Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS PENDAPATAN NASIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

NASIONAL PADA MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO – JUSUF


KALLA

TAHUN 2015 – 2019

Oleh:

Sopra Nila (25937)

Anisah Azzahra Ananda Putri (31528)

Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional merupakan salah
satu indikator ekonomi makro yang sangat penting. Nilai dari pendapatan
nasional suatu negara yang semakin besar secara teoritis dapat diartikan bahwa
pembangunan ekonomi di negara tersebut juga semakin baik. Pendapatan
nasional ini dapat dilihat sebagai indikator ekonomi baik dari nilai perkapitanya
maupun nilai keseluruhan totalnya.
Selain itu pendapatan nasional juga dapat digunakan sebagai indikator
pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi memperlihatkan
bagaimana suatu perekonomian memberikan suatu pendapatan dalam
masyarakat pada suatu periode tertentu dengan menggunakan faktor-faktor
produksi dalam menghasilkan suatu output (Fauziana, Mulyaningsih, Anggraeni,
Chaola Y.M, & Rofida, 2014). Pertumbuhan ekonomi bisa semakin meningkat
apabila pembangunan infrastruktur, iklim usaha yang baik, dan ekonomi dunia
tidak membawa pengaruh negatif terhadap ekonomi Indonesia, maka
perekonomian nasional akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional (Widya, Siregar, &
Hilmiatussahla, 2019).

1
Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro
ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan memproduksi
barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada
umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang
sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari
pertambahan produksi yang sebenarnya. Dengan demikian perkembangan
ekonomi adalah lebih lambat dari potensinya (Sadono, 1994).
Bagi negara Indonesia yang masih merupakan salah satu negara
berkembang, pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan yang harus
dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan kesejahteraan masyarakat juga
akan meningkat. Kesejahteraan masyarakat meningkat maka masyarakat dapat
hidup dengan makmur (Diar, Tama, & Soebagyo, 2017).
Pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sendiri telah
banyak mengalami kenaikan dan penurunan akibat berbagai peristiwa yang
terjadi terhadap Republik Indonesia baik secara internal maupun eksternal. Pada
masa awal kemerdekaan, pertumbuhan ekonomi Republik Indonesia berada di
angka minus karena biaya politik di masa awal kemerdekaan yang tinggi. Pada
masa orde baru, iklim ekonomi Indonesia lebih terarah, dengan sasaran
memajukan pertanian dan industri. Hal ini membuat ekonomi Indonesia tumbuh
drastis. Setelah itu, di tahun-tahun berikutnya, hingga sekitar tahun 1997,
pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung tinggi dan terjaga di kisaran 6 - 7
persen (Tabik, 2018). Pencapaian ini memampukan perekonomian Indonesia
bertumbuh dari peringkat ‘negara berpendapatan rendah’ masuk ke dalam
kategori ‘negara berpendapatan menengah ke bawah’ (Indonesia-Investment,
2020). Pada tahun 2000an Indonesia berusaha memulihkan perekonomian atas
dampak krisis finansial Asia dan mengalami Boom Komoditas pada 2005 –
2011. Perekonomian Indonesia kemudian kembali melambat pada 2011 – 2014.

2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang dikemukakan pada
tulisan ini adalah:
1. Pencapaian pendapatan nasional Republik Indonesia selama masa
pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla tahun 2015 – 2019.
2. Besar pertumbuhan ekonomi yang dicapai dengan peningkatan pendapatan
selama masa pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla tahun 2015 – 2019.
3. Peran dan pertumbuhan sektor-sektor mana saja yang paling besar dan
pengaruh sektor-sektor tersebut terhadap pendapatan nasional Republik
Indonesia (GNP).

