Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED

LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS


MATEMATIS PESERTA DIDIK PADA MATERI SPLDV KELAS VIII

Oleh:

Nama : Mona Chandra Wina


NPM : 1801070090
Program Studi : Pendidikan Matematika

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN PEMATANGSIANTAR
2022
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat dan
karuniannya sehingga makalah Seminar Proposal ini sanggup tersususun hingga
selesai.
Dan saya berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman serta
ilmu bagi pembaca.Sehingga untuk ke depannya sanggup memperbaiki bentuk
maupun tingkatkan isian makalah sehingga menjadi makalah yang memiliki wawasan
yang luas dan lebih baik lagi.
Semoga makalah yang Saya buat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan
yang lebih baik lagi. Oleh karena itu saya sangat berharap saran dan kritik yang
membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                           Pematangsiantar,28 Januari 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Belajar matematika tidaklah rugi, karena belajar matematika sangat bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan, matematika sering dijumpai dalam mata
pelajaran lain. Matematika juga disebut sebagai ratunya ilmu (sumber ilmu) mengandung arti
bahwa keberadaan matematika tidak bergantung kepada ilmu lain. Matematika justru
melahirkan dan membantu perkembangan ilmu lain. Dalam kenyataannya, terdapat beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang penemuan dan pengembangannya dipengaruhi oleh
matematika. Sebagai contoh beberapa konsep Fisika dan Kimia dikembangkan melalui konsep
Kalkulus yakni persamaan differensial (Darminto, 2013: 12).

Salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah untuk mencerdaskan kehidupan


bangsa. Hal yang harus diperhatikan dalam pelajaran matematika adalah minat dan kemauan,
serta kerja keras dalam berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk
memproses, mengevaluasi, dan menggunakan informasi untuk mencari solusi yang logis.
Untuk membangun kemampuan berpikir kritis siswa, guru dapat menggunakan beberapa
latihan soal yang dapat membantu siswa. Dengan adanya latihan soal siswa akan terlatih dan
cara berpikirnya pun akan berjalan sesuai kemampuannya, sehingga cara berpikir kritisnya
akan muncul ketika menghadapi soal yang diberikan oleh guru.

Kemampuan berpikir kritis matematis merupakan kemampuan dalam menyelesaikan


masalah, memecahkan masalah, menganalisis asumsi-asumsi, membuat suatu keputusan yang
masuk akal berdasarkan alasan logis. Berpikir kritis menjadi proses menyeluruh yang
membutuhkan tingkat keterampilan kognitif yang lebih tinggi dalam pemrosesan informasi
(Choy, & Cheah, 2009). Berpikir kritis berasal dari pemikiran yang benar-benar tajam dan
hanya dapat ditunjukkan oleh seseorang yang memiliki kemampuan baik dan watak untuk
berpikir secara menyeluruh (Lai, 2011).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran matematika kelas VIII
SMP Negeri 6 Pematangsiantar, dalam kegiatan pembelajaran guru masih cenderung
menggunakan pembelajaran ekspositori. Kegiatan pembelajaran lebih dipusatkan pada guru
(teacher center) dan guru kurang memberikan variasi dalam pembelajaran matematika
sehingga siswa mudah bosan dalam mengikuti pembelajaran. Guru masih menggunakan
konsep konvensional,siswa diminta mendengarkan dan mencatat dalam menyelesaikan
masalah sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang optimal.

Hasil observasi yang diperoleh Mona Chandra Wina yaitu bahwa kemampuan berpikir
kritis siswa di SMP Negeri 6 Pematangsiantar masih kurang. Hal itu dapat dilihat saat jam
pelajaran berlangsung, saat guru menjelaskan materi ada beberapa siswa yang tidak
memperhatikan, apalagi saat guru memberikan contoh soal dan menjelaskan penyelesaiannya
secara runtut ada beberapa siswa yang bermain sendiri tanpa memperdulikan penjelasan guru.
Setelah guru selesai menjelaskan materi dan memberikan beberapa soal permasalahan, siswa
jar ang ada yang bertanya mengenai materi yang mungkin belum dipahaminya. Siswa
menyelesaikan soal permasalahan tersebut sesuai dengan apa yang diketahui tanpa
memperdulikan benar atau salah dan tidak memperhatikan cara penyelesaian secara runtut.
Sikap siswa yang demikian menyebabkan potensi kemampuan berpikir kritis siswa kurang.
Dari kejadian tersebut guru harus memperhatikan cara mengajar dan memperhatikan siswanya
agar ketika sedang diberikan penjelasan mengenai materi siswa lebih fokus memperhatikan
dan dapat menyelesaikan soal permasalahan secara runtut dan benar.

Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran dengan memberikan
suatu permasalahan yang nyata kepada siswa untuk dapat dipecahkan secara tepat dan logis.
Model pembelajaran yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa dalam menyelesaikan masalah. Maksud dari berpikir kritis di sini yaitu dalam
menyelesaikan masalah siswa lebih menggunakan logika sehingga dapat menghasilkan
keputusan yang tepat. Pembelajaran berbasis masalah merupakan metode pengajaran dan
pembelajaran dimana siswa terlibat dalam masalah tanpa studi persiapan dan dengan
pengetahuan secukupnya untuk memecahkan masalah, mengharuskan siswa memperluas
pengetahuan dan pemahaman yang ada dan menerapkan peningkatan pemahaman ini untuk
menghasilkan solusi (Wirkala & Kuhn, 2011). Menurut Sanjaya (2007:218) kelebihan
Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, memotivasi internal
untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based learning terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Matematis Peserta Didik pada Materi SPLDV di Kelas VIII SMP Negeri
6 Pematangsiantar T.A 2021/2022’’

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai
berikut :

1. Kemampuan berpikir kritis siswa kurang optimal diduga siswa dalam


menyelesaikan masalah hanya fokus kehasil akhirnya.
2. Potensi kemampuan berpikir kritis siswa kurang terampil diduga dalam
mengikuti proses pembelajaran siswa kurang diberi ruang publik untuk
bertanya dan mempersentasikan hasil pekerjaannya.
3. Penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada guru diduga karena guru
kurang menguasai tentang model-model dalam pembelajaran.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahan apakah dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning
berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis

1.4. Batasan Masalah


Berdasarkan pemilihan masalah di atas maka penelitian ini akan dibatasi pada:

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model problem based learning.

2. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud yaitu kemampuan menyelesaikan


masalah sehingga dapat menghasilkan keputusan yang tepat.
3. Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 6
Pematangsiantar tahun pelajaran 2021/2022?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan
menggunakan Model Pembelajaran Problem Based learning memiliki pengaruh terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Peserta Didik pada Materi SPLDV di Kelas
VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar T.A 2021/ 2022

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Dalam kasus pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat berpikir kritis dalam
menyelesaikan masalah terutama pada pelajaran matematika.

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada para guru atau
calon guru untuk meningkatkan kegiatan pembelajarannya di dalam kelas agar lebih
bervariasi dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa terutama pada pelajaran
matematika.

3. Bagi sekolah

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pemikiran dan menerapkan inovasi
tentang model problem based learning.

4. Bagi peneliti

Dalam penelitian ini peneliti diharapkan dapat memperoleh jawaban dari permasalahan
yang ada dalam pengalaman menerapkan model problem based learning kepada
siswanya.

1.7 Batasan Istilah


Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) atau yang selanjutnya sering
disebut PBL adalah salah satu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dengan cara
menghadapkan para peserta didik tersebut dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam
kehidupannya.
Berpikir kritis matematis adalah aktivitas mental dalam bidang matematika yang
dilakukan menggunakan langkah-langkah dalam metode ilmiah, yaitu: memahami dan
merumuskan masalah, mengumpulkan dan menganalisis informasi yang diperlukan dan dapat
dipercaya, merumuskan praduga dan hipotesis, menguji hipotesis secara logis, mengambil
kesimpulan secara hati-hati, melakukan evaluasi dan memutuskan sesuatu yang akan diyakini
atau sesuatu yang akan dilakukan, serta meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi.
BAB II

LANDASAN TEORI

A.Model Pembelajaran

1.Pengertian Model Pembelajaran


Menurut Agus Suprijono (2010: 46) mengemukakan bahwa “model pembelajaran
merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
maupun tutorial”. Sedangkan menurut Arends (Agus Suprijono, 2010: 46), bahwa “model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-
tujuan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengalolaan kelas”. Menurut Joice (Agus
Suprijono, 2010: 46), bahwa menggunakan model pembelajaran berarti guru membantu siswa
dalam memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Fungsi
dari model pembelajaran yaitu sebagai pedoman bagi para guru untuk merancang aktivitas dalam
pelaksanaan pembelajaran.

Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang mangarah kepada
prosedur sistematis dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model
pembelajaran yang menyenangkan akan menjadikan siswa lebih senang dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa juga tidak akan mudah mengeluh ketika guru
menjelaskan materi pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah


pola atau cara untuk mendapatkan informasi, ide dan cara berpikir yang digunakan sebagai
perencanaan pembelajaran di kelas untuk menarik perhatian siswa supaya tidak mudah
mengeluh saat mengikuti kegiatan belajar.

B.Pengertian Model Problem Based Learning

Menurut Borrow dalam Miftahul Huda (2013: 271) mendefinisikan bahwa


“Pembelajaran-Berbasis-Masalah/PBL sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui proses
menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama-
tama dalam proses pembelajaran”. Menurut Barr dan Tagg dalam Miftahul Huda (2013: 271)
mendefinisikan “PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran
menuju paradigma pembelajaran”. Jadi PBL lebih berpusat pada pembelajaran siswa dan
bukan pada pengajaran guru. Menurut Lloyd-Jones, Margeston, dan Bligh dalam Miftahul
Huda (2013: 271) mengatakan bahwa ada tiga elemen dasar yang harus muncul dalam
pelaksanaan PBL yaitu masalah awal, meneliti permasalahan sebelumnya, dan memanfaatkan
pengetahuan dalam memahami lebih jauh situasi masalah.

