Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus 2

BRAIN TUMOR METASTASIS DARI PAPILLARY


ADENOCARCINOMA PARU

Oleh

Presentan : dr. Nailatul Fadhilah


Pembimbing : dr. Reno Bestari, Sp.N
Moderator : dr. Fanny Adhy Putri, Sp.N
Opponent : dr. Husni Minanda Fikri
dr. Lesti Marliana
Hari/Tanggal : Senin / 11 April 2022

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2022
PENDAHULUAN

Metastasis otak merupakan tumor intrakranial yang paling sering ditemukan.


Setiap tahunnya, insidensi metastasis otak yang baru terdiagnosis lebih banyak
sekitar 3-10 kali lipat dibandingkan tumor primer otak.1 Tumor metastasis pada
otak merupakan tumor yang berasal dari luar sistem saraf pusat dan menyebar
secara sekunder ke otak. Insiden tumor metastasis otak diperkirakan mencapai 2,8-
11,1/100.000 penduduk.2 Pada pasien dewasa, tumor primer yang paling sering
metastasis ke otak adalah paru (36-64%), payudara (15-25%), dan melanoma (5-
20%). 1

Metastasis otak seringkali didiagnosis saat keganasan primer sudah diketahui


sebelumnya (metachronous), namun pada 30% kasus, metastasis otak didiagnosis
bersamaan dengan tumor primer (synchronous), dan pada beberapa kasus,
metastasis otak didiagnosis sebelum tumor primer ditemukan (precocius).1
Papillary adenocarsinoma paru merupakan jenis tumor paru invasif yang cukup
jarang terjadi, dimana terdapat struktur papillary yang menggantikan susunan
alveolar normal paru. Dalam kasus ini, akan dibahas kasus tumor metastasis otak
yang berasal dari tumor paru jenis papillary adenocarcinoma.

LAPORAN KASUS

Pasien seorang wanita berusia 48 tahun rujukan dari RSUD Rasidin Padang dibawa
ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 6 November 2021 pukul 13.00 WIB
dengan :

Keluhan Utama: Lemah anggota gerak kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:


• Keluhan lemah anggota gerak kiri sejak 3 minggu lalu, terjadi berangsur-
angsur, dimana pasien sulit menggenggam dan menggunakan sendal.
Namun sejak 3 hari ini pasien hanya bisa mengangkat lengannya sebentar
lalu terjatuh kembali.

1
• Keluhan disertai mulut mencong ke kanan.
• Nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, terjadi berangsur-angsur dan
meningkat sejak 1 minggu terakhir. Nyeri kepala saat ini tidak lagi
berkurang dengan obat pereda nyeri yang biasa diminum oleh pasien. Nyeri
dirasakan terus menerus dan dirasakan terutama pada pagi hari, terasa
seperti diikat, tidak menjalar.
• Batuk berdahak sejak 1 bulan yang lalu, keluhan juga disertai dengan batuk
berdarah 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:


• Pasien sudah dirawat sebelumnya di RSUD Rasidin selama 5 hari, sudah
dilakukan pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras, didiagnosis SOL
intrakranial sugestif Brain Metastasis, mendapat terapi Dexametasone 4x5
mg iv, Lansoprazole 2x30 mg IV, Paracetamol 3x750 mg, Codein 3x30 mg
PO.
• Riwayat hipertensi, DM, kolesterol, penyakit jantung tidak ada.
• Riwayat tumor pada anggota tubuh lain disangkal.
• Riwayat penurunan berat badan lebih kurang 10 kg dalam 3 bulan terakhir.
• Riwayat infeksi telinga, hidung, gigi tidak ada.
• Riwayat keringat malam tidak ada.
• Riwayat minum OAT sebelumnya tidak ada.
• Riwayat penggunaan kontrasepsi oral tidak ada.
• Riwayat seks bebas dan penggunaan narkoba suntik tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit tumor.

Riwayat Pribadi dan sosial:


• Pasien seorang pedagang makanan dengan aktivitas fisik ringan sedang.
• Riwayat merokok tidak ada.

