PASIEN NSTEMI
PENULIS :
NPM : 21710171
PEMBIMBING :
PASIEN NSTEMI
Telah dipresentasikan pada tanggal
Hari :
Tanggal :
Oleh:
Disetujui Oleh:
Bagian Jantung
Ilmu Penyakit Dalam Rsud Bangil Kabupaten Pasuruan
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan kemudahan kepada
penulis untuk menyelesaikan Tugas Laporan Kasus Jantung dengan judul “Pasien
dengan NSTEMI”.
Pada penulisan Tugas Laporan Kasus, penulis sadar masih banyak terdapat
kekurangan serta jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan
segala kritik dan saran dari pembaca demi menyempurnakan tugas laporan kasus
ini.
NPM. 21710171
ii
Daftar Isi
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyumbang angka mortalitas di dunia
setiap tahunnya. Penyakit kardiovaskular menduduki peringkat pertama
penyebab kematian secara global dibanding penyebab lain. Data World Health
Organization menyatakan bahwa sekitar 17, 9 juta orang atau 31% penduduk
dunia meninggal pertahunnya yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
Pada tahun 2015, lebih dari 17 juta kematian dini (dibawah usia 70 tahun)
disebabkan oleh noncommunicable diseases, 31% dari angka tersebut
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Angka tersebut diperkirakan akan
mengalami peningkatan tiap tahun. Oleh karena itu, penyakit kardiovaskular
menjadi perhatian utama dunia saat ini (Kemenkes RI, 2017).
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard
yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada,
perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan perubahan
biomarker jantung (Kumar & Cannon, 2009). Keadaan iskemia yang akut dapat
menyebabkan nekrosis miokardial yang dapat berlanjut menjadi Infark Miokard
Akut. Nekrosis atau kematian sel otot jantung disebabkan karena adanya
gangguan aliran darah ke jantung. Daerah otot yang tidak mendapat aliran darah
dan tidak dapat mempertahankan fungsinya, dikatakan mengalami infark
(Guyton, 2007).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
No Rekam Medis : 00321414
Tanggal MRS : 22-02-2022
Nama : Ny. Madda Ellyana
Tempat Tanggal Lahir : Sampang, 26 Juli 1979
Agama : Islam
Alamat : Perum Graha Indah Gadingrejo, Pasuruan
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : D4
B. Anamnesa
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan utama : Nyeri dada 3 hari
Perjalanan penyakit : nyeri dada sejak 3 hari yang lalu tembus ke
punggung sejak kemarin sore, mual (-),
muntah (-), batuk (-)
b. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertiroid
c. Riwayat Pengobatan : Tidak ada mengkonsumsi obat sebelumnya
d. Riwayat Alergi : Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga :-
C. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Cukup
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. GCS : E4,V5,M6
d. Tanda Tanda Vital :
RR : 18x/mnt
5
SpO2 : 98%
TD : 121/60mmHg
N : 105x/mnt
T : 37’C
e. Status Psikologis : Takut
f. Keluhan Nyeri : Ya, skor 3-4
g. Kepala dan Leher : A/I/C/D = -/-/-/-
h. Thorak :
Jantung : S1,S2 Tunggal, Murmur (-)
Paru : Ves/Ves, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
i. Abdomen : Supel, Bising Usus (+)
j. Genitalia : dbn
k. Anus : dbn
l. Ekstremitas atas : Akral Hangat Merah +/+
m. Ekstremitas Bawah : Akral Hangat Merah +/+
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap, Troponin, GDA, BGA, BUN & Kreatinin, Foto Thoraks, EKG
Hasil pemeriksaan penunjang :
6
7
Intepretasi hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 22-2-2022 :
Real Time Reverse Transcription PCR = Negative
Swab Antigen SARS COV-2 = Negative
