur.

Isolasi dapat digunakan untuk beberapa cara yaitu:


1. Secara konvensional yaitu isolasi yang dilakukan dengan cara bertingkat..
a. Tingkat pertama biasa di lakukan dengan cara manual yaitu dengan
cara sejauh mungkin mengencerkanya. Beberapa tingkat terakhir
dipupuk pada media padat dengan harapan akan tumbuh koloni-koloni
yang terpisah jauh hingga dapat diambil satu koloni yang dianggap
murni untuk sementara.
b. Tingkat kedua adalah dengan media yang bersifat selektif bagi
mikroba tertentu atau beberapa mikroba tertentu yang mungkin masih
satu golongan.
c. Tingkat ketiga dari koloni yang seolah-olah sudah murni mungkin
masih perlu untuk diencerkan kembali atau diisolasi ulang agar
tingkat kemudian lebih memungkinkan.
2. Secara modern yaitu isolasi dengan menggunakan alat yang canggih yaitu
alat micromanipulator. Alat ini terdiri dari alat manipulator yang dapat di
lihat melalui suatu mikroskop.
3. Secara kultur khusus artinya media khusus yang bersifat memberi
kemudahan bagi tumbuhnya galur mikroba tertentu yang diinginkan saja
dan dapat mengalami tumbuhnya mikroba yang tidak di kehendaki. Cara
ini masih di memungkinkan tumbuhnya galur lain dengan sifat yang
hampir sama, jadi lebih baik bila dilanjutkan dengan pengenceran
sehingga hasilnya akan lebih meyakinkan terutama dalam hal
kemurniannya. Cara ini sering dusebut pula dengan cara kultur pemerkaya
dengan istilah Enrichment culture.

Universitas
1

Untuk keperluan industri, mikroba dalam prakteknya dapat diisolasi


dari alam dan untuk memperoleh kultur yang murni, kultur tersebut biasanya
diperoleh dari lingkungan khusus yang juga lain dari pada yang lain (kondisi
lingkungan yang ekstrim).
Walaupun mikroba ini sifatnya dapat hidup dimana saja, mikroba
untuk kepentingan industri biasanya diisolasi dari tanah, danau dan lumpur
sungai. Program isolasi yang sifat khususnya dan secara besar-besaran di
laboratorium prosedur khusus dengan menggunakan media yang diberi
tambahan nutrisi khusus dapat di rancang untuk melakukan isolasi terhadap
mikroba tanah, air, ataupun air laut yang sifatnya khusus tersebut.
Tahap - tahap isolasi:
1. Pengambilan sampel dari alam.
2. Pengencaran sampel dalam air steril.
3. Penyimpanan media agar pembiakan.
4. Pencampuran agar pada sampel cawan petri.
5. Inkubasi.
6. Pemeriksaan hasil inkubasi.
Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba
dengan mikroba lain yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba.
Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat, karena
dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang
tetap pada tempatnya. Jika sel-sel tersebut tertangkap oleh media padat pada
beberapa tempat yang terpisah, maka setiap sel atau kumpulan sel yang hidup
akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah, sehingga memudahkan
pemisahan selanjutnya (Setyati dan Subagiyo, 2012). Bila digunakan media
cair, sel-sel mikroba sulit dipisahkan secara individu karena terlalu kecil dan
tidak tetap tinggal ditempatnya. Akan tetapi bila sel-sel tersebut dipisahkan
dengan cara pengenceran, kemudian ditumbuhkan dalam media padat dan
dibiarkan membentuk koloni, maka sel-sel tersebut selanjutnya dapat diisolasi
dalam tabung-tabung reaksi atau cawan petri yang terpisah.