2
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis kooporatif
Tekanan darah : 134/89 mmHg, sama kiri dan kanan
Frekuensi nadi : 86 x/menit, teratur, kuat angkat
Frekuensi nafas : 16 x/menit, thorakoabdominal
Suhu : 36,5 oC
Saturasi : 97 %
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 60 kg
IMT : 23,8
Kesan : Normal

Status Internus:
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-0 cmH2O, bising karotis (-) kiri dan kanan
Paru : Suara napas pada paru kanan < kiri, bronkovesikuler,ronkhi
(-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Iktus kordis tidak terlihat, teraba 1 jari medial LMCS RIC V,
HR: 86 x menit, murmur (-), gallop (-)

Status Neurologi:
Kesadaran: GCS E4M6V5 = 15
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk (-), Brudzinski I&II (-), Kernig (-)
Kuduk kaku (-)
Tanda peningkatan tekanan intrakranial: (+)
Pemeriksaan saraf kranialis:
▪ NI : Fungsi penghidu baik
▪ N II : Funduskopi ODS: papil batas mengabur, warna kemerahan,
Aa:Vv = 1:3, cupping (+), AV crossing (-). Kesan: papil

3
udem Frisen grade I ODS
▪ N III, IV, VI : Pupil isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, gerak bola
mata bebas ke segala arah
▪ NV : sensibilitas di area oftalmik, maksilaris, mandibularis baik,
gerakan mengunyah baik. Refleks kornea +/+
▪ N VII : Plika nasolabialis kiri lebih datar, kerutan dahi simetris,
fungsi pengecapan baik
▪ N VIII : Fungsi pendengaran baik
▪ N IX, X : arkus faring simetris, uvula ditengah, refleks muntah (+)
▪ N XI : Dapat mengangkat bahu simetris dan dapat menoleh ke kiri
dan kanan
▪ N XII : tremor (-), fasikulasi (-), atrofi lidah (-), deviasi lidah (-)

Motorik:
Tabel 1. Pemeriksaan motorik
Dextra Sinistra
Ekstremitas superior 555 4+4+4+
Eutonus, Eutrofi Eutonus, Eutrofi
Ekstremitas inferior 555 4+4+4+
Eutonus, Eutrofi Eutonus, Eutrofi
Kesan : hemiparesis sinistra

Tabel 2. Pemeriksaan sensorik


Dextra Sinistra
Eksteroseptif
Nyeri baik Baik
Temperatur baik Baik
Taktil baik Baik
Proprioseptif
Posisi Baik Baik
Vibrasi Baik Baik
Kesan: eksterosptif dan proprioseptif baik

4
Otonom : neurogenic bladder (-), inkontinensia alvi (-),inkontinensia urin (-)

Refleks Fisiologis
Tabel 3. Pemeriksaan refleks fisiologis
Refleks Dextra Sinistra
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++

Refleks Patologis
Tabel 4. Pemeriksaan refleks patologis
Reflek Dextra Sinistra
Hoffman tromner - -
Babinski - -
Chaddock - -
Gordon - -
Oppenheim - -
Schaefer - -

Diagnosis Kerja:
Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra + Paresis N VII sinistra tipe sentral
dengan tanda peningkatan TIK
Diagnosis Topik : Hemisfer serebri dekstra
Diagnosis Etiologi : SOL intrakranial sugestif tumor primer
Diagnosis Sekunder : CAP
Diagnosis Banding : susp. Tuberkuloma, susp. brain tumor metastasis,
Toksoplasmosis serebri

Rencana pemeriksaan :
1. Pemeriksaan darah rutin, elektrolit, faal ginjal, faal hepar
2. Rontgen thoraks
3. CT Scan dengan kontras / MRI dengan kontras

