Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

“J” DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULKUS


DI RUANG PERAWATAN BEDAH RUMAH SAKIT ELIM RANTEPAO
TANGGAL 02 – SEPTEMBER 2016

OLEH
NAMA : MARGARETHA RUMAMBO

STIKES TANA TORAJA


2016

MENGETAHUI

CI LAHAN CI INSTITUSI

…………………………………… ……………………………………
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)
DENGAN ULKUS

DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala
klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut
insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu
gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi
memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus
Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
          Kaki Diabetes

B.   KLASIFIKASI TIPE DM


Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1.      Klasifikasi Klinis
a.    Diabetes Melitus
1)    Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2)    Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b.    Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c.    Diabetes Kehamilan (GDM)
2.      Klasifikasi risiko statistik
a.    Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b.    Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C.   ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1.    Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.    Faktor genetic
            Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b.    Faktor imunologi
      Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
c.    Faktor lingkungan
            Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2.    Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
      Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada
awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor
yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang
dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2)    Obesitas
3)    Riwayat keluarga
4)    Kelompok etnik
3.    Diabetes dengan Ulkus
a.  Faktor endogen:
1)    Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri,
panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang
dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan
hilangnya tonus vaskuler
2)    Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3)    Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh
darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai,
bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
         Adanya hormone aterogenik
         Merokok
         Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
  Kaki dingin
  Nyeri nocturnal
  Tidak terabanya denyut nadi
  Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
  Kulit mengkilap
  Hilangnya rambut dari jari kaki
  Penebalan kuku
  Gangrene kecil atau luas.

b.  Faktor eksogen


1)    Trauma
2)    Infeksi
D.   ANATOMI DAN FISIOLOGI
1.  Anatomi Pankreas  
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh
baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis,
kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk
usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a.      Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b.      Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama
membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans manusia
mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
1)     Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
2)     Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
3)     Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).

2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis
dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar
melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar
glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen
hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi
dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di
hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi
hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran
insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan
untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila
cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa
yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer
tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :
a.     Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1)     Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2)     Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3)      Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b.     Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.

Diabetes Melitus (DM)


E.   PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1.      Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2.      Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes
tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi
dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati,
dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum
terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi
kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan
hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler.
Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang
mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk
kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme
yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan
closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

Pathway Diabetes Melitus (DM)


F.    MANIFESTASI KLINIS
1.     Diabetes Tipe I
a.      hiperglikemia berpuasa
b.      glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.      keletihan dan kelemahan
d.      ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.     Diabetes Tipe II
a.      lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.      gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c.      komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3.     Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.      Pain (nyeri)
b.      Paleness (kepucatan)
c.      Paresthesia (kesemutan)
d.      Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.      Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a.      Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.      Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.      Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.      Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).
DIABETES MELITUS (DM)

Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0        :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I          : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II         :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III        : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV      : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V        : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
DIABETES MELITUS (DM)

G.   KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1.     Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a.     Hipoglikemia.
b.     Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.      sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.    Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a.   Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b.  Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c.  Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d.  Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1)     Grade 0 : tidak ada luka
2)     Grade I  : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3)     Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4)     Grade III            : terjadi abses
5)     Grade IV           : Gangren pada kaki bagian distal
6)     Grade V            : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3.      Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan
menyumbat arteri berukuran penyembuhan luka yg jelek &
besar atau sedang di jantung, bisa menyebabkan penyakit
otak, tungkai & penis. jantung, stroke, gangren kaki &
Dinding pembuluh darah kecil tangan, impoten & infeksi
mengalami kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen secara
normal & mengalami kebocoran
Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan & pada
pembuluh darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal       Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk
ginjal Gagal ginjal
      Protein bocor ke dalam air
kemih
      Darah tidak disaring secara
normal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa      Kelemahan tungkai yg terjadi
tidak dimetabolisir secara normal secara tiba-tiba atau secara
& karena aliran darah berkurang perlahan
      Berkurangnya rasa, kesemutan
& nyeri di tangan & kaki
      Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg      Tekanan darah yg naik-turun
otonom mengendalikan tekanan darah &      Kesulitan menelan &
saluran pencernaan perubahan fungsi pencernaan
disertai serangan diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke      Luka, infeksi dalam (ulkus
kulit & hilangnya rasa yg diabetikum)
menyebabkan cedera berulang       Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit
H.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.   Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2.   Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka
sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai ambang ini
akan naik pada orang tua. Metode yang  populer: carik celup memakai GOD.
3.   Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
4.  Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

PENATALAKSANAAN
1.  Medis
a.    Obat
1)    Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a)      Mekanisme kerja sulfanilurea
         kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
         kerja OAD tingkat reseptor
b)      Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
         Biguanida pada tingkat prereseptor à ekstra pankreatik
(1)  Menghambat absorpsi karbohidrat
(2)  Menghambat glukoneogenesis di hati
(3)  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4)  Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(5)  Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b.    Insulin
1)      Indikasi penggunaan insulin
a)      DM tipe I
b)      DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c)      DM kehamilan
d)      DM dan gangguan faal hati yang berat
e)      DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f)        DM dan TBC paru akut
g)      DM dan koma lain pada DM
h)     DM operasi
2)      Insulin diperlukan pada keadaan :
a)    Penurunan berat badan yang cepat.
b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c)     Ketoasidosis diabetik.
d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