Universitas
1

Isolasi mikroba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara penggoresan
dan penaburan (Meryandini,dkk, 2009). Tingkat dimana selulosa
dimetabolisme diatur oleh sejumlah lingkungan dan tanah yang bervariasi
dalam karakteristik fisik dan kimia proses kapasitas selulotik sangat berbeda.
Lingkungan utama, faktor yang mempengaruhi transformasi adalah tingkat
ketersediaan nitrogen, air, suhu, aerasi, kelembaban, pH, kehadiran
karbohidrat lainnya dan proporsi relatif dari lignin dalam residu tanaman
(Nur, dkk, 2008). Teknik isolasi adalah suatu teknik yang menggunakan
media yang disterilisasikan (dihilangkan dari berbagai jenis mikroba) dan
peralatan dikenal aseptic (tidak terkontaminasi Mikroorganisme). Ada dua
metode umum untuk
isolasi dan pemisahan mikroorganisme :
1. Metode penggoresan agar (streak plate)
2. Metode penuangan agar (pour plate).
Adapun metode yang digunakan, mikroba-mikroba tersebut dipisahkan
dari yang berkelompok diatas cawan yang sudah diinkubasi. Kemudian
populasi tersebut membentuk koloni. Koloni tersebut merupakan sel tunggal
yang disebut klon (Vanadiningrum, 2008).

2.1.7 Media
Media adalah suatu substrat dimana mikroorganisme dapat tumbuh yang
disesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Media kultur berdasarkan
konsistensinya dibedakan atas tiga macam, yaitu, media cair (liquid medium),
media semi padat (semi solid medium), dan media padat (solid medium).
Contoh dari media cair yaitu seperti NB (Nutrient Broth ), Lactose Broth (LB)
dan kaldu sapi. Contoh dari media semi padat yaitu agar dengan konsentrasi
rendah 0,5%, dan SIM (Sulfida Ino Motil) dan contoh dari media padat yaitu
Nutrient Agar (NA), Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar
(PDA), gelatin, silika gel dan beberapa limbah pertanian berbentuk padat.
Salah satu syarat media yang baik ialah media harus mempunyai tekanan
osmotik, tegangan permukaan, dan pH yang sesuai dengan kebutuhan
mikroba.
Universitas
1

Keasaman (pH) media penting bagi pertumbuhan mikroorganisme,


terutama kerja enzim sebagai bakteri tumbuh baik pada pH 7 sehingga dalam
pembuatan media harus disesuaikan pH-nya. Media dalam pembuatannya juga
harus memperhatikan bahwa bahan–bahan yang digunakan merupakan bahan
baku. Hal ini dilakukan agar hasil yang didapat dari percobaan tidak
dipengaruhi oleh bahan–bahan yang digunakan, sehingga dimanapun
percobaan dilakukan maka hasil yang diperoleh akan tetap sama. Suhu juga
mempengaruhi laju pertumbuhan dari bakteri dan jumlah total pertumbuhan
organisme. Suhu inkubasi (37°C) merupakan suhu optimal dimana bakteri
dapat tumbuh dengan baik. Faktor yang menyebabkan suatu bakteri dapat
tumbuh pada suatu media tertentu ialah sumber energi, karbon, nitrogen,
vitamin, air, dan unsur lain (P, S, K, Na, Ca, Mg, Mn, Fe, Zn, Co, dan Cu
untuk pertumbuhan). Media yang digunakan dalam percobaan pembuatan
media adalah NA (Nutrient Agar) dan LB (Lactose Broth). Nutrient Agar
(NA) bersifat padat dengan kadar 28 g/L air destilat berfungsi untuk
identifikasi umum mikroba, sedangkan Lactose Broth (LB) yang bersifat cair
dengan kadar 13 g/L air destilat.
Pembuatan media NA dilakukan pencampuran dengan stirer sambil
dipanaskan yang berfungsi untuk menghomogenkan antara NA dengan
akuades sedangkan pada LB tidak digunakan pemanasan dan hanya di kocok
dengan menggunakan stirer saja. Hal ini dikarenakan medium NA sulit larut
dalam air sehingga perlu pemanasan agar cepat terlarut dan homogen.
Kemudian medium NA dalam Erlenmeyer disumbat dengan kapas yang
dilapisi alumunium foil (alufo), sumbatan tersebut bertujuan agar pada saat
dimasukkan ke dalam autoclave medium tersebut tidak tumpah karena
penumpukan medium yang lain. Bakteri dapat dikembangkan dengan cara
melakukan pertumbuhan bakteri.
Pertumbuhan bakteri dapat dilakukan dengan cara ditumbuhkan pada
suatu media pertumbuhan bakteri, yang biasanya berupa agar. Media agar
merupakan substrat yang sangat baik untuk memisahkan campuran

Universitas
1

mikroorganisme sehingga masing-masing jenisnya menjadi terpisah-pisah.