5
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium IGD:
Tabel 4. Pemeriksaan laboratorium IGD tanggal 6/11/2021 pukul 13.52 WIB
PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN SATUAN
DARAH LENGKAP
Hemoglobin (Hb) 13,8 13.0 - 16.00 g/dl
Leukosit (WBC) 16.730 5.0 – 10.0 103/mm3
Hematokrit 43 40 – 48 %
Trombosit 430.000 150 – 400 103/µL
Basofil 0 0–1 %
Eosinofil 4 1–3 %
Netrofil 68 50 – 70 %
Limfosit 23 20 – 40 %
Monosit 5 2–9 %
Gula darah sewaktu 142 < 200 mg/dL
FUNGSI GINJAL
Ureum 45 10-50 mg/dL
Kreatinin 0,7 0.8-1.3 mg/dL
FUNGSI HATI
Total protein 5,9 6.6-8.7 g/dl
Albumin 3,4 3.8-5.0 g/dl
Globulin 2,5 1.3-2.7 g/dl
SGOT 19 < 38 U/L
SGPT 13 <41 U/L
ELEKTROLIT
Natrium (Na) 136 136 – 145 mEq/L
Kalium (K) 4,8 3.5 – 5.1 mEq/L
Klorida (Cl) 105 97 – 111 mmol/L
Kesan : Leukositosis

Rontgen Thorak

Gambar 1. Pemeriksaan Rontgen Thorax AP (6 November 2021)

6
Trakea di tengah. Mediastinum superior sulit dinilai. Kedua hillus tidak
menebal/melebar. Corakan bronkovaskular paru tidak meningkat. Tampak massa
di medial paru kanan dengan batas tegas tepi irregular. Sinus dan diafragma kanan
dan kiri baik. Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip. Cor: Thoracic Ratio (CTR)
< 50. Tulang kesan intak.
Kesan: Sugestif tumor paru dekstra

Brain CT scan tanpa kontras

Gambar 3. Pemeriksaan Brain CT Scan tanpa kontras tanggal 1 November 2021


Jaringan lunak ekstrakalvaria, tulang kalvaria tidak tampak kelainan. Sulcus
menghilang girus mengabur. Diferensiasi white and gray matter baik.Tampak
lesi isodens inhomogen multiple di parietal kanan yang mengobliterasi
ventrikel lateral. Tampak juga lesi isodens di parietal kiri dan cerebelum kanan.
Sistem ventrikel tidak tampak melebar, CPA baik.
Kesan : Brain tumor metastasis

Konsul bedah saraf :


A/SOL intrakranial suspek multiple meningioma dengan midline shift
P/ Tumor removal elektif
Konsul paru :
A/ Susp karsinoma paru kanan jenis sel belum diketahui T4NxMx minimal stage
3a PS ECOG 1
P/ Rencana penelusuran tumor paru

7
Diagnosis:
Diagnosis Klinis : Hemiparesis sinistra + paresis N VII sinistra tipe sentral
dengan tanda peningkatan TIK
Diagnosis Topik : Frontoparietal kanan, parietal kiri, serebelum kanan
Diagnosis Etiologi : tumor intrakranial sugestif brain metastasis
Diagnosis Sekunder : Tumor paru kanan jenis sel belum diketahui T4NxMx
minimal stage 3a PS ECOG 1

Penatalaksanaan:
Umum:
▪ Elevasi kepala 30 derjat
▪ IVFD Nacl 0.9% 12 jam/kolf
▪ Diet MC RG 1700 kkal
Khusus :
▪ Inj. Dexametasone 4x5 mg iv tapp off per 3 hari
▪ Inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)
▪ Paracetamol 3x750mg (po)
▪ Laxadine 3x5 cc (po)

Rencana :
- Tumor removal

PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal 7 November 2021 (06.30 WIB)
S/ Nyeri kepala.
O/ KU : Sedang. Kesadaran : CMC. TD : 130/85 mmHg. Nadi : 75x/’ reguler.
Nafas : 16x/’ T : 36,4°C VAS : 2-3
GCS : E4M6V5 = 15, TTIK : (-). TRM (-)
Mata : pupil isokor ø 3mm/3mm RC +/+. RK +/+. Gerak bola mata bebas ke
segala arah
Paresis N VII sinistra tipe sentral

8
Motorik : 555 444
555 444
A/ Tumor intrakranial susp. Brain metastasis
Susp. Ca Paru kanan jenis sel belum diketahui T4NxMx stage III ECOG I
P/ Rencana CT Scan Thorax dengan kontras tanggal 16 November 2021
Th/ IVFD Nacl 0.9% 12 jam/kolf
Diet MC RG 1700 kkal
Inj. Dexametasone 4x5 mg IV tapp off per 3 hari (hari kedua)
Inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)
Paracetamol 3x750mg (po)
N-Asetilsistein 2x200 mg PO
Laxadine 3x5 cc (po)

