Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Hadirin rahimakumullah,
Dengan begitu mulianya sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini, Allah subhanahu wa ta’ala
ber firman didalam al-Qur’an surah al-fajr 1-3,
)3-1 َّ ) َو2( ) َولَيَ ٍال َع ْش ٍر1(َوالْ َف ْج ِر
:) (سورة الفجر3( الش ْف ِع َوالْ َوتْ ِر
“Demi waktu fajar. Dan demi sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah. Dan demi hari arafah
(tanggal 9 Dzulhijjah) dan demi hari raya qurban” (QS al-Fajr: 1-3)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Bukhari, at-Tirmidzi, Abu Dawud
dan Ibnu Majah dari sahabat Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Tidak ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah selain sepuluh hari
pertama bulan Dzulhijjah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama
daripada jihad di jalan Allah?” Rasulullah menjawab, “Termasuk lebih utama dibandingkan jihad
di jalan Allah kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya lalu ia tidak kembali
dengan sesuatu apapun dari jiwa dan hartanya karena ia mati syahid di medan jihad” (HR al-
Bukhari, Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Terakhir, kami sampaikan bahwa malam hari raya Idul Adlha juga adalah salah satu malam
yang mustajab untuk memanjatkan doa kepada Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana hal
itu ditegaskan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm:
“Telah sampai berita pada kami bahwa dulu pernah dikatakan: Sesunguhnya doa dikabulkan
pada lima malam: malam jum’at, malam hari raya Idul Adlha, malam hari raya Idul Fithri, malam
pertama bulan Rajab dan malam nishfu Sya’ban.”
Dan semoga kita semua diberikan kekuatan serta kemudahan, sehingga bisa melaksanakan
berbagai amalan di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah ditahun ini. Amin ya Robbal Alamiin..
َأُق ْو ُل.آن اْ َلع ِظْي ِم َو َن َف َعيِن َوِإيَّا ُك ْم مِب َا فِْي ِه ِم ْن آيَِة َو ِذ ْك ِر احْلَ ِكْي ِم
ِ بار َك اهلل يِل ولَ ُكم يِف اْل ُقر
ْ ْ َ ََ
َّ ِإنَّهُ ُه َو الْغَ ُف ْو ُر،ُاسَت ْغ ِفُر ْوه
الر ِحْي ُم ِ َقويِل ٰه َذا و
ْ َ ف،َأسَت ْغفُر اهللَ يِل ْ َولَ ُك ْم
ْ َ ْ ْ
KHUTBAH JUMAT KEDUA
َأص َحابِِه َْأه ِل الْ َوفَ ا َّأما ِِ ٍ ِ ِ
ْ َو َعلَى آل ه َو،ص طََفى ْ ُأس لِّ ُم َعلَى َس يِّدنَا حُمَ َّمد الْ ُم َ ُأص لِّ ْي َو
َ َو،اَحْلَ ْم ُد هلل َو َك َفى
َأن اهللَ ََأم َر ُك ْم بِ َْأم ٍر
َّ ُوا م ل
َ اع
ْ و مِ ي ِ اهلل الْعلِي الْع
ظ ِ ُأو ِص ي ُكم و َن ْف ِس ي بَِت ْق وى، َفي ا َأيُّه ا الْمس لِمو َن،بع ُد
ْ َ ْ َ ِّ َ َ ْ َ ْ ْ ْ ُْ ْ ُ َ َ َْ
ِئ َ الساَل ِم َعلَى نَبِيِّ ِه الْ َك ِرمْيِ َف َق
َ ُ ِإ َّن اللَّهَ َو َماَل َكتَ هُ ي:ال
يَا َأيُّ َه ا،ِّ ص لُّو َن َعلَى النَّيِب َّ ََأمَر ُك ْم بِالصَّاَل ِة َو،َع ِظْي ٍم