3
Pembahasan

A. Pencapaian Pendapatan Nasional Tahun 2015 – 2019


Terdapat berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk mengamati
pencapaian pendapatan nasional suatu negara. Salah satu indikator dari
pendapatan nasional adalah nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau Gross
Domestic Product (GDP).
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengukur nilai moneter barang dan
jasa akhir yaitu barang dan jasa yang dibeli oleh pengguna akhir, diproduksi di
suatu negara dalam periode waktu tertentu (dimisalkan seperempat tahun atau
satu tahun). Metode perhitungan ini menghitung semua output yang dihasilkan
di dalam perbatasan suatu negara. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terdiri dari
barang dan jasa yang diproduksi untuk dijual di pasar dan juga mencakup
beberapa produksi non-pasar, seperti jasa pertahanan atau pendidikan yang
disediakan oleh pemerintah (Callen, 2020).
Sebagai alat ukur perekonomian terdapat beberapa alasan mengapa
metode Pendapatan Domestik Bruto (PDB) menjadi salah satu yang digunakan
serta diperhatikan nilainya. Beberapa hal yang menjadi manfaat menghitung
perekonomian menggunakan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) diantaranya
nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dapat mengukur laju pertumbuhan
ekonomi nasional. Dengan adanya PDB, negara dapat mengetahui sudah sejauh
mana perekonomian dalam negerinya tumbuh dan dapat menganalisis dari data
yang ada terkait faktor manakah yang dapat dimaksimalkan dan mana yang
masih perlu ditingkatkan. Nilai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) juga dapat
digunakan untuk membandingkan kemajuan ekonomi antar negara. Melalui nilai
sari Produk Domestik Bruto (PDB) berbagai negara di dunia dapat menentukan
siapa yang unggul siapa yang masih belum. Selain itu juga nilai Produk
domestic Bruto (PDB) dapat digunakan suatu negara sebagai landasan
perumusan kebijakan pemerintah. Dengan adanya data, setidaknya pemerintah
dapat memperoleh bantuan dalam merumuskan kebijakan yang sesuai dengan
kondisi negara.

4
Berdasarkan pada tabel 1, Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2015 –
2019 diukur menggunakan dua dasar harga yaitu menggunakan dasar harga
berlaku dan harga konstan. Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB)
menggunakan harga berlaku menghasilkan output nilai Produk Domestik Bruto
(PDB) Nominal. Produk Domestik Bruto (PDB) harga berlaku nominal
menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu
negara. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang besar menunjukkan sumber
daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya (Badan Pusat Statistik, 2020).
Pada tahun 2015 – 2019 nilai PDB Indonesia yang dihitung atas dasar harga
berlaku mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ini artinya kemampuan sumber
daya ekonomi yang dihasilkan Indonesia semakin baik setiap tahunnya
Perhitungan menggunakan harga konstan menghasilkan output nilai
Produk Domestik Bruto (PDB) Riil. Dengan menggunakan perhitungan
berdasarkan pada tahun dasar tertentu Produk Domestik Bruto (PDB) Riil
menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setipa dari
tahun ke tahun. Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) menggunakan dasar
harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi,
investasi dan perdagangan luar negeri. Tingkat pertumbuhan ekonomi dihitung
dari PDB atas dasar harga konstan, dimaksudkan agar pertumbuhan ekonomi
benar-benar merupakan pertumbuhan volume barang dan jasa, bukan
pertumbuhan yang masih mengandung kenaikan/penurunan harga. Saat ini tahun
dasar yang digunakan BPS-RI dalam penghitungan PDB adalah tahun dasar
2010.
Berdasarkan pada data, pada tahun 2015 – 2019 PDB Indonesia yang
dihitung atas dasar harga konstan juga mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Ini artinya laju pertumbuhan Indonesia juga meningkat dan membaik setiap
tahunnya.

5
Tabel 1
Perkembangan Pendapatan Nasional Indonesia
Gross Domestic Product (GDP)
Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Tahun 2015 – 2019
(dalam milyar rupiah)
Pendapatan Nasional (GDP)
Tahun
Harga Berlaku Harga Konstan Tahun 2010
2015 11.526.332,8 8.982.517,1
2016 12.401.728,5 9.434.613,4
2017 13.589.825,7 9.912.928,1
2018 14.838.311,5 10.425.397,3
2019 15.833.943,4 10.949.243,7
Sumber: BPS, Jakarta, 2019