2.  Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain
dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus
dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan
kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat
ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang
luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare
(2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah
menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa
komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a.    Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa
darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1)      Jumlah sesuai kebutuhan
2)      Jadwal diet ketat
3)      Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
(1)  Diit DM I      :           1100 kalori
(2)  Diit DM II     :           1300 kalori
(3)  Diit DM III    :           1500 kalori
(4)  Diit DM IV   :           1700 kalori
(5)  Diit DM V    :           1900 kalori
(6)  Diit DM VI   :           2100 kalori
(7)  Diit DM VII  :           2300 kalori
(8)  Diit DM VIII:            2500 kalori
         Diit I s/d III         : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
         Diit IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
         Diit VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight
(BBR= berat badan normal) dengan rumus:
                BB (Kg)
BBR =    ------------------X 100 %
             TB (cm) – 100
1)        Kurus (underweight)      :           BBR < 90 %
2)        Normal (ideal)      :           BBR 90 – 110 %
3)        Gemuk (overweight)       :           BBR > 110 %
4)        Obesitas, apabila :           BBR > 120 %
         - Obesitas ringan :           BBR 120 – 130 %
         - Obesitas sedang           :           BBR 130 – 140 %
         - Obesitas berat    :           BBR 140 – 200 %
         - Morbid           :     BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
1)        kurus          : BB X 40 – 60 kalori sehari
2)        Normal       : BB X 30 kalori sehari
3)        Gemuk       : BB X 20 kalori sehari
4)        Obesitas    : BB X 10-15 kalori sehari
b.    Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c.    Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada
penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d.    Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e.    Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.

Pendidikan kesehatan perawatan kaki


1.  Hiegene kaki:
  Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok
   Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang
berlebih
   Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
   Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
   Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
  Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam
dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan
dikelupas.
2.  Alas kaki yang tepat
3.  Mencegah trauma kaki
4.  Berhenti merokok
5.  Segera bertindak jika ada masalah
f.     Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan.
Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl.
Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu
dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan
pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah.
Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi
turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan
pasien secara total.
g.    Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu
khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki
pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang
ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h.    Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

DIABETES MELITUS (DM)


SOP PERAWATAN LUKA DM

A.   TAHAP PRE INTERAKSI


1.    Cek catatan medis dan perawatan
2.    Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau
nonfarmakologi saat akan dilakukan perawatan luka.
3.    Cuci tangan
4.    Siapkan alat-alat:
a.    Satu set perawatan luka steril/ bak steril:
-          Sarung tangan steril 1 pasang
-          Pinset anatomis 2 buah
-          Pinset chirurgis 1 buah
-          Gunting jaringan 1 buah
-          Kassa steril
-          Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)
b.    Alat non steril:
-          Sarung tangan bersih
-          Kapas alkohol
-          Korentang
-          Perlak atau pengalas
-          Bengkok
-          Kom berisi Lysol 1%
-          Gunting verban/ plester
-          Verban
-          Plester
-          Schort
-          Masker
-          Obat sesuai program medis
-          Tempat sampah

B.   TAHAP ORIENTASI


1.    Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien
2.    Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri
3.    Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan
4.    Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.

C.   TAHAP KERJA


1.    Cuci tangan
2.    Jaga privasi klien
3.    Gunakan schort, masker
4.    Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi
5.    Tempatkan tempat sampah dekat dengan kita
6.    Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka
7.    Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat
8.    Taruh bengkok dekat dengan luka
9.    Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas
yang diolesi alcohol dan tarik plester perlahan sejajar pada kulit dan mengarah pada
balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka
maka basahi dengan dengan NS secukupnya.
10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.
11. Buang balutan kotor pada bengkok
12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)
13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung
tangan bersih.
14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan
sesuai order.
15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis
16. Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non
dominan untuk memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%.
17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler
(dalam ke luar) atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan
pus dengan menekan area luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat
dilakukan debridement.
18. Keringakan luka dengan kassa kering
19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order
20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan
21. Balut luka dengan verban
22. Pasang plester untuk fiksasi balutan
23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat
24. Lepaskan sarung tangan
25. Cuci tangan

D.   TAHAP TERMINASI


1.    Evaluasi perasaan klien
2.    Simpulkan hasil kegiatan
3.    Berikan reinforcement positif
4.    Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5.    Akhiri kegiatan

E.   TAHAP DOKUMENTASI


1.    Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.
Kaki Diabetik/ Diabetes
ASUHAN KEPERAWATAN

A.   PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal
yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1.  Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2.  Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3.  Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.  Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.  Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6.  Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7.  Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.  Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9.  Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.
3.      Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan
sumber informasi.
6.      Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7.      PK: Hipo / Hiperglikemi
8.      PK : Infeksi
    DIABETES MELITUS (DM)