Teknik yang digunakan untk menumbuhkan mikroorganisme pada media agar
memungkinkannya untuk tumbuh berhimpun membentuk koloni, sekelompok
massa sel yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Semua sel dalam koloni
tersebut sama, dianggap merupakan keturunan satu mikroorganisme dan
mewakili mikrobiologiwan (Pelczar, 2006).
Menurut Lud Waluyo dalam bukunya yang berjudul Teknik dan Metode
Dasar dalam Mikrobiologi pertumbuhan mikroorganisme dalam medium
dapat tumbuh dengan baik apabila memenuhi persyaratan, antara lain harus
mengandung semua nutrient yang mudah digunakan oleh mikroorganisme,
medium harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH
yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme, medium tidak
mengandung zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan
medium harus steril sebelum digunakan. Media yang digunakan adalah PCA
(Plate Count Agar). PCA digunakan sebagai medium untuk mikroba aerobik
dengan inokulasi di atas permukaan. Semua jenis mikroba dapat tumbuh
dengan baik pada media PCA ini karena di dalam PCA mengandung
komposisi casein enzymic hydrolisate yang menyediakan asam amino dan
substansi nitrogen kompleks lainnya, serta ekstrak yeast yang mensuplay
vitamin B kompleks.

2.1.8 Suhu
1. Suhu Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan mikroba memerlukan kisaran suhu tertentu suhu
minimum : suhu terendah tetapi mikroba masih dapat hidup. Suhu
optimum: suhu paling baik untuk pertumbuhan mikroba. Suhu maksimum :
suhu tertinggi untuk kehidupan mikroba.
Berdasarkan tingkat suhu dapat dikelompokkan yaitu :
a. Psikrofil : kelompok mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 0°C -
30°C dengan suhu optimum sekitar 15°C.

Universitas
1

b. Mesofil : kelompok mikroba yang umumnya mempunyai suhu


minimum 15°C, suhu optimum 25-37°C, dan suhu maksimum 45°C -
55°C.
c. Termofil : Kelompok mikroba yang tahan hidup pada suhu tinggi
mempunyai membran sel yang mengandung lipida jenuh, sehingga
titik didihnya tinggi dapat memproduksi protein termasuk enzim yang
tidak terdenaturasi pada suhu tinggi

Di dalam DNA-nya mengandung guanin dan sitosin dalam jumlah yang


relatif besar, sehingga molekul DNA tetap stabil pada suhu tinggi. Kelompok
ini mempunyai suhu minimum 40°C, optimum pada suhu 55°C - 60°C dan
suhu maksimum untuk pertumbuhannya 75 °C.
a. Mikroba Termofil Obligat : mikroba yang tidak tumbuh dibawah suhu
30°C dan mempunyai suhu pertumbuhan optimum pada 60°C
b. Mikroba Termofil Fakultatif : mikroba yang dapat tumbuh dibawah
suhu 30°C

Bakteri yang hidup di dalam tanah dan air, umumnya bersifat mesofil,
tetapi ada juga yang dapat hidup diatas 50°C (termotoleran). Contoh bakteri
mesofil yang termotoleran (dapat hidup diatas 50°C) adalah Methylococcus
capsulatus. Contoh bakteri termofil adalah Bacillus, Clostridium, Sulfolobus,
dan bakteri pereduksi sulfat/sulfur. Contoh bakteri psikrofil adalah bakteri
yang hidup di laut (fototrof) dan bakteri besi (Gallionella).
2. Pengaruh Suhu tinggi
Apabila mikroba dihadapkan pada suhu tinggi diatas suhu maksimum, akan
memberikan beberapa macam reaksi: Titik Kematian Termal adalah suhu yang
dapat mematikan spesies mikroba dalam waktu 10 menit pada kondisi tertentu.
Waktu Kematian Termal adalah waktu yang diperlukan untuk membunuh
suatu spesies mikroba pada suatu suhu yang tetap. Faktor-faktor yang
mempengaruhi Titik kematian termal ialah :
a. Waktu e. Umur mikroba