Darah Lengkap :
Trombosit 94 = Trombositopenia
Gula Darah Acak 98mg/dl = dalam batas normal
BGA : pH 7,27 (menurun), pCO2 32,0 mmol/L (menurun), HCO3
15,0mmol/L (menurun) = Asidosis metabolik terkompensasi sebagian
BUN & Kreatinin meningkat tidak signifikan = gangguan fungsi ginjal
Toponin I meningkat 1,5ng/mL = tanda adanya infark miokard
Paru :
Inspirasi cukup
Kedua lapang paru terlihat jelas tanpa adanya infiltrate, kavitas,
maupun nodul
Sudut phrenicocostalis tajam menandakan tidak adanya efusi pada
cavum pleura
8
Jantung :
Jantung tampak besar dan batas tegas
CTR > 50%
E. Diagnosa
NSTEMI
9
F. Terapi
Pukul 06.00 :
O2 Nasal 2-3 lpm
Inf NS 7 tpm
Isosorbide Dinitrate 5mg sublingual
Inj metamizole natrium 1g
Inj Pantoprazole 40g
Pasang Dower Cathether
Pukul 08.22 :
Infus NS 500cc/hari
Inj Rovenox (Enoxavarin sodium) 2x0,6cc SC (bila menolak ganti
dengan) Inj Diviti (Fondaparinux NA) 1x2,5mg SC
Inj Lansoprazole 1x30mg
PO :
ASA (Asam asetilsalisilat) 1x80mg
CPG (clopidogrel) 1x75mg
ISDN (Isosorbide Dinitrate) 3x5mg
Candesartan 1x4mg
Bisoprolol 1x2,5mg
Alprazolam 1x0,5mg
G. Follow Up
Tanggal S O A P
23-2-2022 Pasien masih Ku : Lemah NSTEMI Inj Diviti
pukul mengehluhk GCS : 4/5/6 (fondapurinox)
09.00 an nyeri dada Kesadaran : 1x2,5mg sc
CM Inj lansoprazole
TTV : 1x30mg
TD : Po :
126/67mmHg ASA (Asam
HR : asetilsalisilat)
110x/mnt 1x80mg
S : 36,4’c CPG (clopidogrel)
RR : 25x/mnt 1x75mg (tunda
SpO2 : 100% karena
dengan O2 trombositopenia)
NC 3lpm ISDN (Isosorbide
Dinitrate) 3x5mg
10
Candesartan 1x4mg
Propranolol
3x1010mg
Alprazolam
1x0,5mg on
Loxadine 1c on
24-2-2022 Pasien Ku : Lemah NSTEMI, Inj Diviti
Pukul mengatakan GCS : 4/5/6 Trombosi (fondapurinox)
06.00 nyeri dada Kesadaran : topenia, 1x2,5mg sc (III)
CM Hipertiroi Inj lansoprazole
TTV : d 1x30mg
TD : Drip Dobutamine 3-
98/69mmHg 15mg/KgBB
HR : PO :
103x/mnt ASA (Asam
S : 36,8’c asetilsalisilat)
RR : 27x/mnt 1x80mg
SpO2 : 100% CPG (clopidogrel)
dengan O2 1x75mg (tunda
NC 4lpm karena
Lab : trombositopenia)
TSH LL ISDN (Isosorbide
<0,005 Dinitrate) 3x5mg
FT4 H 4,190
Candesartan 1x4mg
(Tunda)
Propranolol 3x10mg
Alprazolam
1x0,5mg on
Loxadine 1c on
Propylthiouracil
3x100mg
25-2-2022 Pasien Ku : Lemah NSTEMI, Inj Diviti
Pukul mengatakan GCS : 4/5/6 Trombosi (fondapurinox)
06.00 nyeri dada Kesadaran : topenia, 1x2,5mg sc (III)
dan lemas CM Hipertiroi Inj lansoprazole
TTV : d 1x30mg
TD : Drip Dobutamine 3-
98/69mmHg 15mg/KgBB
HR : PO :
103x/mnt ASA (Asam
S : 36,8’c asetilsalisilat)
RR : 27x/mnt 1x80mg
SpO2 : 100% CPG (clopidogrel)
dengan O2 1x75mg
NC 4lpm
11
ISDN (Isosorbide
Dinitrate) 3x5mg
Coten
(Ubidecarenone)
1x30mg
Propranolol 3x10mg
Alprazolam
1x0,5mg on
Loxadine 1c on
26-2-2022 Nyeri dada Ku : Lemah NSTEMI, ISDN (Isosorbide
Pukul (+), GCS : 3/5/6 HF, Dinitrate) 5mg
00.50 penurunan Kesadaran : Hipertiroi Pethidine 25mg
kesadaran Somnolen d, Syok (ekstra)
(+) TTV : Kardioge Drip dobutamine 3-
TD : nik 15mg/KgBB/mnt
62/48mmHg (jalan
HR : 15mg/KgBB/mnt)
133x/mnt Drip
RR : 25x/mnt Norephineprine
SpO2 : 85% 0,05-
dengan O2 2mg/KgBB/mnt
NRBM (jalan
15lpm 0,5mg/KgBB/mnt)
Akral dingin
basah
Pukul Pasien tidak Ku : Lemah Dobutamin dosis
01.30 sadar GCS : 1/1/1 maksimal
Kesadaran : 15mg/KgBB/mnt
Apatis Norephineprine
TTV : 2mg/KgBB/mnt
TD : menurun Kardioversi 50j
HR : Irama masih SVT
174x/mnt Premedikasi
RR : 40x/mnt Midazolam
SpO2 : 64% 0,2mg/kgBB
dengan O2
NRBM
15lpm
Akral dingin
kering
Irama SVT
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindrom koroner akut adalah terminologi yang digunakan pada keadaan
gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut.
