Pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur dalam SK Menteri No.
233 Tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud drainase kota yaitu: jaringan
pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi
kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan
sungai yang melintas didalam kota. Dalam mengelola drainase tidak hanya
mengendalikan air, tetapi juga memperhatikan dampak yang terjadi pada lingkungan
sehingga sistem drainase yang ada merupakan drainase yang berwawasan
lingkungan. Dalam drainase yang berwawasan lingkungan, terdapat dua pola yang
dipakai:
F-1
2. Pola Retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan,
saluran resapan, bidang resapan atau kolam resapan.
Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase kota dapat dibagi menjadi dua bagian
pokok yaitu:
Yang termasuk dalam sistem drainase lokal yaitu sistem saluran awal yang
melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks perumahan, areal pasar,
perkantoran, areal industri dan komersial. Sistem ini melayani area kurang dari 10
ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat,
pengembang atau instansi lainnya.
Yang termasuk sistem drainase utama yaitu saluran drainase primer, sekunder,
tersier beserta bangunan kelengkapannya yang melayani kepentingan sebagian
besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainsae utama menjadi tanggung
jawab pemerintah kota.
F-2
kegiatan kehidupan manusia. Pengelolaan pengendalian banjir menjadi tanggung
jawab Dinas Pengairan (Sumber Daya Air).
Berdasarkan fisiknya, sistem drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, tersier
dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan sistem saluran primer yaitu saluran utama yang menerima
masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar dan akhir
saluran primer yaitu badan penerima air.
Sistem saluran primer yaitu saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi
menerima aliran air dari salura tersier dan limpasan air dari permukaan
disekitarnya, dan meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung
pada debit yang dialirkan.
Sistem saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran
drainase lokal.
F-3
Rencana Induk Drainase disiapkan untuk kota besar (metropolitan) atau kota
besar yang strategis dimana pengembangan drainase benar-benar diperlukan.
Rencana ini merupakan suatu perencanaan yang dirumuskan oleh
engineer/designer/planner untuk mengatur run-off yang berasal dari air hujan kota
untuk proyek atau area drainase tertentu.
B. Studi Kelayakan
Studi kelayakan Sistem Drainase Perkotaan merupakan perencanaan teknis sistem
drainase pada satu atau lebih beberapa pengaliran air, untuk waktu perencanaan 5
atau 10 tahun. Lingkup dari studi kelayakan yaitu diarahkan pada daerah prioritas
yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Drainase Perkotaan. Kajian yang
dilakukan meliputi kelayakan teknis, kelayakan ekonomi, serta kelayakan lingkungan.
Studi Kelayakan mengikuti perkembangan dari suatu Master Drainage Plan sebagai
tahap berikutnya dari perencanaan drainase kota. Studi ini meliputi suatu evaluasi
yang diolah dari rencana manajemen curah hujan terpilih yang mencakup rencana
rancang-bangun persiapan untuk memperkirakan biaya yang dibutuhkan, evaluasi
ekonomi terperinci, penilaian dampak lingkungan, dan kebutuhan untuk operasional
dan perawatan, survei dan pengaturan kelembagaan. Sebagai tambahannya, kriteria
desain dan jadwal implementasi juga dikembangkan.
C. Perencanaan Teknis
Perencanaan teknis dibuat untuk daerah prioritas yang telah mempunyai studi
kelayakan atau rencana kerangka (Outline Plan). Jangka waktu perencanaan untuk 2
atau 5 tahun. Rencana teknis harus memuat persyaratan teknis dan gambar teknis,
kriteria perencanaan dan langkah-langkah perencanaan konstruksi sistem drainase di
daerah perkotaan.
F-4
meliputi yang kriteria desain yang pada umumnya dijelaskan pada Master Drainage
Plan, laporan Studi Kelayakan atau Outline Plan dan memberikan bimbingan kepada
engineer/designer untuk menyelesaikan perancangan detail komponen sistem
drainase.
Berdasarkan acuan yang telah digariskan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka
dalam menyiapkan rencana kegiatan akan memberikan konsep metodologi
pelaksanaan yang optimal, ekonomis, tepat guna dan solusinya dapat diandalkan.
Oleh karena itu dalam melaksanakan pekerjaan ini, pihak Konsultan akan menyajikan
konsep metodologi pelaksanaan pekerjaan dari masing-masing kegiatan yang dimulai
dari tahap awal hingga penyelesaian akhir pekerjaan. Bagan alir pelaksanaan
pekerjaan yang merepresentasikan metoda pelaksanaan pekerjaan yang Konsultan
buat seperti yang ada pada Gambar F.1.
Dari beberapa tahap dan sub tahap yang merupakan bagian dari metode
pelaksanaan pekerjaan yang akan dikerjakan oleh Konsultan ini akan diuraikan
secara rinci kegiatan yang ada dalam masing-masing tahap pekerjaan.
F-5
PEKERJAAN PENYUSUNAN
PEKERJAAN PENDAHULUAN PEKERJAAN PENGUMPULAN DATA DAN SURVEI LAPANGAN PEKERJAAN ANALISA DAN PEMODELAN MASTER PLAN DAN
REKOMENDASI
Analisa Data
- Hidrologi
- Sungai/waduk/daerah
irigasi
- Daerah genangan
banjir
1. Pengumpulan Data: - Identifikasi daerah - Sarana & prasarana - Perhitungan hidraulis dan
- Hidroklimatologi genangan banjir existing paremeter desain.
- Sungai/saluran - Identifikasi kerugian - Potongan melintang - Penyusunan alternatif
- RUTR/RTRW banjir - Pemanfaatan lahan jaringan drainase.
- Peruntukan lahan - Identifikasi sarana dan dan tata ruang - Pertimbangan feasibilitas
- Sosial ekonomi prasarana pengendalian Topografi terhadap faktor teknis
- Mekanika tanah banjir existing - Peta situasi maupun non teknis.
- Hidrogeologi 1. Situasi dan topografi
- Leak & titik patok-patok - Peta topografi - Penggambaran, dll.
- Citra satelit/foto udara skala 1:10.000
pengukuran - Potongan memanjang - Penyusunan kriteria
- Properda 2. Penampang memanjang
- Cross cek data yang ada - Potongan melintang desain.
- Peta genangan dan melintang skala
- Sistem tata air - Penanganan banjir
- Peta topografi 1:10.000
- Peruntukan lahan
- Peta geologi permukaan - Cathment area
- Sistem tata air - Pengumpulan data
- Catchment area sekunder yang belum ada Hidrometri - Kapasitas sal. Pemodelan
2. Review Pra Rancangan - Debit banjir Banjir
1. Kecepatan aliran sungai
2. Fluktuasi muka air - Debit andalan
sungai - Lengkung debit, ddl
Penyusunan Master
Pengumpulan Data Sekunder/ Orientasi Lapangan Dan Plane
Review Studi Yang Ada Survey Pendahuluan
Sedimentasi - Ukuran bad load
1. Sedimen dasar - Ukuran suspended Alternatif Usulan Revisi
Persiapan 2. Sedimen layang load
1. Administrasi
2. Teknis Penyusunan Pembahasan
Rencana Geoteknik
- Mobilisasi personil
- Mobilisasi alat & bahan Detail Survei 1. Bor tangan 10 titik - Index properties
- Pemahaman KAK 2. Sondir 10 titik - Engineering
Rekomendasi
- Penyusunan metodologi 3. Pengambilan contoh properties
Alternatif
- Rencana kerja tanah
Survey Lapangan
SPMK
III - 6
Gambar F. 1 Tahap Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan
F-7
F.2. PEKERJAAN PENDAHULUAN
F.2.1. Persiapan
a. Persiapan Administrasi
Dalam kegiatan ini akan digali variabel-variabel penentu dan permasalahan yang
ada di lokasi pekerjaan, sehingga dapat dijadikan solusi atau dasar dalam
menjalankan tugas dan tanggung Jawab konsultan dalam hal ini yaitu pekerjaan
Penyusunan Master Plan Dainase dan Sanitasi Perkotaan Kabupaten Minahasa
Utara.
Adapun data yang akan dikumpulkan tidak terbatas pada hal di bawah ini, antara
lain:
F-7
1. Hidroklimatologi untuk daerah yang bersangkutan.
10. Sungai/saluran yang ada di daerah yang akan di rencanakan.
11. RUTR/RUTW daerah yang bersangkutan.
12. Peruntukan lahan dari daerah yang akan dibuat master plan drainase.
13. Sosial ekonomi dari masyarakat setempat.
14. Mekanika tanah dari tempat yang akan direncakan, biasanya dari
perencanaan sebelumnya yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
15. Hidrogeologi dari daerah yang bersangkutan.
16. Citra satelit/foto udara dari daerah yang direncanakan.
17. Properda
18. Peta genangan daerah bersangkutan.
19. Peta topografi yang sudah ada.
20. Peta geologi permukaan terdahulu.
21. Sistem tata air yang sudah ada.
22. Catchment area yang sudah ada.
Dalam kegiatan ini, Konsultan akan melakukan studi literatur sekaligus mereview
terhadap studi-studi yang berhubungan maupun Pra Rancangan yang telah ada
dan membuat justifikasi bahwa studi dan Pra Rancangan tersebut masih sesuai dan
dapat dipakai sebagai dasar penyusunan Desain. Pada kegiatan review studi yang
ada ini juga dilakukan kegiatan iventarisasi atau tinjauan terhadap Bangunan
Drainase baik tinjauan terhadap struktur maupun hidraulis bangunan.