Menurut Tan dalam Rusman (2014: 229) mendefinisikan bahwa: PBM merupakan
inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa
dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya
secara berkesinambungan.

Menurut Finkle dan Torp dalam Aris Shoimin (2014: 130) mengatakan bahwa:
Problem based learning merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang
mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan
dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah
masalah sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Menurut Duch dalam Aris Shoimin
(2014: 130) mendefinisikan bahwa problem based learning merupakan model pembelajaran
yang mengatakan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk belajar berpikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Siswa akan lebih
bersemangat dalam mengikuti pembelajaran jika model pembelajaran yang digunakan
menyenangkan dan bervariatif. Tetapi tidak semua guru dapat menerapkan hal tersebut dalam
kegiatan pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow dan Min Liu dalam Aris Shoimin
(2014: 130) menjelaskan karakteristik dari problem based learning, yaitu:

a. Proses pembelajaran lebih terpusat kepada siswa.

b. Masalah yang disajikan berupa masalah yang nyata.


c. Siswa mencari jalan penyelesaian masalahnya dengan mencari sumber-sumber
yang ada tanpa mengandalkan guru.
d. Pelaksanaan PBL dibuat dalam kelompok kecil.

e. Guru berperan sebagai fasilitator.

1.Langkah-langkah dalam pelaksanaan Model pembelajaran problem based learning

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa.

b. Guru memberi suatu masalah dan meminta siswa untuk mempelajari masalah
tersebut. Dalam penelitian ini permasalahannya yaitu tentang persamaan linear
dua variabel.
c. Guru membagi siswa ke dalam kelompok dimana satu kelompok terdiri 4-5
orang yang mempunyai kemampuan heterogen.
d. Guru meminta siswa untuk mengemukakan ide kelompoknya sendiri tentang
menyelesaikan masalah persamaan linear dua variabel.
e. Guru mengarahkan kepada siswa untuk menyelesaikan pemecahan masalah
yang telah diberikan.
f. Guru mendorong siswa untuk menyajikan hasil diskusinya di papan tulis
dengan cara menunjuk satu kelompok secara acak dan kelompok lainnya
menanggapi hasil penyajian kelompok yang maju.
g. Guru membantu siswa untuk mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan
masalah yang telah dipresentasikan, kemudian guru bersama siswa
menyimpulkan masalah tersebut.
2.Kelebihan dari model pembelajaran problem based learning

Menurut Aris Shoimin (2014: 132), kelebihan dari problem based learning adalah
sebagai berikut:

a. Siswa didorong untuk dapat memecahkan permasalahan yang nyata.

b. Siswa memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dengan


mencari informasi.
c. Pembelajaran berpusat pada masalah yang dihadapi.
d. Melalui kerja kelompok, akan mewujudkan kerjasama antarteman.

e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari


perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.
f. Siswa dapat mengukur kemampuan belajarnya sendiri.

g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam


kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.
h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok
dalam bentuk peer teaching.
3.Kekurangan dari Model pembelajaran problem based learning

Menurut Aris Shoimin (2014: 132), kekurangan dari problem based learning adalah
sebagai berikut:

a. Tidak semua materi dapat diterapkan menggunakan model PBL.

b. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan
terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa problem based learning
merupakan suatu pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan yang nyata untuk
menciptakan kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam
kegiatan belajar mengajar untuk dapat dipecahkan secara tepat dan logis.

C.Kemampuan Berpikir Kritis Matematis


1.Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Menurut Bambang P.D. (2013: 8), bahwa “kemampuan berpikir manusia dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern". Faktor intern adalah faktor kecerdasan
dan kemampuan lain yang dimiliki oleh setiap individu sebagai modal awal untuk
mengembangkan kemampuan atau pengetahuan. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang
berasal dari luar individu yang dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang, misalnya orang
lain atau lingkungan.
Kemampuan berpikir kritis seseorang dalam suatu bidang studi tidak dapat terlepas
dari pemahamannya terhadap materi bidang studi tersebut. Untuk dapat memecahkan masalah
dengan baik, guru harus mengajarkan materi kepada siswa sesuai dengan kemampuan
pemikiran siswa. Maka seseorang/siswa harus menguasai materi minimal 80 % agar dapat
berpikir kritis dalam suatu pelajaran. Namun sebagaimana yang diketahui bahwa matematika
bersifat aksiomatik, abstrak, formal, dan deduktif. Karenanya wajar jika matematika termasuk
mata pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa pada umumnya yang tahap berpikirnya belum
formal dengan bakat serta kemampuannya yang bervariasi.

Menurut Leron dalam Ariyadi Wijaya (2012: 14) mendefinisikan bahwa “pemikiran
matematika sebagai kemampuan untuk membangun kemampuan penalaran serta
mengkomunikasikan gagasan”. Sehingga guru perlu membuat kesimpulan dari permasalahan
agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan sendiri atau dapat menerapkan apabila
mendapatkan masalah di luar sekolah. Jadi kemampuan berpikir kritis matematis adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari dalam atau luar diri seseorang
yang berpengaruh terhadap perkembangan otak untuk dapat mengkomunikasikan pengetahuan
dan keterampilan yang telah diperoleh sesuai dengan akal untuk dapat memecahkan masalah
dan menyimpulkannya secara logis.

