Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stunting

2.1.1 Definisi Stunting

Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi usia 0-11

bulan dan anak balita 12-59 bulan akibat dari kekurangan gizi kronis terutama dalam

1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk seusianya.

Kekuranan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi

lahir, tetapi kondisi stunting baru nampak pada saat anak berusia 2 tahun (PERSAGI,

2018).

2.1.2 Jenis dan Pembagian Stunting

Stunting masih merupakan satu masalah gizi di Indonesia yang belum

terselesaikan. Berdasarkan Info DATIN (Pusat Data dan Informasi Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia) stunting terbagi menjadi dua jenis, yaitu pendek dan

sangat pendek. Pembagian jenis ini dapat dilakukan dengan menentukan hasil Z-

Score dari masing-masing anak yang di ukur berdasarkan panjang atau tinggi badan

menurut umurnya. Seorang anak dikategorikan stunting jika hasil Z-Score dengan

standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study). Stunting jenis

pendek jika di dapatkan nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat

pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD (InfoDATIN,2016).


2.1.3 Penyebab dan Faktor Resiko Stunting

Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi, di antaranya praktik

pengasuhan gizi yang kurang baik, termasuk kekuranganya pengetahuan ibu

mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah ibu

melahirkan (PERSAGI, 2018).

Beberapa faktor risiko terjadinya stunting antaralain :

1. Kurangnya pemberian makan anak dan nutrisi pada ibu

Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa hanya 22,8%

dari anak usia 0-6 bulan yang menyusu secara eksklusif dan hanya 36,6% anak

usia 7-23 bulan yang menerima makanan pendamping ASI (MPASI) yang sesuai

dengan praktik yang direkomendasikan (PERSAGI, 2018).

2. BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)

Kelompok anak-anak yang berat badan waktu lahir <2500 gram, cenderung

prevalensi pendeknya lebih tinggi dari pada kelompok anak yang lahir normal.

3. Tinggi Badan Ibu

Anak pendek pada umumnya lahir dari ibu yang rerata tinggi badannya lebih

pendek (150,7 cm) dibandingkan rerata tinggi badan ibu kelompok yang normal

(152,4 cm). Sebaliknya kelompok ibu yang pendek (tinggi <150 cm) cenderung

melahirkan bayi pendek yang lebih banyak (47,2%) dibandingkan kelompok ibu

dengan tinggi normal (36,0%).

4. Pernikah di Usia Kurang dari 19 Tahun


Wanita yang sudah menikah di usia kurang dari 19 tahun, proporsi anak

pendek mencapai 37%, dibanding kelompok ibu yang menikah usia 20-34 tahun

(31,9%).

5. Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan berpengaruh pada tingkat pengetahuan akan kecukupan

gizi anak. Semakin orang tua tahu akan kebutuhan nutrisi anak, maka semakin

kecil pula kemungkinan gagalnya pertumbuhan anak yang berakibat stunting.

6. Status Ekonomi

Status ekonomi yang baik dapat memenuhi kebutuhan nutrisi anak sesuai 4

sehat 5 sempurna, sedangkan jika status ekonomi kurang maka berkemungkinan

akan mengalami kekurangan asupan nutrisi pada anak.

7. Tingkat Pendidikan

Pendidikan orang tua berpengaruh pada status gizi pendek. Makin tinggi

pendidikan dan makin sejahtera keluarga, makin kecil prevalensi pendek. (IPKM,

2013).

8. Jenis kelamin

Proporsi balita laki laki berstatus gizi stunting lebih banyak dibandingkan

pada balita perempuan, laki laki 1,77 kali lebih beresiko menjadi stunting.

9. Usia

penelitian di Tanzania oleh cirande (2010), prevalensi pada balita stunting

lebih banyak pada usia 24-59 bulan dibandingkan dengan 0-23 bulan. Ramli
(2009) menyebutkan bahwa resiko kejadian stunting pada balita 0-23 bulan lebih

tinggi dibandingkan dengan balita 0-59 bulan.

Kesenjangan yang signifikan juga terjadi pada status gizi pendek untuk semua

kelompok umur: prevalensi pendek di perdesaan lebih tinggi dibanding perkotaan,

prevalensi pendek pada tingkat kesejahteraan terendah (kuintil 1) lebih tinggi

dibanding kuintil 5, pola serupa juga terjadi untuk tingkat pendidikan.

2.1.4 Dampak Buruk Stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting:

1. Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan

pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.

2. Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah Stunting pada

anak mengakibatkan penurunan sistem imunitas tubuh dan meningkatkan risiko

terkena penyakit infeksi. Kecenderungan untuk menderita penyakit tekanan darah

tinggi, diabetes, jantung dan obesitas akan lebih tinggi ketika anak stunting

menjadi dewasa. (Wanda, 2014).

2.1.5 Pencegahan Stunting

Stunting dapat dicegah melalui intervensi gizi spesifik yang ditunjukan dalam

1000 hari pertama kehidupan (HPK). Intervensi gizi spesifik untuk mengatasi

permasalahan gizi pada ibu hamil, ibu menyusui 0-6 bulan, ibu menyusui 7–23

bulan, anak usia 0–6 bulan, dan anak usia 7–23 bulan. Permasalahan gizi ini bisa

diatasi ketika mereka memahami masalahnya dan mengetahui cara mengatasinya

sesuai kondisi masing-masing (PERSAGI, 2018).


2.1.6 Indikator Stunting

Tinggi badan menurut umur (TB/U) adalah indikator untuk mengetahui

seseorang anak stunting atau normal. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri

yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan

tumbuh seiring pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif

terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Indeks TB/U

menggambarkan status gizi masa lampau serta erat kaitannya dengan sosial ekonomi

(Supariasa, 2012).

Pengukuran antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status

gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Ganguan ini

biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti

lemak, otot dan jumlah air dalam tabuh. Untuk menilai status gizi balita dengan

menggunakan indeks berat badan/umur (TB/U) yang dikonversikan dengan baku

rujukan WHO-NCHS, status gizi dapat dibagi empat kategori (Supariasa, 2012).

Pengukuran antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik-teknik yang

dapat menilai pertumbuhan dan status gizi. Pengukuran dengan cara yang baku

dilakukan beberapa kali secara berkala pada berat dan tinggi badan, lingkaran lengan

atas, lingkaran kepala tebal lipata kulit diperlukan untuk penilaian pertumbuhan dan

status gizi pada bayi dan anak (Muslihatun, 2010)\


NO Indeks yang Batas Pengelompokan Pengelompokan Status
dipakai Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi buruk
-3 SD s/d < -2 SD Gizi kurang
- 2 SD s/d +2 SD Gizi baik
> +2 SD Gizi lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat pendek
-3 SD s/d < -2 SD Pendek
- 2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3 BB/TB < -3 SD Sangat kurus
-3 SD s/d < -2 SD Kurus
- 2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk
Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U,TB/U,BB/TB
Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber: Kemenkes RI (2011)

Cara penghitungan menggunakan klasifikasi status gizi berdasarkan antropometri

TB/U terhadap median TB ini adalah sebagi berikut:

1. Pertama-tama dilakukan pengukuran guna mengetahui TB dan umur responden

2. Setelah diketahui umur responden, kemudian dicari berapakah median dari TB

untuk kategori umur dari responden tersebut berdasarkan tabel baku antropometri

TB/U sesuai standar NCHS.

3. Setelah diketahui median TB untuk kategori responden kemudian dilakukan

perhitungan Z score dari BB responden dengan median TB berdasarkan patokan

TB/U menurut NCHS.

4. Setelah diketahui persentase dari TB responden tersebut, kemudian dicocokkan

dengan klasifikasi yang ditentukan yaitu klasifikasi TB/U.


2.2 Gizi

2.2.1 Definisi Gizi

Istilah gizi berasal dari bahasa Arab Giza yang berarti zat makanan, dalam

bahasa Inggris dikenal dengan istilah Nutrition yang berarti bahan makanan atau zat

gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi. Pengertian lebih luas bahwa gizi diartikan

sebagai proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal

melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme,

dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi

normal organ tubuh serta untuk menghasilkan tenaga. (Djoko Pekik Irianto, 2006:2).

I Dewa Nyoman Suparisa dkk (2002: 17-18) Menjelaskan bahwa gizi adalah

suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal

melalui proses degesti, absorpsi, transportasi. Penyimpanan, metabolisme dan

pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,

pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.

2.2.2 Macam-macam Zat Gizi dan Pentingnya Makan Bergizi Lengkap

Menurut Djoko Pekik Irianto (2006: 165) Masa kanak-kanak merupakan fase

pertumbuhan, dan untuk menunjang kondisi tersebut perlu diperhatikan asupan

makanan untuk menunjang kondisi tersebut dengan memperhatikan berbagai hal

antara lain: cukup kalori, cukup lauk nabati (tahu,tempe) maupun hewani (daging,

ikan, dan telur), tersedia sayuran hijau, sayuran dimasak dengan minyak (tumis) yang

akan mempermudah penyerapan vitamin (A, D, E, dan K), komposisi sumber

makanan protein (hewani dibanding nabati adalah 1:1).