Universitas
1

b. Kelembaban f. pH
c. Suhu g. Komposisi medium
d. Spora

3. Pengaruh Suhu Rendah


Apabila mikroba dihadapkan pada suhu rendah dapat menyebabkan
gangguan metabolisme, akibatnya adalah:
a. Cold shock: penurunan suhu yang tiba-tiba menyebabkan kematian bakteri
b. terutama pada bakteri muda atau pada fase logaritmik.
c. Pembekuan (freezing): rusaknya sel dengan adanya kristal es di dalam air
intraseluler.
d. Lyofilisasi: proses pendinginan dibawah titik beku dalam keadaan vakum
secara bertingkat.

2.2 Penelitian Terdahulu


Hasil /
Nama Penulis /
No. Metode Persamaan Perbedaan
Judul Penelitian
Penelitian
1. Dyah mundir Menggunakan Memakai Menggunakan
sari(2013) / metode metode jenis bakteri
skrinning dan skrinning yang skrinning yang yang berbeda.
isolasai senyawa menghasilkan sama untuk
aktif anti bakteri isolat dimana bakteri.
dari isolat 5 isolat aktif
aktinomisetes dalam
indigenus menghambat
indonesia. bakteri
escherichia
coli.
2. Puti sri komala Menggunakan Menggunakan Limbah yang
(2012) / metode MLS mikroorganisme digunakan
identifikasi pada bakteri pada berbeda dan
mikroba anaerob mikroorganis limbah. jenis bakteri
dominan pada me dari uji yang
pengolahan biokimia

Universitas
2

limbah cair pabrik didapatkan 13 digunakan


karet dengan bakteri yang berbeda.
sistem multi soil mampu
latering (MLS). mendegradasi
limbah cair
karet.
3. Siti nur azizah Mendapatkan Menggunakan Penelitian ini
(2012) / skrinning hasil uji metode menggunakan
bakteri selulolitik dimana 4 skrinning yang tandon kosong
asal isolasi sama kelapa sawit
vermicomposting memiliki sedangkan
tandon kosong aktivitas penelitian
kelapa sawit selulolitik kami
tertinggi. menggunakan
limbah cair
dari kelapa
sawit .

Universitas
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Lab Kimia Universitas Pamulang. Dimulai pada 4 mei – 22
November 2019.

3.2 Variable Penelitian


Isolasi mikroba menggunakan indikator pH.

3.3 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium
2. Stirer
3. Oven
Bahan :
1. Mikroba (Kotoran Sapi, Air Kolam, Limbah Scrubber)
2. Media (Thiobacillus) : Basis 1 liter
a. Ammonium Sulphate (0,4 gr)
b. Mono Potassium Phosphate (4 gr)
c. Calcium Chloride (0,25 gr) Ferrous Sulphate (0,01 gr)
d. Magnesium Sulphate (0,5 gr)
e. Sodium Thiosulphate (5 gr)
3. Media Seleksi
a. KH2PO4 0,32 gram
b. (Na4)2SO4 0,08 gram
c. Air 800 mL
4. Media agar

2 Universitas
2

3.4 Cara Kerja


3.4.1 Proses Screening Mikroba Pada Media Cair (NaHS, NPK dan PDB)
Tahap Screening Mikroba :
1. Pengambilan Sampel
Pada tahap sampel terdiri dua jenis diantaranya : kotoran sapi dan air
kolam. Sampel kotoran sapi didapat dari kendang sapi sekitar daerah
Puspitek Serpong dan air kolam didapat dari kolam milik sendiri.
2. Sampel yang telah diambil dimasukkan kedalam media cair (NaHS, NPK,
dan PDB) dengan komposisi berbeda. untuk mengetahui apakah terdapat
mikroba pada sampel (kotoran sapi dan air kolam) yang diambil kemudian
diamati beberapa hari.
3. Amati endapan dan warna yang terjadi.

