Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERKEMIHAN PADA PASIEN DENGAN KASUS

BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) DI RUANGAN PERAWATAN


PERKEMIHAN RS.Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh

SITI FATIMAH

A1C121030

CI INSTITUSI CI LAHAN

(…………………………..) (…………………………..)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2021

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTROFI PROSTAD


A. Definisi
Hipertropi Prostat adalah pembesaran dari kelenjar prostat yang disebabkan oleh
bertambahnya sel-sel glandular dan interstitial yang menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan gangguan aliran urine, dan kebanyakan terjadi pada umur lebih dari
50 tahun
B. Anatomi fisiologi
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang diletakkan oleh kapsul
fibromuskuler, terletak disebelah vesika urinaria inferior, mengelilingi bagian proksimal
uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah interior rectum. Bentuknya sebesar
buah kenari dengan berat normal 1 pada orang dewasa ± 20 gram dengan jarak basis ke
30-50 kelenjak yang terbagi atas 4 lobus yaitu:
1. Lobus media
2. Lobus lateral
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior
Menurut Mc Neal (1997) dalam Hariyanto 2008 yaitu membagi kelenjar prostat dalam
beberapa zona, antara lain adalah zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
fibromuskuler anterior dan zona periuretral, sebagian besar hiperplasia prostat terletak
pada zona transisional yang letaknya proksimal dari sfineter ekstemus di kedua sisi dari
verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari
seluruh volume prostat.Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona
perifer.
Memiliki prostat ± 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum di bagian
posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo
prostatika, di sebelah bawah ligamen segitiga inferior dan di sebelah belakang didapatkan
fascia denonfilliers. Fascia denonfilliers terdiri dari dua lembar, lembar depan menempel
erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara
longgar dengan fascia panggul dan pisahkan prostat dengan rectum. Antara fasia
endopelvik dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi
pleksus prostatovesikal.
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari:
1. Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang
mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat
2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
Jaringan kelenjar yang terbagi dalam 3 kelompok bagian:
1. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang
menghasilkan bahan baku sekret
2. Bagian tengah kelenjar disebut submukosa, lapisan ini juga disebut sebagai zona
adenomatosa
3. Disekitar uretra disebut kelenjar periuretral atau glandula mukosa yang merupakan
bagian terkecil, bagian ini sering membesar atau mengalami hipertrofi pada usia
lanjut.
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak
jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami resiko pada bagian posterior daripada lobus
medius (lobus posterior) yang meruakan bagian sering terjadinya suatu keganasan
prostat.Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasia karena sedikit
mengandung jaringan kelenjar, secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang
dilapisi epitel thoraks selapis dan dibagian basal terdaat juga sel-sel kuboid, sehingga
keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.
C. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti terjadinya hipertropi prostat,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hipertropi prostat dengan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan menjadi beberapa teori atau hipotesis yang
terlupakan sebagai timbulnya hipertropi prostat adalah:
a. Teori hormonal teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka
tidak terjadi BPH. Juga terjadinya regresi PBH bila dilakukan kastrasi, selain
endrogen (testosterone/DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan
bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosterone dan hormone estrogen, karena produksi testosterone menurun
dan terjadi konversi testosterone menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer
dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan memicu
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testoseron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi estrogenlah yang berperan
untuk perkembangan stroma. Kepastian lain mengetahui perubahan konsentrasi relatif
testosterone atau estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembenah prostat.
Dari berbagai bercobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa
dalam keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormone androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testis (spermatogenesis) yang
akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormone gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormone
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen.
b. Teori growth factor (faktor pertumbuhan) peranan dari faktor growth ini sebagai
pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat, terdapat empat faktor pertumbuhan
peptik yaitu: faktor pertumbuhan transformasi dasar, pertumbuhan transformasi b1,
transformasi pertumbuhan faktor b2, dan faktor pertumbuhan epidemis.
c. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati.
d. Teori sel sistem (hipotesis sel induk) seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini
kelenjar periuretral pada seorang berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”
antara pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan karena
adanya testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel
batang sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel batang ini
dapat bertambah sehingga dapat terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi
abnormal sel stroma dan sel kelenjar prostat periuretral menjadi berlebihan.
e. Teori dihydro testoSteron (DHT) testosterone yang dihasilkan oleh sel leydig pada
testis (90%) dan sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah
dan 90% akan ditentukan oleh globulin menjadi sex hormone menginkat globulin
(SHBG).sedang hanya 2% dalam keadaan testosterone bebas. Testosterone bebas
inilah yang bisa masuk kedalam ”sel target” ya itu sel prostat melewati membrane
langsung masuk kedalam sitoplasma ,didalam sel, testosterone direduksi oleh enzim 5
alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosterone yang kemudian bertemu dengan