Sindrom koroner akut merupakan sekumpulan gejala yang diakhibatkan oleh
gangguan aliran darah pembuluh darah koroner secara akut. Umumnya
disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat plak
aterosklerosis yang lalu mengalami perobekan dan hal ini memicu terjadinya
gumpalan-gumpalan darah (Suhardi & Shujuan, 2021).
B. Epidemiologi
Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia miokard
yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri dada,
perubahan segmen ST pada Electrokardiogram (EKG), dan perubahan
biomarker jantung (Kumar & Cannon, 2009). Menurut WHO tahun 2008,
penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian di dunia
(12,8%) sedangkan di Indonesia menempati urutan ke tiga. prevalensi penyakit
jantung koroner di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan sekitar 883.447 atau
sebesar 0,5%, sementara berdasarkan diagnosis dokter ditemukan gejala sebesar
1,5% atau sekitar 2.650.340 orang.. Kriteria diagnosis definitif pasien ACS
13
berdasarkan Indonesian Heart Asosiation yaitu nyeri dada angina ( angina
tipikal ), EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostic untuk IMA-EST,
depresi ST, atau inversi T yang diagnosis sebagai keadaan iskemia miokard,
atau LBBB baru/persangkaan baru, serta biomarka jantung yang meningkat
(Sanjani & Nurkusumasari, 2017)
C. Patofisiologi
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut dan proses vasokonstriksi koroner.
Trombosis akut diawali dengan rupture plak aterom yang tidak stabil dengan
inti lipid besar dan fibrous cap tipis dan konsenterasi tissue factor tinggi. Inti
lemak yang cenderung rupture mempunyai konsenterasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi rupture plak terdapat
proses inflamasi dilihat dari jumlah makrofag dan limfosit T. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF dan IL-6.IL-6 akan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati (Satoto, 2014).
D. Manifestasi Klinis
Menurut (PERKI, 2015) manifestasi klinik NSTEMI pada umumnya berupa:
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%)
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
3. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat.
14
tradisional. Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai
riwayat PJK, terutama infark miokard, berpeluang besar merupakan presentasi
dari SKA. Keluhan yang sama pada seorang pria berumur lanjut (>70 tahun)
dan menderita diabetes berpeluang menengah suatu SKA. Angina equivalen
atau yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa karakteristik tersebut di
atas berpeluang kecil merupakan presentasi dari SKA.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram.
Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis
pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG
sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG
awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau
pemantauan terus-menerus. EKG yang mungkin dijumpai pada pasien
NSTEMI antara lain:
a. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai
dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten
b. Gelombang Q yang menetap
c. Nondiagnostik
d. Normal
15
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan kemungkinan
diagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat iskemia
tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel kanan,
oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu dipertimbangkan
pemasangan sadapan tambahan. Depresi segmen ST ≥0,5 mm di dua
atau lebih sadapan berdekatan sugestif untuk diagnosis UAP atau
NSTEMI, tetapi mengingat kesulitan mengukur depresi segmen ST
yang kecil, diagnosis lebih relevan dihubungkan dengan depresi segmen
ST ≥1 mm. Depresi segmen ST ≥1 mm dan/atau inversi gelombang T≥2
mm di beberapa sadapan prekordial sangat sugestif untuk mendiagnosis
UAP atau NSTEMI (tingkat peluang tinggi). Gelombang Q ≥0,04 detik
tanpa disertai depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T
menunjukkan tingkat persangkaan terhadap SKA tidak tinggi sehingga
diagnosis yang seharusnya dibuat adalah Kemungkinan SKA atau
Definitif SKA. Jika pemeriksaan EKG awal menunjukkan kelainan
nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung, pemeriksaan
diulang 10 – 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan di
mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan
marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA,
maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang
tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang. Bila dalam masa
pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST
dan/atau inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP
atau NSTEMI dapat dipastikan. Walaupun demikian, depresi segmen
ST yang kecil (0,5 mm) yang terdeteksi saat nyeri dada dan mengalami
normalisasi saat nyeri dada hilang sangat sugestif diagnosis UAP atau
NSTEMI. Stress test dapat dilakukan untuk provokasi iskemia jika
dalam masa pemantauan nyeri dada tidak berulang, EKG tetap
nondiagnostik, marka jantung negatif, dan tidak terdapat tanda gagal
jantung. Hasil stress test yang positif meyakinkan diagnosis atau
menunjukkan persangkaan tinggi UAP atau NSTEMI. Hasil stress test
16
negatif menunjukkan diagnosis SKA diragukan dan dilanjutkan dengan
rawat jalan.