3.4.2 Isolasi Pada Media Agar


Membuat Media Agar
1. Menimbang bahan untuk media agar :
a. NH4Cl 0,05 gr
b. K2HPO4 0,3 gr
c. Nutrien Agar 0,75 gr
d. FeSO4 7H2O 1,5 gram
e. Na2S2O3 0,15 gr
f. Aquadest 50 mL
2. Campurkan semua bahan, kemudian ditambahkan aquadest 50 mL
3. Kemudian dipanaskan dan sterilisasi cawan petri dengan suhu total
1100C selama 2 jam
4. Lalu dituangkan kedalam 3 cawan petri dibagi rata dan tunggu sampai
mengeras.
5. Setelah mengeras tetesi sebanyak tiga tetes dari masing-masing media
screening mikroba.

Universitas
2

6. Kemudian media agar yang telah ditetesi media screening mikroba


disimpan pada lemari pendingin.
7. Amati perubahan visual pada media agar.

3.4.3 Media Pertumbuhan


1. Menimbang Bahan:
a. Ammonium Sulphate (0,4 gr)
b. Mono Potassium Phosphate (4 gr)
c. Calcium Chloride (0,25 gr)
d. Ferrous Sulphate (0,01 gr)
e. Magnesium Sulphate (0,5 gr)
f. Sodium Thiosulphate (5 gr)
2. Kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 1 Liter
3. Panaskan media pada oven dengan suhu 1000C selama 1 jam.
4. Tiriskan media, dan campurkan dengan sampel yang tertumbuhi mikroba
kedalam botol, dan pada tahap ini sampel ditambah dengan limbah
scrubber, sampel dipisahkan dengan konsentrasi yang berbeda yaitu :
a. Sampel 1 : media thiobacillus (150 mL); air kolam (50 mL)
b. Sampel 2 : media thiobacillus (100 mL); limbah scrubber (100 mL)
c. Sampel 3 : media thiobacillus (150 mL); kotoran sapi encer (50 mL)
5. Lakukan pengecekan pH sebelum dan sesudah pencampuran media dan
sampel.
6. Selanjutnya amati media dan sampel selama 16 hari, kemudian lakukan
pengecekan pH rutin setiap harinya dan amati jika terdapat endapan yang
terbentuk.

3.4.4 Media Seleksi


1. Menimbang dan menakar bahan:
a. KH2PO4 0,32 gram
b. (Na4)2SO4 0,08 gram

Universitas
2

c. Air 800 mL
2. Panaskan dalam oven selama 30 menit dalam suhu 1200C
3. Tiriskan, pisahkan kedalam dua buah erlenmeyer masing-masing 150
mL, dan kedalam botol plastic sebanyak 100 mL.
4. Tambahkan dengan sampel yang sudah ada, Erlenmeyer 1 (media + 50
mL kotoran sapi), Erlenmeyer 2 (media + 50 mL bioscruber), botol
plastik (100 mL media + 50 mL air kolam dan aerasi).
5. Amati dan catat pH nya selama beberapa hari.

3.4.5 Diagram Alir Cara Kerja

Mulai

Persiapkan alat dan


bahan

Proses Screening Mikroba Pada Media Cair

Isolasi mikroba
Potensi Media Mengandung Sulfur

Catat Hasil

Selesai

Universitas
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Screening Mikroba Pada Media Cair


Pada proses screening yang dilakukan selama 2 minggu pada media cair NPK,
NaHS, dan PDB.
1. Sampel kotoran sapi, dan air kolam dicampur dengan media cair NPK dan
PDB dibedakan konsentrasinya, dan diberi NaHS secara berkala dan acak.
Kemudian diberi perlakuan aerasi setiap hari. Dengan mengamati perubahan
warna dan endapan. Setelah 2 minggu didapatkan hasil bahwa tidak terbentuk
endapan sulfur pada media. Seperti terlihat berikut ini:

Gambar 4.1 Sampel yang Telah diaerasi Selama 2 Minggu

Hal ini dapat di identifikasi bahwa endapan sulfur tidak terbentuk diakibatkan
oleh perlakuan aerasi setiap hari. Dan diduga bahwa garam sulfur berubah
menjadi asam dengan ditunjukkan pada perubahan pH yang berubah semakin
asam.

2. Isolasi pada media agar yang dilakukan setelah sampel diaerasi selama 2
minggu, terlihat pertumbuhan mikroba pada media agar, yang ditandai
dengan bintik putih seperti gambar berikut 4.2 berikut ini.