يماِالَّ ِذين آمنوا صلُّوا علَي ِه وسلِّموا تَسل
ً ْ ُ َ َ ْ َ َ َُ َ
ت َعلَى َس يِّ ِدنَا ِإ ْب َر ِاهْي َم َو َعلَى ِآل َ ص لَّْي
ٍ ِ ِ ٍ
َ ص ِّل َعلَى َس يِّدنَا حُمَ َّمد َو َعلَى آل َس يِّدنَا حُمَ َّمد َك َم ا
ِ ٰ
َ اَللّ ُه َّم
ت َعلَى َس يِّ ِدنَا ِإْب َر ِاهْي َم ٍ ِ ٍ ِ
َ َس يِّدنَا ِإ ْب َراهْي َم َوبَ ا ِر ْك َعلَى َس يِّدنَا حُمَ َّمد َو َعلَى ِآل َس يِّدنَا حُمَ َّمد َك َم ا بَ َار ْك
ِ ِ
ك مَحِ ْي ٌد جَمِ ْي ٌد ِ ِ
َ َّ يِف ْ الْ َعالَ ِمنْي َ ِإن،َو َعلَى ِآل َسيِّدنَا ِإْبَراهْي َم
ات اَأْلحي ِاء ِمْنهم واَأْلمو ِ
ات ،ال ٰلّ ُه َّم َأ ِرنَا احْلَ َّق ات والْمْؤ ِمنِ والْمْؤ ِمنَ ِ اَل ٰلّه َّم ا ْغ ِفر لِْلمسلِ ِم والْمسلِم ِ
َْ ُ ْ َ َْ ُ نْي َ َ ُ ْ ُ ْ نْي َ َ ُ ْ َ ُ
آلخَر ِة َح َسنَةً الد ْنيا حسنَةً وىِف اْ ِ ِ ىِف اطاًل وارز ْقنَا ِ ِ ِ
اجتنَابَهَُ .ربَّنَا آتنَا ُّ َ َ َ َ اعهُ َوَأ ِرنَا الْبَاط َل بَ َ ْ ُ ْ َح ًّقا َو ْار ُز ْقنَا اتِّبَ َ
اب النَّا ِرَ .واَحْلَ ْم ُد لِٰلّ ِه َر ِّ
ب الْ ٰعلَ ِمنْي َ َوقنَا َع َذ َ
ِ
ِ ِ ِإ ِ ِ ِ ِ ِعباد ِ
ويْن َهى َع ِن ال َف ْح َشاء َوالْ ُمْن َك ِر َو َ
الب ْغ ِي، اهللَّ ،
إن اهللَ يَْأ ُم ُر بالْ َع ْدل َواإْل ْح َسان َو ْيتَاء ذي الْ ُق ْرىَب َ ََ
يعِظُ ُكم لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن .فَاذ ُكروا اهلل الْع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم ولَ ِذ ْك ُر ِ
اهلل َأ ْكَب ُر ُ َ َ َْ َ ْ ْ َ َ ْ َ ْ ُْ
***
Khutbah I
Tidak bosan-bosannya khatib mengajak kepada seluruh jamaah, mari kita senantiasa
meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kita kepada Allah swt. Barometer dari ketakwaan
adalah kemampuan kita untuk sekuat tenaga menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi
segala yang dilarang oleh-Nya.
Posisi kita berada di jalan yang telah digariskan oleh Allah swt, dengan tidak belok ke kanan dan
ke kiri ini, akan menjadikan kita pada posisi tengah dan kuat sehingga mampu menghantarkan
kita pada tujuan yang benar dan hakiki dalam kehidupan di dunia. Ketakwaan ini juga yang telah
ditegaskan oleh Allah swt sebagai bekal yang paling baik dalam menjalani kehidupan. Allah
berfirman:
َ وتَزَ َّو ُدوْ ا فَا ِ َّن خَ ي َْر ال َّزا ِد التَّ ْق ٰو ۖى َواتَّقُوْ ِن ٰيٓاُولِى ااْل َ ْلبَا ِ
ب
Artinya: “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah
kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”. (QS al-Baqarah: 197)
Pada kesempatan khutbah kali ini, khatib mengajak kita semua untuk kembali merenungkan
nikmat-nikmat dan rezeki yang telah dianugerahkan oleh Allah swt dalam kehidupan. Segala
nikmat ini adalah nyata adanya dan telah ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 1 : اِنَّٓا
ك ْال َكوْ ثَر
َ اَ ْعطَي ْٰن
Artinya: “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.”