reseptor menjadi “hormon receptor complex “kemudian hormone receptor complex
mengalami transformasi receptor, menjadi “receptor nuklir yang masuk kedalam inti
yang kemudian melekat pada promatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA . RNA
ini akan menyebabkan protein sintesa menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.
f. Teori reawakening mc neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan stroma
pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “tunas kelenjar”
kemudian yang menyebabkan timbulnya alfeoli pada zona pre protatik. Bersamaan
epitel pemulah dan “morfogenesis kelenjar” yang terjadi pada embrio dengan
perkembangan prostat ini, diduga adanya “reawakening” yaitu jaringan kembali
seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi, sehingga jaringan periuretral
dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, begitu teori ini terkenal dengan
nama teori kebangkitan kembali induksi embrio potensi dari stroma pprostat, selama
tudung dewasa.
D. Patofisiologi
Biasanya tanda dan gejala obstruksi dan iritasi.Gejala tanda obstruksi jalan kemih
berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, mikasi terputus, menetes pada
akhir miksi menjadi lemas dan rasa belum puas sehabis miksi.Gejala irittasi akibat
hipersensitivitas otot detrusor bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, maksi sulit di tahan
dan disuria.Gejala obstruksi terjadi karena detrusol gagal berkontraksi dengan cukup kuat
atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.Gejala yang terjadi
karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau gangguan prostat
menyebabkan ransangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meski
belum penuh.
Patofisiologi benign prostatic hyperplasia (BPH) disebabkan karena faktor, yaitu
usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat akan mengalami
pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi oleh hormon androgen, terutama
dihidrotestosteron dan testosteron. Kadar testosteron dalam kelenjar prostat mengalami
penurunan seiring bertambahnya usia, hal ini disebabkan karna adanya isoenzim alfa-5-
reduktase mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). Penurunan kadar
testosterone ini kemudian akan mengakibatkan ketidakseimbangan hormone androgen,
sehingga terjadi peningkatan rasio estrogen/androgen dalam serum serta jaringan prostat,
terutama pada stroma. DHT juga akan berikatan dengan reseptor androgen pada nyukleus
sel, sehingga dapat menyebabkan hiperplasia .
Obstruksi saluran kemih akan membuat tekanan intravesika meningkat, sehingga buli-buli
harus berkontraksi lebih untuk melawan kenaikan tekanan tersebut setiap kali miksi.
Kontraksi berlebih ini lama-lama dapat menyebabkan hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya diverticula, sakula, ataupun selula pada buli-buli.Fase dimana hipertropi otot
detrusor ini terjadi disebut dengan fase kompensasi dinding otot. Bila keadaan ini
berlangsung secara kronis, otot detrusor ini akan mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga menyebabkan retensi urin dalam vesika urinaria
yang dapat menjadi ibfeksi ataupun batu. Tekanan tinggi yang terus menerus ini juga
menyebabkan terjadinya aliran balik urik dari buli-buli ke ureter, sehingga menyebabkan
hidroureter ataupun hindronerfosis. Perubahan perubahan struktur ini akan menyebabkan
terbntuknya gejala LUTS.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada
akhir miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas
pada akhir miksi. Jika pada keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan
total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka
pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika
terus meningkat. Jika tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari tekanan springter dan
obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks, retensi kronik menyebabkan refluk vesiko-
ureter, hidroureter hidronerfrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila
terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengendur sehingga lama-
kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.Karna selalu terdapat sisa urin dapat
berbentuk batuk pada kandung kemih.Batu ini dapat menambah iritasi dan menimbulkan
hematuria.Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi reflek dapat
terjadi pielonefritis. (Wim De Jong, Hal 1059) Menurut Mansjoer Arif Tahun 2000 adalah
prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius.
Pada tahap terjadi resistensi prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan serat
detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai
(Trabekulasi)
E. Klasifikasi
Derajat berat BPH menurut sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urin sampai habis
2. Stadium II
Ada retensi urin tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urin walaupun tidak
sampai habis.Masih tersisa kira-kira 60-150 cc. ada rasa tidak enak BAK disuria
dan menjadi nectoria.
F. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
saluran kemih bagian bawah atau lower urinary tract gejala (LUTS) terdiri dari gejala
iritatif dan gejala obstruktif.
1. Gejala iritatif meliputi:
a. Frekuensi yaitu penderita lebih sering miksi dari biasanya terjadi pada malam
hari (nocturia) dan pada siang hari.
b. Nokturia yaitu bangunan untuk miksi pada malam hari
c. Urgensi yaitu perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit untuk di
tahan
d. Disuria yaitu nyeri pada saat miksi
2. Gejala obstruktif meliputi:
a. Rasa tidak lampias sehabis miksi
Keragu-raguan yaitu memulai gigitan yang lama dan berulang-ulang dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi
adanya tekanan intravesika sampai berakhirnya miksi dan waktu miksi ang
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia karena
overflow.
3. Gejala pada saluran kemih bagian atas keluhan akibat penyulit hipertropi prostat
pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala halangan antara lain: nyeri
pinggang, benjolan di pinggang ( yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang
selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan
tekanan darah, pericarditis, foctoruremik dan neuropati perifer.
Menurut long (1996, hal, 339-3400), pada pasien pasca operasi BPH, memiliki
tanda dan gejala:
a. Hemorogi
1) Hematuria
2) Peningkatan nadi
3) Tekanan darah menurun
4) Gelisa
5) Kulit lembab
6) Suhu dingin
b. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
c. Gejala-gejala intoksikasi udara secara dini:
1) Bingung
2) Agitasi
3) Kulit lembab
4) Anoreksia
5) Mual
6) Muntah
G. Patway