Tanggal 9 November 2021 (09.30 WIB)


USG Thorax oleh Bagian Paru :
Tampak gambaran massa di linea parasternal dekstra RIC IV
Kesan : susp. Tumor Mediastinum dd/ Tumor Paru
P/ Transthoracic Needle Aspiration (TTNA) dan core biposy sesuai marker

Hasil Patologi Anatomi Sitologi TTNA dari Jaringan Paru :

Gambar 4. Hasil Patologi Anatomi Jaringan Paru

9
Makroskopik : Diterima slide TTNA 4 slide
Mikroskopik :
Dari sediaan apus TTNA diterima 4 buah slide mikroskopik tampak sebaran sel-
sel limfosit, debris, makrofag, serta sel-sel dengan N/C ratio meningkat, inti bulat-
oval, adanya vakuol intranuklear, tersusun membentuk struktur morula.
Kesan : Suatu Adenocarcinoma (Jumlah sel tidak cukup untuk pemeriksaan
EGFR)

Tanggal 10 November 2021 (08.00 WIB)


S/ Nyeri kepala berkurang.
O/ KU : Sedang. Kesadaran : CMC. TD : 130/80 mmHg. Nadi : 86x/’ reguler.
Nafas : 16x/’ T : 36,4°C VAS : 2
GCS : E4M6V5 = 15, TTIK : (-). TRM (-)
Mata : pupil isokor ø 3mm/3mm RC +/+. RK +/+. Gerak bola mata bebas ke
segala arah
Paresis N VII sinistra tipe sentral
Motorik : 555 444
555 444
A/ Tumor intrakranial susp. Brain metastasis
Susp. Ca Paru kanan jenis sel belum diketahui T4NxMx stage III ECOG I
P/ Rencana Craniotomi Removal Tumor tanggal 11/10/2021
Th/ IVFD Nacl 0.9% 12 jam/kolf
Diet MC RG 1700 kkal
Inj. Dexametasone 3x5 mg IV tapp off per 3 hari (hari kedua)
Inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)
Paracetamol 3x750mg (po)
N-Asetilsistein 2x200 mg PO
Laxadine 3x5 cc (po)

10
Tanggal 15 November 2021 (08.00 WIB) → post operasi
S/ pasien sadar, kontak adekuat, nyeri kepala (-).
O/ KU : Sedang. Kesadaran : CMC. TD : 130/80 mmHg. Nadi : 67x/’ reguler.
Nafas : 18x/’ T : 36,4°C
GCS : E4M6V5 = 15, TTIK : (-). TRM (-)
Mata : pupil isokor ø 3mm/3mm RC +/+. RK +/+. Gerak bola mata bebas ke
segala arah
Motorik : 555 4+4+4+
555 4+4+4+
A/ Tumor intrakranial susp. Brain metastasis post kraniotomi tumor removal H-4
Susp. Ca Paru kanan jenis sel belum diketahui T4NxMx stage III ECOG I
P/ Follow up hasil PA
Th/ IVFD Nacl 0.9% 12 jam/kolf
Diet MC RG 1700 kkal
Inj. Ceftriaxon 2 x 1 gr IV (H5)
Inj. Dexametasone 2x5 mg IV tapp off per 3 hari (hari pertama)
Inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)
Paracetamol 3x750mg (po)
N-Asetilsistein 2x200 mg PO
Laxadine 3x5 cc (po)

Hasil Patologi Anatomi Jaringan Tumor Intrakranial :

Gambar 5. Hasil Patologi Anatomi Jaringan Intrakranial

11
Makroskopik :
Potong-potong jaringan putih kecoklatan kenyal, ada bagian rapuh ukuran 3x2x1,5
cm penampang putih kecoklatan.
Mikroskopik :
Tampak potongan jaringan terdiri atas ploriferasi sel-sel yang tersusun membentuk
asinar, papiler, dengan tangkai fibrovaskular, sebagian mikropapiler dan solid. Sel-
sel tersebut dengan inti besar, relatif monoton, sebagian hiperkromatik, sebagian
vesikuler, anak inti nyata.
Kesan : Papillary Adenocarcinoma

Tanggal 19 November 2021 (08.00 WIB)