Menurut Djoko Pekik Irianto (2006: 6-24) ada 6 jenis zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh yaitu karbohidrat, lemak , protein ,vitamin , mineral , dan air.

Dari keenam unsur gizi, tubuh akan memperoleh sumber energi untuk aktivitas

sehari-hari. Guyton mendefinisikan metabolisme sebagai proses kimia yang

memungkinkan sel-sel untuk dapat melangsungkan kehidupan. Zat-zat gizi sangat

diperlukan oleh tubuh karena mempunyai manfaat yang sangat besar terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak.

2.2.3 Dampak Kesalahan Zat-Zat Gizi Bagi Anak

Dampak dari kesalahan kelebihan dan kekurangan zat gizi untuk anak akan

sangat berpengaruh pada pertumbuhan anak, sehinga harus diperhatikan asupan gizi

yang seimbang setiap harinya.

1. Dampak gizi kurang

Menurut Sunita Almatsier (2009: 11-12), dampak dari gizi kurang :

a) Berpengaruh terhadap pertumbuhan, anak-anak yang tidak tumbuh menurut

potensialnya. Protein digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot

menjadi lembek dan rambut mudah rontok.

b) Pengaruh terhadap produksi tenaga, menyebabkan kekurangan tenaga untuk

bergerak, bekerja, dan melakukan aktifitas.

c) Pengaruh terhadap daya tahan tubuh, penderita mudah terserang infeksi seperti

pilek, batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini membawa kematian.

d) engaruh terhadap pertumbuhan jasmani dan mental, kekurangan gizi ini dapat

berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen.


1. Dampak gizi lebih.

Tim Penyusun Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah

Ibtidaiyah (2005: 14), Gizi lebih adalah suatu kondisi yang diakibatkan oleh

jumlah asupan energy yang melebihi ketentuan. Tanda-tanda yang mudah

dikenali pada anak yang menderita gizi lebih adalah:

a) Gemuk yang mudah dinilai dari berat badan dan tinggi badan.

b) Lamban dan cepat lelah.

c) Efek yang sering terlihat adalah obesitas tipe hiperplasi, yakni obesitas karena

jumlah sel melebihi batas normal. Obesitas tipe ini akan sulit diturunkan berat

badannya. Kondisi ini bisa memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif

seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolestrol, dan penyakit jantung.

Maka perlu gizi yang seimbang agar tidak terjadi kekurangan gizi atau kelebihan

gizi, untuk pemenuhan gizi seimbang dengan mengkonsumsi makanan secara

variatif tentunya berpedoman pada empat sehat lima sempurna.

2.2.4 Status Gizi

Menurut supariasa (2014) ada beberapa istilah yang berhubungan dengan

status gizi. Kerancuan istilah tersebut akan mengakibatkan interpretasi yang berbeda

tentang berbagai hal mengenai penilaian status gizi. Berbagai macam istilah tersebut

seperti gizi, keadaan gizi, status gizi, dan malnutrisi. Istilah-istilah ini secara prinsip

memiliki arti yang berbeda, tetapi saling terkait antara satu dan lainya. Berikut adalah

penjelasa masing-masing istilah :


1. Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahan

kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-orang, serta menghasilkan

energi.

2. Keadaan Gizi

Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan

penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya

zat gizi dalam seluler tubuh.

3. Status Gizi (Nutrition status)

Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau

perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

4. Malnutrition (Gizi Salah, Malnutrisi)

Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun

absolut satu atau lebih zat gizi.

Sedangkan penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Berikut adalah

pembahasan masing-masing penilaian tersebut:

1. Antropometri

Antropometri memiliki arti ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang

gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam


pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan

tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidak

seimbangan asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola

pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air

dalam tubuh.

2. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi

masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidak cukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan

epitel (supervicial ephitelial tissues) pada kulit, mata, rambut, dan mukosa oral

atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar

tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid

clinical surveys).

3. Biokimia

Penilaian ini digunakan untuk pemeriksaan spesimen yang diuji secara

laboratorius yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. jaringan tubuh

yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan beberapa jaringan tubuh

seperti dan otot. Metode ini untuk peringatan bahwa akan kemunkinan terjadi

keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang

spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk

menentukan kekurangan gizi yang spesifik.