B. Pertumbuhan Ekonomi Nasional Tahun 2015 – 2019


Berdasarkan data dari BPS dan Investment Indonesia, pada tahun 2011 –
2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Walaupun Indonesia
mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat selama 2010-2012 setelah krisis
global selesai pada akhir tahun 2009-an, tingkat pertumbuhannya sebenarnya
sudah mulai melambat sejak 2011 (Indonesia-Investment, 2020)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan ekonomi
Indonesia ini. Beberapa faktor yang mempengaruhi perekonomian Indonesia
tersebut diantaranya adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi global, salah
satunya perekonomian Republik Rakyat Tiongkok. Selain itu dari dalam negeri
sendiri suku bunga Bank Indonesia pada saat itu dapat dikatakan tinggi.
Perpolitikan di Indonesia juga menjadi salah satu faktor, dimana ketidakpastian
hukum atau ketidakpastian mengenai kebijakan (ekonomi) pemerintah
merupakan salah satu hambatan utama. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi
rumah tangga di Indonesia jadi mandek setelah tumbuh cepat pada tahun 2000-
an.

6
Pasangan Prseiden dan Wakil Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kala
kemudian dilantik pada akhir 2014. Dalam program keduanya, pasangan ini
menjanjikan untuk mengembalikan perekonomian Indonesia pada angka 7%.
Dalam eksekusi program tersebut, langkah - langkah yang dilakukan
selama pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kala sangat menjanjikan karena
telah memotong dengan drastis subsidi energi, dan mengalokasikan dana yang
tersedia kepada pembangunan infrastruktur dan sosial. Pemerintahan Jokowi
juga merilis serangkaian paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk menarik
investasi serta memperkuat usaha yang sudah ada dan memperkuat daya beli
masyarakat. Namun, tidak semua paket itu sukses.
Meskipun begitu selama pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kala,
angka pertumbuhan ekonomi nasional 7% yang dijanjikan di awal masa
pemerintahan tidak pernah tercapai. Hasil dari pemerintahan Joko Widodo dan
Jusuf Kala pada tahun 2015 – 2019 adalah pertumbuhan ekonomi nasional yang
berakselerasi dengan lambat. Selama jangka waktu 5 tahun tersebut
pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dan meningkat di angka rata-rata
pertubuhan 5,3%.

Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Tahun 2015 – 2019
(dalam milyar rupiah)
Pendapatan Nasional Harga Pertumbuhan dalam %
Tahun
Konstan Tahun 2010 Harga Konstan Tahun 2010
2015 8.982.517,1 4,88
2016 9.434.613,4 5,03
2017 9.912.928,1 5,07
2018 10.425.397,3 5,17
2019 10.949.243,7 5,02
Sumber: BPS, Jakarta, 2019

7
C. Peran Sektor Ekonomi dan Pengaruh Sektor Ekonomi Terhadap
Pendapatan Nasional 2015 – 2019

Dengan meperhitungkan persentase pendapatan/PDB sektor/lapangan


usaha terhadap total PDB nasional, maka akan diperoleh peran (share) sektor
terhadap pendapatan nasional (Yusuf, 2012). Berdasarkan dari hasil perhitungan
itu pula akan dapat dilihat struktur ekonomi Negara.
Berdasarkan pada tabel 3 dan tabel 4 dapat dilihat bahwa selama masa
pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kala tahun 2015 - 2019, sektor industri
pengolahan merupakan sektor dengan peran yang paling besar terhadap
pendapatan nasional dengan memberikan share sebesar 20,99% di 2015 dan
19,70% di 2019. Kemudian sektor dengan peran terbesar yang kedua pada masa
awal pemerintahan adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan dengan share
sebesar 13,49%. Pada akhir pemerintahan di tahun 2019, sektor dengan peran
terbesar kedua adalah sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang
menjadi sektor dengan peran terkecil selama masa pemerintahan Joko Widodo
dan Jusuf Kala dengan hanya memberikan share sebesar 0,7%.
Sektor Industri pengolahan memang menjadi yang paling pesat
berkembang. Pemerintah menerapkan kebijakan – kebijakan penting seperti
Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Berbasis Agro, Program
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia, Tekstil dan Aneka, Program
Penumbuhan dan Pengembangan Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan
Elektronika, Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan
Menengah, Program Percepatan Penyebaran dan Pemerataan Pembangunan
Industri, Program Peningkatan Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri
Internasional, Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri,
Program Pengembangan SDM Industri dan Dukungan Manajemen Kementerian
Perindustrian, dan Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Perindustrian.