F-8
untuk kegiatan Penyusunan Master Plan Dainase dan Sanitasi Perkotaan Kabupaten
Minahasa Utara lebih lanjut. Untuk itu Konsultan akan melakukan hal-hal sebagai
berikut:
Survei lapangan yang akan dilakukan oleh Konsultan mengacu pada metodologi
kerja yang sudah dibuat dan didasari dengan permintaan dari Pemberi Kerja yang
tercantum dalam KAK. Adapun survei lapangan yang akan dilakukan oleh Konsultan
terdiri dari survey topografi, hidrometri, geoteknik, lingkungan dan sosial ekonomi.
F-9
A. Survei Topografi
1. Tujuan Survei
Dalam kegiatan survei topografi mempunyai tujuan untuk mendapatkan data dan
gambaran bentuk permukaan tanah rencana master plan drainase yang berupa
situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada.
1. Pekerjaan pengukuran
2. Orientasi medan
3. Pemasangan Bech Mark (BM) dan patok pengukuran
23. Pengukuran poligon (kerangka dasar horizontal)
24. Pengukuran sipat datar (kerangka dasar vertikal)
25. Pengukuran penampang saluran
26. Perhitungan hasil pengukuran
F. Metodologi Survei
- Pekerjaan Pengukuran
Pengukuran ini maksudkan untuk menetapkan posisi dari titik awal proyek terhadap
koordinat maupun elevasi triangulasi, agar pada saat pengukuran untuk
pelaksanaan (stake out) mudah dilakukan. Data koordinat dan ketinggian titik
triangulasi diperoleh dari Jawatan Topografi Angkatan Darat (JANTOP-AD) atau
dari BAKOSURTANAL. Referensi ketinggian titik triangulasi adalah permukaan laut
rata-rata, sedangkan data koordinat triangulasi berupa koordinat geografis lintang
dan bujur dalam sistem koordinat UTM (Universal Transverse Mercator) yang
kemudian ditransformasi ke dalam sistem Koordinat Cartesian (x, y).
F - 10
Pengukuran pengikatan dilakukan dari titik triangulasi terhadap salah satu titik
pada kerangka dasar horizontal/vertikal utama, agar seluruh daerah pemetaan
berada dalam satu sistem referensi yang sama. Apabila titik triangulasi tidak
ada/berada jauh sekali dari lokasi proyek, maka dapat digunakan titik referensi
lokal.
- Orientasi Medan
Sebagai langkah awal setelah tim tiba di Base Camp lapangan adalah melakukan
orientasi medan yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
BM dipasang ditempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap
BM akan difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan koordinat
(x, y, z) BM dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon dan sipat
datar. Pada setiap pemasangan BM akan dipasang CP pendamping untuk
memudahkan pemeriksaan.
F - 11
Bentuk, ukuran dan konstruksi Bench Mark besar berukuran (20x20x75)cm dengan
jumlah BM sebanyak 2 buah. Bench Mark besar dipasang seperti berikut:
1. BM harus dipasang pada jarak tertentu sepanjang jalur poligon utama atau
cabang. Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam tanah sepanjang
kurang lebih 50cm (yang kelihatan di atas tanah kurang lebih 25cm)
ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan mudah dicari. Pembuatan
tulangan dan cetakan BM dilakukan di Base Camp. Pengecoran BM dilakukan
dilokasi pemasangan. Pembuatan skets lokasi BM untuk deskripsi. Pemotretan
BM dalam posisi "Close Up", untuk lembar deskripsi BM.
32. Baik patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda Bench Mark (BM)
dan nomor urut, ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan mudah
pencariannya.
34. Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran
(Fx5x50)cmF ditanam sedalam F0cm, dicat merah dan dipasang paku
diatasnya serta diberi kode dan nomor yang teratur.
Pen k u n in g an
Ø6 cm
Pelat m ar m er 12 x 12
25
No m o r titik
65
Dic o r b eto n
75
20
B eto n 1:2:3
15
10
20
Pas ir d ip ad atk a n
20
40
F - 12
Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran titik
kerangka dasar horizontal, diantaranya yaitu dengan melakukan pengukuran
dengan menggunakan satelit GPS (Global Positioning System) dan dengan
pengukuran poligon. Keuntungan menggunakan metoda GPS untuk penentuan titik
kerangka dasar horizontal yaitu:
F - 13
Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon, harus
terikat pada ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting
yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan. Pengukuran titik kontrol
horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur jarak dan sudut
menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini, titik akhir pengukuran
berada pada titik awal pengukuran. Pengukuran sudut dilakukan dengan
pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan dipakai adalah harga rata-
rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan
matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
- Pengukuran Jarak
Jarak AB = d1 + d2 + d3
d1
d2
A 1
d3
2
B
F - 14
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat
ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan
dihitung berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik
poligon. Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar
F.4.
AB
B
AC
A
C
= sudut mendatar
AB = bacaan skala horisontal ke target kiri
AC = bacaan skala horisontal ke target kanan
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B)
dan luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
1. Jarak antara titik-titik poligon adalah 50m.
47. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
48. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100m.
49. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
50. Selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik).
51. Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.
F - 15
f x
2
fy
2
KI 1 : 5.000
d
52. Bentuk geometris poligon adalah loop.
53. Pengamatan Azimuth Astronomis
U (Geografi)
Matahari
M T
Target
A
F - 16
T = M + atau T = M + ( T - M )
Dimana:
T = azimuth ke target
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada
titik-titik jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup ( loop), yaitu
pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi
dilakukan double stand dan pergi pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-
titik kerangka pengukuran) telah diikatkan terhadap BM. Penentuan posisi vertikal
titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran beda tinggi
antara dua titik terhadap bidang referensi (BM) seperti digambarkan pada Gambar
F.6.
Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1
Bidang Referensi
D
D
F - 17
1. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.
57. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.
58. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
belakang menjadi rambu muka.
59. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.
60. Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai longgar. Sambungan
rambu ukur harus betul. Rambu harus menggunakan nivo.
61. Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis
bidiknya. Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
62. Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.
63. Bidikan rambu harus diantara interval 0,5m dan 2,75m.
64. Setiap kali pengukuran dilakukan F (tiga) kali pembacaan benang tengah,
benang atas dan benang bawah.
65. Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang
bawah (BB), yaitu: 2 BT = BA + BB.
66. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2mm.
67. Jarak rambu ke alat maksimum 50m.
68. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
69. Toleransi salah penutup beda tinggi (T).
T = 10” D mm dimana:
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu km.
F - 18
berdasarkan Keputusan Menteri PU No. 63/PRT/199F tanggal 27 Februari, tentang
Garis Sempadan saluran, Daerah Manfaat saluran, Daerah Penguasaan saluran dan
Bekas saluran, sebagai berikut:
D. Survei Hidrometri
2. Metodologi Survei
- Penentuan Lokasi Pengukuran Debit Sungai
Untuk meramalkan banjir yang lebih akurat, pengukuran debit sungai harus
dilakukan berkali-kali. Oleh karena itu, pilihlah lokasi yang strategis. Yang paling
ideal untuk mengukur debit adalah pada bangunan air yang ada di sungai itu,
seperti bendungan, pintu air, siphon, talang air, saluran, gorong-gorong, waduk,
dan lain-lain. Khususnya untuk bendungan besar, anda tidak usah mengukur debit,
karena ada operator bendung yang mencatat tinggi air, dan sekaligus debitnya.
Kalau anda beruntung, anda bisa memperoleh data pengukuran debit sampai
beberapa puluh tahun yang lalu. Kalau bangunan seperti itu tidak ada, maka
sebaiknya adan menghubungi “Litbang air” dari Departemen Kimpraswil, yang
F - 19
berlokasi di Bandung. Banyak sungai ditanah air yang sudah diukur secara rutin,
dan dibukukan debitnya dengan baik.
Lokasi pengukuran debit harus bebas dari “olakan air”, arus yang tidak teratur
(tidak simetris), erosi pada sisi sungai, interupsi dari inlet atau out-let anak sungai,
atau adanya pengendapan didasarnya. Gambar F.7 memberikan rambu-rambu
lokasi pengukuran debit sungai.
Sebelum mulai mengukur aliran sungai terlebih dahulu harus dipilih lokasi sekitar
pos duga yang memenuhi syarat sebagai berikut:
F - 20
1. Palung sungai harus sedapat mungkin lurus dengan arah arus kecepatan
sejajar satu dengan yang lain.
