Seorang perempuan usia 25 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan pilek tidak sembuh-
sembuh. Keluhan dirasakan sejak 10 hari yang lalu, disertai hidung tersumbat dan sulit
mengeluarkan ingus. Pasien juga mengeluhkan adanya sakit kepala, dan nyeri di sekitar wajah.
Pasien menyangkal adanya demam tinggi dan sakit gigi. Pada pemeriksaan fisik hidung
didapatkan : tidak ada deformitas, warna kulit sama dengan sekitar, nyeri tekan pada wajah
(+/+). Pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan : rongga hidung tampak sekret serous (+/+),
konka hipertrofi (+/+) dan konka hiperemis (+/+). Dokter kemudian memberikan terapi
simptomatis untuk menghilangkan keluhan pasien. Dokter merujuk pasien ke spesialis THT
untuk pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut
1. Rute pertama
2. Rute kedua
Step 3
1. Mengapa pasien mengeluh pilek tidak sembuh-sembuh sejak 10 hari yang lalu
disertai hidung tersumbat dan sulit mengeluarkan ingus?
Ingus
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucailiary cleannce) di dalam KOM (kompleks osteo-meatal). Mukus juga
mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pemafasan. Organ-organ
yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat
(ingus sulit keluar). Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai
rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Sinus merupakan rongga yang steril. Aliran mukus sinus bersifat satu arah dari sinus
melalui ostium sinus menuju rongga hidung. Infeksi saluran pernapasan atas akibat virus
atau paparan alergen dapat menimbulkan edema mukosa yang menyebabkan
penyempitan ostium sinus yang lambat laun akan mengakibatkan obstruksi yang
mengganggu aliran mukus sinus ingus sulit dikeluarkan
Sumber : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), et al. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FK UI : Jakarta.
Hidung tersumbat
Mukosa sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Sinusitis biasanya
didahului oleh inflamasi pada mukosa hidung hidung inflamasi edema hidung
tersumbat
Sumber : Trihastuti, Hesti. (2015). ‘Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-
KL RSUP DR.M.Djamil Padang’. Jurnal Kesehatan Andalas 4 (3) : Padang.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga
rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan
kadang-kadang tanpa tulang pembatas. lnfeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar
gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau
melalui pembuluh darah dan limfe. Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis
maksila kronik yang'mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk.
Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan
pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkalijuga perlu dilakukan
ingasi sinus maksila
Sumber : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), et al. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FK UI : Jakarta.
3. Mengapa pasien mengeluhkan adanya sakit kepala dan nyeri disekitar wajah?
Tekanan negative di dlm sinus memicu transudasi (keluarnya skeret ke kavum
sinus) memicu pembentukan cairan di sinus secret serous / encer yg cocok
untuk pertumbuhan bakteri
4. Interpretasi Px
Pada pemeriksaan fisik hidung didapatkan :
- tidak ada deformitas normal
- warna kulit sama dengan sekitar normal
- nyeri tekan pada wajah (+/+) adanya cairan/sinusitis
Pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan :
- rongga hidung tampak sekret serous (+/+) adanya transudasi cairan karena tekanan
negative akibat tersumbatnya ostium
- konka hipertrofi (+/+)
- konka hiperemis (+/+) adanya inflamasi di mukosa hidung dan mukosa sinus
paranasal
5. DIAGNOSIS DAN DD
6. Alur diagnosis
1. Anamnesis
2. PF :
- PF hidung luar nyeri tekan sinus paranasal
- Rinoskopi anterior dan posterior pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
etmoid posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah kantus
medius.
- Pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas kegunaannya.
3. PP :
- Nasoendoskopi
Dengan endoskopi nasal dapat diketahui lebih jelas kelainan di dalam rongga
hidung,termasuk memeriksa ostium sinus dan kelainanbpada kompleks
ostiomeatal.
- Foto polos posisi Waters, PA dan lateral
Umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila
dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid
levef) atau penebalan mukosa.
- CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasannya, Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus.
- Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.
Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
- Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila
yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Sumber : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), et al. (2007). Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FK UI :
Jakarta.
Sumber : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), et al. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FK UI : Jakarta.
Sebagaian besar kasus RS disebabkan karena inflamasi akibat dari infeksi virus dan
rinitis alergi.
Infeksi virus yang menyerang hidung dan sinus paranasal menyebabkan udem mukosa
dengan tingkat keparahan yang berbeda. Virus penyebab tersering adalah
coronavirus,rhinovirus,virus influenza A dan respiratory syncytial virus (RSV). Infeksi
virus influenza A dan RSV biasanya menimbulkan udem berat. Udem mukosa akan
menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi sinus normal akan tersumbat (sinus
stasis). Pada keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih mungkin dapat kembali
normal, baik secara spontan atau efek dari obat-obatan yang diberikan sehingga terjadi
kesembuhan.
Apabila obstruksi ostium sinus tidak segera diatasi (obstruksi total) maka dapat terjadi
pertumbuhan bakteri sekunder pada mukosa dan cairan sinus paranasal. Bakteri yang
paling sering ditemukan pada RSA dewasa adalah Streptococcus pneumoniae dan
Haemophilus influenzae sedangkan pada anak Moraxella catarrhalis. Bakteri ini
kebanyakan ditemukan di saluran nafas atas , umumnya tidak menjadi patogen kecuali
bila lingkungan di sekitarnya menjadi kondusif untuk pertumbuhannya. Pada saat respons
inflamasi terus berlanjut dan respons bakteri mengambil alih maka lingkungan sinus
berubah menjadi lebih anaerobik. Flora bakteri menjadi semakin banyak (polimikrobial)
dengan masuknya kuman anaerob, Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus.