C.   RENCANA KEPERAWATAN


No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :
injuri fisik keperawatan, tingkat 1.   Lakukan pegkajian nyeri
kenyamanan klien meningkat, secara komprehensif
dan dibuktikan dengan level termasuk lokasi,
nyeri: karakteristik, durasi,
klien dapat melaporkan nyeri frekuensi, kualitas dan ontro
pada petugas, frekuensi nyeri, presipitasi.
ekspresi wajah,  dan 2.  Observasi  reaksi nonverbal
menyatakan kenyamanan fisik dari ketidaknyamanan.
dan psikologis, TD 120/80 3.  Gunakan teknik komunikasi
mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: terapeutik untuk
16-20x/mnt mengetahui pengalaman
Control nyeri  dibuktikan nyeri klien sebelumnya.
dengan klien melaporkan 4.  Kontrol ontro lingkungan
gejala nyeri dan control nyeri. yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5.  Kurangi ontro presipitasi
nyeri.
6.  Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologis/non
farmakologis)..
7.  Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
9. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
10.  Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11.  Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1.  Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
2.  Cek riwayat alergi..
3.  Tentukan analgetik pilihan,
rute pemberian dan dosis
optimal.
4.  Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
5.  Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
6.  Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek
samping.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari keperawatan, klien 1. kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh bd menunjukan status nutrisi 2. Kaji adanya alergi makanan.
ketidakmampuan adekuat dibuktikan dengan 3. Kaji makanan yang disukai
tubuh BB stabil tidak terjadi mal oleh klien.
mengabsorbsi zat- nutrisi, tingkat energi adekuat, 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk
zat gizi masukan nutrisi adekuat penyediaan nutrisi terpilih
berhubungan sesuai dengan kebutuhan
dengan faktor klien.
biologis. 5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung
cukup serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan
klien makan.
3. Monitor lingkungan selama
makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan
kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Wound care


integritas jaringan keperawatan, Wound healing 1.    Catat karakteristik
bd faktor mekanik: meningkat luka:tentukan ukuran dan
perubahan dengan criteria: kedalaman luka, dan
sirkulasi, imobilitas Luka mengecil dalam ukuran klasifikasi pengaruh ulcers
dan penurunan dan peningkatan granulasi 2.    Catat karakteristik cairan
sensabilitas jaringan secret yang keluar
(neuropati) 3.    Bersihkan dengan cairan
anti bakteri
4.    Bilas dengan cairan NaCl
0,9%
5.    Lakukan nekrotomi K/P
6.    Lakukan tampon yang
sesuai
7.    Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8.    Lakukan pembalutan
9.    Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan

4.. Kerusakan Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise :


mobilitas fisik bd keperawatan, dapat Pergerakan sendi
tidak nyaman teridentifikasi Mobility level 1.    Pastikan keterbatasan gerak
nyeri, intoleransi Joint movement: aktif. sendi yang dialami
aktifitas, penurunan Self care:ADLs 2.     Kolaborasi dengan
kekuatan otot Dengan criteria hasil: fisioterapi
1.     Aktivitas fisik meningkat 3.    Pastikan motivasi klien
2. ROM normal untuk mempertahankan
3. Melaporkan perasaan pergerakan sendi
peningkatan kekuatan 4.    Pastikan klien untuk
kemampuan dalam bergerak mempertahankan pergerakan
4. Klien bisa melakukan sendi
aktivitas 5.    Pastikan klien bebas dari
5. Kebersihan diri klien nyeri sebelum diberikan
terpenuhi walaupun dibantu latihan
oleh perawat atau keluarga 6.    Anjurkan ROM Exercise
aktif: jadual; keteraturan,
Latih ROM pasif.
Exercise promotion
1.    Bantu identifikasi  program
latihan yang sesuai
2.    Diskusikan dan instruksikan
pada klien mengenai latihan
yang tepat
Exercise terapi ambulasi
1.    Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur sesuai
toleransi
2.    Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi
3.    Fasilitasi penggunaan alat
Bantu

Self care assistance:


Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk kegiatan
mandi dan kebersihan diri,
berpakaian, makan dan
toileting klien

2.    Berikan bantuan kebutuhan


sehari – hari sampai klien
dapat merawat secara
mandiri
3.    Monitor kebersihan kuku,
kulit, berpakaian , dietnya
dan pola eliminasinya.
4.    Monitor kemampuan
perawatan diri klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-
hari
5.    Dorong klien melakukan
aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6.    Promosi aktivitas sesuai usia

5. Kurang Setelah dilakukan asuhan Teaching : Dissease Process


pengetahuan keperawatan, pengetahuan 1.    Kaji  tingkat pengetahuan
tentang penyakit klien meningkat. klien dan keluarga tentang
dan perawatan nya Knowledge : Illness Care dg proses penyakit
kriteria : 2.    Jelaskan tentang
1  Tahu Diitnya patofisiologi penyakit, tanda
2  Proses penyakit dan gejala serta penyebab
3  Konservasi energi yang mungkin
4  Kontrol infeksi 3.    Sediakan informasi tentang
5  Pengobatan kondisi klien
6  Aktivitas yang dianjurkan 4.    Siapkan keluarga atau
7  Prosedur pengobatan orang-orang yang berarti
8 Regimen/aturan pengobatan dengan informasi tentang
9 Sumber-sumber kesehatan perkembangan klien
10Manajemen penyakit 5.    Sediakan informasi tentang
diagnosa klien
6.    Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol
proses penyakit
7.    Diskusikan tentang pilihan
tentang terapi atau
pengobatan
8.    Jelaskan alasan
dilaksanakannya tindakan
atau terapi
9.    Dorong klien untuk
menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif
pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk
mencegah efek samping dari
penyakit
12. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk
melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg  tim yang lain.
6. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri
keperawatan, klien mampu 1. Monitor kemampuan pasien
Perawatan diri terhadap perawatan diri
Self care :Activity Daly Living 2. Monitor kebutuhan akan
(ADL) dengan indicator : personal hygiene, berpakaian,
   Pasien dapat melakukan toileting dan makan
aktivitas sehari-hari (makan, 3. Beri bantuan sampai klien
berpakaian, kebersihan, mempunyai kemapuan untuk
toileting, ambulasi) merawat diri
   Kebersihan diri pasien 4. Bantu klien dalam memenuhi
terpenuhi kebutuhannya.
5. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai kemampuannya
6. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin
7. Evaluasi kemampuan klien
dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri
sehari hari.