8
Industri pengolahan masih menjadi salah satu motor penggerak utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode 2015-2019 dengan rata-rata
share 19,88%. Pertumbuhan industri non migas selama 5 tahun tersebut rata-rata
selalu di atas 4% dan diproyeksikan pada akhir tahun 2019 akan mencapai 5%
(Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2019). Lima sektor industri
yang menyumbangkan investasi terbesar selama periode 2015-2019 yaitu
Industri Logam, Mesin & Elektronik; Industri Instrumentasi Kedokteran, Presisi
& Optik & Jam Industri Makanan Industri Kimia & Farmasi, Industri Mineral
Nonlogam, serta Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain. Salah
satu realisasi investasi ini dapat kita lihat pada program penumbuhan dan
pengembangan smelter sampai dengan tahun 2019, terdapat 46 perusahaan yang
telah berinvestasi sebesar USD50,4 miliar (USD12,27 Miliar sudah beroperasi
dan USD 38,13 Miliar tahap perencanaan dan konstruksi), penyerapan tenaga
kerja langsung lebih dari 64.000 orang (Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, 2019).

Tabel 3
Gross Domestic Product (GDP) Sektor/Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2015 – 2019
(dalam milyar rupiah)

9
Tahun
Lapangan Usaha
2015 2016 2017 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.555.207,00 1.671.597,80 1.787.285,20 1.900.348,50 1.171.445,80
Pertambangan dan Penggalian 881.694,10 890.868,30 1.029.554,60 1.198.987,10 767.327,20
Industri Pengolahan 2.418.891,70 2.545.203,60 2.739.711,90 2.947.299,20 1.934.533,20
Pengadaan Listrik dan Gas 129.833,70 142.344,40 162.339,90 176.346,10 94.894,80
Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang 8.546,30 8.909,40 9.439,60 10.015,50 7.369,00
Konstruksi 1.177.084,10 1.287.600,80 1.410.513,60 1.562.297,00 879.163,90
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 1.532.876,70 1.635.410,40 1.768.896,10 1.931.911,30 1.207.164,50
Transportasi dan Pergudangan 578.464,30 644.993,90 735.229,60 797.281,10 348.855,90
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 341.555,80 363.055,50 386.937,00 412.523,10 268.922,40
Informasi dan Komunikasi 406.016,50 449.188,70 513.715,80 559.054,60 421.769,80
Jasa Keuangan dan Asuransi 464.399,90 520.206,80 571.185,90 616.252,80 347.269,00
Real Estat 327.601,40 350.488,20 382.474,10 406.635,50 266.979,60
Jasa Perusahaan 190.267,90 211.623,60 238.217,00 267.094,00 148.395,50
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 449.382,40 476.490,90 498.233,00 541.741,00 310.054,60
Jasa Pendidikan 387.611,40 417.344,80 446.254,50 482.134,10 283.020,10
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 123.191,50 132.100,50 144.621,90 157.923,00 97.465
Jasa Lainnya 190.581,00 211.427,90 239.259,00 268.632,70 144.904,20

Tabel 4
Struktur Perekonomian Nasional
Tahun 2015 – 2019
(dalam persen)

Tahun
Lapangan Usaha
2015 2019

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 13,49% 12,72%

Pertambangan dan Penggalian 7,65% 7,26%


Industri Pengolahan 20,99% 19,70%
Pengadaan Listrik dan Gas 1,13% 1,17%

Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah


dan Daur Ulang 0,07% 0,07%
Konstruksi 10,21% 10,75%

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi


Mobil dan Sepeda Motor 13,30% 13,01%
Transportasi dan Pergudangan 5,02% 5,57%

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,96% 2,78%


Informasi dan Komunikasi 3,52% 3,96%
Jasa Keuangan dan Asuransi 4,03% 4,34%
Real Estat 2,84% 2,77%
Jasa Perusahaan 1,65% 1,92%
Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan 3,90% 3,62%
Jasa Pendidikan 3,36% 3,30%