S/ pasien sadar, kontak adekuat, nyeri kepala (-).
O/ KU : Sedang. Kesadaran : CMC. TD : 120/80 mmHg. Nadi : 77x/’ reguler.
Nafas : 18x/’ T : 36,4°C
GCS : E4M6V5 = 15, TTIK : (-). TRM (-)
Mata : pupil isokor ø 3mm/3mm RC +/+. RK +/+. Gerak bola mata bebas ke
segala arah
Motorik : 555 4+4+4+
555 4+4+4+
A/ Tumor intrakranial susp. Brain metastasis post kraniotomi tumor removal H-8
Susp. Ca Paru kanan jenis sel belum diketahui T4NxMx stage III ECOG I
P/ Rawat jalan, kontrol poli saraf, paru, dan bedah saraf
Th/ Paracetamol 3x750mg (po)
N-Asetilsistein 2x200 mg PO
Laxadine 3x5 cc (po)
P/ Pemeriksaan MRI Brain dengan kontras dari poli.

12
Hasil Pemeriksaan MRI Kontras (13 Desember 2021):

Tampak defek pada kalvaria frontotemporalis kanan (post op). Tampak multipel
lesi pada kedua hemisfer serebri dan serebelum dengan ukuran bervariasi dengan
ukuran terbesar ±5,17 cm x 4,91 x 4,62 cm dengan edema perifokal yang
memberikan intensitas signal isointens pada T1W1 dan T2W1 dan T2 flair. Massa
tampak menyebabkan pergeseran struktur garis tengah ke kiri sejauh 1, 34 cm. Pada
post kontras scanning tampak memberikan enhancement. Sulci dan gyri corticalis,
fissura Sylvii hemisfer kiri dan fissura interhemisfer masih memberikan bentuk dan
intensitas sinyal yang normal. Ventrikel lateral kanan terobliterasi, ventrikel III dan

13
IV masih dalam batas normal. Ruang subarachnoid masih memberikan bentuk dan
intensitas sinyal yang normal. Sisterna ambiens dan basalis masih dalam batas
normal. Parenkim batang otak tidak memberikan lesi patologis. Daerah sela tursika,
jukstasella, dan daerah serebelopontin angle bilateral masih memberikan bentuk
dan intensitas sinyal yang normal. Diffusion-WI tidak menunjukkan adanya area
patologis yang merupakan area restricted yang signifikan.
Kesimpulan : Multipel SOL di kedua parenkim serebri dan serebelum dengan
edema perifokal dan midline shift ke kiri ec metastasis.

14
DISKUSI

Telah dibahas seorang pasien perempuan usia 48 tahun dengan keluhan


lemah anggota gerak kiri yang berangsur-angsur disertai dengan nyeri kepala yang
bersifat progresif, dan disertai dengan kelemahan pada anggota gerak kiri dan mulut
mencong ke kanan. Pada pasien tidak didapatkan demam maupun riwayat infeksi
sebelumnya di bagian lain. Terdapat penurunan berat badan lebih kurang 10
kilogram dalam 3 bulan terakhir. Sehingga dipertimbangkan penyebab keluhan
pasien merupakan nyeri kepala sekunder yang disebabkan oleh suatu lesi desak
ruang intrakranial. Dilakukan pencitraan berupa CT Scan kepala tanpa kontras, dan
didapatkan lesi multipel pada frontoparietal dekstra dan sinistra, serta serebelum.
Sehingga dicurigai penyebab lesi merupakan suatu tumor metastasis otak.

Metastasis otak merupakan tumor intrakranial tersering pada usia dewasa. 3


Pada pasien ini, tumor primer diketahui setelah penegakan diagnosis tumor
metastasis otak ditegakkan (precocius). Metastasis otak seringkali didiagnosis saat
keganasan primer sudah diketahui sebelumnya (metachronous), namun pada 30%
kasus, metastasis otak didiagnosis bersamaan dengan tumor primer (synchronous),
dan pada beberapa kasus, metastasis otak didiagnosis sebelum tumor primer
ditemukan (precocius).1 Tumor primer memiliki waktu penyebaran ke otak pada
waktu yang berbeda dalam perjalanan penyakit, dimana kanker paru memiliki
interval laten terpendek antara diagnosis awal kanker dengan diagnosis metastasis
otak, rata-rata 6-9 bulan setelah diagnosis kanker paru ditegakkan.2