2 Universitas
2

Gambar 4.2 Hasil Isolasi Mikroba Pada Media Agar

Pada media agar yang telah diolesi dengan sampel terlihat bahwa seluruh
sampel dterdapat bintik putih yang diindikasi merupakan mikroba.

3. Pada media pertumbuhan yang telah dibuat, sampel dibuat menjadi tiga (air
kolam, kotoran sapi, dan bioscrubber). Sampel kotoran sapi dan air kolam
didapatkan dari hasil isolasi sebelumnya. ketiga sampel berikut kemudian
diaerasi kembali, untuk diamati pH dengan durasi aerasi dikurangi menjadi 2

Universitas
2

jam sekali. Setelah 2 minggu pH pada masing-masing sampel mengalami


penurunan namun tidak terbentuk endapan.

Gambar 4.3 Sampel Pada Media Pertumbuhan

4. Untuk media seleksi, setelah pembuatan media, sampel kembali dibagi


menjadi tiga (kotoran sapi, air kolam, dan bioscrubber) yang telah di isolasi
pada media pertumbuhan. Sampel kotoran sapi dan bioscrubber diletakan
pada erlenmeyer dan tidak dilakukan aerasi, sedangkan air kolam diletakan
pada botol dan dilakukan aerasi 3 jam sekali. Setelah 2 minggu pH tidak
mengalami penurunan bahkan cenderung naik dari pH awal 4,5 menjadi 4,7.
Sedangkan pada sampel air kolam mengalami penurunan pH.

Table 4.1 Hasil Pengukuran pH Sampel Bioscrubber dan Kotoran Sapi


Waktu pH
Pengujian Bioscrubber Kotoran Sapi
3 Okt/0 4,5 4,5
5 Okt/ 1 4,6 4,9
7 Okt/2 4,4 4,3
11 Okt/3 4,5 4,3
16 Okt/4 4,5 4,4
18 Okt/5 4,6 4,5
21 Okt/6 4,7 4,7

Universitas
2

Table 4.2 Hasil Pengukuran pH Sampel Air Kolam


Waktu Pengujian pH Sampel
5 Nov 2019 8,5
8 Nov 2019 8,4
9 Nov 2019 8,2
12 Nov 2019 8,4
15 Nov 2019 7,7
19 Nov 2019 4,9
22 Nov 2019 4,6

Pada sampel kotoran sapi dan bioscrubber terbentuk endapan, endapan pada
sampel bioscrubber lebih banyak, yang kemudian diambil endapannya.

Gambar 4.4 Sampel Pada Media Seleksi

Universitas
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
Proses isolasi dan screening pada mikroba menggunakan metode isolasi
secara konvensional, dan dilakukan aerasi pada seluruh sampel. Setelah
dilakukan proses screening dengan aerasi didapat hasil pada sampel tidak
terbetuk endapan namun terjadi penurunan pH yang terindikasi terbentutknya
sulphur. Namun sulphur yang terbentuk tidak menjadi endapan melainkan
berubah menjadi H2SO4 atau asam sulfat terlarut. Pada tahap isolasi sampel
scrubber dan kotoran sapi tidak terjadi penurunan pH namun cenderung
mengalami kenaikan pH, tetapi terbentuk endapan pada kedua sampel.
Terjadinya penurunan pH dan terbentuk endapan diprediksi hidupnya mikroba
yang memungkinkan dapat mengikat sulphur/H2S dalam sampel.

B. Saran
Berdasarkan dari proses penelitian yang telah berlangsung selama ini terdapat
beberapa saran sebagai berikut:
1. Penelitian ini masih menggunakan metode secara konvensional, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode lainnnya.
2. Penelitian ini hanya sebatas memprediksi terbentuknya mikroba yang
kemungkinan dapat mengurai H2S, namun perlu dilakukan pengujian lebih
lanjut.
3. Penelitian ini masih pada tahap prediksi terbentuknya sulphur yang
berdasarkan pada terbentuknya endapan, dan harus dilakukan pengujian
dan Analisa lebih lanjut.