73. Dasar sungai sedapat mungkin tidak berubah-ubah, bebas dari batu besar,
tumbuhan air dan bangunan air yang menyebabkan jalur kecepatan tidak
sejajar satu dengan yang lainnya.
74. Dasar penampang sungai sedapat mungkin rata supaya pada waktu
menghitung penampang basah hasilnya mendekati sebenarnya.
- Tahap kegiatan pengukuran
1. Mengukur pada kedalaman garis vertikal yang akan diukur kecepatannya
kemudian menentukan titik kedalaman pengukuran (0,2; 0,8 atau 0,2; 0,6;
0,8 atau 0,6 saja).
75. Mengukur jarak dari tepi permukaan sungai ke setiap garis pengukuran
vertikal.
76. Mencatat jumlah putaran yang terjadi pada setiap titik pengukuran.
77. Menghitung kecepatan daripada setiap titik pengukuran berdasarkan jumlah
putaran yang diperoleh dan selanjutnya merata-ratakan.
78. Menghitung luas bagian penampang melintang untuk setiap jalur.
79. Menghitung besar aliran untuk setiap bagian jalur penampang melintang
dengan menggunakan rumus Q = A . V.
80. Kegiatan ini terus berulang untuk setiap jalur garis vertikal pada seluruh
penampang melintang.
81. Besar aliran untuk seluruh penampang basah adalah jumlah kumulatif
seluruh besar aliran bagian dari seluruh vertikal. Kecepatan rata-rata aliran
penampang basah diperoleh dengan membagi besar aliran seluruh
penampang dengan luas seluruh penampang melintang.
Pelampung adalah pengukuran arus yang paling sederhana. Bahan yang bisa
adalah stereofoam (semacam busa putih). Disarankan untuk membentuk seperti
badan kapal, supaya memiliki karakteristik hidrolis yang paling ideal. Yang diukur
adalah kecepatan permukaan pada sepertiga lebar sungai, mengikuti distribusi
kecepatan yang berbentuk parabola datar dan hiperbola tegak, seperti Gambar
F.8.
F - 21
Gambar F. 7 Distribusi Kecepatan Aliran Pada Suatu Tampang Sungai
1. Pelampung Permukaan:
F - 22
Bahan dari pelampung yang digunakan adalah tidak tentu, sepotong kayu, seikat
jerami, botol dan lain-lain.
V=
= . V hasil pengukuran
= faktor koreksi < 1,0 = (0,7 - 0,90)
Bazin menyarankan harga = 0,86
Pelampung Tangkai dibuat dari sepotong/setangkai kayu atau babmbu yang diberi
pemberat pada ujung bawahnya. Sebelum digunakan di sungai maka kedalaman
yang cocok dengan tangkai itu harus ditentukan terlebih dahulu dalam tangki air.
V= m/detik
F - 23
Gambar F. 9 Current Meter Jenis Kerucut
F - 24
- Pengamatan Pasang Surut (15 hari)
Pengamatan pasang surut dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama
pengamatan 15 hari x 24 jam. Pengamatan dilakukan dengan cara memasang alat
duga muka air yang dibaca setiap jam. Elevasi hasil pengamatan muka air
selanjutnya diikatkan pada titik tetap yang ada (Bench Mark). Hasil pengamatan ini
diikatkan (levelling) ke patok pengukuran topografi terdekat untuk mengetahui
elevasi nol peilschaal dengan menggunakan waterpass sehingga pengukuran
topografi, bathimetri dan pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang
sama.
C. Survei Geoteknik
- Tujuan Survei
Penyelidikan tanah dan material bertujuan untuk mendapatkan data tanah guna
menentukan daya dukung tanah dasar untuk berbagai kemungkinan jenis struktur
yang akan direncanakan, dan menentuan metode perbaikan tanah dan peralatan
yang sesuai untuk diterapkan dalam pelaksanaannya.
F - 25
89. Apabila semua pekerjaan pemboran sudah diperiksa oleh Pemberi Pekerjaan
dan telah disetujui, maka peralatan beserta personilnya bisa dimobilisasikan.
- Metodologi Penyelidikan
- Pelaksanaan Pemboran
- Sondir
Tujuan:
F - 26
1. Untuk mengetahui kedalaman tanah keras
96. Menduga kekuatan tanah dan mendapatkan gambaran mengenai keadaan
lapisan tanah.
Prinsip Kerjanya:
1. Pembacaan dilakukan pertama-tama pada manometer disebut qe (kg/cm2).
97. Pembacaan kedua pada manometer yaitu tentang gaya gesek/jumlah
perlawanan JP.
98. Pembacaan manometer setiap masuk 20cm.
99. Dibuat grafik antara kedalaman vs q e dan kedalam vs JHP (Jumlah Hambatan
Pelekat).
Prosedur kerjanya:
1. Bersihkan lokasi kerja lalu pasanglah keempat jangkar spiral dengan jarak
tertentu agar cocok dengan kaki sondir.
100. Lokasi sondir harus berdekatan dengan lokasi bor tangan, agar hasil dari
sondir dapat dijadikan bahan sebagai bahan pembanding dengan hasil
laboratorium dari bahan uji bor tangan.
101. Setelah mencapai kedalaman tanah keras (tahanan konus lebih besar dari
150kg/cm), pekerjaan sondir dianggap selesai.
Perhitungan:
1. Kedalaman ditentukan setiap 20cm masuk bikonus dan stangnya.
102. Perlawanan Konus (PK) adalah pembacaan manometer yang pertama setelah
masuk setiap 20cm.
103. Jumlah Perlawanan (JP) pembacaan manometer yang kedua bilamana
menggunakan alat bikonus, bila menggunakan alat konus cukup hanya nilai
PK.
104. Perlawanan Gesek (PG) = JP – PK
105. Hambatan Pelekat (HP) = PG x 20/10
106. Jumlah Hambatan Pelekat (JHP) – komulatif PG
107. Hambatan Setempat (HS) = PG/10
108. Pengambilan contoh
F - 27
Selain data sekunder, data primer tentang aspek sosial ekonomi yang berkaitan
dengan perencanaan Teknis Drainase Pusat Perkotaan baik mikro (masyarakat
sekitar) maupun makro (pengguna jasa dan pihak pengelola) perlu dikumpulkan
dengan melakukan survei atau kunjungan langsung di lapangan.
Questioner akan disebarkan kepada para responden yang dipilih baik yang ada di
sekitar lokasi maupun pengguna jasa, yang selanjutnya diikuti dengan wawancara
langsung dengan yang bersangkutan.
F - 28
Kegiatan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan analisa pengukuran topografi ini
terdiri dari:
b. Metodologi Analisa
Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka dasar
horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon. Dalam perhitungan
poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut
jurusan yang akan diuraikan berikut ini:
Prinsip dasar hitungan koordinat titik poligon B dihitung dari koordinat titik poligon
A yang telah diketahui sebagai berikut:
XP X A dAP SinAP
YP YA d APCosAP
Dalam hal ini:
XA, YA = koordinat titik yang akan ditentukan
dAP SinAP = selisih absis ( XAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP CosAP = selisih ordinat ( YAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP = jarak datar AP definitif
AP = azimuth AP definitif
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus
sebagai berikut:
F - 29
12 1A 1
AP A 1 1 180
23 21 1 12 2 180
AP A 1 2 2 180
34 32 3 23 3 180
AP A 1 2 3 3 180
4B 43 4 34 4 180
43 A 1 2 3 4 4 180
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith. Rumus-
rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai berikut:
1. Sarat geometriks sudut:
Akhir - Awal - + n.1800 = f
Dimana:
= sudut jurusan
= sudut ukuran
n = bilangan kelipatan
f = salah penutup sudut
117. Syarat geometriks absis:
m
X Akhir X Awal X i 0
i 1
Dimana:
Di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = jumlah jarak
X = absis
X = elemen vektor pada sumbu absis
m = banyak titik ukur
F - 30
Y = ordinat
Y = elemen vektor pada sumbu ordinat
m = banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya
kesalahan linier jarak (KL)
SL fX2
fY 2
KL
fX 2
fY
2
1 : 5.000
D
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z)
yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
Z d Z u r 1 d p i atau
2
md mu r 1 d p i
2
Dimana:
F - 31
- Hitungan Kerangka Vertikal
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).
H Akhir H Awal H FH
T 8 D mm
Hitungan beda tinggi
H 12 Btb Btm
Hitungan tinggi titik
H 2 H 1 H 12 KH
Dimana:
H = tinggi titik
H = beda tinggi
Btb = benang tengah belakang
Btm = benang tengah muka
FH = salah penutup beda tinggi
KH = koreksi beda tinggi
- Pengambaran Topografi
F - 32
Dalam rangka untuk mendapatkan parameter-paremeter desain, dalam hal ini yang
ada kaitannya dengan hidrologi maka perlu dilakukan analisa hidrologi. Adapun
dalam kegiatan analisa hidrologi ini mengikuti bagan alir, seperti yang ada pada
Gambar F.12.
