Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue I,II III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta,
selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seantero wilayah
Republik Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan
pergeseran menyerang dewasa.(1)
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu
masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan
tidak tertolong (stadium Sindrome Syok Dengue=SSD). Sampai saat ini masih sering
dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat
secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia.
Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat
namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas
membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di dalam imunopatogenesis
infeksi dengue yang belum terungkap, walaupun sampai saat ini tidak sedikit peneliti
yang mendalami bidang tersebut, namun hasil yang memuaskan belum terlihat secara
jelas di dalam mengungkapkan berbagai faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut
di atas.
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19
insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak
negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah
sakit. Program pencegahan DBD yang tepat guna harus dilaksanakan secara integral
mencakup surveilans laboratory based, penyuluhan dan pendidikan pengelolaan
penderita bagi dokter dan paramedis, dan pemberantasan sarang nyamuk dengan
peran serta masyarakat.(2)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue (DBD) pada
tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994, seluruh
propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari
41,3% pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun
1991. Sewaktu terjadi wabah, berbagai serotipe virus Dengue berhasil diisolasi,
diantaranya virus Dengue tipe 1, 2, 3 dan 4.(2)

2.3 Etiologi dan Cara Penyebaran

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang


disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian,
terutama pada anak serta sering menimbulkan wabah. Jika nyamuk Aedes aegypti
menggigit orang dengan demam berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh
nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus berkembang
biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan sebagian besar berada di
kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit orang lain, air liur bersama virus
dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku, dan
pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain. Di dalam tubuh manusia,
virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial, dengan target utama virus
dengue adalah APC ( Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa
monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga
terkena.Viremia timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari
setelahnya. Virus bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel
limfosit B dan sel limfosit T.
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari berbagai faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh penderita. Terdapat berbagai keadaan mulai dari
tanpa gejala ( asomtomatik ) demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok
Dengue.

2
Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam tidak spesifik Demam Dengue

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)


(SSD)
DD DBD

Gambar 2. Spektrum Klinis Infeksi virus dengue(2)

2.4 Patofisiologi

 Demam Dengue

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD)


disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa
renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma
yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.(5)
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala
dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi
dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi
APC(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3
jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.(5)
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik sepehrti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala
lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

3
Dikutip dari CDC

 Patofisiologi DBD

Sistim vaskuler

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas


vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan
post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.(6)
Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa
perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika
penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat,
menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi.
Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan
trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang
abnormal.

Sistim respon imun

Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral
maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen.
Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue

4
primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah
ada meningkat (booster effect).

Gambar 3. Respon Imun Infeksi Virus Dengue(dikutip dari Suroso, Torry


C. Panbio Dengue Fever Rapid Strip IgG dan IgM, 2004)

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar


demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar
antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi
primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari
ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh
karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan
lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat.(7)

Perubahan Patofisiologi DBD

Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu
muncul banyak teori respon imun seperti berikut.
Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktifitas netralisasi yang
mengenali protein E dan monoclonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari
virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut
melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah
kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi apabila
terjadi antibodi yang non-netralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus dan
keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk
tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes.
5
Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super
antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan
Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II).
Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1
dan TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk
bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari
TH-1 yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF
(Colony Stimulating Factor).(8,9) Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk
mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga
mempunyai efek pada endothelial sel termasuk didalamnya pembentukan
prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1).

Dikutip dari CDC

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil,


oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah
mengadakan adhesi Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan
lisosim yang akan menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel
terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas
yang akan mempengaruhi oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya
endothel menjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok.
Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus
sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat

6
sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi IFN
gama dan TNF alpha.

 Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi
sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta
paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan
makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk
ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk
komponen-komponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural
virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses
perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan “cross reaction” atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini
menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat
terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN
menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada
“cross protektif” terhadap serotip virus yang lain. (8,14,15)
Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN mempunyai 4 fungsi biologis:
netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent Cell-mediated Cytotoxity
(ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. (3)
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M
(membran) dan E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-
membran atau pre-M.
Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi
spesifik untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam
proses absorbsi pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis
antara lain untuk fusi membran dan perakitan virion.
Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan
sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-
cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus
DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi
poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang
terinfeksi virus DEN.
Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang
berbeda : (8)
a. Antibodi netralisasi atau “neutralizing antibodies” memiliki serotip spesifik yang
dapat mencegah infeksi virus.
7
b.Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Dikutip dari CDC

Imunopatogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang


kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis
pada DBD dan SSD yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection) dan hypothesis antibody dependent enhancement ( ADE ). Teori infeksi
sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi primer dengan
satu jenis virus, akan terjadi proses kekebalan terhadap infeksi terhadap jenis virus
tersebut untuk jangka waktu yang lama. Pengertian ini akan lebih jelas bila
dikemukakan sebagai berikut:
Seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus dengue, akan mempunyai
antibody yang dapat menetralisasi yang sama (homologous).

8
Dikutip dari CDC

Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe
virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat. Hal ini dapat dijelaskan dengan
uraian berikut:
Pada infeksi selanjutnya, antibody heterologous yang telah terbentuk dari infeksi
primer akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue baru dari serotipe
berbeda; namun tidak dapat dinetralisasi virus baru bahkan membentuk kompleks
yang infeksius.

Dikutip dari CDC

Akibat adanya infeksi sekunder oleh virus yang heterolog (virus dengan
serotipe lain atau virus lain) karena adanya non neutralising antibodi maka partikel
virus DEN dan molekul antibodi IgG membentuk kompleks virus-antibodi dan ikatan
antara kompleks tersebut dengan reseptor Fc gama pada sel melalui bagian Fc dari
IgG menimbulkan peningkatan (enhancement) infeksi virus DEN. Kompleks virus
9
antibodi meliputi sel makrofag yang beredar dan antibodi tersebut akan bersifat
opsonisasi, internalisasi sehingga makrofag mudah terinfeksi sehingga akan
teraktivasi dan akan memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF alpha dan juga “Platelet
Activating Faktor” (PAF).
Karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak dapat di neutralisasi
tetapi bebas bereplikasi di dalam makrofag; informasi ini akan lebih jelas bila
diuraikan dalam betuk gambar berikut:

Dikutip dari CDC

TNF alpha baik yang terangsang INF gama maupun dari makrofag teraktivasi
antigen antibodi kompleks, dan selanjutnya akan menyebabkan kebocoran dinding
pembuluh darah, merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
kerusakan endothel pembuluh darah yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas,
dimana hal tersebut akan mengakibatkan syok.(10)
Virus-Ab kompleks (kompleks imun) yang terbentuk akan merangsang
komplemen, yang farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat vasoaktif dan
prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) dan
perdarahan. (11)

10
Dikutip dari CDC

Pada anak umur dibawah 2 tahun, yang lahir dari ibu dengan riwayat pernah
terinfeksi virus DEN, dimana terjadi infeksi virus dari ibu ke anak maka dalam tubuh
anak tersebut telah terjadi “Non Neutralizing Antibodies” akibat adanya infeksi yang
persisten, sehingga infeksi baru pertama kali sudah terjadi proses “Enhancing” yang
akan memacu makrofag sehingga mudah terinfeksi dan teraktivasi dan akan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF. Dimana bahan-bahan mediator
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan system
hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan perdarahan.(11,12,13)

Dikutip dari CDC

11
Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance
infection, T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan
sitokin yang berkontribusi terhadap terjadinya DBD dan SSD