7. PK: Hipo / Setelah dilakukan asuhan Managemen


Hiperglikemi keperawatan, diharapkan Hipoglikemia:
perawat akan menangani dan 1.    Monitor tingkat gula darah
meminimalkan episode hipo / sesuai indikasi
hiperglikemia 2.    Monitor tanda dan gejala
hipoglikemi ; kadar gula
darah < 70 mg/dl, kulit
dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang,
gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.

3.    Jika klien dapat menelan


berikan jus jeruk / sejenis
jahe setiap 15 menit sampai
kadar gula darah > 69 mg/dl
4.    Berikan glukosa 50 %
dalam IV sesuai protokol
5.    K/P kolaborasi dengan ahli
gizi untuk dietnya.

Managemen
Hiperglikemia
1.    Monitor GDR sesuai
indikasi
2.    Monitor tanda dan gejala
diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah,
polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4
menurun.
3.    Monitor v/s :TD dan nadi
sesuai indikasi
4.    Berikan insulin sesuai order
5.    Pertahankan akses IV
6.    Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7.    Konsultasi dengan dokter
jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau
memburuk
8.    Dampingi/ Bantu ambulasi
jika terjadi hipotensi
9.    Batasi latihan ketika gula
darah >250 mg/dl khususnya
adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan
kalium

11. Anjurkan banyak minum


Monitor status cairan I/O
sesuai kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1.   Pantau tanda dan gejala
keperawatan, perawat akan infeksi primer & sekunder
menangani / mengurangi 2.   Bersihkan lingkungan
komplikasi defesiensi imun setelah dipakai pasien lain.
3.   Batasi pengunjung bila perlu.
4.   Intruksikan kepada keluarga
untuk mencuci tangan saat
kontak dan sesudahnya.
5.   Gunakan sabun anti miroba
untuk mencuci tangan.
6.   Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
7.   Gunakan baju dan sarung
tangan sebagai alat pelindung.
8.   Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
9.   Lakukan perawatan luka dan
dresing infus setiap hari.
10.  Amati keadaan luka dan
sekitarnya dari tanda – tanda
meluasnya infeksi
11.  Tingkatkan intake nutrisi.dan
cairan
12.  Berikan antibiotik sesuai
program.
13.  Monitor hitung granulosit dan
WBC.
14.  Ambil kultur jika perlu dan
laporkan bila hasilnya positip.
15.  Dorong istirahat yang cukup.
16.  Dorong peningkatan mobilitas
dan latihan.
17.  Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan gejala
infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from URL: 
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga

TINJAUAN KASUS

I. BIODATA
A. Identitas Klien
1. Nama : Tn. “J”
2. Usia : 62 tahun
3. Agama : Kr. protestan
4. Suku / Bangsa : Toraja/ Indonesia
5. Status Perkawinan : Sudah menikah
6. Pekerjaan : pensiunan PNS
7. No. Rekam Medik :
8. Tanggal Masuk RS : 31 – 08 - 2016
B. Tanggal Pengkajian : 02 – 09 - 2016
C. Penanggung Jawab
1. Nama : Ny. “ M”
2. Usia : 58 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : IRT
5. Hubungan dengan klien : Istri klien

II. RIWAYAT KESEHATAN


A. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Keluhan utama : bisul pada bokong kanan
Riwayat Keluhan utama :
Dialami ± 2 minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya klien
mengeluh gatal dan sering digaruk - garuk. Lama kelamaan muncul bintik merah
seperti jerawat,nyeri dan terasa panas.dan pada saat itu pasien menyuruh istrinya
mengompres air hangat.bintik merah yang awalnya seperti jerawat membesar
seperti bisul besar dan bengkak kemerahan.Keadaan klien semakin memberat
dalam 2 hari, sehingga keluarga klien memutuskan untuk membawa klien ke RS
Elim rantepao.
Pada saat dikaji pada tanggal 02 september 2016 pukul 10.15 WITA
keadaan umum klien lemah.. Klien mengatakan nyeri pada daerah bokong kanan
setelah dilakukan operasi debridement dengan skala nyeri 8(0-10). Klien
mengatakan nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk dengan durasi 3-5 menit.
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan bersifat hilang timbul.Klien mengatakan
tidak bisa miring ke kanan karena takut tertekan daerah luka operasi dan basah
karena nanah/pus yang banyak keluar.Karena keadaan penyakit yang dialami
klien saat ini klien tidak dapat beraktivitas seperti biasanya.
B. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
1. Medis : Klien pernah dirawat sebelumnya dengan penyakit DM
2. Bedah : Klien belum pernah dirawat mendapat tindakan pembedahan
sebelumnya.
3. Obstetri / ginekologi : Tidak ada kekhawatiran tentang HIV
4. Psikiatri : Klien tidak pernah mengalami gangguan kejiwaan dan tidak
pernah di Rumah Sakit Jiwa
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram 3 generasi
5 4