Mulai
Data
Curah Hujan Harian
Maksimum
Metode
Metode Normal
Gumbell
Uji Kecocokan
(Smirnov-Kolmogorov)
Hasil
Curah Hujan Rencana
Intensitas Hujan
Rencana
Selesai
F - 33
1. Rata-rata Aritmatik
Jika ada suatu stasiun hujan terdapat data curah hujan yang hilang dan bila
perbedaan antara hujan tahunan normal pada stasiun yang hilang datanya tersebut
< 10%, maka perkiraan data curah hujan yang hilang tersebut dicari dengan
mengambil harga rata-rata aritmatik dari stasiun-stasiun yang mengelilinginya.
Dimana:
RX = Curah hujan yang hilang
R1, R2, ......Rn =curah hujan pada stasiun 1, 2,.......,n (datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
Bila perbedaan antara hujan tahunan normal pada stasiun yang hilang datanya
tersebut > 10%, maka perkiraan data curah hujan yang hilang tersebut dihitung
dengan metoda perbandingan normal:
Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, .Rn =curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama (datanya
lengkap)
NX = curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun yang hilang datanya.
N1, N2, ......Nn = curah hujan rata-rata pada stasiun 1, 2,.......,n (datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
Cara perhitungan yang dianggap lebih baik, adalah cara reciprocal method, yang
memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor koreksi. Hal ini dapat dimengerti
karena korelasi antara dua stasiun hujan menjadi makin kecil dengan besarnya
jarak antar stasiun tersebut. Metode ini dapat digunakan jika dalam DPS terdapat
lebih dari dua stasiun pencatat hujan. Umumnya, dianjurkan untuk menggunakan
paling tidak tiga stasiun acuan.
F - 34
Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, .Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama
(datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama.
dX1, dX2, ..., dXn = jarak stasiun dengan stasiun yang datanya tidak ada.
Analisa curah hujan wilayah adalah untuk menentukan curah hujan harian
maksimum rata-rata suatu daerah dari beberapa stasiun pengamat curah hujan
yang ada di daerah bersangkutan. Ada tiga macam cara yang berbeda dalam
menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka
curah hujan dibeberapa titik pos penakar atau pencatat curah hujan.
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung
(arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar hujan di dalam areal tersebut:
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2, RF ...Rm = tinggi curah hujan pada pos penakar.
N = jumlah pos penakar hujan.
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya
ditempatkan secara merata di area tersebut, dan hasil penakaran masing-masing
pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh
areal.
F - 35
garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung diantara dua pos
penakar yang berdekatan.
A2
1 3
A4
4
A1
A3
A5
A7
A6
7
5
6
Gambar F. 1F Poligon Thiesen
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada pos penakar.
A1 = luas daerah pengaruh pos penakar 1.
A2 = luas daerah pengaruh pos penakar 2.
.............
.............
A7 = luas daerah pengaruh pos penakar 7.
d. Cara isohyet
Dengan cara ini, kita harus menggambarkan dulu kontur tinggi hujan yang sama
(isohyet), seperti gambar di bawah:
F - 36
R6
R4 R5
R7
R3
R2
R1
A
A
5
A A A A 5
1 2 3 4
Kemudian luas bagian diantara isoyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai
rata-ratanya dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur, sebagai berikut:
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada isohyet.
A1, A2, ........, A6 = luas daerah yang dibatasi oleh isohyet-isohyet berdekatan.
Besaran yang digunakan sebagai beban rencana adalah hujan harian maksimum
tahunan, yaitu curah hujan terbesar dalam setahun yang turun dalam kurun waktu
24 jam. Dalam ilmu probabilitas diperkenalkan konsep probabilitas terlampaui yaitu
probabilitas kejadian sama atau melampaui suatu nilai yang ditetapkan serta
analisis return period.
a. Probabilitas Terlampaui
Tool pertama yang diperkenalkan disini adalah Formulasi Weibull untuk
probabilitas terlampaui yang dirumuskan sebagai berikut:
F - 37
Dimana:
p = probabilitas terlampaui.
m = posisi dalam rangking yang dibuat dari besar ke kecil.
N = jumlah titik data.
Penggunaan Formulasi Weibull terbatas pada interval data yang diketahui,
sedangkan hujan merupakan kejadian acak yang mungkin sekali terjadi diluar
interval yang diketahui tersebut. Untuk itu, dalam hal ini diperkenalkan konsep
periode ulang yaitu “jangka waktu hipotetik dimana secara statistik berdasarkan
data dimasa lalu, suatu besaran angka tertentu akan disamai atau dilampaui sekali
dalam jangka waktu tersebut”.
Secara impiris hubungan probabilitas terlampaui dan periode ulang dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Dimana:
P = probabilitas terlampaui.
X = besaran yang ditinjau.
XT = harga X dengan periode ulang Tr.
Pr(X XT) = probabilitas harga XT dilampaui.
Tr = periode ulang.
Dalam bentuk lain dinyatakan seperti dibawah ini:
Jika
Maka
Berikut ini akan diuraikan metoda analisa harga ekstrim dengan menggunakan
fungsi distribusi, antara lain:
Distribusi Normal
Distribusi Gumbel
Pearson
Log Pearson type III
Distribusi Log Normal
F - 38
- Uji Kecocokan
Dalam menghitung curah hujan maksimum digunakan beberapa distribusi, dari
beberapa distribusi ini hanya satu yang akan dipakai. Untuk menentukan distribusi
mana yang akan dipakai dilakukan uji kecocokan dengan maksud untuk
memberikan informasi apakah suatu distribusi data sama atau mendekati dengan
hasil pengamatan dan kelayakan suatu fungsi distribusi. Ada empat metoda yang
digunakan untuk pengujian tersebut:
Rata-rata prosentase error, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas
dan fungsi kerapatan kumulatif.
Deviasi, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas dan fungsi
kerapatan komulatif.
1. V. Breen
Dimana:
IT = intensitas hujan pada PUH T dan pada waktu konsentrasi t c (mm/jam)
F - 39
RT = tinggi hujan pada PUH T (mm/hari)
Dimana:
IT = intensitas hujan (mm/jam)
RT = hujan harian dengan PUH (tahun ) dalam (mm)
T = waktu tempuh aliran disaluran dalam (jam)
V = kecepatan aliran
H = beda tingi hulu-hilir (km)
1. Formula Talbot
Dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
T = waktu konsentrasi
a, b = konstanta
N = jumlah data.
2. Formula Sherman
F - 40
Dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
T = waktu konsentrasi
a,n = konstanta
N = banyaknya data
Dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = waktu konsentrasi
a, b = konstanta
N = jumlah data.
Waktu konsentrasi merupakan waktu yang diperlukan untuk air hujan dari daerah
terjauh dalam cathment area untuk mengalir menuju suatu titik atau profil
melintang saluran yang ditinjau. Dalam drainase, pada umumnya waktu
konsentrasi (tc) terdiri dari penjumlahan dua komponen, yaitu:
1. Waktu yang diperlukan untuk titik air yang terjauh dalam cathment area
mengalir pada per mukaan tanah ke alur saluran permulaan yang terdekat
(tof).
F - 41
125. Waktu yang dibutuhkan untuk air mengalir dari alur saluran permulaan
menuju ke suatu profil melintang saluran tertentu yang ditinjau (t df).
Dimana:
Ld = panjang saluran dari awal sampai akhir titik yang ditinjau (m)
Vd = kecepatan rerata sepanjang saluran yang ditinjau.
Untuk menghitung tof (overland flow time) dapat dilakukan beberapa pendekatan
empiris, antara lain:
1. Jepang
Dimana:
Lo = panjang pengaliran (m)
n.d = koefisien hambat.
Beton (aspal) : n.d = 0,01F
Rerumputan : n.d = 0,200
So = kemiringan permukaan (%)
126. Kerby
F - 42
127. Izzard
Berlaku untuk:
i.L F,8
i = intensitas hujan (mm/jam)
k = koefisien permukaan terdiri dari
K = 0,07 (aspal halus)
K = 0,012 (beton)
L = panjang permukaan (km)
C = koefisien limpasan
H = beda tinggi permukaan (m)
128. Brasby-William
Dimana:
L = panjang permukaan
H = beda tinggi permukaan (m)
A = luas daerah tadah (km2)
Dimana:
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
H = beda tinggi permukaan (km)
Rumus lain
Dimana :
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
F - 43
S = kemiringan lahan (%)
Atau
Dimana:
C = koefisien limpasan
L = panjang permukaan (km)
S = kemiringan lahan (m/m)
- Debit Perencanaan
Dalam kegiatan desain bangunan air perlu dilakukan terlebih dahulu perhitungan
berbagi debit desain dengan kriteria-kriteria desain. Untuk menentukan debit
desain tersebut perlu dihitung atau diketahui debit saluran di tempat lokasi studi
dengan berbagai frekuensi kejadiannya. Debit desain yang diambil ini harus ada
kaitannya dengan keamanan dan resiko terhadap masalah/hambatan/dampak yang
akan timbul. Debit desain ini diantaranya meliputi:
1. Debit desain kriteria bahaya/resiko pelimpahan dan tekanan aliran harus
diambil debit besar.