Nikmat yang telah diberikan ini tidak boleh menjadikan kita lupa sehingga jauh dari Allah swt.
Sebaliknya, nikmat ini harus mampu dijadikan sebagai sarana untuk beribadah dan membawa
kita lebih dekat kepada Allah swt. Lalu bagaimana kita mendekatkan diri kepada Allah? Pertanyaan
ini dijawab di ayat selanjutnya yakni ayat kedua surat Al-Kautsar: ْر1ۗ ح
َ ك َوا ْن َ َ ف Artinya: “Maka
َ ِّص ِّل لِ َرب
laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri
kepada Allah).”.
Jelas dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya dengan
dua bentuk ibadah. Pertama adalah shalat yang memang sudah menjadi kewajiban dan rutinitas
harian kita dengan melaksanakannya lima waktu setiap hari, yakni Shubuh, Dhuhur, Ashar,
Maghrib, dan Isya. Kedua adalah dengan berkurban yang merupakan ibadah tahunan dan hanya
bisa dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah. Pada bulan Dzulhijjah ini kita diperintahkan untuk
menyembelih hewan kurban di Hari Raya Haji atau Idul Adha pada tanggal 10 Dzuhijjah atau tiga
Hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. Dari sisi bahasanya sendiri, kurban
berasal dari bahasa Arab, yakni qaruba – yaqrubu – qurban yang artinya dekat. Untuk
mendekatkan diri kepada Allah melalui kurban, kita dituntut berkorban menyisihkan harta kita
untuk membeli hewan kurban dan memberikannya kepada orang lain. Tentu kita harus benar-
benar ikhlas dan menata hati dengan benar dalam berkorban dengan berkurban ini. Jangan
sampai pengorbanan kita dengan mengambil harta yang kita miliki tidak membuahkan hasil dan
jauh dari hakikat ibadah kurban itu sendiri yakni mendekatkan diri pada Allah. Jangan sampai kita
salah niat, sehingga kita malah akan semakin jauh dari Allah karena niatan yang salah seperti
ingin dipuji orang dan niatan-niatan lainnya yang tidak lillahi ta’ala.
Menyembelih hewan kurban menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i adalah kesunnahan yang
diutamakan atau sunnah muakkadah. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah
kurban adalah wajib bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan bepergian. Nabi
Muhammad saw pun telah memberi contoh dengan tidak pernah meninggalkan ibadah kurban
sejak disyariatkannya sampai beliau wafat. Sebagai sebuah kesunnahan yang ditekankan dan
rutin dilakukan oleh Nabi Muhammad, ibadah kurban memiliki keutamaan tersendiri
sebagaimana haditst Nabi dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah:
Artinya: “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha
yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari
kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan
sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk
melakukannya.”
Keutamaan lain dari ibadah kurban adalah sebuah ibadah yang memiliki dua dimensi, yakni
vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal artinya ibadah yang ditujukan hanya kepada Allah swt,
sementara dimensi horizontal adalah ibadah sosial berupa berbagi rezeki untuk membahagiakan
orang lain. Ketika kita mampu membahagiakan orang lain, maka kita pun akan merasa bahagia
dan pada akhirnya kebahagiaan bersama juga akan mudah terwujud sehingga kehidupan di
tengah-tengah masyarakat pun akan bahagia dan damai.
Dengan agungnya makna dan tujuan dari ibadah kurban ini, maka sudah selayaknya kita
berusaha untuk dapat melaksanakannya sehingga kita akan semakin dekat kepada Allah. Tentu
kita tidak ingin menjadi hamba yang kufur nikmat dan terputus rahmat Allah karena kita tidak
berkurban padahal sebenarnya kita mampu. Mari kita bersama-sama menjadi hamba yang cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah-perintahnya. Jangan sampai kita pada
kondisi yang disebutkan dalam surat Al-Kautsar ayat 3:
ِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم،ُ فَا ْستَ ْغفِرُوْ ه،ر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم1ُ َِأقُوْ ُل قَوْ لِ ْي ٰه َذا َوَأ ْستَ ْغف
Khutbah II