Dikutip dari CDC

Singkatnya secara umum ADE dijelaskan sebagai berikut, bahwa jika terdapat
antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka antibodi tersebut dapat mencegah
penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang terdapat dalam tubuh merupakan
antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit
yang berat.
Kinetik dari kelas imunoglobulin spesifik terhadap virus dengue di dalam
serum pasien DD, DBD dan SSD ternyata didominasi oleh IgM, IgG1 dan IgG3,
sedangkan IgA level tertinggi dijumpai pada fase akut dari SSD. Dikatakan pula
bahwa IgA, IgG1 dan IgG4 dapat digunakan sebagai marker dari risiko
berkembangnya DBD dan SSD, oleh karenanya pengukuran kadar imunoglobulin
tersebut sejak awal pengobatan dapat membantu mengetahui perkembangan penyakit.
(16)
Disamping kedua teori tersebut masih ada teori-teori lain tentang patogenesis dari
DBD, diantaranya adalah teori virulensi virus yang mendasarkan pada perbedaan
serotipe virus dengue Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4 yang kesemuanya dapat
ditemukan pada kasus-kasus yang fatal, tetapi berbeda antara daerah yang satu
dengan yang lain. Teori antigen-antibodi, dimana pada teori ini berdasarkan
kenyataan bahwa pada penderita DBD terjadi penurunan aktivitas sistem komplemen
yang ditandai dengan penurunan dari kadar C3, C4 dan C5. Disamping itu 48-72%
penderita DBD terbentuk kompleks imun antara IgG dengan virus Dengue,
selanjutnya kompleks imun tersebut dapat menempel pada trombosit, sel B, dan sel-
sel dalam organ tubuh lain. Terbentuknya kompleks imun tersebut akan
mempengaruhi aktivitas komponen sistem imun yang lain. Teori mediator, dimana
makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan melepas berbagai mediator seperti
interferon, IL-1, IL-6, IL-12, TNF dll. Diperkirakan mediator dan endotoksin
12
bertanggung jawab atas terjadinya syok septik, demam dan peningkatan permeabilitas
kapiler.(17)

Pada infeksi virus dengue, viremia terjadi sangat cepat, hanya berselang
beberapa hari dapat terjadi infeksi di beberapa tempat, akan tetapi derajad kerusakan
jaringan (tissue destruction) yang ditimbulkan tidak cukup untuk menjadikan
penyebab kematian dari infeksi virus tersebut melainkan lebih disebabkan oleh
gangguan metabolik. Diketahui juga bahwa akibat dari replikasi virus di dalam sel
mulai dari terjadinya stres dari sel sampai kematian sel apoptotik, baik in vitro
maupun in vivo. Mekanisme pertahanan tubuh melalui apoptosis dan aktivasi sel-sel
fagosit dapat menimbulkan jejas jaringan lokal (local tissue injury) atau
ketidakseimbangan homeostasis dan selanjutnya memicu efek yang lain.

Sistem HLA/MHC pada umumnya berperan dalam pengawasan dan regulasi


respons imun. Peran dalam regulasi respons imun berupa proses pengenalan antigen,
yang berlanjut pada proses aktivasi sistem imun dan proses sitotoksisitas antigen
berdasarkan ekspresi molekul HLA/MHC kelas I (lokus A,B,C) dan kelas II (lokus
13
D/DR,DQ,DP). Penelitian oleh Azaredo EL dkk, 2001 membuktikan bahwa
patogenesis DBD/SSD umumnya disebabkan oleh disregulasi respon imunologik.
Monosit/makrofag yang terinfeksi virus Dengue akan mensekresi monokin yang
berperan dalam proses patogenesis dan gambaran klinis DBD/SSD.
Pada penelitian invitro oleh Ho LJ dkk 2001, ternyata Dendritic Cell yang
terinfeksi virus dengue dapat mengekspresi antigen HLA B7-1, B7-2, HLA-DR,
CD11b dan CD83. Anehnya DC yang terinfeksi virus dengue ini sanggup
memproduksi TNF- dan IFN-, namun tidak mensekresi IL-6 dan IL-12.
Oberholzer dkk, 2002, menjelaskan bahwa IL-10 dapat menekan proliferasi sel T.Jadi
IL-10 sebagai sitokin proinflamasi tampaknya berperan dalam respons imun yang
diperantarai limfosit Th1, yang dikatakan berperan pada infeksi virus pada umumnya.