130. Debit desain kriteria bahaya/resiko penggerusan setempat.
Dalam penentuan debit dengan menggunakan data hujan dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda rasional dan hidrograf.
a. Metode Rasional
Dengan meggunakan metoda rasional, debit sungai dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Dimana:
Q = debit
Cp = koefisien pengaliran run off
RT = curah hujan dengan periode ulang tertentu
F - 44
A = luas daerah tangkapan hujan
c. Metode Hidrograf
Penentuan debit banjir rencana dengan Metode Unit Hidrograf (Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu), dipergunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
Dimana:
Qp = debit puncak banjir (mF / detik)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,F = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
menjadi F0 % dari debit puncak (jam)
Dimana:
Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (mF/detik)
t = Waktu (jam)
Qd > 0,F Qp :
0,F2 Qp > Qd :
F - 45
L = panjang alur sungai (km)
tg = waktu konsentrasi (jam)
tr = 0,5 tg sampai tg (jam)
Dengan besarnya α =
Panjang sungai
Luas catchment area
Koefisien pengaliran
Dari kegiatan ini akan dihasilkan debit perencanaan untuk mendesain Perencanaan
Teknis Draiase Pusat Pemerintahan Kabupaten Penajam Kalimantan Timur.
a. Tujuan Analisa
Mendapatkan gambaran tentang tingkat pengembangan Ibukota berdasarkan
kondisi sosial ekonomi dan arahan kebijakan pemerintah serta melakukan prediksi
sosial ekonomi guna penentuan arah kebijakan pengembangan untuk masa yang
akan datang.
c. Metodologi Analisa
Analisa Data time Series (Statistik dan Probabilitas).
F - 46
F.4.4. Analisa Permasalahan Banjir/Drainase Perkotaan dan
Penanggulangannya
a. Tujuan Analisa
Dalam analisa permasalahan banjir/drainase perkotaan dan penanggulangannya
mempunyai tujuan untuk mengetahui permasalahan banjir/drainase perkotaan
yang ada di daerah studi dan memberikan cara untuk pemecahannya.
b. Ruang Lingkup Analisa
Dalam analisa permasalahan banjir/drainase perkotaan dan penanggulangannya
mempunyai ruang lingkup sebagai berikut:
1. Hubungan drainase pengendalian banjir
137. Permasalahan drainase perkotaan
138. Drainase daerah rendah
139. Penyebab banjir dan konsep penanggulangannya
140. Infrastruktur air perkotaan
- Metodologi Analisa
Permasalahan banjir kelihatan sepele tetapi menjengkelkan, banyak pihak tidak
bisa memungkiri hal ini. Mulai dari masyarakat pengguna perumahan, jalan,
industri dan real estate, pertanian bahkan pemerintah merasakan hal tersebut.
Saat ini, setelah terjadi bencana banjir di hampir seluruh wilayah negeri, mulailah
manusianya sadar akan pentingnya mencegah banjir secara lebih dini. Kesadaran
tersebut terlihat dari mulai dilakukannya sosialisasi dan penyuluhan tentang
menjaga kelestarian DAS (Daerah Aliran Sungai) serta pelaksanaan program
penghijauan di gunung-gunung yang gundul. Walaupun dalam prakteknya hal ini
tidak semudah mengucapkannya, kawasan hutan kita masih dijarah disana-sini.
Untuk perhatian bahwa “ Saat kita menyadari bahwa DAS kitas sudah rusak,
maka hampir tidak mungkin untuk menata kembali seperti semula,
meskipun disediakan dana yang besar, itupun memerlukan waktu yang
tidak sebentar”.
F - 47
Gambar F. 15 Penanganan Terpadu Banjir Kawasan Daerah
F - 48
dalam Manajemen Dataran Banjir
Teknik drainase yang ada di daerah rendah bisa dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut ini:
1. Pembangunan tanggul pasang disekeliling daerah rendah tersebut.
141. Pembangunan tanggul sepanjang sungai dan saluran drainase yang melewati
rendah tersebut.
142. Pembangunan polder (atau kompartemen) yang masing-masing ditangguli
dan mempunyai keluaran individual ke sistem drainasenya.
143. Penggunaan pintu pengendali di keluaran dari kompartemen untuk
mencegah aliran balik pada saat pasang naik dan saat limpasan air tinggi.
F - 49
Pintu pengendali bisa otomatis atau pintu gerak atau yang dioperasikan
secara manual, yaitu pintu geser.
144. Penggunaan peralatan pompa.
145. Penyediaan suatu cekungan penahan yang volumenya cukup dan kapasitas
pintu keluar disetiap keluaran kompartmen untuk menyimpan sementara air
limpasan dari hujan badai yang kritis sampai air tersebut dapat dilimpahkan
pada suatu periode yang cocok dari daur pasang (kolam detensi).
F - 50
- Permasalahan Drainase Perkotaan
Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia, khususnya pada musim
hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia menglamai bencana banjir.
Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun permasalahan ini sampai saat ini
belum terselesaikan, bahkan cenderung makin meningkat, baik frekuensinya,
luasannya, kedalamnnya, maupun durasinya. Permasalahan banjir perkotaan
diakibatkan:
1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat.
146. Urbanisasi.
F - 51
Gambar F. 20 Pengaruh Urbanisasi pada Daerah Tangkapan Air Terhadap
Laju Limpasan
F - 52
a. Lokasi Hilir dan Muara
Sungai bermuara ke laut yang umumnya terletak pada kawasan pantai yang datar
dan rawan banjir. Banyaknya hambatan yang dialami oleh aliran sungai,
merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah dalam era otonomi yang baru
dibentuk.
Gelombang “pasut” (pasang/surut) air laut: membentuk semacam tembok
penghalang di muara sungai, sehingga terjadilah “back water”. Selama ini, aliran
sungai dimuara harus dilindungi dengan tanggul, supaya air tidak “tumpah ruah”,
dan menimbulkan banjir.
Kota besar biasanya berkembang pada muara sungai, dan bangunan yang tumbuh
disepanjang sungai mengganggu aliran sungai. Sampah dari warga kota, dibuang
kedalam sungai sehingga mengurangi kapasitas sungai tersebut.
Endapan banyak terjadi pada muara sungai, sehingga kapasitas aliran berkurang
drastis. Belum lagi, bentuk sungai dikawasan pantai yang berkelok-kelok, ikut
menyulitkan aliran, sehingga banyak menimbulkan banjir.
Kawasan hilir sungai banyak bendung, karena lokasi ini sangat strategis untuk
mencetak sawah yang luas, mengingat topografi daerah yang relatif datar.
Aliran sungai harus berkompromi dengan bendung tersebut, khususnya pada
saat sungai tersebut banjir.
Masih ada setumpuk hambatan aliran lagi, yang harus disikapi dengan arif dan
diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk mengatasinya.
Pemasangan tanggul tanah harus ada batasnya karena tanggul yang terlalu
tinggi bisa menyulitkan prasarana lain di sekitar muara sungai, seperti
terganggunya sistem drainase di sekitar tanggul. Aliran dari kota atau desa
F - 53
disekitar muara sungai hanya bisa membuang air hujan kedalam sungai yang
sudah di tanggul, apabila muka air sungai tersebut cukup rendah elevasinya.
Tetapi, apabila muka air back water terlalu tinggi, drainase terganggu total,
seperti Gambar F.24.
Supaya aliran sungai besar jangan berbalik merambah kedalam drainase kota
dan desa, maka dibadan tanggul harus dipasang pintu katup, yang bentuknya
terlihat pada Gambar F.25.
F - 54
Gambar F. 25 Pintu Katup Sederhana dan Pintu Katup Apung Back Water
di Hulu Bendungan
Pada kawasan hilir sungai banyak dijumpai “bendungan” yang berfungsi menaikkan
permukaan air dimusim kemarau, agar dapat ditumpahkan kedalam sawah petani.
Karena topographi, kawasan hilir relatif datar, maka luasan sawah yang dapat
dicetak sangatlah luas. Tetapi sebaliknya, pada musim banjir, keberadaan bendung
ini tidak dikehendaki, karena menimbilkan back –water dan banjir disebelah hulu
bendungan
Perencanaan Irigasi kawasan hilir, sebaiknya dilaksanakan secara terpadu dengan
Perencanaan Drainase Kawasan Daerah. Belakangan ini sudah banyak dipakai
“bendung gerak”, seperti “pintu air radial” atau “Bendung karet”.
F - 55
Penyempitan Alur Sungai
Penyempitan alur sungai dikenal dengan istilah “Bottle Neck” yang berupa
penyempitan lebar sungai sebagai akibat dari formasi tebing sungai yang tersusun
dari batuan yang keras sehingga aliran yang ada tidak mampu menciptakan lebar
yang semestinya. Penyempitan ini juga bisa disebabkan oleh ulah manusia.