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,07% 1,10%


Jasa Lainnya 1,65% 1,93%

Sumber: BPS, Hasil Olahan

10
11
Penutup

A. Kesimpulan dan Saran


Pendapatan Nasional Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya
meskipun peningkatan tersebut tidak selalu signifikan. Artinya, Indonesia selalu
berusaha untuk terus memperbaiki sistem dan kebijakan negara untuk
meningkatkan pendapatan Nasional.
Pertumbuhan Nasional juga mulai stabil dengan rata-rata pertumbuhan di
angka 5%. Meskipun begitu, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kala belum
mampu memenuhi program yang diajukan yaitu Pertumbuhan Nasional di angka
7%.
Peran sektor industri memperlihatkan peningkatan yang cukup besar,
baik dilihat dari struktur ekonomi, maupun dilihat dari sumbangannya terhadap
pendapatan nasional (GNP). Bahkan sektor ini adalah sektor terbesar
memberikan sumbangan pada pendapatan nasional dengan jumlah share rata-rata
19,88%. Walaupun sektor industri cenderung mengdominasi pendapatan
nasional, namun sektor ini belum mampu memecahkan masalah pengangguran
yang semakin meningkat. sektor pertanian yang cenderung perannya semakin
menurun, namun sektor ini masih merupakan sektor terbesar menyerap tenaga
kerja khususnya di pedesaan yang masih memiliki jumlah penduduk yang lebih
besar dari pada perkotaan. Oleh karena itu, sektor indistri ini, hendaknya lebih
diarahkan pada pengembangan industri menengah dan kecil pedesaan khususnya
agro industri yang lebih merata dalam mengelola potensi wilayah pedesaan dan
pertanian, sehingga sektor pertanian tidak lagi dalam katagori pertanian
tradisional. Upaya ini akan menghasilkan struktur ekonomi yang semakin
seimbang, yang nantinya akan dicapai suatu struktur ekonomi yang benar-banar
dapat memcahkan berbagai masalah sosial ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

12
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2020). Badan Pusat Statistik. Retrieved from
https://www.bps.go.id/subject/11/produk-domestik-bruto--lapangan-usaha-.html

Callen, T. (2020, Februari). International Monetery Fund. Retrieved from International


Monetery Fund Web Site:
https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/basics/gdp.htm

Diar, A., Tama, D., & Soebagyo, D. D. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 1986-2014.

Fauziana, L., Mulyaningsih, A., Anggraeni, E., Chaola Y.M, S., & Rofida, U. (2014). Keterkaitan
Investasi Modal Terhadap GDP Nasional. Economics Development Analysis Journal,
372-380.

Indonesia-Investment. (2020). Indonesia-Investment. Retrieved from https://www.indonesia-


investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/produk-domestik-bruto-
indonesia/item253

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. (2017). Perjalanan


Ekonomi Indonesia 1945 - 2017. Jakarta: Katadata.co.id.

Sadono, S. (1994). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: PT. Raja Grasindo Perseda.

Tabik. (2018, November). Kompas. Retrieved from Kompas Web Site:


https://jeo.kompas.com/jejak-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-dari-masa-ke-masa

The World Bank. (2020). The World Bank Data. Retrieved from The World Bank:
https://data.worldbank.org/country/Indonesia?view=chart

Widya, H., Siregar, E. P., & Hilmiatussahla. (2019). Pengaruh Pendapatan Nasional, Kurs, Inflasi,
dan Suku Bunga Terhadap Impor Barang Modal. Jurnal Universitas Asahan Vol 1.

Yusuf, F. (2012). Analisis Pendapatan, Pertumbuhan, dan Struktur Ekonomi Nasional. Jurnal
Plano Madani Vol. I, 63-73.

13

Anda mungkin juga menyukai