Pada infeksi fase akut terjadi penurunan dari populasi limfosit CD2+ dan
berbagai subsetnya CD4+ dan CD8+. Juga terjadi penurunan respon proliferatif dari
sel-sel mononuklear baik terhadap rangsangan mitogen maupun antigen virus
Dengue, sebaliknya pada fase konvalesen respon proliferatif kembali normal. Terjadi
peningkatan konsentrasi IFN-, TNF-, IL-10 dan reseptor TNF terlarut di dalam
plasma pasien DBD/SSD. Peningkatan TNF- berkorelasi dengan manifestasi
hemoragik, sedangkan kenaikan IL-10 berhubungan dengan platelet decay.
Disimpulkan bahwa pada infeksi virus Dengue fase akut terjadi penekanan jumlah
maupun fungsi dari limfosit T, sedangkan sitokin proinflamasi TNF- berperan
penting dalam severity dan patogenesis DBD/SSD, begitu juga meningkatnya IL-10
akan menurunkan fungsi limfosit T dan fungsi trombosit.
Hipotesis tentang patogenesis DBD/SSD seperti antibody-dependent
enhancement, virus virulence, dan imunopatogenesis yang diprakarsai oleh IFN-
/TNF- dianggap belum cukup untuk menjawab terjadinya trombositopenia dan
hemokonsentrasi pada DBD/SSD. Menurut Lei HY dkk, 2001, infeksi virus dengue
akan mempengaruhi sistem imun tubuh berupa perubahan dari rasio CD4/CD8,
overproduksi dari sitokin dan dapat menginfeksi sel-sel endotel dan hepatosit dengan
akibat terjadinya apoptosis serta disfungsi dari sel-sel tersebut. Begitu juga sistem
14
koagulasi dan fibrinolisis ikut teraktivasi selama infeksi virus dengue. Gangguan
terhadap respon imun tidak hanya berupa gangguan dalam membersihkan virus dari
dalam tubuh, akan tetapi over produksi sitokin dapat mempengaruhi sel-sel endotel,
monosit dan hepatosit. Kerusakan trombosit akibat dari reaksi silang otoantibodi anti-
trombosit, karena overproduksi IL-6 yang berperan besar dalam terbentuknya
otoantibodi anti-trombosit dan anti-sel endotel, serta meningkatnya level dari tPA dan
defisiensi koagulasi.
Disimpulkan bahwa penyebab dari kebocoran plasma yang khas terjadi pada
pasien DBD dan SSD disebabkan oleh kerja bersama seperti suatu konser dari
aktivasi komplemen, induksi kemokin dan kematian sel apoptotik.(18) Dihipotesiskan
bahwa peningkatan sintesis IL-8 memegang peran penting dalam terjadinya
kebocoran plasma pada pasien DBD dan SSD. Hal ini dapat dilihat dalam serum
pasien DBD/DSS berat terjadi peningkatan level IL-8, dan dibuktikan secara in vitro
oleh Bosch I dkk (2002) melalui kultur primer dari monosit manusia yang diinfeksi
dengan virus dengue tipe 2, terjadi peningkatan level IL-8 dalam supernatan kultur,
yang diperkirakan karena terjadi peningkatan aktivasi dari NF-kappaB. Penelitian
oleh Bethell dkk (1998) terhadap anak di Vietnam dengan DBD dan SSD
menyebutkan bahwa pada anak dengan SSD ternyata level IL-6 dan soluble
intercellular adhesion molecule-1 rendah, hal ini merefleksikan adanya kehilangan
protein dalam sirkulasi karena kebocoran kapiler dan hanya level dari reseptor TNF
terlarut (TNFR) yang meninggi seiring dengan beratnya penyakit.

Penatalaksanaan

15
16
Bagan 2
Tatalaksanaan Penderita Tersangka
Demam Berdarah Dengue

Tersangka DBD
Demam tinggi, mendadak terus
menerus < 7 hari tidak disertai ISPA
badan lemah/lesu

Ada kedaruratan Tidak Ada kedaruratan

Tanda syok Periksa uji tourniquet


Muntah terus menerus kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Uji tourniquet (+) Uji tourniquet (-)
Berak darah
(Ruple Leede) (Ruple Leede)

