Anda di halaman 1dari 9

Nama :sabina ardila

Nim :2030603165

Kelas : SPS 6
BAB II

HUKUM PERJANJIAN (KONTRAK BISNIS)

A. PENGERTIAN PERJANJIAN
Perjanjian adalah suatu kejadian dimana seseorang berjanjian kepada orang lain atau kedua
orang itu saling berjanjian akan suatu hal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan
lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing- masing bersepakat akan mentaati apa yang
tersebut dalam persetujuan itu.”
Kamus Hukum menjelaskan bahwa perjanjian adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan
yang telah dibuat bersama.”
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”
Menurut Salim HS, Perjanjian adalah "hubungan hukum antara subjek yang satu dengan
subjek yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum yang satu berhak atas
prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya
sesuai dengan yang telah disepakatinya.

B. SUBYEK DAN OBYEK PERJANJIAN


1. Subyek
Subjek dari perbuatan hukum adalah subjek hukum. Subjek hukum terdiri dari manusia serta
badan hukum. Maka dari pada itu semua manusia dan badan hukum dapat melakukan
perjanjian, dengan syarat manusia (orang) dan badan hukum tersebut sudah dinyatakan
cakap menurut hukum
1) Subjek Perjanjian berupa Manusia (Orang).
R. Subekti berpendapat yang dikatakan subjek perjanjian adalah:
a) Yang membuat perjanjian (orang) sudah cakap atau sanggup melakukan perbuatan
hukum tersebut.
b) Para pihak yang membuat perjanjian harus melaksanakan perjanjian dengan dasar
kebebasan menentukan kehendaknya. Artinya dalam membuat perjanjian tidak ada
paksaan dari pihak manapun, tidak ada kehilafan, atau penipuan.
2) Badan Hukum
Badan hukum adalah badan-badan perkumpulan dari orang-orang yang diciptakan
oleh hukum. Badan hukum sebagai subjek hukum dapat bertindak hukum (melakukan
perbuatan hukum) seperti halnya manusia. Karena badan hukum dapat melakukan
persetujuan-persetujuan. Persetujuan-persetujuan yang dilakukan oleh badan hukum
menggunakan perantara orang sebagai pengurusnya.
Badan hukum dibedakan menjadi dua:
a) Badan Hukum Publik (Publiek Recht Persoon) Badan hukum publik adalah badan
hukum yang didirikan secara publik dimana tujuan pendiriaanya untuk kepentingan
publik atau orang banyak. Contohnya adalah Bank Indonesia dan Perusahaan Negara
b) Badan Hukum Privat (Privat Recht Persoon) Badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum sipil atau perdata yang mana didirikan untuk kepentingan orang
yang ada di dalam badan hukum itu sendiri. Badan hukum privat didirikan untuk
mencari keuntungan sebuah kelompok, yang bergerak dibidang sosial, pendidikan,
ilmu pengerahuan, dan lain-lain dengan mengacu pada hukum yang sah. Contohnya
adalah Perserooan Terbatas, Koperasi, Yayasan, Badan Amal Akibat dari subjek
hukum yang tidak sah maka suatu perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan (voidable).
2. Objek
Objek perjanjian harus dapat ditentukan. Tidak dilihat dari apakah barang itu sudah ada
untuk sekarang atau yang akan ada nanti. Sehingga yang dapat menjadi objek perjanjian
antara lain:
1) Barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUH Perdata)
2) Barang yang dapat ditentukan jenisnya ( Pasal 1333 KUH Perdata) Tidak menjadi masalah
jika untuk sekarang jumlahnya tidak bisa ditentukan, yang jelas dikemudian hari jumlahnya
dapat ditentukan.
3) Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat (2) KUH Perdata)
Selain itu ada barang yang tidak dapat dijadikan objek perjanjian, antara lain:
1) Barang diluar perdagangan. Misalnya senjata resmi yang dipakai negara
2) Barang yang dilarang Undang-Undang. Misalnya narkoba
3) Warisan yang belum terbuka
Subekti menambahkan terkait objek perjanjian:
1) Yang telah dijanjikan para pihak harus jelas agar dapat mementukan hak dan kewajiban para
pihak.
2) Yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketentuan umum,
kesusilaan. Jika suatu objek perjanjian tidak sesuai maka perjanjian yang dibuat batal demi
hukum (void/noid)

C. AZAS-AZAS DALAM HUKUM PERJANJIAN


Menurut Paul Scholten, asas-asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang ada di dalam
dan belakang tiap-tiap sistem hukum, yang telah mendapat bentuk sebagai perundang-
undangan atau putusan pengadilan, dan ketentuan- ketentuan dan keputusan itu dapat
dipandang sebagai penjabarannya.
Asas-asas hukum berfungsi sebagai pendukung bangunan hukum, menciptakan
harmonisasi, keseimbangan dan mencegah adanya tumpang tindih diantara semua normahukum
yang ada. Asas hukum juga menjadi titik tolak pembangunan sistem hukum dan menciptakan
kepastian hukum yang diberlakukan dalam masyarakat.
1. Asas konsensualitas Perjanjian terjadi ketika ada sepakat. Hal ini dapat dilihat dari syaratsyarat
sahnya suatu perjanjian (Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata);
2. Asas kebebasan berkontrak Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak
bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan undang-undang (Pasal 1338 ayat 1
KUHPerdata );
3. Asas pacta sunservanda Perjanjian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undang- undang
bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata);
4. Asas itikad baik dibedakan dalam pengertian subyek dan obyektif. Itikad baik dalampengertian
subyek adalah kejujuran dari pihak yang terkaid dalam melaksanakan perjanjian, dan pengertian
obyektif bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata);
5. Asas berlakunya suatu perjanjian bahwa suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi pihak yang
membuatnya saja kecuali telah diatur oleh undang-undang misalnya perjanjian garansi dan
perjanjian untuk pihak ketiga (Pasal 1315 KUHPerdata).