2. Marka jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi
dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis
NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan
perubahan EKG. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung
meningkat sedikit melampaui nilai normal atas (upper limit of normal,
ULN). Dalam menentukan kapan marka jantung hendak diulang
seyogyanya mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar
troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah perifer
3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan
ringan kadar troponin biasanya menghilang dalam 2 hingga 3 hari, namun
bila terjadi nekrosis luas, peningkatan ini dapat menetap hingga 2 minggu.
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat, nilai
ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di atas nilai
normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat.
3. Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner).
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan
tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk tujuan
diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding yang
tidak jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri
sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang mengalami gejala
atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG
diagnostik. Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan mereka
dengan stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskular yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG dan
abnormalitas gerakan dinding regional seringkali memungkinkan
17
identifikasi lesi yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas
antara lain eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang
kabur, dan filling defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner.
4. Pemeriksaan Noninvasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding
ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia
menghilang. Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui
pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan, pemeriksaan
ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang gawat
darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin bagi pasien
tersangka SKA. Stress test seperti exercise EKG yang telah dibahas
sebelumnya dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK
obstruktif pada pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal dan
marka jantung yang negatif. Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat
digunakan untuk menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien
dengan kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan
troponin dan EKG tidak meyakinkan.
F. Terapi
Menurut (DEPKES RI, 2007) adapun terapi farmakologis yang diberikan
kepada pasien dengan diagnose NSTEMI ialah :
Nitrat
Tablet sublingual atau spray (max 3 dosis)
Jika sakit tidak berkurang, lanjutkan dengan pemakaian IV
Nitrogliserin IV lazimnya diganti dengan nitrat oral dalam 24 jam
periode bebas sakit • Regimen dosis oral seharusnya memiliki
interval bebas nitrat untuk mencegah berkembangnya toleransi
18
Kontraindikasi pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam
yang lalu
Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan gagal RV
β-bloker
Direkomendasikan jika tidak ada kontraindikasi
Jika saki dada berlanjut, gunakan dosis pertama IV yang diikuti
dengan tablet oral
Semua β-bloker itu keefektifannya sama, tetapi β-bloker tanpa
aktivitas simpatomimetik intrinsik lebih disukai Morfin sulfat
Direkomendasikan jika sakit tidak kurang dengan terapi anti
iskemia yang cukup dan jika terdapat kongesti pulmonary atau
agitasi parah
Dapat digunakan dengan nitrat selama tekanan darah dimonitor
1-5 mg IV setiap 5-30 menit jika diperlukan
Perlu diberikan juga obat anti muntah
Penggunaan disertai perhatian jika terjadi hipotensi pada
penggunaan awal nitrat
Antagonis Kalsium
Dapat digunakan ketika β-bloker kontra indikasi (verapamil &
diltiazem lebih disukai)
Antagonis kalsium dihidropiridin dapat digunakan pada pasien
yang sulit sembuh hanya setelah gagal menggunakan nitrat dan
β-bloker Inhibitor ACE
Diindikasikan pada hipertensi yang tetap (walaupun sedang
menjalani pengobatan dengan nitrat dan β-bloker), disfungsi
sistolik LV,CHF.
Terapi Antiplatelet dan Antikoagulan
Esensial untuk memodifikasi proses penyakit & kemungkinan
perkembangannya menuju kematian, MI atau MI berulang.