4. Biofisik

Penentuan status fisik secara biofisik adalah metode penetuan status gizi dengan

melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur

dan jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam kondisi tertentu seperti kejadian

buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes

adaptasi gelap.

Penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi tiga antaralain survey konsumsi

makan, statistik vital, dan faktor ekologi. Berikut adalah pembahasan masing-masing

penilaian status gizi secara tidak langsung.

1. Survey Konsumsi

Menentukan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat

gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan

gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan

individu. Survey ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2. Statistik Vital

Pengukuran dengan menganalisis data statisktik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab

tertentu dan data lainya yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor Ekologi

Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai

hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah

makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim,
tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting

untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk

melakukan program intervensi gizi.

Setiap metode penilaian status gizi mempunyai kelebihan dan kelemahan. Metode

penilaian status gizi dipilih berdasarkan hal apa yang ingin diketahui. Seperti

antropometri digunakan untuk mengukur karakteristik fisik seseorang, sedangkan

biokimia dan pemeriksaan klinis biasanya dilakukan untuk melihat atau mengukur

satu aspek dari status gizi seperti kadar mineral dan atau vitamin.

Untuk memilih metode penilaian status gizi maka perlu diperhatikan beberapa faktor,

antara lain:

1. Tujuan

2. Unit sampel yang akan di ukur

3. Jenis informasi yang dibutuhkan

4. Tersedianya fasilitas dan peralatan

5. Tenaga

6. Waktu

7. Dana

2.3 Usia
2.3.1 Pengertian Usia

Usia atau umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu

benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia

dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung.

Oleh yang demikian, umur itu diukur dari tarikh ianya lahir sehingga tarikh semasa

(masa kini), manakala usia pula diukur dari tarikh kejadian itu bermula sehinggalah

tarikh semasa (masa kini). (depkes.2009)

2.3.2 Jenis Perhitungan Umur

1. Usia kronologis

Usia kronologi adalah perrhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran

seseorang sampai dengan waktu perhitungan usia

2. Usia mental

Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan

mental seseorang. Misalkan seseorang anak secara kronologis berusia empat

tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat

lengkap dan menunjukan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu

tahun, maka dinyatakan bahwa mental anak tersebut adalah satu tahun.

3. Usia biologis

Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang

dimiliki oleh seseorang.

2.3.3 Klasifikasi usia


Kategori umur menurut Depkes Republik Indonesia tahun 2009 antara lain:

1. Masa balita (0-5 tahun)

2. Masa kanak kanak (5-11 tahun)

3. Masa remaja awal (12-16 tahun)

4. Masa remaja akhir (17-25 tahun)

5. Masa dewasa awal (26-35 tahun)

6. Masa dewasa akhir (36-45 tahun)

7. Masa lansia awal (46-55 tahun)

8. Masa lansia akhir (56-65 tahun)

9. Masa manula (65-keatas)

2.4 jenis kelamin

2.4.1 pengertian jenis kelamin

Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara

perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan

dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma

sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu

untukmenstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-

laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap

dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.

2.4.2 hubungan jenis kelamin dengan kejadian stunting


Proporsi balita laki laki berstatus gizi stunting lebih banyak dibandingkan

pada balita perempuan, laki laki 1,77 kali lebih beresiko menjadi stunting. Kebiasaan

masyarakat yang lebih cenderung lebih memperhatikan makanan pada balita

perempuan dibandingkan dengan balita laki-laki. Pemberian makanan tambahan yang

lebih dini dan kejadian diare yang lebih banyak pada laki laki turut berpengaruh.

2.5 Kerangka teori


Kurangnya pemberian makan
anak dan nutrisi pada ibu

BBLR

Tinggi badan ibu

Pernikahan di usia kurang dari


19 tahun

Stunting
Faktor pendidikan

Status ekonomi

Tingkat pendidikan

Jenis kelamin

Usia

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Ket : : yang diteliti

: yang tidak diteliti


2.5 Kerangka konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep lainya dari masalah yang ingin diteliti. Dengan pedoman pada

kerangka teori maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Jenis kelamin
Kejadian stunting
Usia balita

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

2.6 Hipotesa

Ha : Adanya hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan kejadian stunting.

Ho : Tidak Adanya hubungan antara jenis kelamin dan usia dengan kejadian

stunting.

Anda mungkin juga menyukai