Faktor usia Faktor hormonal

BPH

- Kesulitan Penatalaksanaan operasi :


berkemih TURP & Prostatektomi
- Retensi urine
- Sakit saat
berkemih Kurangnya informasi, Adanya luka operasi,
- Urine menetes belum adanya terpasang kateter
pengalaman

Masalah
keperwatan : retensi Masalah Masalah
urine keperawatan : keperawatan
kurangnya : Cemas
pengetahuan

Masalah keperawatan :
Nyeri Akut
Masalah keperawatan : risiko
infeksi

PK : Perdarahan

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hyperplasia prostat adalah :
1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat
4. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
5. Hernia/hemoroid lama kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi
pasien harus mengedan
6. Hermaturi, terjadi karena selalu terdapat sisa urin sehingga dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi. Batu tersebut
dapat pula menimbulkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat mengakibatkan
pielonefritis.
I. Penatalaksanaan
1. Terapi
Pemberian terapi tergantung pada penyebab, gangguan, dan kondisi klien. Jika klien
datang kerumah sakit dengan keadaan darurat ia tidak dapat berkemih, maka
kateterisasi segera dilakukan. Kateter yang lazim mungkin terlalu lunak dan lemas
untuk dimasukan melalui uretra ke dalam kandung kemih.Dalam kasus seperti ini,
kabel kecil yang yang disebut stylet dimasukkan (sistostomi suprapubik) untuk
drainase yang adekuat. Tujuan terapi pada pasien hipertropi prostat adalah:
a. Keluhan miksi sebelumnya
b. Peningkatan kualitas hidup
c. Mengurangi intravesika
d. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
e. Mengurangi residu urin setelah miksi
f. Mencegah penyakit progresif
Tidak semua pasien hipertropi prostat perlu menjalani tindakan medis.Kadang-kadang
mereka berkemih rendah gejala saluran (LUTS).Ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja.
2. Tindakan medis yang bertujuan untuk pengobatan
Tindakan medis pada klien dengan benigna prostat hiperplasia jangka panjang yang
paling baik ini adalah tindakan pembedahan yaitu prostratektomi.Operasi
prostratektomi adalah metode dari milian yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat
melalui pendekatan retropublik intravesik freyer, melalui pendekatan suprapublik
transvesika atau transperineal.Karena pada pemberian obat-obatan atau terapi non
impasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama.
Adapun jenis-jenis prostektomi yaitu:
1. Reseksi transuretra (TURP). Pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar
prostat melalui sistoskop atau resektoskop yang dimasukan melalui uretra
2. Prostatektomi suprapubis. Pengangkatan kelenjar prostat melalui sisi yang
dibuat di kandung kemih
3. Prostatektomi retropubis. Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada
perut bagian bawah melalui frosa prostat interior tanpa kandung kemih
4. Prostatektomi perincum. Pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah
insisi di antara skortum dan rectum
5. Prostatektomi reropubis radikal. Pengangkatan kelenjar prostat termasuk
kapsula, vesikula seminalis, dan jaringan yang dekat melalui sebuah insisi di
perut bagian bawah uretra di anastomosiskan ke leher kandung kemih.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolic.
Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.Bila nilai PSA <4 ng/ml tidak
perlu biopsy.Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >0,15,
sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian pula nilai >10 ng/ml.
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek
pembekuan harus diatasi.Komplikasi jantung dan pernapasan biasanya menyertai
penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernapasan
harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT,
golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi.Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli
dan volume residu urin.
a. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal
atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari
keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
b. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis
dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin.
c. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi
residu urin dan batu ginjal.
d. BNO/IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat bayangan
radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat/mengetahui fungsi ginjal
apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara dan
sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor,
divertikel. Selagi kencing( viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks
urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.
Konsep Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hyperplasia (BPH)