Aspirin dan Klopidogrel
19
Sebaiknya diinisiasi dengan baik Untuk pasien intoleransi
aspirin & ketika klopidogrel tidak dapat digunakan:
Heparin
Heparin bobot molekul rendah (LMWH = low molecular weight
heparin) secara subkutan atau heparin tidak terfraksinasi (UFH
= unfractioned heparin) secara IV dapat ditambahkan sebagai
terapi antiplatelet.
Antagonis GP IIb/IIIa
Penggunaannya direkomendasikan sebagai tambahan aspirin &
UFH pada pasien dengan iskemia berlanjut atau dengan risiko
tinggi lainnya & untuk pasien yang intervensi koroner
percutaneous direncanakan
Modifikasi risiko
G. Prognosis
NSTEMI merupakan kondisi koroner yang tidak stabil dengan kecenderungan
untuk terjadi iskemia berulang dan komplikasi lain yang dapat mengarah
kekematian atau infark miokard. Karena risiko yang berhubungan dengan
NSTEMI luas serta tinggi pada awal gejala maka penilaian risiko harus segera
dilakukan saat kontak medis pertama. Penilaian risiko merupakan proses yang
berkelanjutan hingga penderita dipulangkan karena dapat merubah strategi
pengobatan setiap sat (Granger et al, 2003). Penilaian prognosis melipuli gejala
klinis, gambaran ekokardiografi, biomarker dan skor risiko (risk scores) Usia
20
lanjut, diabetes, gagal ginjal atau komorbiditas lainnya saat presentasi awal
merupakan prediktor kuat untuk prognosis. Gejala yang timbul saat istirahat,
takikardi, hipotensi, dan gagal jantung memiliki prognosis lebih huruk.
Gambaran EKG yang normal memberikan prognosis lehih baik dibanding
adanya T inversi atau depresi segmen ST
H. Komplikasi
Pada pasien dengan NSTEMI dapat terjadi berbagai komplikasi yaitu
hipoperfusi sistemik akibat penurunan tekanan darah sistolik, syok kardiogenik,
peningkatan kadar gula darah, atrial fibrilasi, gangguan konduksi jantung,
disfungsi ginjal, riwayat stroke, gagal jantung dan DM (Widyarani, 2018)
21
BAB IV
RINGKASAN
Pada kasus ini diketahui riwayat penyakit sekarang dari hasil anamnesa adalah
pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 3 hari yang lalu tembus kepunggung sejak
kemarin sore, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dalam batas normal. Untuk
menegakkan diagnose pasti maka diperlukan pemeriksaan penunjang, adapun
pemeriksaan penunjang yang dilaksanakan adalah EKG, darah lengkap, GDA,
BUN & Kreatinin, Troponin, dan foto thoraks.dari hasil lab didapatkan kadar
trombosit yang rendah sehingga diagnose pertama yang dapat ditegakkan adalah
trombositopenia, kemudian pada pemeriksaan troponin didapatkan hasil yang
meningkat dimana hal tersebut menandakan adanya infark namun pada gambaran
ekg tidak ditemukannya ST elevasi, maka disimpulkan diagnose kedua dari pasien
ini adalah NSTEMI.
22
DAFTAR PUSTAKA
DEPKES RI, 2007. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus
Sindrom Koroner Akut. 1st ed. Jakarta: s.n.
D, K. et al., 2015. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. 19th ed. United States of
America: Harrison's Principles of Internal Medicine.
Granger CB, Robert J0, Omar D, Karen SP. Kim AE, Cristopher PC et al (2003). Predictors
of Hospital Mortality in the Global Registrol Acute Coronary Events. Arch Inter Med.
163:2345-53
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Kemenkes RI, 2017. Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi, Kemenkes Ingatkan
CERDIK, Jakarta: s.n.
Kumar, A. & Cannon, C. P., 2009. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and
Management, Part I. Mayo Clin Proc, 84(10) : 917-38.
PERKI, 2015. PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT. 3rd ed. Jakarta:
Centra Communications.
Sanjani, R. D. & Nurkusumasari, N., 2017. SINDROM KORONER AKUT. ISSN, pp. 397-409.
Suhardi, F. L. & Shujuan, S., 2021. SINDROMA KORONER AKUT AKIBAT HIPOKSIA:
SEBUAH LAPORAN KASUS. Jurnal Medika Hutama, Volume 2; No.2, pp. 642-646.
23