Perubahan lingkungan bakteri ini dapat menyebabkan peningkatan organisme yang
resisten dan menurunkan efektifitas antibiotik akibat ketidakmampuan antibiotik
mencapai sinus.
Pada pasien rinitis alergi, alergen menyebabkan respons inflamasi dengan memicu
rangkaian peristiwa yang berefek pelepasan mediator kimia dan mengaktifkan sel
inflamasi. Limfosit T-helper2 (Th-2) menjadi aktif dan melepaskan sejumlah sitokin yang
berefek aktifasi sel mastosit, sel B dan eosinofil. Berbagai sel ini kemudian melanjutkan
respons inflamasi dengan melepaskan lebih banyak mediator kimia yang menyebabkan
udem mukosa dan obstruksi ostium sinus. Rangkaian reaksi alergi ini akhirnya
membentuk lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan bakteri sekunder seperti
halnya pada infeksi virus. Klirens dan ventilasi sinus yang normal memerlukan mukosa
yang sehat. Inflamasi yang berlangsung lama (kronis) sering berakibat penebalan mukosa
disertai kerusakan silia sehingga ostium sinus semakin buntu. Mukosa yang tidak dapat
kembali normal setelah inflamasi akut dapat menyebabkan gejala persisten dan mengarah
pada rhinosinusitis kronis. Bakteri yang sering dijumpai pada RSK adalah
Staphylococcus coagulase negative, Staphylococcus aureus, anaerob (Bacteroides
spp,Fusobacteria) dan bakteri yang sering dijumpai pada RSA bakterial.
8. Klasifikasi sinusitis
Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas
sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi
menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan
kronik jika lebih dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya
merupakan lanjutan dari srnusitis akut yang tidak terobati secara adekuat Pada sinusitis
kronik adanya faktor predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas. Menurut
berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus i nfl u en zae (20-40%) dan M oraxe I I
a cata rrh al is (4%). Pada anak, M catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Pada
sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada
lebih condong ke arah bakten negatif gram dan anaerob.
Sumber : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), et al. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FK UI : Jakarta.
9. Tatalaksana
Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat penyembuhan, 2) mencegah komplikasi; dan
3) mencegah perubahan menjadi kronik, Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di
KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi betalaktamasd, maka dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman negatif gram dan
anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan (diatermi).
Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan
secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi
ke-2.
lrigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan
yang dapat bermanfaat.
lmunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF /FESS) merupakan operasi terkini untuk
slnusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir
semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan
tindakan lebih ringan dan tidak radikal. lndikasinya berupa: sinusitis kronik yangtidak
membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
rreversibel; polip ekstensif , acianya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur
Sumber : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), et al. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FK UI : Jakarta.
Terapi Medikamentosa.
Tujuan terapi medikamentosa yang utama adalah untuk mengembalikan fungsi drainase
sinus. Pada dasarnya yang ingin dicapai oleh terapi medikamentosa adalah kembalinya
kondisi normal di dalam rongga hidung. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
pelembaban (moisturizing,humidification) untuk mengurangi/menghilangkan udem
mukosa serta mengembalikan fungsi transpor mukosiliar. Beberapa upaya diantaranya
adalah : saline nasal spray,humidification dan pemberian mukolitik. Irigasi dengan
larutan garam faal dapat membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret yang
kental,sedangkan humidification dapat mencegah kekeringan dan pembentukan krusta.
- Dekongestan
Obat dekongestan yang digunakan dalam pengobatan RS pada umumnya adalah
perangsang reseptor α-adrenergik,yang dapat menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh kapiler mukosa rongga hidung sehingga mengurangi udem dan
menghilangkan sumbatan hidung serta mengembalikan patensi ostia sinus.
Penggunaan dibatasi tidak lebih dari 5 hari karena pemakaian jangka panjang
dapat menyebabkan timbulnya rinitis medikamentosa. Pemberian dekongestan
sistemik harus hati-hati dan sebaiknya tidak digunakan pada Penderita dengan
kelainan kardiovaskular,hipertiroid atau hipertropi prostat.
- Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi sensitifitas
reseptor kolinergik mukosa rongga hidung sehingga mengurangi sekresi.
Beberapa kortikosteroid yang tersedia dalam bentuk semprot hidung diantaranya
adalah : beklometason,flutikason,mometason
- Antihistamin
Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat
menyebabkan secret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2.
Pemberian antihistamin pada rinosinusitis akut masih kontroversial. Antihistamin
memang merupakan obat yang sangat efektif untuk mencegah serangan alergi
sehingga penggunaannya pada RS hanya bermanfaat pada RSK dengan latar
belakang alergi.
- Antibiotik
Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi betalaktamasd, maka dapat
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada
sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah
hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman negatif gram
dan anaerob.
lrigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan
yang dapat bermanfaat.
lmunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.
Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF /FESS) merupakan operasi terkini untuk
slnusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir
semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan
tindakan lebih ringan dan tidak radikal. lndikasinya berupa: sinusitis kronik yangtidak
membaik setelah terapi adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang
rreversibel; polip ekstensif , acianya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur
10. Komplikasi dari kasus di scenario?
Sumber : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K), et al. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. FK UI : Jakarta.
1. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus
frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi
isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
∙ Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus
ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea
yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
∙ Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
namun pus belum terbentuk.
∙ Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
∙ Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini
disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.
Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva
merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
∙ Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena
kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
a. Oftalmoplegia.
b. Kemosis konjungtiva.
c. Gangguan penglihatan yang berat.
∙ Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf
kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista
ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi
mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke
lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa
yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.
3. Komplikasi Intra Kranial
∙ Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi
dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang
berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di
dekat sistem sel udara ethmoidalis.
∙ Abses dural adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri
kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
∙ Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak.
Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
∙ Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi
perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini
adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses
dan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah
infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa
malaise, demam dan menggigil