Indikator kemampuan berpikir kritis matematis menurut Indarti Meylisa, dkk (2013)
adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan setiap permasalahan dan memberi arahan supaya memperoleh


jawaban yang logis.
b. Menentukan solusi alternatif dari suatu permasalahan untuk dapat direncanakan
dan dilaksanakan.
c. Melakukan evaluasi dari suatu permasalahan berdasarkan fakta.

d. Membuat kesimpulan berdasarkan masalah.


2.Berpikir Kritis

Menurut Glaser dalam Alec Fisher (2008: 3), mendefinisikan bahwa “berpikir kritis
yaitu suatu sikap berpikir secara mendalam tentang masalah dan hal-hal yang berada dalam
jangkauan pengalaman seseorang untuk mendapatkan pengetahuan tentang metode-metode
pemeriksaan dan penalaran yang logis”. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk dapat
merumuskan setiap permasalahan supaya memperoleh jawaban yang logis.

Menurut Robert Ennis dalam Alec Fisher (2008:4), mengatakan bahwa berpikir kritis
adalah pemikiran yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan
sesuai dengan akal. Dengan memberikan solusi dari suatu permasalahan, siswa akan lebih
paham dengan materi yang diajarkan dan dapat menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan
yang diharapkan oleh guru. Menurut Fisher dan Scriven dalam Alec Fisher (2008: 10), bahwa
“berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan
komunikasi, informasi dan argumentasi”. Sedangkan menurut Richard Pul dalam Alec Fisher
(2008: 4) mendefinisikan bahwa:

Berpikir kritis adalah mode berpikir-mengenai hal, substansi atau masalah apa saja-
dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan menangani secara terampil
strukturstruktur yang melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual
padanya. Definisi tersebut mengarahkan perhatian pada keistimewaan berpikir kritis dimana
para guru dan peneliti di bidang tersebut terlihat pada prinsipnya menyetujui bahwa satu-
satunya cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis seseorang ialah melalui
berpikir tentang pemikiran diri sendiri (metakognisi), dan secara sadar berupaya
memperbaikinya dengan merujuk pada beberapa model berpikir yang baik. Jadi berpikir kritis
adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan
menggunakan logika dengan memberikan solusi yang tepat sehingga dapat menghasilkan
keputusan yang tepat.

D.Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel


1. Sistem persamaan linear dua variabel

Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai masalah yang pemecahannya


diselesaikan melalui penyederhanaan dalam bentuk persamaan. Dari pemecahan masalah
tersebut, akan lebih mudah dalam memahami masalah yang dihadapi serta akan lebih mudah
dalam memecahkan permasalahannya.

Contoh: Dea membeli sebuah baju dan 2 buah kaos, ia harus membayar Rp
100.000,00. Butet juga membeli sebuah baju dan 3 buah kaos, ia harus membayar Rp
120.000,00. Tentukan model persamaannya!

Penyelesaian:

Misalkan x = harga sebuah baju dan y = harga sebuah kaos, maka persamaannya dapat ditulis
sebagai berikut.

x + 2y = 100.000 ........(1) x + 3y = 120.000 ........


(2)

Kedua persamaan tersebut dikatakan membentuk sistem persamaan linear dua variabel karena
terdapat dua persamaan yang berbentuk ax + by = c dan dx + ey = f atau dapat ditulis

{axdx++by=c
ey=f

(Nuharini dan Tri Wahyuni, 2008: 101-102)

2. Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel

Sistem persamaan linear dua variabel dapat diselesaikan menggunakan tiga metode
yaitu:

Cara menyelesaiakan SPLDV dapat dilakukan dengan cara

1.Substitusi

Menggantikan satu variabel dengan variabel dari persamaan yang lain.

Contoh :
Carilah penyelesaian system persamaan {2 xx−+3yy=15
=5
dengan menggunakan metode

substitusi!

Jawab :

a.Metode Substitusi

Metode substitusi adalah cara penyelesaian dengan menyatakan suatu variabel dengan
variabel yang lain dari satu persamaan. Contoh:

Selesaikanlah persamaan x - y = 5 ke persamaan 2x + 3y = 15 dengan menggunakan metode


substitusi!

Penyelesaian: x - y = 5 ekuivalen dengan x = y + 5

2x + 3y = 15
2 (y + 5) + 3y = 15

2y + 10 + 3y = 15

5y + 10 = 15

5y = 15-10

5y = 5

y = 1
Selanjutnya untuk memperoleh nilai x, substitusikan nilai y ke persamaan x = y + 5, sehingga
diperoleh

x=y+5

x=1+5

x=6

Jadi himpunan penyelesaian dari sistem persamaan 2x + 3y = 15


x–y=5
adalah {(6, 1)}.

a.Metode Eliminasi

Metode eliminasi adalah cara penyelesaian dengan cara menghilangkan salah satu
variabel unuk mendapatkan nilai variabel yang lain. Unuk menyamakan koefisien variabel
yang akan dihilangkan terlebih dahulu dengan cara menyetarakan salah satu atau kedua
persamaan, sehingga dapat menentukan satu nilai variabel. Selanjutnya dapat menentukan
variabel yang lainnya.