Penyempitan sungai dibawah jembatan ini bersifat sementara yaitu hanya dibawah
jembatan saja. Meskipun demikian akibat yang ditimbulkan dapat menyebabkan
banjir dibagian hulu sungi karena terjadi efek “Back Water”.
Didalam perjalannya ke laut, aliran sungai menerima arus masuk dari samping kiri
dan kanan. Arus tersebut bisa berupa anak sungai, atau buangan kelebihan air dari
sawah. Kalau sungai tersebut melewati kota besar, arus masuk tersebut berupa air
“buangan domestik” berasal dari rumah penduduk kota tersebut, sebelum dibuang
kedalam sungai.
Tergantung pada “konstruksi in-let” dari arus masuk kedalam sungai tersebut,
maka sungai akan mengalami hambatan yang menyebabkan kehilangan tinggi
tekan sungai, dan dapat memicu terjadinya banjir pada bagian hulu dari sungai
tersebut.
F - 56
Gambar F. 26 Bangunan Inlet Arus Masuk Kedalam Sungai yang Kurang
Tepat
Pada prinsipnya, aliran sungai jangan ditubruk secara frontal. Tertera pada
Gambar F.26, empat kasus yang salah dari konstruksi inlet kedalam sungai:
a. Pada tikungan sungai, kecepatan besar berada pada belokan luar. Oleh
karena itu, pada bagian ini jangan dimasuki arus, yang dapat menyebabkan
pusaran air karena belokan dalam, karena pada bagian ini, kecepatan arus
kecil. Dengan demikian kita dapat membantu, agar endapan yang cenderung
terjadi pada belokan dalam ini, bisa dikurangi semaksimal mungkin.
b. Sudut yang dibuat antara arus masuk dan sungai jangan terlalu tumpul dan
besar, sehingga memicu terjadinya pusaran air karena tumbukan secara
frontal.
c. Setelah menerobos Abutment Jembatan, aliran sungai mengalami ekspansi.
Pada bagian hilir abutment ini jangan dimasuki arus, karena dapat
menganggu proses ekspansi aliran sungai, dan menimbulkan pusaran karena
tumbukan frontal.
d. Pada saat aliran sungai mengalami kontraksi, serat aliran cenderung
berdasak-desakan untuk menuju bagian sungai yang menyempit. Pada bagian
F - 57
ini jangan dimasuki oleh arus dari luar, karena tumbukan yang terjadi dapat
menyebabkan pusaran air yang serius.
F - 58
Gambar F. 28 Pengurukan Sawah Untuk Perumahan
Mengurug sawah untuk lahan perumahan baru, harus diikuti dengan pemilihan
muara drainase yang benar Bermuara kedalam Saluran Irigasi, jelas pilihan yang
salah, dan menyebabkan banjir, seperti terlihat pada Gambar F.28.
Kesalahan pemilihan muara drainase bisa terjadi pada banyak kasus lainnya. Di
bawah ini diuraikan beberapa kiat untuk memilih muara drainase yang benar:
a. Pilih muara drainase sejauh mungkin ke hilir sungai (Gambar F.29). Sesuai
dengan muka air banjir. Bermuara pada hilir sungai dengan peil banjir yang
rendah banyak memberikan manfaat terhadap sistem drainase perumahan
yang kita rencanakan:
Muka air saluran primer lebih curam, dimensi saluran lebih kecil, effek back
water tidak begitu berpengaruh.
Urugan tanah untuk lahan perumahan yang dibangun bisa lebih hemat, yaitu
dengan peil banjir yang lebih rendah, tentunya.
b. Pilih Muara Drainase disebelah hilir bendung irigasi (lihat Gambar F.45).
Tentunya saja disebelah hilir Bendung Irigasi Peil Banjir jauh lebih rendah,
dibanding sebelah hulunya, karena terpengaruh effek pembendungan (back
water).
F - 59
Gambar F. 29 Pemilihan Muara Sejauh Mungkin ke Hilir Sungai
e. Kalau ada Tandon Banjir didekat anda, mintalah izin untuk bermuara kedalam
tandon tersebut, jangan bermuara langsung ke laut, atau sungai besar. Pada
Gambar F.46 diperlihatkan muara drainase yang benar kedalam Tandon
Banjir. Kebutuhan anda akan Peil Banjir yang rendah didalam Tandon akan
terpenuhi, karena Tandon memiliki Pintu Air dan Pompa yang dioperasikan
untuk mendapatkan Peil Banjir yang rendah elevasinya.
F - 60
Boleh saja, anda bermuara langsung ke laut atau sungai besar, tetapi
mungkin, anda harus menyediakan pintu air dan pompa sendiri, agar muara
drainase memperoleh Peil Banjir yang rendah elevasinya.
Kalau ada pilihan kedalam dua buah sungai, maka pilihan yang paling rendah
elevasi peil banjirnya. Hal ini diperlihatkan pada Gambar F.32. Masih banyak kasus
kesalahan pemilihan muara drainase yang mungkin belum tercakup pada uraian
diatas. Pada prinsipnya pilihan diarahkan pada Peil Banjir Rendah. Tentu anda ingin
menanyakan, bagaimana mengetahui besarnya elevasi Peil Banjir sebuah sungai,
tandon, dan lain-lain. Cara paling mudah adalah menghubungi Dinas Pekerjaan
Umum di daerah. Karena mereka telah banyak melakukan studi yang antara lain
untuk menghitung Peil Banjir dari wilayah drainase mereka. Sekaligus, anda dapat
memperoleh “Masterplan Drainase”, sehingga perencanaan anda tinggal mengacu
pada studi ini.
F - 61
Gambar F. 32 Bermuara Kesungai yang Rendah Peil Banjirnya
Dalam kegiatan penyusunan master plan ini mempunyai ruang lingkup sebagai
berikut:
1. Urutan penyusunan dan langkah utama penyusunan rencanan induk
2. Konsep desain
3. Perencanaan sistem drainase perkotaan
F - 62
F.5.3. Metodologi Penyusunan
Banjir yang kerap kali terjadi memerlukan penanganan secara komprehensif, tidak
hanya menggunakan metode konvensional melainkan juga dengan metode
penyelesaian banjir lainnya, seperti ekohidrolik. Adapun yang dimaksud metode
konvensional adalah membuat sudetan, normalisasi sungai, pembuatan talud, dan
berbagai macam konstruksi sipil lainnya. Sedangkan metode ekohidrolik bertitik
F - 63
berat pada renaturalisasi, restorasi sungai, serta peningkatan daya retensi lahan
terhadap air hujan. Penyelesaian banjir dan permasalahan drainase dengan
konsep penanganan banjir secara konvensional yang hanya mengutamakan faktor
hidraulik, bertitik tolak pada penanganan dampak banjir secara lokal. Hal ini perlu
diimbangi dengan konsep ekohidrolik yang bertitik tolak pada penanganan
penyebab banjir dari segi ekologi dan lingkungan. Dengan dilakukannya retensi air
di bagian hulu, tengah, dan hilir, juga di sepanjang wilayah sungai, sempadan
sungai, badan sungai, dan saluran, selain berfungsi sebagai penanggulangan banjir
juga sekaligus menanggulangi kekeringan di kawasan yang bersangkutan.
Pembuatan sudetan
Konsep
Drainase Pembuatan konstruksi sipil
F - 64
Gambar F. 34 Ilustrasi Ideal Penanggulangan Banjir dengan Konsep Eko-
Hidraulik
F - 65
industri. Tanda yang lain dari defisit air ini adalah semakin menurunnya kuantitas
dan kualitas ketersediaan air baku akibat semakin membesarnya fluktuasi jumlah
aliran permukaan persatuan waktu yang terjadi di musim penghujan dibandingkan
yang terjadi di musim kemarau.
Besarnya fluktuasi ini terjadi antara lain oleh kurangnya daerah resapan air di
bagian hulu dikarenakan gundulnya hutan dan kurangnya usaha membangun
sistim tampungan (tandon) air pada sistim drainase. Hal ini berakibat menurunnya
recharging air tanah dan pada gilirannya kemudian berefek pada turunnya base
flow pada aliran sungai atau menghilangnya mata air-mata air dari hulu sungai.
Filosofi pembuatan sistim drainase dengan tampungan-tampungan ramah
lingkungan dalam usaha menanggulangi banjir mirip tetapi tidak sama dengan
filosofi pembuatan waduk penahan banjir. Waduk dibangun dalam skala besar,
tidak hanya dalam pengertian fisik, tapi juga besar dalam efek negatif yang terjadi.
Sedangkan sistim drainase dengan tampungan-tampungan air ramah lingkungan
dibuat dan dikelola oleh orang perorang dan oleh unit masyarakat kecil.