Otak tidak memiliki sistem limfatik, sehingga metastasis kanker paru ke


parenkim otak masuk melalui penyebaran secara hematogen, baik melalui arteri
karotis interna, vertebrobasiler, maupun pleksus vena Batson.2 Cardiac output ke
otak sekitar 20% sehingga tumor paru sering bermetastasis ke otak. Metastasis
cenderung terjadi di daerah gray white matter junction, karena ukuran diameter
pembuluh darah area tersebut lebih kecil, sehingga emboli metastasis terperangkap,
kemudian ektravasasi melintasi Blood Brain Barier, setelah itu masuk ke parenkim

15
otak dimana sel tumor mengalami pertumbuhan perivaskuler dan proses
angiogenesis (gambar 6). Sekitar 80% tumor akan berkembang di hemisfer serebral,
15% daerah serebelum, dan 5% area batang otak. 1 Sawar darah-otak adalah
penghalang fungsional dan anatomis yang memainkan peran penting dalam
interaksi antara lingkungan mikro serebral dan kolonisasi metastasis dari tumor.4

Gambar 6. Kaskade Metastasis

Pada kasus ini, tumor primer berasal dari papillary adenocarcinoma paru.
Papillary adenocarcinoma merupakan subtipe dari non small cell lung carcinoma
(NSCLC) terjadi sekitar 40% dari seluruh pasien, dimana sturktur papillary
menggantikan struktur alveolar paru yang ada.5 Subtipe ini dikarakteristikan
memiliki progresifitas yang cepat, metastasis yang dini, serta memiliki insiden
metastasis ke otak yang sering dibandingkan subtipe NSCLC yang lain. 6 Pasien
dengan tumor paru biasanya tidak bergejala pada stadium dini. Tumor paru kadang-
kadang dideteksi ketika evaluasi untuk masalah medis yang tidak berhubungan
dengan gejala atau pada pemeriksaan rontgen thorax untuk skrining pre-operatif.
Tumor dapat bermetastasis secara limfogen dan hematogen. Insiden metastasis
tumor ke otak pada pasien dengan tumor paru diperkirakan 25% dan hanya 5%
bertahan dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan dengan angka median
ketahanan hidup 4-5 bulan.7

Pada pasien diberikan Dexametason 4x5 mg IV tappering off per tiga hari.
Kortikosteroid digunakan untuk mengontrol edema vasogenik peritumoral. 8 Jenis

16
yang direkomendasikan adalah Dexametason mulai dari dosis 4-8 mg/hari dan
dapat ditingkatkan menjadi 16 mg/hari pada pasien dengan gejala berat.9 Pada
pasien dengan tumor intrakranial yang besar dan edema sekunder, kadang-kadang
membutuhkan dosis yang Dexametason yang sangat tinggi hingga total 100
mg/hari.10 Dexametason merupakan pilihan utama karena efek mineralokortikoid
yang rendah dan memiliki waktu paruh yang panjang. Deksametason memperbaiki
edema vasogenik melalui pengurangan permeabilitas kapiler dan pengaturan tight
endothelial junction yang terlibat dalam pengaturan sawar darah otak. 4 Sebagai
monoterapi, Dexametason dapat mengurangi gejala dalam kurun waktu satu bulan
dan memperpanjang median kesintasan 4-6 minggu jika dibandingkan dengan
pasien yang tidak diberikan terapi sama sekali.1

Manajemen terapeutik pasien dengan metastasis otak tergantung pada


lokalisasi dan jumlah lesi otak, sifat biologi tumor primer, dan perkembangan
penyakit. Kelangsungan hidup keseluruhan dari saat diagnosis untuk pasien yang
tidak diobati adalah sekitar 1-2 bulan, yang dapat diperpanjang hingga 6 bulan pada
pasien yang menerima radioterapi dan kemoterapi konvensional. 4

Menurut panduan tatalaksana NCCN versi 2 tahun 2021 untuk metastasis


otak ekstensif, dengan tanpa riwayat keganasan sebelumnya, dilakukan penelusuran
tumor primer dengan melakukan CT Scan dengan kontras pada paru, abdomen, atau
pelvis. Pada pasien dilakukan pemeriksaan CT Scan thoraks dengan kesan adanya
tumor paru dan dilakukan biopsi dengan hasil suatu adenokarsinoma. Sehingga
pada pasien dilakukan tindakan operatif dengan pilihan reseksi untuk tatalaksana
mengurangi efek massa dan gejala. Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi
dengan hasil papillary adenocarcinoma.