Contoh:

Tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan 2x + 3y = 6 dan x – y = 3


dengan menggunakan metode eliminasi!
Penyelesaian:

Langkah I (eliminasi variabel y).

Untuk mengeliminasi variabel y, koefisien y harus sama, sehingga persaman 2x +


3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3
dikalikan 3.

2x + 3y = 6 ×1 2x + 3y = 6
x – y = 3 ×3 3x - 3y = 9 +
5x =6+9

5x = 15

x =3

Langkah II (eliminasi variabel x).

Seperti pada langkah I, untuk mengeliminasi variabel x, koefisien x harus sama, sehingga
persaman 2x + 3y = 6 dikalikan 1 dan persamaan x – y = 3 dikalikan 2.
2x + 3y = 6 ×1 2x + 3y = 6
x– y =3 ×2 2x –2y = 6
3y – (-2y) = 0

3y + 2y = 0

5y = 0

y = 0
Jadi himpunan penyelesaiannya adalah {(3,0)}.

c. Metode grafik

Himpunan penyelesaian persamaan linear dua variabel berupa garis lurus. Untuk mencari
penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dapat dilakukan dengan mencari titik
potong dua garis.
(Suparmani dan Turahman, 2015:48-49)

Contoh:
Dengan metode grafik, tentukan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear dua
variabel x + y = 5 dan x – y = 1 jika x, y variabel pada himpunan bilangan real!
Penyelesaian:

Untuk memudahkan menggambar grafik dari x + y = 5 dan x – y = 1, buatlah tabel nilai x


dan y yang memenuhi kedua persamaan tersebut.
x+y=5 x– y=1

X 0 5 x 0 1
y 5 0 y -1 0
(x,y) (0,5) (5,0) (x,y) (0,-1) (1,0)
Gambar 1.

Gambar 1 adalah grafik sistem persamaan dari x + y = 5 dan x – y = 1. Dari gambarersebut


tampak bahwa koordinat titik potong kedua garis adalah (3,2). Jadi himpunan penyelesaian
dari sistem persamaan x + y = 5 dan x – y = 1 adalah {(3,2)}.
(Nuharini dan Tri Wahyuni, 2008: 103-104)

E.Penelitian Yang Relevan


Penulis mengacu pada penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang
dilaksanakan saat ini.
1. Penelitian yang dilakukan oleh U. Setyorini, S.E. Sukiswo (2010), diperoleh
kesimpulan bahwa model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada sub pokok bahasan gerak lurus berubah
beraturan. Hal ini dapat dilihat dari data penelitian berupa kemampuan berpikir kritis
siswa diambil dengan teknik tes dan praktikum, dengan tes diperoleh hasil 75% siswa
memiliki kemampuan berpikir kritis dan 7,5% memiliki kemampuan sangat kritis.
Sedangkan pada praktikum diperoleh hasil sebesar 82,5%. Aspek psikomotorik
memiliki rerata 82,75 dalam kategori sangat aktif kemudian untuk aspek afektif nilai
rerata sebesar 73,38 yang termasuk dalam kategori baik. Dalam penelitian ini sampel
diambil dengan menggunakan simple random sampling.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dasa Ismaimuza (2010), diperoleh hasil penelitian
bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
PBLKK lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
ditinjau dari tes kemampuan awal matematika. Sikap siswa yang diajar dengan
pembelajaran PBLKK lebih positif dibandingkan dengan sikap siswa yang diajar
dengan pembelajaran konvensional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pendekatan pembelajaran berbasis masalah dengan strategi konflik kognitif (PBLKK)
dan pembelajaran konvensional (KV). Kelas yang diajar dengan PBLKK merupakan
kelas eksperimen, sedangkan kelas yang diajar dengan pembelajaran konvensional
(KV) merupakan kelas kontrol. Variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis
matematis.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Awal Restiono (2013), diperoleh hasil penelitian
bahwa model PBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Hal ini dapat dilihat
dari uji t untuk membuktikan model problem based learning dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa. Dari hasil analisis diperoleh harga t hitung = 3,611 yang
lebih besar dari t tabel = 1,695 untuk dk = 32 – 1 = 31. Adanya peningkatan
pemahaman konsep siswa juga bisa dilihat dari harga gain ternormalisasi yaitu 0,49
yang termasuk kategori sedang. Pengambilan sampel dari penelitian ini menggunakan
teknik simple random sampling. Kelas XI IA4 sebagai kelas eksperimen mendapat
perlakuan model Problem Based Learning dan kelas XI IA3 sebagai kelas kontrol
siswa kelas XI IA SMA Negeri 2 Cilacap.

Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan Penelitian yang Dilakukan


Pembanding dan Peneliti
Pembanding Persamaan Perbedaan
U. Setyorini, 1. Menggunakan jenis U. Setyorini, S.E. Sukiswo
S.E. Sukiswo penelitian eksperimen. menggunakan model pem-
2. Variabel terikatnya belajaran direct interactive,
tentang kemampuan sedangkan peneliti
berpikir kritis menggunakan model
matematis. pembelajaran PBL.

Dasa 1. Menggunakan jenis Variabel bebas yang


Ismaimuza penelitian eksperimen. digunakan dalam penelitian
2. Variabel terikatnya Dasa Ismaimuza adalah
tentang kemampuan pendekatan pembelajaran
berpikir kritis berbasis masalah dengan
matematis. strategi konflik kognitif
(PBLKK) dan pembelajaran
konvensional (KV),
sedangkan variabel bebas
yang digunakan peneliti
adalah model problem based
learning.
Awal 1. Menggunakan jenis Variabel terikat yang
Restiono penelitian eksperimen. digunakan dalam penelitian
2. Menggunakan model Awal Restiono yaitu aktivitas
pembelajaran PBL. berkarakter siswa dan
pemahaman konsep siswa,
sedangkan variabel terikat
yang digunakan peneliti yaitu
kemampuan berpikir kritis
matematis.

F. Kerangka Berpikir
Dalam suatu kegiatan pembelajaran di setiap sekolah tentu banyak dijumpai permasalahan
yang dapat menghambat proses pembelajaran. Di antara faktor yang menghambat proses
pembelajaran yaitu penggunaan model pembelajaran yang monoton sehingga siswa merasa
jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, kemampuan berpikir kritisnya pun
masih sangat kurang dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan hasil ujian akhir semester genap kelas VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar
rata-rata nilainya masih cenderung di bawah KKM. Hal ini terjadi kemungkinan karena
penggunaan model pembelajaran yang salah atau karena faktor dari masing-masing siswa itu
sendiri sehingga kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang diberikan
oleh guru masih kurang. Siswa cenderung kurang memperhatikan gurunya ketika menjelaskan
materi pelajaran terutama pada mata pelajaran matematika yang dianggap sulit oleh kalangan
siswa. Dalam mengerjakan soal permasalahan pun siswa lebih suka menjawab dengan
jawaban yang singkat sehingga kemampuan berpikir kritis matematisnya masih kurang.
Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengatasi masalah tersebut yaitu guru dapat menggunakan model problem based learning.
Model pembelajaran ini merupakan upaya pembelajaran untuk menggali pengetahuan baru
siswa melalui pemecahan masalah yang dapat melibatkan siswa supaya lebih berpikir kritis
matematis dalam mengikuti pembelajaran matematika. Siswa diharapkan akan lebih berpikir
kritis matematis dan lebih fokus terhadap kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran ini
siswa dibuat kelompok dan diberikan permasalahan, kemudian siswa beserta kelompoknya
mendiskusikan masalah tersebut. Setelah itu siswa mempresentasikan hasil diskusinya di
depan kelas, sehingga siswa dapat berpikir secara kritis tentang permasalahan yang diberikan.

Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis


matematis dapat mencapai ketuntasan dengan menggunakan model pembelajaran problem
based learning. Model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis pada siswa. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran PBL lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional ditinjau dari tes kemampuan awal matematika.

G. Rumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir dan tinjauan masalah di atas, maka rumusan hipotesis
penelitian yaitu model pembelajaran problem based learning berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar tahun
pelajaran 2021/2022.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pre-experimental designs (nondesigns) dengan
menggunakan desain penelitian test dan angket. Test dilakukan setelah siswa mendapatkan
pembelajaran menggunakan model problem based learning, sedangkan pengisian angket
dilakukan setelah mengerjakan soal test.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 6 Pematangsiantar tahun pelajaran 2021/2022.

2.Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap pada bulan oktober.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 117), “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini.
adalah siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 6 Pematangsiantar 2021/2022.

2. Sampel
Menurut Sugiyono (2010: 118), “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel dalam penelitian ini diambil satu kelas secara
acak yaitu kelas VIII A, kemudian kelas tersebut diberi perlakuan dengan model pembelajaran
problem based learning untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran problem based
learning terhadap kemampuan berpikir kritis matematis.
3. Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2013: 118), “teknik sampling merupakan teknik pengambilan
sampel”. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai
teknik sampling yang digunakan. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
cluster random sampling (area sampling) yaitu teknik sampling yang digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti sangat luas, dengan cara obyek tersebut
dipilih secara acak untuk menentukan sampelnya.

D. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 61), “Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau
nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Dalam penelitian terdapat dua variabel yaitu:

1.Variable Bebas (Independen)

Menurut Sugiyono (2010: 61), “variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Sehingga
variabel bebas dalam penelitian ini adalah model problem based learning.

2.Variabel Terikat (Dependen)

Menurut Sugiyono (2010: 61), “variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Sehingga variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematis.