Sedemikian sehingga perbedaan filosofi diantara keduanya ialah bahwa waduk
dimotori oleh sebuah otoritas, sedangkan sistim drainase dengan tampungan-
tampungan ramah lingkungan digerakkan oleh public community. Penerapan
konsep drainase ramah lingkungan di lapangan yang diiringi oleh program
pengembangan masyarakat dilakukan pada berbagai bidang, sebagai berikut:
a. Sistem pembuangan air hujan di rumah
b. Saluran drainase sebagai long storage
c. Penyediaan taman dan kolam di kompleks perumahan
d. Peningkatan luas badan air
e. Penataan kawasan sekitar waduk
f. Pemeliharaan kebersihan
g. Penataan saluran drainase di kawasan industri
Penjelasan singkat mengenai bagian-bagian di atas akan diuraikan pada sub bab di
bawah ini.
Dengan konsep bahwa air hujan harus ditahan selama mungkin dan sebanyak
mungkin diserap oleh tanah maka urutan aliran air hujan di setiap unit rumah
dapat mengikuti alur sebagai berikut:
F - 66
Air hujan bungker air sumur resapan saluran
Ilustrasi alur air hujan di setiap unit rumah disajikan pada Gambar F.F5 berikut:
Pada tahap pertama, air hujan dari atap rumah disalurkan ke bunker air. Air yang
ditampung pada bungker ini di kemudian hari dapat digunakan untuk berbagai
keperluan, seperti untuk menyiram tanaman, mencuci kendaraan, dll. Jika air untuk
keperluan-keperluan diatas dapat diambil dari bungker air yang ada maka hal ini
dapat secara langsung mengurangi beban air yang harus disuplai dari PAM.
Pada tahap kedua, air hujan yang tidak tertampung di bungker air dialirkan menuju
sumur resapan. Air dari sumur resapan ini berfungsi sebagai pengisian kembali air
tanah.
Pada tahap ketiga, air hujan yang tidak tertampung di sumur resapan kemudian
dialirkan ke selokan / saluran pembuangan air hujan. Hal ini merupakan tahapan
terakhir jika semua usaha untuk menahan air agar dapat meresap ke dalam tanah
telah dilakukan
F - 67
Jika dihitung, proporsi volume air yang dapat ditampung dalam bungker untuk tiap
rumah mungkin tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan keseluruhan volume
air hujan yang turun. Namun jika setiap rumah dalam suatu kompleks perumahan
menggunakan cara seperti ini, maka jumlah volume air yang dapat ditampung akan
semakin besar. Hal ini juga berlaku dalam penggunaan sumur resapan pada setiap
unit rumah. Walaupun volume air yang dapat menyerap ke tanah untuk satu unit
rumah tidaklah besar, namun jika setiap rumah menerapkan hal ini maka jumlah
volume air yang dapat dikonvservasi akan semakin besar.
Saluran drainase selain berfungsi untuk mengalirkan air hujan ke daerah yang lebih
rendah, juga dapat difungsikan sebagai long storage. Untuk beberapa kawasan,
long storage ini diperlukan karena air tidak dapat dibuang langsung ke laut akibat
adanya pengaruh pasang surut. Namun untuk beberapa kawasan lain, long storage
ini dapat berfungsi sebagai bagian dari proses retensi air hujan, agar volume air
yang menyerap ke dalam tanah semakin besar.
Selain itu, pada musim kemarau, keberadaan air di saluran drainase cukup penting
untuk menghindari pengendapan dan tertumpuknya berbagai kotoran yang dapat
menimbulkan bau tidak sedap. Dengan adanya long storage tersebut, air yang ada
dapat digunakan untuk melakukan penggelontoran saluran. Pengaturan air pada
saat akan dilakukan penggelontoran dapat dilakukan menggunakan bantuan pintu
air maupun bangunan air sejenis, yang dioperasikan oleh masyarakat setempat.
Dengan demikian, untuk lokasi-lokasi yang dianggap memenuhi persyaratan,
perencanaan saluran drainase perlu mengikutsertakan faktor retensi air, dengan
konsekuensi dimensi saluran drainase akan semakin besar.
Kolam taman yang ada pada komplek perumahan selain berfungsi sebagai bagian
dari upaya penghijauan, juga dapat difungsikan sebagai bagian dari proses retensi
air. Ilustrasi kolam taman disajikan pada Gambar F.36.
F - 68
Gambar F. 36 Ilustrasi Kolam Taman di Kompleks Perumahan
Untuk perencanaan kawasan perumahan baru, kolam tanam ini dapat dibangun
satu unit untuk setiap sekian unit rumah yang dibangun di kompleks yang
bersangkutan.
F - 69
Dinegeri kita, pemakaian tandon banjir bukan suatu keharusan. Kalau bisa,
malahan harus dihindari, karena tandon banjir biasanya harus dilengkapi dengan
pompa yang sulit dan mahal, Operasi & Pemeliharaannya.
Secara skematis Gambar F.38 memberikan urutan “menu” dan “kendala”
penanganan banjir, dimana tandon banjir dan pompa, jatuh pada pilihan terakhir.
Meskipun pada dekade ini, “normalisasi” saluran induk sempat mencuat sebagai
prioritas yang rendah, karena benturan yang tidak terelakkan dengan pembebasan
lahan.
Pilihan untuk membangun kolam tandon mencuat, ketika saluran induk drainase
harus bermuara pada lokasi yang sulit, seperti:
F - 70
dengan pasang naik air laut atau banjir sungai besar, sehingga menimbulkan
luapan dan banjir.
Keadaan ini dilukiskan pada Gambar F.39 dimana ada dua pilihan untuk
menurunkan muka air back water, yaitu:
Di buat tandon banjir dimuaranya. Kalau perlu dipasang pintu air, dan pompa
untuk memompa air tandon langsun ke laut atau sungai besar.
Pada kawasan perkotaan, saluran induk melewati permukiman padat, kumuh,
sehingga normalisasi tidak bisa lepas dari dampak negatif, seperti :
Memerlukan pembebasan lahan, pembongkaran rumah, pemindahan penduduk,
“relokasi” fasilitas kota, memperpanjang jembatan kota, dan lain-lain.
Pada banyak kasus, back-water tidak berhasil diturunkan tuntas, sehingga masih
memerlukan tanggul, akibatnya saluran sekunder/tersier sulit membuang alirannya
ke saluran induk.
Mempermudah air laut memasuki daratan, dan menyebabkan intrusi air laut.
Dengan normalisasi, endapan makin mudah terbentuk. Semakin lebar sungai, maka
kecepatan aliran berkurang drastis.
Semakin lebar saluran, semakin sulit proses pengedukan lumpurnya. Paling tidak
harus dipakai alat berat, padahal dulu cukup dikeduk dengan tenaga manusia.
F - 71
Gambar F. 39. Ilustrasi Penggunaan Tandon
Peningkatan luas badan air sungai dimaksudkan untuk meningkatkan daya retensi
sungai terhadap air. Komponen retensi alamiah di wilayah sungai, sempadan
sungai, dan badan sungai dapat ditingkatkan dengan cara menanami kembali
sempadan dan sungai yang telah rusak serta memfungsikan daerah genangan atau
polder alamiah di sepanjang sempadan sungai dari hulu sampai hilir untuk
menampung banjir.
F - 72
Penataan Kawasan Sekitar Waduk
Untuk mendukung terciptanya kawasan waduk yang asri dan terpelihara, perlu
diciptakan kondisi yang memungkinkan masyarakat memiliki peran dalam
pemeliharaan kondisi kawasan sekitar waduk. Hal ini dapat dilakukan diantaranya
dengan membuat daerah hijau dan taman di sekeliling waduk, yang dilengkapi
dengan jalan sebagai bagian dari sarana rekreasi.
Pemeliharaan Kebersihan
Sebagai bagian dari penataan sistem drainase yang diiringi oleh program
pengembangan masyarakat, pemeliharaan kebersihan merupakan salah satu
kegiatan yang dapat dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Sedimen dan
sampah yang menyumbat di saluran merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya banjir dan genangan. Dengan peran aktif masyarakat untuk
membersihkan saluran dalam ruang lingkup kecil di sekitar tempat tinggalnya
secara rutin maka pemeliharaan sistem drainase dalam ruang lingkup kawasan
yang lebih besar pun akan terbentuk. Peran serta masyarakat dalam pemeliharaan
saluran saluran dari sedimen dan sampah dapat berupa tindakan langsung
pembersihan di lapangan, dan dapat pula berupa penyediaan dana operasional
bagi petugas kebersihan yang ditunjuk.
a. Aspek Teknis
Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi pembangunan atau perbaikan
sistem drainase di perkotaan antara lain:
Tuntutan genangan yang terjadi harus lebih kecil dibandingkan dengan
daerah perdesaan.
F - 73
Perbaikan sistem drainase di daerah perkotaan pada umumnya mengikuti tahap-
tahap sebagai berikut:
Mempelajari sistem drainase yang sudah ada saat ini.
Merumuskan rencana perbaikan sistem drainase.
Perencanaan fasilitas drainase, seperti saluran drainase, tanggul, gorong-
gorong, kolam retensi, stasiun pompa, dan lain-lain.
Pelaksanaan pekerjaan.
Operasi dan pemeliharaan fasilitas drainase.