17
Gambar 7. Pedoman tatalaksana tumor otak metastasis NCCN versi 2 tahun 2021
Pilihan terapi primer pada pasien dengan tumor otak metastasis adalah
WBRT (whole brain radiation theraphy) terutama pada lesi multipel.7,11
Keefektifan tergantung pada histologi tumor. Dosis radiasi yang diberikan adalah
30 Gy terbagi dalam 10 fraksi selama 2 minggu atau 37,5 Gy terbagi dalam 15 fraksi
selama 3 minggu.1 Pilihan dosis radioterapi pada pasien kanker paru non small cell
stadium IV pun juga mengikuti panduan tatalaksana terapi tumor otak.11
Pilihan terapi berikutnya adalah SRS atau streotactic radiosurgery yang
merupakan radiasi lokal dengan presisi yang tinggi yang diberikan dalam satu fraksi
dengan panduan radiologi. Target SRS ini adalah pada metastasis yang berukuran
kecil hingga 40 mm dengan dosis yang berbeda-beda tergantung diameter tumor,
lokasi, dan keberadaannya dari organ yang berisiko. Rentang dosis SRS antara 15—
24 Gy. Dosis tunggal SRS diberikan pada pasien yang baru terdiagnosis metastasis
otak dengan jumlah lesi kurang dari 3. Terdapat bukti SRS dapat meningkatkan

18
luaran pasien jika lesi metastasis otak kurang dari 3, memiliki index Karnofsky
Performance Status ≥ 70, dan memiliki penyakit ekstrakranial yang terkontrol. 1,12
Pasien dengan metastasis otak juga dapat diberikan terapi sistemik, namun
efikasi kemoterapi sistemik pada metastasis otak masih terbatas. Faktor yang
mempengaruhi respon pengobatan antara lain sawar darah otak dan sensitivitas
tumor terhadap kemoterapi. Keganasan paru jenis NSLSC dapat diberikan
kemoterapi sitotoksik (Cisplatin, Etoposide), Targeted Agents (Erlotinib,
Gefitinib), ALK tyrosine kinase inhibitors (Crizotinib, Alectinib), Bevacizumab
(Antiangiogenik), dan kombinasi WBRT dan Temozolamid.1 Pada kasus ini, status
mutasi EGFR masih belum diketahui karena belum dilakukan pengulangan biopsi
pada tumor yang ada (hasil sebelumnya tidak cukup untuk pemeriksaan EGFR).
EGFR berfungsi untuk mengatur perkembangan jaringan epitel dan homeostasis,
dimana jika terdapat mutasi pada gen EGFR, akan mendorong terjadinya
perkembangan sel tumor.13 Pada pasien dengan status mutasi EGFR yang belum
diketahui, kemoterapi sitotoksik lebih dipilih. 14 Kemoterapi sistemik ini tidak lebih
superior dibandingkan dengan radioterapi dan lebih bermanfaat pada pasien dengan
kanker paru diseminata dan metastasis otak asimptomatik. 1
Salah satu indeks prognostik yang paling sering dipakai dalam menentukan
angka kesintasan pada metastasis otak adalah Grade Prognostic Assessment (GPA),
dimana pada kasus yang berasal dari kanker paru non small cell dan small cell
dinilai berdasarkan umur, indeks Karnofsky Performance Status, Extracranial
Metastasis, dan jumlah metastasis, seperti tabel di bawah ini. 1
Tabel 5. Lembar Kerja Grade Prognostic Assesment

19
Pada pasien ini didapatkan skor KPS 70 dengan jumlah metastasis 3 buah,
sehingga skor GPA pasien adalah 2 dengan median survival rate adalah 5,5 bulan.