E. Teknik Pengumpulan Data


1.Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data nilai pada semester genap siswa kelas
VIII SMP Negeri 6 Pematangsiantar tahun pelajaran 2021/2022.
2.Metode Tes

Metode tes digunakan untuk memperoleh data mengenai pengaruh kemampuan


berpikir kritis matematis pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model problem based learning.

3.Metode Kuesioner (Angket)

Menurut Sugiyono (2013: 199), “kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya”. Kuesioner di dalam penelitian ini berhubungan dengan model
pembelajaran problem based learning.

F. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 148), “instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Dalam penelitian ini,
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen tes dan non tes.
Instrumen tes berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis, sedangkan instrumen non tes
berupa angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan model problem
based learning.

1. Tes

Instrumen tes yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir kritis matematis berupa
tes uraian yang diberikan pada saat test. Test diberikan diakhir kegiatan penelitian sesudah
mendapatkan pembelajaran, hasil post-test digunakan untuk melihat pengaruh kemampuan
berpikir kritis matematis pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan
model problem based learning. Sebelum penelitian dilakukan, instrumen tes diuji cobakan
terlebih dahulu di kelas lain. Agar memiliki validitas isi instrumen tes yang baik, maka dapat
dikonsultasikan kepada pakarnya atau ahlinya. Data uji coba instrumen kemudian dianalisis
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas.

a. Validitas
Menurut Riduwan (2012: 73), menjelaskan bahwa “validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur”. Alat ukur yang kurang valid
berarti memiliki validitas rendah. Untuk mengukur validitas tes digunakan rumus korelasi
product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Person yaitu:

Keterangan:

= koefisien korelasi

X = jumlah skor item

Y = jumlah skor total (seluruh item) n = jumlah responden


Menurut Riduwan (2012: 74), jika instrumen itu valid maka dapat dilihat kriteria
penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.

Kriteria Validitas Soal


Besarnya Tingkat Validitas
0,800 – 1,000 Sangat tinggi
0,600 – 0,799 Tinggi
0,400 – 0,599 Cukup
0,200 – 0,399 Rendah
0,000 – 0,199 Sangat rendah (tidak valid)
Dalam penelitian ini soal tes dikatakan mempunyai validitas yang baik jika dipenuhi ≥
0,400.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nomor soal 1-5 mempunyai kriteria
validitas yang cukup sehingga soal tersebut dapat digunakan.

b. Reliabilitas

Sebuah tes dikatakan reliabel jika tes tersebut memberikan hasil yang tetap dan tes
tersebut diberikan pada kesempatan yang lain akan memberikan hasil yang relatif sama. Uji
reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan tingkat ketepatan atau keajegan alat pengumpulan
data (instrumen) yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan menggunakan rumus
Alpha Cronbach yaitu sebagai

berikut:

Keterangan:

= koefisien reliabilitas yang dicari n = banyaknya


butir soal

∑ = jumlah varians skor dari tiap butir item

= varians skor total

(Arikunto, 2007: 109) Kriteria untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas


alat evaluasi adalah sebagai berikut.

Tabel 4.

Kriteria Reliabilitas

Raliabilitas Interpretasi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Dalam penelitian ini soal tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika dipenuhi
≥ 0,40.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitas adalah 0,412 dengan
kategori sedang sehingga soal tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik.

2. Angket Siswa

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang sudah
dimodifikasi, terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu SS
(sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Dengan skala Likert,
maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator
tersebut digunakan sebagai kriteria untuk menyusun item-item instrumen yang akan
digunakan. Adapun indikator respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan
model problem based learning adalah sebagai

berikut:

Tabel 5.

Indikator Respon Siswa terhadap Pembelajaran Matematika Menggunakan


Model Problem Based Learning
No. Indikator
1 Sikap siswa yang timbul ketika menerapkan pembelajaran
problem based learning.
2 Respon siswa terhadap penerapan pembelajaran model problem
based learning.
3 Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
4 Siswa lebih mudah mengerjakan soal matematika.
5 Siswa belajar berkelompok.
6 Siswa berani mengajukan pertanyaan kepada guru dan teman.
7 Siswa berani mengemukakan pendapat.

Untuk pernyataan yang bersifat positif (favorable) kategori SS diberi skor tertinggi,
makin menuju STS skor yang diberikan berangsurangsur menurun dari 4-1. Sebaliknya untuk
pernyataan yang bersifat negatif (unfavorable) untuk kategori SS diberi skor terendah, makin
ke STS skor yang diberikan berangsur-angsur makin tinggi dari 1-4.

Untuk mengukur validitas angket digunakan rumus korelasi product moment dengan
angka kasar yang dikemukakan oleh Person

yaitu:

Keterangan:

= koefisien korelasi

X = jumlah skor item

Y = jumlah skor total (seluruh item) n = jumlah responden


Menurut Riduwan (2012: 74), jika instrumen itu valid maka dapat dilihat
kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r) adalah sebagai berikut:

Tabel 6.