Tatalaksana disesuaikan Jumlah trombosit Jumlah trombosit Rawat Jalan


(lihat bagan 3,4,5) < 100.000  I < 100.000  I

Rawat inap Rawat jalan Parasetamol kontrol tiap


(Lihat bagan 3) hari sampai demam
hilang
Minum banyak parasetamol
bila perlu kontrol tiap hari
sampai demam turun bila Nilai tanda klinis &
demam menetap periksa Hb, jumlah trombosit, Ht bila
Ht, trombosit masih demam hari sakit
ke-3

Bila timbul tanda syok; gelisah, lemah, kaki tangan dingin, nyeri
perut, berak hitam, kencing berkurang, Hb/Ht naik dan trombosit
turun

Segera bawa ke rumah sakit


Bagan 3
Tatalaksana Kasus tersangka DBD (Lanjutan bagan 2)

17
Gejala klinis : demam 2-7 hari
Uji tourniquet positif atau
Laboratorium : hematokrit tidak meningkat trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Pasien tidak dapat minum


Beri minum 1-2 liter/hari atau 1 sendok Pasien muntah terus menerus
makan tiap 5 menit jenis minuman air
putih, teh manis, sirup, jus buah, susu,
oralit bila suhu > 38,5 derajat celcius beri Pasien tidak dapat minum
barasetamol bila kejang beri obat anti Pasang infus NaCL 0,45% : dekstraso 5%
kanvulsi tetesan rumatan sesuai berat badan periksa
Ht-b tiap 6 jam trombosit tiap 12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium


Perhatikan tanda syok
Palpasi hati setiap hari
Ht naik dan atau trombosit turun
Ukur diuresis setiap hari
Awasi perdarahan
Periksa Ht, Hb tiap 6 jam,
trombosit tiap 12 jam
Infus ganti ringer laktat (tetesan
disesuaikan, lihat bagan 4)
Perbaikan klinis dan laboratoris

Pulang
(lihat : Kriteria memulangkan pasien)

Bagan 4
Tatalaksana Kasus DBD

Cairan awal

18
Monitor tanda vital/nilai Ht & trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Perbaikan
Tidak gelisah Gelisah
Nadi kuat Distres pernafasan
Tek. Darah stabil Frek. Nadi naik
Diuresis cukup Ht tetap tinggi/naik
(1 ml/kgBB/jam) Tanda vital memburuk Tk. Nadi <20mmHg
Ht turun Ht. Meningkat Ht turun
(2 x pemeriksaan) (2 x pemeriksaan)
diuresis kurang tidak ada

Tetesan dikurangi tetesan dinaikkan


Perbaikan 10 ml/kg BB/jam

Tidak ada perbaikan

5 mk/kgBB/jam
15 ml/kgBB/jam
Perbaikan

Sesuaikan tetesan Tanda vital tidak stabil


diuresis kurang tanda-tanda
syok

3 ml/kg
IV FD stop setelah 24-48 jam
Apabila tanda vital/Ht stabil dan Distress pernafasan Ht turun
diuresis cukup segar Ht naik

Koloid Transfusi darah


20-30 ml/kgBB
maksimal 1.500 ml/kali) 10 ml/kgBB

Perbaikan
Kesimpulan

Pola penyakit virus dengue bervariasi mulai demam yang tidak spesifik,
demam dengue dengan/tanpa perdarahan dan demam berdarah dengue dengan/tanpa
syok. Hal ini bertumpu pada interaksi penyebab, penjamu dan lingkungan dan
berbagai factor yang berperan, selanjutnya terjadi beberapa kasus menunjukkan
manifestasi klinis sebagai tampilan respon imun primer dan sekunder berdasarkan
temuan rasio IgM/IgG yang diperoleh dari test serologi.

19
Kejadian syok pada penderita demam berdarah dengue dapat terjadi karena
kebocoran plasma dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan ikat disekitarnya
sehingga ditemukan manifestasi efusi pleura dan asites. Hal ini dapat dijelaskan
dengan teori reaksi antigen antibodi yang dapat mengeluarkan bahan anapilatoksin
atau bahan serupa histamin yang berpengaruh terhadap peningkatan permeabilitas
dinding vaskuler dan terjadi kebocoran plasma diperkuat dengan dianutnya hipotesa
sekunder heterologos anamnestik reaksi.
Kasus demam berdarah dengue dapat juga menunjukkan manifestasi yang
berat hal ini dapat dijelaskan sebagai akibat ADE dan mungkin sebagai akibat
keganasan virus dengue yang langsung berpotensi terjadinya apoptosis. Virus dengue
yang ganas berpotensi besar menyerang sel retikuloendotelial sistem termasuk organ
hati dan sel endotel akibatnya hati meradang membengkak dan faal hati terganggu
dan berlanjut dengan kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan
menunjukkan manifestasi ensefalopati.