1. Pengkajian
a. Identitas
Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun,
hanya dialami oleh laki-laki, pada semua suku bangsa. (Prabowo &
Pranata,2014,hal 131)
b. Status kesehatan saat ini :
 Keluhan utama
 Alasan masuk rumah sakit
 Pasien mengeluh sakit pada saat miksi dan harus menunggu lama dan harus
mengedan
 Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual
 Pasien mengeluh sering BAK berulang-ulang
 Pasien mengeluh sering terbangun untuk miksi padamalam hari
c. Riwayat kesehatan terdahulu
 Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah pasien pernah menderita BPH sebelumnya dan apakah pernah dirawat
di rumah sakit sebelumnya
 Riwayat penyakit keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang menderita penyakit
yang sama dengan penyakit pasien yang sekarang.
d. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum
 Tanda-tanda vital
Sirkulasi terdapat peninggian tekanan darah (efek pembesaran
ginjal).Adanya peningkatan nadi.Hal ini merupakan bentuk kompensasi dari
nyeri yang timbul akibat obstruksi meatus uretralis dan adanya distensi
bladder.Terjadi peningkatan akibat retensi urin berlangsung lama sering
ditemukan adanya tanda gejala urosepsis.Terjadi peningkatan frekuensi
napas akibat nyeri yang dirasakan pasien.
b) Pemeriksaan body system
 Sistem pernapasan
Inspeksi : biasanya pasien terjadi sesak napas, frekuensi pernapasan
meningkat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada simetris, getaran tactil
fremitus normal
Perkusi : perkusi paru normal (resonan)
Auskultasi : biasanya terdengar suara napas tambahan seperti ronkhi,
wheezing, suara napas menurun dan perubahan bunyi napas.
 System Kardiovaskuler
Inspeksi : tidak terdapat sianosis, tidak terdapat tanda-tanda perubahan letak
maupun kelainan pada pemeriksaan inspeksi
Palpasi : biasanya denyut nadi meningkat akral hangat
Perkusi : pada manusia normal pemeriksaan perkusi yang didapatkan pada
thorax adalah redup
 System persyarafan
Inspeksi : pasien menggigil, kesadaran menurun dengan adanya infeksi
dapat terjadi urosepsis berat
 System perkemihan
Inspeksi : terdapat massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih)
Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal dan
pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri
tekan
 System pencernaan
Mulut dan tenggorokan : hilang nafsu makan, mual dan muntah
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar (simetris), tidak terdapat masa dan
benjolan
Auskultasi : biasanya bising usus normal (5-35)
Palpasi : tidak terdapat nyeri, tekan dan tidak terdapat pembesaran,
permukaan halus
Perkusi : tympani
 System integument
Palpasi : kulit terasa panas, peningkatan suhu tubuh karena adanya tanda
gejala urosepsis, pasien menggigil, kesadaran menurun
 System musculoskeletal
Traksi kateter direkatkan dibagian paha pasien.Pada paha yang direkatkan
kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
 System endokrin
Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormone testosterone dan
estrogen pada usia lanjut
 System reproduksi
Laki-laki : pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan
adanya kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus.
Pemeriksaan RC (rectal toucher)adalah pemeriksaan sederhana yang paling
mudah untuk menegakkan BPH.Tujuannya adalah untuk menentukan
konsistensi system persyarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
 System penginderaan
Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada system ini tidak mengalami
gangguan pada penglihatan
 System imun
Tidak terjadi kelainan imunitas pada penderita BPH
e. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Pranata,2014) salah satu gejala BPH adalah melemahnya pancaran urin.
Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :
 Flow rate maksimal > 15 ml/dtk = non obstruktif
 Flow rate maksimal 10-15 ml/dtk = border line
 Flow rate maksimal < 10 ml/dtk = obstruktif
Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria.Ureum, creatinin, elektrolit
uutnuk melihat gambaran fungsi ginjal.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis yang muncul menurut SDKI edisi 1 tahun 2016
1. Retensi Urine
Definisi : Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyebab :
 Peningkatan tekanan uretra
 Kerusakan arkus reflex
 Blok spingter
 Disfungsi neurologis ( mis. Trauma, penyakit saraf)
 Efek agen cedera farmakologis (mis.atropine, belladonna,
psikotropik,antihistamin, opiate)