Kriteria Validitas Soal


Besarnya Tingkat Validitas
0,800 – 1,000 Sangat tinggi
0,600 – 0,799 Tinggi
0,400 – 0,599 Cukup
0,200 – 0,399 Rendah
0,000 – 0,199 Sangat rendah (tidak valid)

Dalam penelitian ini soal angket dikatakan mempunyai validitas yang baik jika
dipenuhi ≥ 0,400.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa nomor soal 1, 2, 4, 5, 6, 7, 10, 11,


12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 valid sehingga soal tersebut dapat digunakan dalam
penelitian, sedangkan nomor soal 3, 8, 9 tidak valid sehingga dalam penelitian ini, peneliti
merevisi soal yang tidak valid tersebut.

Adapun kriteria skala Likert dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7.

Kriteria Skala Likert

Bobot Pernyataan
No. Pernyataan
Favorable Unfavorable
1 SS 4 1
2 S 3 2
3 ST 2 3
4 STS 1 4

G. Teknik Pengolahan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah perolehan dari skor test dan skor
angket yang telah diujikan. Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan. Dalam penelitian ini pengolahan data menggunakan analisi regresi linear
sederhana. Untuk mempermudah dalam pengolahan data maka peneliti menggunakan bantuan
program SPSS 16. Sebelum data diolah dengan analisis regresi linear sederhana terlebih
dahulu data diuji kelinearan. Adapun langkahlangkah dalam analisis data adalah sebagai
berikut:

1. Uji Kelinearan Regresi

Uji kelinearan adalah salah satu asumsi dari analisis regresi, maksudnya apakah antara
X dan Y membentuk garis atau tidak. Menurut Sugiyono (2010: 265-266), langkah-langkah
menentukan uji kelinearan regresi adalah sebagai berikut:

a. Menentukan jumlah kuadrat total dengan rumus:

JK(T) = ∑ Y

b. Menentukan jumlah kuadrat koefisien (a) dengan rumus:

JK(a)

c. Menentukan jumlah kuadrat regresi (b|a) dengan rumus:

JK(b|a)

d. Menentukan jumlah kuadrat sisa dengan rumus:

JK(S) = JK(T) - JK(a) - JK(b|a)

e. Menentukan jumlah kuadrat tuna cocok dengan rumus:

JK(TC) = .

f. Menentukan jumlah kuadrat galat/kuadrat eror dengan rumus:

JK(G) = JK(S) – JK(TC)


g. Menentukan jumlah kuadrat tuna regresi (b|a) dengan rumus:

S2reg= JK(b|a)

h. Menentukan jumlah kuadrat tuna sisa/residu dengan rumus:

JK ( S )
S2sis=
n−2

i.Menentukan jumlah kuadrat tuna cocok dengan rumus:

JK ( TC )
S2TC=
k−2

2.Analisis Persamaan Regresi Linear Sederhana

Persamaan regresi dapat digunakan untuk melakukan prediksi (peramalan). Tujuan


persamaan regresi linear ialah menentukan model statistik (dalam bentuk formula matematik)
yang dapat dipakai untuk mempredikasi nilai-nilai variabel terikat (disebut juga variabel
respons) Y berdasarkan nilai-nilai dari variabel-variabel bebas (disebut juga variabel
prediktor) X , X ,... X . (Budiyono, 2004: 251).

Maka harus dihitung terlebih dahulu harga a dan b menggunakan rumus:

a.

b.

Dari harga a dan b yang telah dihitung diperoleh persamaan regresi linear sederhana
sebagai berikut:

Ŷ = a + bX

Keterangan:
Ŷ = nilai Y prediksi jika diketahui nilai X tertenttu a = rata-
rata populasi b = koefisien regresi Y pada X

Sedangkan untuk mengetahui model pembelajaran problem based learning


berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 6
Siborongborong atau tidak, dapat digunakan uji F. Nilai F diperoleh dengan langkah-langkah
sebagai berikut:

a. Menentukan JK untuk sumber variasi total dengan rumus:

JK(T) = ∑ Y (Sugiyono, 2010: 265)

b. Menentukan JK untuk sumber variasi regresi (a) dengan rumus:

JK (a) (Sugiyono, 2010: 265)

c. Menentukan JK untuk sumber variasi regresi (b|a) dengan rumus:

JK(b|a) (Sugiyono, 2010: 265)

d. Menentukan JK sisa dengan rumus:

JK (S) = JK(T) – JK (a) - JK(b|a) (Sugiyono, 2010: 265)

e. Menentukan nilai S dengan rumus:

S = JK (b|a) (Sugiyono, 2010: 266)

f. Membandingkan nilai F dengan F dengan dk pembilang 1 dan dk penyebut (n-2).


Jika F > F maka H ditolak dan H diterima, sebaliknya jika F < F maka H diterima
dan H
ditolak.

3. Menentukan Koefisien Determinasi


Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel
terikat (Y) dapat menggunakan koefisien determinasi (r2 ) dengan rumus:

JKreg
r2= ( Budiyono, 2009: 258)
JKT
DAFTAR PUSTAKA

https://ppjp.ulm.ac.id/journal/index.php/edumat/article/view/7078

urnal.umj.ac.id/index.php/fbc/article/view/3086

Anda mungkin juga menyukai