KESIMPULAN

Tumor metastasis pada otak merupakan tumor yang berasal dari luar sistem saraf
pusat dan menyebar secara sekunder ke otak. Papillary adenocarcinoma
merupakan subtipe dari non small cell lung carcinoma (NSCLC). Subtipe ini
dikarakteristikan memiliki progresifitas yang cepat, metastasis yang dini, serta
memiliki insiden metastasis ke otak yang sering dibandingkan subtipe NSCLC yang
lain. Pilihan terapi primer pada pasien dengan tumor otak metastasis adalah WBRT
(whole brain radiation theraphy) terutama pada lesi multipel. Keefektifan WBRT
tergantung pada histologi tumor. Pasien dengan metastasis otak juga dapat
diberikan terapi sistemik, namun efikasi kemoterapi sistemik pada metastasis otak
masih terbatas. Kemoterapi sistemik ini tidak lebih superior dibandingkan dengan
radioterapi dan lebih bermanfaat pada pasien dengan kanker paru diseminata dan
metastasis otak asimptomatik. Salah satu indeks prognostik yang paling sering
dipakai dalam menentukan angka kesintasan pada metastasis otak adalah Grade
Prognostic Assessment (GPA), dimana survival rate pasien dengan skor 2 memiliki
median 5,5 bulan. Seharusnya dilakukan pemeriksaan EGFR pada pasien untuk
menentukan apakah pasien dapat diberikan terapi target selain

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha T, Andriani R, Malueka R. Buku Ajar Neuroonkologi. 1st ed.


Jakarta: Penerbit Kedokteran Indonesia; 2019.

2. Clifton W, Reimer R. Metastatic brain tumors. In: Brain tumors An


encyclopedic approach 3rd edition. Elsevier; 2012.

3. Bispo IGA, Nascimento DT, Ferreira KO, Fakhouri R, Godinho AS, Ferrão
T de O. Brain metastasis as initial presentation of papillary adenocarcinoma
of the lung: case report. Radiol Bras. 2013;46(5):313–6.

4. Enrique G-V, Irving S-R, Ricardo B-I, Jesus F-L, Alan R-M, Inigo VAA, et
al. Diagnosis and management of brain metastases: an updated review from
a radiation oncology perspective. J Cancer Metastasis Treat. 2019;2019.

5. Gupta P, Mittal R, Chhabra S. Primary papillary adenocarcinoma of the lung:


Report of two cases. Lung India. 2017;34(3):297–9.

6. Kobayashi H, Hamasaki M, Morishita T, Yoshimura M, Nonaka M, Abe H,


et al. Clinicopathological and genetic characteristics associated with brain
metastases from lung adenocarcinoma and utility as prognostic factors.
Oncol Lett. 2018;16(4):4243–52.

7. Stella GM, Corino A, Berzero G, Kolling S, Filippi AR, Benvenuti S. Brain


metastases from lung cancer: Is MET an actionable target? Cancers (Basel).
2019;11(3).

8. Wen PY, Marks PW. Medical management of patients with brain tumors.
Curr Opin Oncol. 2002;14(3):299–307.

9. Ryken TC, McDermott M, Robinson PD, Ammirati M, Andrews DW, Asher


AL, et al. The role of steroids in the management of brain metastases: A
systematic review and evidence-based clinical practice guideline. J
Neurooncol. 2010;96(1):103–14.

21
10. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principles of
Neurology. 11th ed. McGraw-Hill Education. New York: McGraw-Hill
education; 2019. 575 p.

11. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. PNPK Kanker Paru. Kementrian


Kesehat RI. 2017;

12. Pinkham MB, Whitfield GA, Brada M. New developments in intracranial


stereotactic radiotherapy for metastases. Clin Oncol. 2015;27(5):316–23.

13. Sigismund S, Avanzato D, Lanzetti L. Emerging functions of the EGFR in


cancer. Mol Oncol. 2018;12(1):3–20.

14. Azzoli CG, Baker S, Temin S, Pao W, Aliff T, Brahmer J, et al. American
society of clinical oncology clinical practice guideline update on
chemotherapy for stage IV non-small-cell lung cancer. J Clin Oncol.
2009;27(36):6251–66.

22

Anda mungkin juga menyukai