Daftar Pustaka

1. Stevanus Lawuyan, (1996). DBD di Kotamadya Surabaya. Diajukan pada seminar


sehari DBD di TDRC FK Unair Surabaya 28 Oktober.
2. Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Sri
Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi
pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana
kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
3. DarwisD, ( 1999 ). Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada anak. Dalam: Sri
Rezeki HH, Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi
pelatih dokter spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana
kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
4. Emery AEH, ( 1988). Immunogenetics. In : Elements of Medical Genetics.Edited
by Emery AEH, Muller R. 7th ed. Churchill-Livingstone. Edinburgh.: 88-106.
5. Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto S, (2002), Demam
Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Jakarta,
Penerbit Salemba Medika.
6. Gubler D.J, (1998). The Global pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic
Fever current status and prospects for the future. Dengue in Singapore. Technical
Monograph Series no:2 WHO.
7. Gubler DJ et al, (1994): Infect Agents Dis. 2: 383.
8. Howarth MC, Miyajima A, Coffman R, (1994). Cytokines Paul Fundamental
Imunology. Third Edition: 763-790.
9. Oppenheim J.J et al, (1995). Cytokines Basic and Clinical Immunology. Seven
edition. 78-98.
10. Cohen J, (1996). Sepsis Syndrome. In Journal of Medical Int. 355: 10-31.

20
11. Sowandoyo E, (1998). Demam Berdarah Dengue pada Orang Dewasa, Gejala
Klinik dan Penatalaksanaannya. Makalah Seminar Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. RS.Sumber Waras Jakarta.
12. Wang S, He R, Patarapotikul, J et al, (1995). Antibody-Enhanced Binding of
Dengue Virus to Human Platelets. J.Virology. October 213: page:1254-1257.
13. Kurane I, Ennis E Francis, (1992). Immunity and immunopathologi in dengue
virus infections. Seminars in Imunology., vol.4;121-127.
14. Khana M, Chaturvedi UC, Sharma MC, Pandey VC, Mathur A, (1990). Increased
Capillary permeability Mediated by A Dengue Virus Induced Limphokine.
Immunology Mart, 69;33 : 449-53.
15. Koraka P, Suharti C, Setiati TE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, Juffrie M,
Sutarjo J, Van Der Meer GM, Groen J, Osterhaus AD, ( 2001 ). Kinetics of
dengue virus-specific immunoglobulin classes and subclasses correlate with
clinical outcome of infection. J Clin Microbiol 39: 4332-4338.
16. Soegijanto S, ( 2003 ). Prospek Pemanfaatan Vaksin Dengue untuk menurunkan
prevalensi di masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan 90 tahun Pendidikan
Dokter di FK Unair.Surabaya.
17. Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakdi S, Husmann M, ( 1998 ). Dengue virus
infection of human endothelial cells leads to chemokin production, complemen
activation, and apoptosis. J Immunol 161: 6338-6346.
18. Klein J, ( 1986 ). The population. In : Natural History of the MHC. Edited by
Allan Mc Gregor. MTP Press : 609-/658.

21
Tambahan, penataLaksanaan DBD
-Trombosit tdk trLLu perlu ditambahkan karna pd saat keadaan p.darah mbaik
maka trombosit akan masuk kmbli k p. darah let limfe
-Diberi cairan agar tdk dehidrasi
-kadang diberi Ranitidin utk mnurunkan asam lambung agar tdk muntah
-Diberi antibiotic utk cegah infeksi sekunder di RS(nasokomial)
-Bila org dating dgn demam, diberi obat anti demam dan disuru banyak minum.
-Orang demam

22

Anda mungkin juga menyukai