F - 74
Tabel F. 2 Jenis Survei Topografi untuk Jaringan Drainase
F - 75
Di daerah-daerah yang tidak memungkinkan digunakan sistem gravitasi
penuh, perlu dilengkapi dengan pintu klep dan/atau stasiun pompa pada
keluaran (outlet)nya.
Langkah pertama yang perlu diperhatikan adalah mengetahui secara pasti dan rinci
penyebab terjadinya genangan. Berdasarkan data kondisi saat ini dan data
genangan, dapat disusun usaha-usaha perbaikan drainase yang memungkinkan
yang dapat dipilih dari beberapa alternatif berikut:
Penurunan debit dengan pembuatan resapan air dan daerah simpanan
(retention area) di daerah hulu dan tengah.
Pembuatan saluran tambahan untuk mengurangi daerah tangkapan.
Perbaikan dan/atau normalisasi saluran drainase.
Pembuatan pintu klep untuk mengatasi air tinggi di saluran induk.
Pengurangan daerah-daerah rendah.
Pembuatan stasiun pompa dan kolam penampungan.
Perencanaan Saluran Drainase
F - 76
Tujuan utama analisis ekonomi adalah:
Melakukan identifikasi tingkat kelayakan suatu proyek secara ekonomis, atau
dengan kata lain melakukan penilaian apakah investasi yang ditanamkan akan
memberikan manfaat ekonomi yang cukup.
Melakukan penilaian seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh oleh
penerima manfaat (dalam hal ini masyarakat) jika dibandingkan dengan tanpa
proyek.
Melakukan justifikasi terhadap biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan
proyek tersebut dan kemungkinan pengembalian investasi (cost recovery)
dalam kaitannya dengan pembayaran kembali pinjaman dari pihak donor.
Melakukan identifikasi terhadap resiko-resiko yang mungkin akan menjadi
kendala bagi proyek untuk mencapai tujuan yang diprogramkan.
c. Komponen Biaya (Cost)
Komponen Biaya (cost) terdiri dari:
Biaya konstruksi (C1), diperoleh berdasarkan hasil estimasi akhir.
Biaya engineering (C2), meliputi biaya studi dan perencanaan
Biaya pembebasan lahan dan pemindahan dan permukiman kembali penduruk
(land acquisition and resettlement cost, CF).
Biaya yang diperlukan untuk pembayaran pajak-pajak (C 4), sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Biaya yang telah lalu (sunk cost, C5)
Biaya operasi dan pemeliharaan (operation and maintenance cost, O&P atau
O&M, C6)
Biaya penggantian (replacement, C7)
Biaya Administrasi Proyek (C8)
F - 77
Komponen yang biasanya dipakai sebagai dasar perhitungan benefit proyek
drainase meliputi:
Genangan banjir, luas, kedalaman, dan durasi.
Tata guna lahan.
Tingkat kerusakan bangunan dan fasilitas lainnya.
Komponen-komponen tersebut dihitung untuk F keadaan, yaitu:
Keadaan saat ini (present condition).
Keadaan saat mendatang tanpa proyek (future without project).
Keadaan saat mendatang dengan proyek (future with project).
Langkah-langkah Analisis Ekonomi
Langkah-langkah perhitungan analisis ekonomi proyek, khususnya proyek drainase
perkotaan adalah sebagai berikut:
Perkiraan biaya keseluruhan, initial cost maupun annual cost.
Konversi harga finansial ke harga ekonomi dengan memakai faktor konveersi.
Jadwal disbursement dari tahun ke tahun.
Tata guna lahan pada saat ini ( present), saat mendatang tanpa proyek (future
without project) dan saat mendatang dengan proyek (future with project).
Luas genangan banjir pada saat ini (present), saat mendatang tanpa proyek
(future without project) dan saat mendatang dengan proyek (future with
project).
Perkiraan manfaat ekonomi (tangible dan intangible benefits), termasuk
kerugian akibat genangan banjir pada saat ini (present), saat mendatang
tanpa proyek (future without project) dan saat mendatang dengan proyek
(future with project).
F - 78
d. Aspek Legalitas atau Perundang-undangan
e. Aspek Kelembagaan
Secara umum organisasi pengelola prasarana dan sarana perkotaan terdiri dari tiga
angkatan, yaitu eksekutif atau direktur, manager menengah dan operator.
Disamping itu diperlukan tingkat keempat sebagai penentu kebijakan, yaitu
pemegang otoritas. Masing-masing tingkatan dari puncak sampai bawah
memerlukan perencana untuk bekerja. Rencana meliputi visi, misi, tujuan, objektif
dan rencana kerja. Fungsi akuntabilitas didasarkan pada rencana ini dan evaluasi
dilakukan pada tingkat kesuksesan pelaksanaan rencana tersebut.
Organisasi atau lembaga pengelola prasarana dan sarana pengendalian banjir di
perkotaan harus dibentuk tidak hanya pada kawasan perkotaan saja tetapi juga
diseluruh daerah tangkapan air dan kawasan perairan pantai dimana sumber
permasalahan berasal. Institusi ini mempunyai tanggung jawab mengendalikan
peningkatan debit dari daerah hulu dengan jalan menurunkan aliran permukaan
dan meregulasi debit puncak melalui berbagai macam cara dan bertanggung jawab
untuk mengendalikan pengambilan air tanah ayng berdampak pada amblesan (land
subsidence).
Disamping itu lembaga ini juga bertanggungjawab terhadap pengembangan
rencana dan program, persiapan dan implementasi sistem bangunan, melakukan
operasi dan pemeliharaan, manajemen keuangan dan menjaga sistem pendukung
pengambilan keputusan (Decision Support System = DSS).
F - 79
Gambar F. 40 Struktur Decision Support System (DSS).
f. Aspek Lingkungan
Dampak yang mungkin timbul dari pembangunan sistem drainase antara lain:
Genangan permanen dalam saluran/waduk. Saluran drainase saat musim kemarau
pada umumnya hanya menampung air limbah (domestik dan Industri), yang
debitnya tiak bear. Secara teoritis seharusnya tidak terjadi genangan, namun
kenyatannya banyak saluran drainase di sekitar kita yang menggenang dan
menjadi sarang nyamuk. Ada dua kemungkinan penyebabnya, yaitu:
Timbunan sampah dan kotoran dalam saluran.
Sedimentasi.
Dasar saluran naik turun.
Pencemaran air tanah. Pada musim kemarau, air di dalam saluran berasal dari
limbah domestik dan industri, tidak ada pengenceran. Sehingga air yang meresap
ke dalam tanah adalah air limbah, dan mencemari air tanah dan sumur penduduk.
Untuk diperlukan desain yang benar, misalnya dengan membuat saluran
bertingkat, seperti pada Gambar F.41.
F - 80
Gambar F. 41 Proses Pencemaran Air Tanah Melalui Saluran Drainase
Untuk menghindari terjadinya pencemaran air tanah oleh limbah air buangan dapat
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
Lining atau Geotextile
Drainase sistem terpisah
Untuk mengatasi atau mencegah terjadinya intrusi air laut dilakukan dengan
beberapa cara yaitu:
Pintu Air pasang
Bendung karet
Lining atau Geotextile
F - 81
Gambar F. 43 Bendung Karet untuk Mencegah Intrusi Air Asin
F.6. REKOMENDASI
F - 82
157. Pembahasan
158. Rekomendasi alternatif
159. Penyusunan dokumen
F - 83
F.6.3.2. Pembahasan
Kegiatan ini berupa pemberian rekomendasi dari sistem pengendalian banjir yang
terbaik. Dalam hal ini analisa akan dilakukan dengan analisa SWOT. Setelah
rekomendasi ditentukan, Konsultan harus menyusun rencanan strategi yang harus
ditempuh agar sistem yang dipilih dapat diimplementasikan.
Dalam memberikan rekomendasi, terlebih dahulu dilakukan evaluasi terhadap
berbagai alternatif yang ad. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam kegiatan
evaluasi berbagai alternatif yaitu:
1. Biaya (investasi, operasional dan perawatan)
2. Sosial (penyediaan lahan)
3. Lingkungan (dampak di hilir)
Alternatif yang terpilih yaitu termurah yang bisa diterima secara sosial dan
memenuhi persyaratan lingkungan.
Dalam merumusan rencana Induk perlu ditetapkan komponen-komponen yang
ada, diantaranya:
1. Penentuan lebar lahan peruntukan
2. Penentuan perbaikan-perbaikan terhadap saluran yang ada (dimensi,
pengaturan lereng, penyediaan lahan)
3. Penentuan cara mengurangi banjir atau pengendalian banjir melalui
pembatasan daerah apabila sungai melewati kota.
4. Penentuan secara jelas dimana sistem drainase perkotaan akhirnya
melimpahkan alirannya. Bangunan apa saja yang dibutuhkan.
Sebelum rencana induk drainase disyahkan, dianjurkan agar suatu cek akhir
dilakukan agar diyakini keterpaduannya dengan rencanan induk prasarana lainnya.
F - 84
F.6.3.4. Pelaporan dan Penyusunan Dokumen
F - 85