626

62 5

48 4 3 32 27 25 24 2 1
Keterangan :

: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Sudah meninggal
: Tinggal serumah
a. Generasi I :
Nenek dan kakek klien dari pihak ayah dan ibu sudah lama meninggal dengan
penyakit yang tidak diketahui
b. Generasi II :
Ayah dan ibu klien beserta saudara – saudaranya. Ayah dan ibu klien sudah lama
meninggal dengan penyakit yang tidak diketahui
c. Generasi III :
Klien dan saudara – saudaranya.Klien adalah anak pertama dari 3 bersaudara, saat
ini klien sedang dirawat di Rumah Sakit karena penyakit Benigna Hipertropi
Prostat.
d. Generasi IV : Anak – anak klien.
III. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
1. Pola Konsep Diri
a. Gambaran Diri : Klien adalah Ciptaan Tuhan Yang maha Esa
b. Ideal Diri : Klien sangat berharap cepat sembuh dari
penyakitnya
c. Harga Diri : Klien ingin dihargai dan disayangi sebagai manusia
walaupun dalam keadaan sakit
d. Peran Diri : Klien berperan sebagai suami dalam keluarga
e. Identitas Diri : Klien adalah seorang laki-laki
2. Pola Kognitif
Klien sering memikirkan tentang penyakitnya dan pengobatannya
3. Pola Koping
Klien sering cemas dan gelisah tentang penyakitnya. Dalam mengambil
keputusan klien di bantu keluarganya
4. Pola Interaksi
Klien dapat berinteraksi dengan perawat, dokter dan orang –orang yang ada di
sekitarnya. Bahasa yang di gunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia
IV. RIWAYAT SPIRITUAL
a. Ketaatan Klien beribadah
Sebelum di rawat,Klien taat beribadah dan menjalankan kepercayaannya
b. Dukungan keluarga Klien
Keluarga Klien mendukung dan mendoakan agar klien cepat sembuh
c. Ritual yang biasa di lakukan
Klien selalu berdoa sebelum beraktivitas dan rajin mengikuti ibadah kebaktian
V. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum Klien
1. Tanda-tanda distress : Ada
2. Penampilan dihubungkan dengan usia : Sesuai dengan umur
3. Ekspresi wajah : Meringis
4. Bicara : Jelas
TB :162 cm
BB : 60 kg
B. Tanda- tanda Vital
 TD : 140/90 mmHg
 N : 84 x / menit
 S :36,80C
 P :20 x/menit
C. Sistem Pernafasan
1. Hidung
Inspeksi :
- Tidak Nampak adanya polip, Secret dan epistaksi
- Septum Lurus
- Kedua lobang hidung simetris kiri dan kanan
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan pada hidung
- Tidak teraba adanya massa
2. Leher
Inspeksi :
- Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
- Tidak ada luka sekitar leher
- Tidak ada peningkatan vena jugularis
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
3. Dada
Inspeksi :
- Bentuk dada normochest
- Perbandingan ukuran anterior, posterior dengan tranversal 1 :2
- Gerakan dada mengikuti irama pernafasan
Palpasi :
- Tidak ada nyeri tekan
- Vocal fremitus seimbang kiri dan kanan
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesicular
Tidak ada suara nafas tambahan
D. Sistem Cardiovascular
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :
- Arteri carotis kuat
- Tekanan vena jugularis tidak meninggi
- Iktus cordis teraba pada Ics 5 midklavikula kiri
Auskultasi : S1 : “Lup “ pada penutupan katup tricuspidalis dan mitral
S2 : “Dup “ pada penutupan katup aorta dan pulmonal
Perkusi :
- Batas jantung atas : ICS 2 linea midklavikula sinistra
- Batas jantung kanan : ICS 6 linea parasternalis dekstra
- Batas jantung kiri : ICS 6 axillaris anterior sinistra
E. Sistem Pencernaan
1. Mata
Inspeksi :
- Sklera berwarna putih, konjungtiva tidak anemis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2. Mulut
Inspeksi :
- Tidak terlihat stomatitis, tidak terlihat palatokisis, jumlah gigi lengkap
(32), gigi bersih, tidak ada gangguan menelan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3. Abdomen
Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, sklera berwarna putih
Auskultasi : Peristaltik usus 7x/menit
Palpasi : Ada nyeri tekan pada abdomen bagian bawah
Perkusi : Tympani
F. Sistem Indera
1. Mata
Inspeksi :
- Tidak ada edema kelopak mata, terlihat distribusi alis dan mata
- Sklera sebagian berwarna merah
- Daerah di bawah palpebra inferior kiri/ kanan memar
- Bola mata mengikuti objek yang digerakkan
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
2. Hidung
Inspeksi :
- Tidak ada polip,secret dan epistaksis
- Septum lurus
Palpasi :
- Tidak ada nyeri yekan
- Tidak ada massa
3. Telinga
Inspeksi :
- Daun telinga simetris kiri dan kanan, rupture pada membrane tympani
telinga kiri
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada telinga kiri
G. Sistem Saraf
1. Fungsi Serebral
a. Status mental
- Orientasi waktu : Klien dapat membedakan siang dan malam
- Orientasi tempat : Klien tahu sedang berada di RS
- Orientasi orang : Klien mampu mengenal perawat dan pasien lain di
kamar perawatannya