2 Universitas
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth Mary. 2010. Biogas Purification : H2S Removal using Biofiltration. A


thesis presented to the University of Waterloo : Canada.
Bai, S., M Ravi., D.J. Mukesh K., Balashamungan, M.D. Balakumaran., P.T.
Kalaicchevlan, 2012, Cllulase Productio by Baccillus subtilis Isolated
from Cow Dung, Archives of Applied Science Reseacrh, 4(1):269-279.
Brezonik, Patrick. L, 1994. Chemical Kinetics and Process Dynamics in Aquatic
System. Lewis Publ.CRC. Pers, Boca Raton, FL, 754 p.
Biondi, N. and M. Tredici. 2011. Algae and Aquatic Biomass for a Sustainable
Production of 2nd Generation Biofuel. UNIFI. Page 148-150.
Harun, R., M. Singh, G.M. Forde, and M.K. Danquah. 2010. Bioprocess Engineering
of Microalgae to Produce a Variety of Costumer Products. Renewable
and Suistanble Energy Reviews. Vol. 14: 1037 – 1047.
Isnansetyo A, Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton.
Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Ypgyakarta: Kanisius.
116.
Kimball, J.W. 1983. Biologi. Diterjemahkan oleh Soetarmi. S. T dan Sugirni, N.
Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Lavens, P. and P. Sorgeloos. 1996. Manual on the Production amd Use Live Food for
Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. Belgium.
Lingga, P. 1991. Jenis Kandungan Hara pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat
Penelitian Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). ANTANAN. Bogor.
Merck, E. 1980, Ragents diagnostic chemicals. Darmstadt : Germany.
Meryandini, A., W. Widosari, B. Maranatha, T. C. Sunarti, N Rachmania, dan H.
Satria. 2009. Isolasi Bakteri Selulotilik dan Karakterisasi Enzimnya.
Makara Sains Vol. 13 No. 1.

Muhaemin, M. 2009. Cadmium Peptides Complexes in Dunaliella salina cells.


Journal of Coastal Development. Vol.13(1): 56-60.

Nur, H. S., A. Meryandini, dan Hamim. 2008. Pemanfaatan Bakteri Selulotilik dan
Xilalotilik yang Polinase untuk Dekomposisi Jerami Padi. J. Tanah
Tropis Vol. 14 No. 1.

Universitas
Pelczar, M.J. and Chan, E.C.S. 2006, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid I, Penerjemah:
Ratna Sri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, dan Sri
Lestari Angka, UI Press, Jakarta, 46, 117.
Peyruze Ozmen, Solmaz Aslanzadeh. 2009. Biogas Production from municipal waste
mixed with different proportion of orange peel. University of Boras :
Sweden.
Purwitasari, A.T., M.A. Alamsjah, and B.S. Rahardja. 2012. Pengaruh KOnsentrasi
zat Pengatur Tumbuh terhadapa Pertumbuhan Nanochloropis oculata.
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya. 1
(2): 61-70.
Setyati, W. A. dan Subagiyo. 2012. Isolasi dan Seleksi Bakteri Penghasil Enzim
Ekstraseluler yang Berasal dari Sedimen Kawasan Manggrove. Ilmu
Kelautan Vol. 17 No. 3.
Sudarkoco, S. 1992. Penggunaan bahan Organik pada Usaha Budidaya
Tanaman Lahan Kering serta Penolahannya. Skripsi. Fakultas
Pertanian IPB. Bogor. 78 hlm.
Vanadianingrum, E. S. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Penghasil Enzim
Xilanase dari Cairan Rumen Kambing dan Domba sebagai Sumber
Panas di Cipanas. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wahyono, E.H. dan Sudarno, N. 2012, Biogas Energi Ramah Lingkungan, Diktat
ITTO, Bogor, 2012.
Waluyo, Lud. 2005. Mikrobiologi Umu. Malang : UMM Press.
Waluyo, Lud. 2010. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press,
Malang.

Universitas
LAMPIRAN

Perlakuan Aerasi pada Sampel

Identifikasi Mikroba Pada Media Agar Minggu Pertama

Universitas
Pembuatan Nutrisi Untuk

Hasil Endapan pada Sampel

Universitas
Pengambilan

Identifikasi Sampel pada Media Agar Setelah Beberapa Minggu

Universitas

Anda mungkin juga menyukai