D. SYARAT SYARAT SYAHNYA PERJANJIAN


suatu perjanjian dapat diakui secara yuridis (Legally Concluded Contrac) apabila sesuai
dengan syarat-syarat sahnya perjanjian atau persetujuan yang diatur di dalam Pasal 1320
KUHPerdata, yang meliputi 4 syarat yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Sepakat
mengandung arti apa yang dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang
lain.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Cakap artinya orang-orang yang membuat
perjanjian harus cakap menurut hukum. Seorang telah dewasa atau akil balik, sehatjasmani
dan rohani dianggap cakap menurut hukum sehingga dapat membuat suatu perjanjian.
Orang-orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan dalam Pasal 1330
KUHPerdata, yaitu : 1. Orang yang belum dewasa; 2. Orang yang ditaruh di bawah
pengampuan.
3. Suatu hal tertentu; Suatu hal atau objek tertentu artinya dalam membuat perjanjian apa yang
diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
4. Suatu sebab yang halal. Suatu perjanjian adalah sah apabila tidak bertentangan dengan
undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum.
E. BENTUK-BENTUK PERJANJIAN
Bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.
Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tertulis,
sedangkan
Perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan
(kesepakatan para pihak). Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu sebagai berikut:
1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja.
Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai
kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal oleh
pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dalam perjanjian itu berkewajiban
mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak
ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir
kebeneran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi
kekuatan hukum dari isi perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang
harus membuktikan penyangkalannya.
3. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notaris.
Akta notaris adalah akta yang dibuat dihadapan dan dimuka pejabat yang berwenang untuk
itu. Pejabat yang berwenang itu adalah notaris, camat, PPAT dan lain-lain. Jenis dokumen
ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak
ketiga.

F. PENYUSUNAN PERJANJIAN/ANATOMI KONTRAK

Dalam penyusunan sebuah kontrak atau perjanjian, sudah menjadi keharusan bagi para
pihak untuk menyadari sepenuhnya dan mengetahui dengan jelas apa yang sebenarnyamereka
kehendaki dan syarat-syarat apa yang disepakati untuk dituangkan dalam kontrak atau
perjanjian.
Setiap kontrak memiliki struktur atau anatomi tertentu dan masing-masing ahli memiliki
pendapatan berbeda-beda tentang struktur atau anatomi kontrak tersebut. Pada dasarnya kontrak
yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Salah satu tahap yang menentukan dalam pembuatan kontrak, yaitu tahap penyusunan kontrak.
Penyusunan kontrak ini perlu ketelitian dan kejelian dari para pihak maupun Notaris.

Ada tiga tahap dalam penyusunan kontrak di Indonesia, sebagaimana dikemukakan berikut
ini.

1. Awal Kontrak

Umumnya, bagian awal kontrak berisi format kontrak yang terdiri dari judul (heading),
nomor kontrak, pembukaan (tempat dan waktu), komparisi (identitas para pihak), dan latar
belakang kontrak

2. Badan Kontrak
Bagian isi atau badan kontrak merupakan bagian yang sangat penting dari sebuah kontrak
bisnis. Bagian ini berisi apa yang disepakati oleh para pihak dalam bentuk pasal-pasal
(klausula).

3. Akhir Kontrak
Ada dua hal yang tercantum pada bagian penutup, yaitu sebagai berikut:
a. Sub bagian kata penutup (closing), kata penutup biasanya menerangkan bahwa perjanjian
tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk itu.
Atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat dengan isi kontrak.
b. Sub bagian ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak menandatangani
perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama pihak yang terlibat dalam kontrak,
nama jelas orang yang menandatangani dan jabatan dari orang yang menandatangani.
G. WANPRESTASI (INGKAR JANJI)

Wanprestasi (default atau non fulfilment, ataupun yang disebutkan juga


dengan istilah breach of contract), yang dimaksudkan adalah tidak
dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang dimaksudkan dalam
kontrak yang bersangkutan.
Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya
walaupun sebelumnya sudah setuju untuk dilaksanakannya. Model-model
wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi;
b. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi;
c. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi;
d. Wanprestasi melakukan sesuatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

Di dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah dan bangunan dapat


dikatakan sebagai suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak saling
mengikatkan diri untuk melakukanjual beli, apabila hal-hal yang belum dapat
dipenuhi pada saat perjanjian pengikatan jual beli tersebut dilakukan telah
selesai dan dilakukan dengan baik oleh para pihak. Apabila hal tersebut tidak
dipenuhi, maka pihak yang tidak dapat memenuhi hal tersebut melakukan
wanprestasi atau cidera janji. Wanprestasi dalam perjanjian pengikatan jual beli
berarti tidak dipenuhinya kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian
pengikatan jual beli yang telah dibuat sebelumnya, misalkan tidak
didaftarkanya proses pembuatan sertipikat tanahnya oleh penjual.

Anda mungkin juga menyukai