b. Kesadaran
E :4
M :6
V :5
GCS : 15
Tingkat kesadaran : Composmentis

2. Fungsi Cranial
1. Nervus I
Klien mampu membedakan bau kulit jeruk dan minyak kayu putih
2. Nervus II
Lapang pandang 180 o, Penglihatan jelas
3. Nervus III,IV,VI
Gerakan bola mata mengikuti objek yang digerakkan, pupil isokor
4. Nervus V
Mampu merasakan sentuhan tissue pada pipi kiri / kanan, dahi dan dagu
reflex mata positif, kekuatan otot masester sama
5. Nervus VII
- Klien mampu mengangkat alis mata secara bersamaan, gerakan
wajah semetris kiri / kanan
- Klien dapat membedakan rasa manis dan asin pada 2/3 anterior
lidah
6. Nervus VIII
- Telinga kiri dan kanan mampu mendengar
7. Nervus IX
- Tidak ada gangguan menelan
- Mampu menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan
- Klien mampu menjulurkan lidah
- Klien mampu merasakan rasa pahit pada 1/3 posterior lidah
8. Nervus X
- Tidak ada gangguan menelan
- Peninggian uvula saat mengatakan “ah”
- Tidak ada suara serak
9. Nervus XI
- Mampu menahan tahanan saat bahu diberi tekanan
- Sternokleidomastoideus sama
10. Nervus XII
- Mampu menggerakkan lidah sesuai perintah
- Mampu menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan
- Kekuatan lidah sama saat diberi tahanan kiri / kanan
3. Fungsi Motorik
- Massa otot : Kenyal
- Tonus otot : Aktif
- Kekuatan otot :
5 5

5 5
4. Fungsi Sensorik
 Klien dapat membedakan antara suhu panas dan dingin
 Klien mengetahui tempat rangsangan nyeri
 Klien mengetahui bentuk yang digambarkan pada telapak tangan tanpa
melihat
5. Fungsi Cerebellum
- Mampu mengulangi angka 1,4,10,2,4
H. Sistem Musculuskeletal
1. Kepala
Inspeksi :
- Bentuk kepala mesochepal
- Tidak ada hematoma
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2. Vertebrata
- Tidak ada kelainan pada tulang belakang
3. Lutut
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan, tidak ada kekakuan, gerakan aktif
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
4. Kaki : Tidak edema, gerakan aktif
5. Tangan : Tidak ada edema, terpasang infus pada tangan kanan

I. Sistem Integumen
1. Rambut
Inspeksi : Rambut hitam, ikal, sedikit berminyak, tidak mudah dicabut
Palpasi : Agak lengket
2. Kulit
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, kulit elastic,ada luka op. didaerah
bokong kanan dan kemerahan.
Palpasi : ada nyeri tekan di daerah luka op.
3. Kuku
Inspeksi : Warna merah muda, CRT < 2 detik, kuku tangan panjang dan kotor,
kuku jari kaki bersih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, kuku tidak mudah patah
J. Sistem Endokrin
1. Kelenjar Tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
2. Ekskresi Urine : Sedang, ada polidipsi,ada poliphagi
3. Suhu tubuh stabil, tidak ada produksi keringat yang berlebihan
4. Tidak ada riwayat air seni dikelilingi semut
K. Sistem Perkemihan
Inspeksi : Tidak terlihat adanya edema, tidak terlihat adanya moon face, tidak
ada edema anasarka
Palpasi : Ada nyeri tekan
L. Sistem Reproduksi
1. Gland penis
- Uretra : tidak ada kelainan
2. Testis :-
3. Pertumbuhan rambut : Tidak ada kumis, tidak ada janggut, ketiak sedikit
4. Ada perubahan suara, pertumbuhan jakun menonjol
M. Sistem Imun
1. Alergi : Tidak ada
2. Klien tidak memiliki penyakit yang berhubungan dengan cuaca
3. Tidak ada riwayat tranfusi darah

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Darah Lengkap

PARAMETER NILAI RUJUKAN

WBC 11.31 4.0-10.0


RBC 4.76 4.00-6.00
HGB 13.2 12,0-16,0
HCT 37.7 37.0-48.0
MCV 79.2 80-97
MCH 27.7 26.5-33.5
MCHC 35.0 31.5-35.0
PLT 502 + 150-400
RDW-SD 34.1 37.0-54.0
RDW-CV 11.9 10.0-15.0
PDW 10.8 10.0-18.0
MPV 9.6 6.5-11.0
P-LCR 22.0 13.0-43.0
PCT 0.48 0.150-0.50
NEUT 5.47 52.0-75.0
LYMPH 2.94 20.0-40.0
MONO 1.66 2.0-8.0
EOS 1.17 100-40.0
BASO 0,07 0.00-0.10