Gejala dan tanda mayor


Subjektif Objektif
1. Sensasi penuh pada kandung 1. Disuria/anuria
kemih 2. Distensi kandung kemih
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
1. Dribbling 1. Inkontinensia berlebih
2. Residu urin 150 ml atau lebih

2. Nyeri Akut
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
 Agen pencedera fisiologis ( mis.inflamasi, iskemia, neoplasma)
 Agen pencedera kimiawi (mis.terbakar, bahan kimia iritan)
 Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis.waspada, posisi
menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
1. Tidak tersedia 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

3. Inkontinensia Urin Fungsional


Definisi : Pengeluaran urin tidak terkendali karena kesulitan dan tidak
mampu mancapai toilet pada waktu yang tepat
Penyebab :
 Ketidakmampuan atau penurunan mengenali tanda-tanda berkemih
 Penurunan tonus kandung kemih
 Hambatan mobilitas
 Faktor psikologis : penurunan perhatian pada tanda-tanda keinginan berkemih (
depresi, bingung, delirium)
 Hambatan lingkungan
 Kehilangan sensorik dan motorik
 Gangguan penglihatan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Mengompol sebelum mencapai 1. Tidak tersedia
atau selama usaha mencapai
toilet
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
1. Mengompol di waktu pagi hari 1. Tidak tersedia
2. Mampu mengosongkan kandung
kemih lengkap

3. Rencana Keperawatan
A. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Diagnosis : Retensi Urine
1. Luaran Utama
Eliminasi Urine
a. Definisi
Pengosongan kandung kemih yang lengkap
b. Ekspektasi
Eliminasi Urine membaik
c. Kriteria Hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Sensasi 1 2 3 4 5
berkemih

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Desakan 1 2 3 4 5
berkemih
(urgensi)
Distensi 1 2 3 4 5
kandung
kemih
Berkemih 1 2 3 4 5
tidak tuntas
(hesitancy)
Volume 1 2 3 4 5
residu urine
Urine menetes 1 2 3 4 5
(dribbling)
Nokturia 1 2 3 4 5
Mengompol 1 2 3 4 5
Enuresis 1 2 3 4 5
Disuria 1 2 3 4 5
Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik
k memburuk membaik
Frekuensi 1 2 3 4 5
BAK
Karakteristik 1 2 3 4 5
urine

2. Luaran Tambahan
- Kontinensia Urine
- Control gejala
- Status kenyamanan
- Status neurologis
- Tingkat nyeri

Diagnosis : Nyeri Akut

1. Luaran Utama
Tingkat Nyeri

a. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan.
b. Ekspektasi
Tingkat nyeri menurun
c. Kriteria Hasil

Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


menurun meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
menuntaskan
aktivitas

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Keluhan 1 2 3 4 5
nyeri
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap 1 2 3 4 5
protektif
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan 1 2 3 4 5
tidur
Perineum 1 2 3 4 5
terasa
tertekan
Uterus teraba 1 2 3 4 5
bulat
Memburu Cukup Sedang Cukup Membaik
k memburuk membaik
Frekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Pola napas 1 2 3 4 5

2. Luaran tambahan
a. Fungsi gastrointestinal
b. Control nyeri
c. Mobilitas fisik
d. Penyembuhan luka
e. Perfusi miokard

B. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)


Diagnosis : retensi urine
1. Intervensi Utama
Kateterisasi Urine
a. Definisi
Memasukkan selang kateter urine kedalam kandung kemih
b. Tindakan
Observasi
- Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran, tanda-tanda vital, daerah
perineal, distensi kandung kemih, inkontinensia urine, reflex berkemih)
Terapeutik
- Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien, bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal
rekumben (untuk wanita) dan supine (untuk laki-laki)
- Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCl atau
aquades
- Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
- Sambungkan kateter urin dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran pabrik
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
- Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
- Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
- Anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter.
2. Intervensi Pendukung
a. Edukasi irigasi kandung kemih
b. Manajemen eliminasi urine
c. Perawatan kateter urine
d. Perawatan retensi urine
e. Terapi relaksasi

Diagnosis : Nyeri akut


1. Intervensi Utama
Manajemen nyeri
a. Definisi
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
b. Tindakan
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Intervensi pendukung
a. Edukasi manajemen nyeri
b. Edukasi teknik napas
c. Pemantauan nyeri
d. Terapi relaksasi

DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Suddarth, B. &. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

https://id.scribd.com/document/137483373/Lp-dan-askep-BPH

Anda mungkin juga menyukai