Sebagai calon orang tua yang akan bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan anaknya,
sudah seharusnya telah memiliki berbagai perencanaan akan masa depan si buah hati. Banyak
cara ditempuh demi mengantarkan anak menuju pintu masa depan yang lebih baik dari orang
tuanya, dari mulai pendekatan yang represif, pendekatan yang menghendaki kebebasan luas bagi
anak, dan pendekatan yang berimbang (waktu tertentu represif dan waktu lainnya memberikan
kebebasan penuh). Bagaimana cara terbaik adalah tergantung pada konteks intern mau pun
ekstern bagi si anak dan orang tuanya. Sebagian besar orang tua sadar bahwa cara yang ia
tempuh dalam mendidik anak-anaknya adalah yang terbaik. Dalam diskusi dengan orang tua,
kerap terdengar perkataan, “walaupun kamu tidak suka, ini kami lakukan demi kebaikanmu,
nak”. Apapun yang terpikirkan oleh diri seorang anak, pada kenyataannya perkataan tersebut
memanglah tulus dari keikhlasan hati orang tua untuk selalu menginginkan yang terbaik bagi
anaknya.
Lepas dari semua itu, kebaikan dan keburukan adalah hak bagi setiap manusia dalam
menentukannya. Di mana keinginan seorang manusia haruslah sesuai dengan apa yang tertanam
dalam pengalaman pikirannya selama ia hidup. Tidak ada seorang pun yang dapat menentukan
jalan hidup seseorang, bahkan Allah SWT sekali pun. Allah SWT penguasa apa yang ada di
langit dan di bumi memberikan kebebasan kepada anak adam untuk mencari jalan hidupnya
sendiri. Sekiranya Allah SWT menginginkan maka telah berimanlah semua manusia, namun
Disinilah perlu dipahami lebih lanjut cara mendidik anak oleh orang tua. Hal ini diperlukan agar
orang tua tidak terjebak ketika memperhatikan “batas” antara dirinya dan anak yang cenderung
dipahami selalu bersifat satu kepentingan. Juga memberikan pendidikan kepada anak dalam
membentuk kemandirian dan jiwa kepemimpinannya. Oleh karena itu, ada beberapa poin yang
baik untuk diperhatikan dalam proses perkembangan seorang anak. Pertama, memandang anak
adalah otonom, yaitu memiliki kebebasan dalam memilih apa yang ia suka, mau, dan anggap
baik. Kedua, bersikap informatif terhadap anak. Artinya, kebebasan seorang anak memang
merupakan haknya, namun terbuka peluang besar bagi anak untuk dapat tergelincir akibat
kebebasannya sendiri dan pada akhirnya gagal meraih cita-citanya. Disinilah orang tua menjadi
partner yang selalu memberikan informasi setiap kali anak akan, sedang, atau telah berbuat
sesuatu dalam hidupnya. Informasi yang baik akan masuk dalam kesadaran, memberikan
Dengan demikian orang tua tidak dapat dikatakan menganggu kebebasan anak dalam memilih
jalan hidupnya, namun hanya memberikan informasi yang cukup dan anaknya sendirilah yang
akan membentuk kesadaran tentang apa yang akan, sedang, dan telah ia lakukan. Orang tua sadar
sepenuhnya bahwa ia hanyalah sekedar pemberi informasi kepada anaknya agar dapat berpikir
demi dirinya sendiri. Memutuskan pilihan dalam hidup adalah bagian dari kehidupan manusia
yang paling sulit. Dalam hal ini, orang tua berhati-hati dalam memberikan informasi kepada
anaknya dan tentu saja selalu cermat akan mekanisme sosial dalam lingkungan si anak. Dengan
kata lain, lingkungan masyarakat memiliki peran dalam mempengaruhi kebutuhan informasi
yang akan disampaikan orang tua kepada anaknya. Bagaimana lingkungan si anak di sekolah, di
rumah, dan di tempat-tempat lain yang selalu menjadi rutinitas kesehariannya perlu dikaji oleh
orang tua sehingga informasi tidak menjadi meubazir atau salah sasaran.
Dan memang itulah janji Allah tentang turunnya Al qur’an kepada semua manusia dalam
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (An Nahl : 89).
Sesungguhnya manusia hanyalah menyadarkan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain dalam
memilih arah hidupnya. Orang lain hanya sebatas memberikan informasi (kabar gembira) agar
tercapai keputusan yang tepat dalam hidupnya. Semoga kita menjadi calon orang tua yang selalu
memberikan kabar gembira kepada anak-anak kita untuk selamat dunia dan akhirat. Wallahu
‘alam bi shawwab.