2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik Tanggal 31-08-2016

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan

Nama tindakan : Glukosa Sewaktu

- GDS 297 79-110 mgl /d

VII. Terapi Saat Ini :

- Diet DM 1700 kkal


- Cefotaxim 1 gr/12jam/iv
- Metrodinasol 1 flc/12jam/iv
- Novoravid 6-6-4 /sc
- Ketorolac 1 amp/8jam/iv
- Metformin 500mg 2x1
- Rawat luka pagi sore dengan NaCL.
KLASIFIKASI DATA

CP.1A

Nama Pasien : Tn “J”

No. RM :

Ruang Rawat : Antorium 4.1

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


1) Klien mengatakan nyeri pada bokoong 1) Ekspresi wajah meringis
kanan setelah operasi. 2) Skala nyeri 8 (0-10)
2) Klien mengatakan nyeri yang dirasaka 3) Ada nyeri tekan pada daerah sekitar
n seperti tertusuk-tusuk dengan durasi luka opersi.
3-5 menit 4) Tampak luka operasi dibalut kasa di
3) Klien mengatakan nyeri yang daerah bokong kanan dan
dirasakan bersifat hilang timbul kemerahan,disertai pengeluaran
nanah/pus.
5) GDS : 297 mgl/d

ANALISA DATA
(CP.IB)
Nama Klien : Tn.” J”
No. RM :
Ruang Rawat :Antorium 4.1

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Obstruksi kandung kemih NYERI
1) Klien mengatakan nyeri pada
perut bagian bawah Tidak ada penanganan
2) Klien mengatakan nyeri yang dalam jangka waktu yang
dirasakan seperti tertusuk- lama
tusuk dengan durasi 3-5 menit
3) Klien mengatakan nyeri yang Statis urine
dirasakan bersifat hilang
timbul Pembentukan batu
DO : endapan
1) Ekspresi wajah meringis
2) Skala nyeri 4 (0-10) Mengiritasi mukosa
3) Ada nyeri tekan pada kandung kemih
abdomen bagian bawah
4) Hasil pemeriksaan USG
Peradangan mukosa
abdomen :
kandung kemih
Prostat membesar dengan
volume 53,65 ml Pelepasan mediator kimia
( Histamin, bradikinin,
Prostaglandin)

Spinal Cord

Rangsangan diteruskan ke
organ target melalui saraf
afferent

Cortex Cerebri

Nyeri dipersepsikan

NYERI

2 DS : BPH GANGGUAN
- Klien mengatakan belum POLA
bisa berkemihh secara Menutup orifisium uretra ELIMINASI
normal URINE :
DO : RETENSI
- Terpasang kateter Obstruksi saluran kemih URINE
- Adanya massa pada
abdomen bawah Retensi urine
- Nyeri tekan pada abdomen
bagian bawah GANGGUAN POLA
- Hasil pemeriksaan USG ELIMINASI URINE :
abdomen : RETENSI URINE
Prostat membesar dengan
3 volume 53,65 ml

DS : Faktor genetik, stress, GANGGUAN


- Klien mengatakan gatal intoksikasi medical, RASA
pada ketiak, selangkangan, alkoholisme, stress, NYAMAN :
dan paha resistensi insulin PRURITUS
DO :
- Tampak papul pada ketiak Peningkatan sekresi
paha, ketiak, dan kotrisol, penurunan insulin
selangkangan.
- Klien sering menggaruk
ketiak, selangkangan, dan Defisiensi insulin
pahanya
- GDS : 297 mgl/dl
Hiperglikemia

Tubuh kehilangan cairan

Kulit kering

Pertumbuhan jamur
candida albicans pada kulit
tidak terkendali

Gatal dan kemerahan pada


kulit

GANGGUAN RASA
NYAMAN : PRURITUS

DIAGNOSA KEPERAWATAN
(CP 2)
Nama Klien : Tn. “J”
No. RM :
Ruang Rawat : Antorium 4.1

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL TANGGAL


DITEMUKAN TERATASI
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik 2 september 2016 Belum teratasi
2. Kerusakan integritas jaringan b/d 2 september 2016 Belum teratasi
nekrosisi luka ganggren

3. Resiko infeksi b/d trauma pada 2 september 2016 Belum teratasi


jaringan,proses penyakit

RENCANA KEPERAWATAN

(CP.3)
Nama : Tn. “J”: Tgl MRS : 31 agustus 2016
Umur : 62 tahun Tgl. Pengkajian : 2 september 2016
Jenis kelamin : Laki – laki No. Register :
Dx. Medis : Ulkus diabetik

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik keperawatan, tingkat 1.    Lakukan pegkajian nyeri secara
kenyamanan klien meningkat, komprehensif termasuk lokasi,
dan dibuktikan dengan level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
nyeri: dan ontro presipitasi.
klien dapat melaporkan nyeri 2.  Observasi  reaksi nonverbal dari
pada petugas, frekuensi nyeri, ketidaknyamanan.
ekspresi wajah,  dan 3.  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
menyatakan kenyamanan fisik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
dan psikologis, TD 120/80 sebelumnya.
mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 4.  Kontrol ontro lingkungan yang
16-20x/mnt mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Control nyeri  dibuktikan pencahayaan, kebisingan.
dengan klien melaporkan 5.  Kurangi ontro presipitasi nyeri.
gejala nyeri dan control nyeri. 6.  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis)..
7.  Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
8.  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
9.  Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
10.  Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
11. Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
1.  Cek program pemberian analogetik; jenis,
dosis, dan frekuensi.
2.  Cek riwayat alergi..
3.  Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
4.  Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5.  Berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri muncul.
6.  Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Wound care
integritas jaringan keperawatan, Wound healing 1.    Catat karakteristik luka:tentukan ukuran
bd faktor meningkat dan kedalaman luka, dan klasifikasi
mekanik: dengan criteria: pengaruh ulcers
perubahan Luka mengecil dalam ukuran 2.    Catat karakteristik cairan secret yang
sirkulasi, dan peningkatan granulasi keluar
imobilitas dan jaringan 3.    Bersihkan dengan cairan anti bakteri
penurunan 4.    Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
sensabilitas 5.    Lakukan nekrotomi K/P
(neuropati) 6.    Lakukan tampon yang sesuai
7.    Dressing dengan kasa steril sesuai
kebutuhan
8.    Lakukan pembalutan
9.    Pertahankan tehnik dressing steril ketika
melakukan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1.   Pantau tanda dan gejala infeksi primer &
keperawatan, perawat akan sekunder
menangani / mengurangi 2.   Bersihkan lingkungan setelah dipakai
komplikasi defesiensi imun pasien lain.
3.   Batasi pengunjung bila perlu.
4.   Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
5.   Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci
tangan.
6.   Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
7.   Gunakan baju dan sarung tangan sebagai
alat pelindung.
8.   Pertahankan teknik aseptik untuk setiap
tindakan.
9.   Lakukan perawatan luka dan dresing infus
setiap hari.
10.  Amati keadaan luka dan sekitarnya dari
tanda – tanda meluasnya infeksi
11.  Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12.  Berikan antibiotik sesuai program.
13.  Monitor hitung granulosit dan WBC.
14.  Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila
hasilnya positip.
15.  Dorong istirahat yang cukup.
16.  Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
17.  Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


(CP.IV dan V)

Nama klien : Tn “J ”
No.RM :
Umur : 62 tahun
Ruang Perawatan : Antorium 4.1
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal : 2 september 2016
Hari / Tgl Kode Jam Tindakan Evaluasi
Ndx Keperawatan (SOAP)

Jumat,2 01 09.0 1. Mengkaji tingkat nyeri pasien Jam 14.00


septembe 0 Hasil: Klien mengatakan nyeri S : pasien mengatakan
r 2016 pada luka nyeri pada luka
operasi,dengan skala operasi.
8(0-10).
O : - ekspresi wajah
2. Mengatur posisi pasien yang meringis
09.2 nyaman - Skala nyeri 7
5 Hasil: Klien senang tidur (0-10)
miring kanan. A : Nyeri
3. Mengajarkan tehnik relaksasi
nafas dalam bila nyerinya P : Lanjutkan
muncul intervensi 1 - 4
Hasil: Klien mengerti dan
mengikuti tehnik yang
diajarkan

4. Penatalaksanaan pemberian
teraphy anlagetik
10.0  Ketorolac 1 amp/iv.
0

02 09.1 1. Mengkaji karateristik luka Jam 14.00


0 Hasil : pasien mengatakan S : pasien mengatakan
luka basah dan banyak lukanya masih
nanah basah
O : Nampak luka
2. Melakukan perawatan luka
terbalut kasa
09.3 dengan mempertahan tehnik
0 steril dan melakukan nekrotomi Pus +
pada jaringan mati dengan
A : kerusakan
mencuci luka dengan
intergritas jaringan
menggunakan NaCl 0,9%dan
lakukan pembalutan
P : Lanjutkan
Hasil : Merawat luka dngn
intervensi 1,2,3,4,5
menggunakan NaCl dan
nekrotomi jaringan mati
dan mengeluarkan
pus/nanah dan membalut
dengan kain kasa.
3. Mempertahankan luka steril
Hasil: Nampak luka steril
tertutup khasa steril
4. Mencatat adanya perubahan
pada luka
10.0 Hasil : luka masih basah dengan
0 nanah dan sdh ada
jaringan merah sedikit

5. Mengatur posisi pasien untuk


menghindari tekanan pada luka
Hasil : pasien tidur miring
10.0 kekiri untuk
5 menghindari tekanan
pada luka operasi

03 10.1 1. Memantau tanda dan gejala S : kliem megatakan


0 infeksi primer dan sekunder luka masih basah.
Hasil; tampak luka dengan pus O :pus+
+. A : Resiko infeksi
2. Membatasi pengujung P : Lanjutkan
Hasil : pejga hanya 1 orng intervensi 1-5
3. Menganjurkan kepada kelurga
untuk tidak kontak dengan luka
pasien
Hasil :kelurga pasien mengerti
apa yang dianjurkan pasien
4. Melakukan perawatan luka
10.0 dengan mempertahankan tehnik
5 aseptic
Hasil: perawat merawat luka 2x
sehari sesuai dengan SOP yg
ada.
5. Penatalaksanaan pemberian
antibiotic
10.3 Hasil :
0  Metrodinasol 1 flc/iv
 Cefotaxim 1gr/iv

Anda mungkin juga menyukai