PENDAHULUAN
1
terutama tiga bulan pertama dimana terjadi pembentukan organ tubuh
antara lain jantung, sebaiknya ibu tidak mengkonsumsi jamu berbahaya
dan obat obat yang dijual bebas di pasaran, menghindari minuman
beralkohol, dan memperbanyak asupan makanan bergisi terutama yang
mengandung protein dan zat besi juga asam folat tinggi. Pencegahan
infeksi pada masa hamil dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi
MMR untuk mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama
hamil yang merupakan faktor risiko terjadinya VSD.
Penyakit kelainan jantung bawaan dapat di diagnosa sejak masa
kehamilan yakni memasuki usia kehamilan 16 hingga 20 minggu dengan
pemeriksaan USG kandungan. Semakin dini diagnose dapat di ketahui
maka harapan untuk proses penyembuhan akan semakin besar.Oleh
karena itu sebagai perawat harus berusaha memberikan nasehat
terutama pada ibu yang sedang hamil untuk dapat menghindari hal -
hal yang dapat menimbulkan penyakit VSD, sehingga turut membantu
menurunkan prevalensi kejadian VSD di Indonesia pada khususnya, dan
juga perawat harus menerapkan asuhan keperawatan secara tepat
kepada pasien dengan VSD.
1.2 TUJUAN
a) Mengetahui definisi VSD.
b) Mengetahui etiologi VSD
c) Mengetahui tanda dan gejala VSD.
d) Mengetahui patofisiologi VSD
e) Mengetahui komplikasi dan prognosi VSD
f) Mengetahi pemeriksaan penunjang VSD
g) Mengetahui asuhan keperawatan pada klienVSD
h) Megetahui solusi dari VSD
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Sebelum bayi lahir, ventrikel kanan dan kiri belum terpisah, seiring
perkembangan fetus, sebuah dinding/sekat pemisah antara kedua ventrikel
tersebut normalnya terbentuk. Akan tetapi, jika sekat itu tidak terbentuk
sempurna maka timbullah suatu keadaan penyakit jantung bawaan yang
disebut defek septum ventrikel. Penyebab terjadinya penyakit jantung
bawaan belum dapat diketahui secara pasti (idopatik), tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :
1. Faktor prenatal (faktor eksogen):
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela
3
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
e. Ibu meminum obat-obatan penenang
2. Faktor genetik (faktor endogen)
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah/ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
e. Kembar identik
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 30% dari seluruh
kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup
sempurna. Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena
trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain
misalnya trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot. Kelainan ini lebih banyak
dijumpai pada usia anak-anak, namun pada orang dewasa yang jarang
terjadi merupakan komplikasi serius dari berbagai serangan jantung.
2.3 KLASIFIKASI
4
kejadian jenis DSV ini sekitar 5-7% di negara-negara barat dan 25%
di kawasan timur
4. Arterioventrikuler, kekurangan komponen endikardial dari septum
interventrikuler.
Klasifikasi DSV berdasarkan ukurannya :
1. VSD kecil
a) Biasanya asimtomatik
b) Defek kecil 1-5 mm
c) Tidak ada gangguan tumbuh kembang
d) Bunyi jantung normal,terkadang ditemukan suara bising di
peristaltik yang menjalar ke bseluruh tubuh perikardium dan
berakhir pada waktu distolik karna terjadi penutupan VSD.
e) Tidak diperlukan kateterisasi
f) Menutup secara spontan pada umur 3 tahun.
2. VSD sedang
a) Sering terjadi symtom pada bayi
b) Sesak nafas
c) Defek 5-10 mm BB sukar naik sehingga tumbuh kembang
terganggu
d) Mudah menderita infeksi
e) Takipneu
f) Retraksi bentuk dada normal
3. VSD besar
a. Sering timbul pada masa neunatus
b. Dipsneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke
kanan dalam minggu pertama setelah lahir
c. Pada minggu ke 2 dan 3 simtom mulai timbul
d. Sesak nafas saat tidur, kadang tampak sianosis karena
kekurangan oksigen
e. Gangguan tumbuh kembang
5
2.4 GEJALA KLINIS
a) Takipneu
b) Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan
dalam minggu pertama setelah lahir
c) Adanya sianosis dan clubbing finger
d) Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak
sianosis karena kekurangan oksigen akibat gangguan pernafasan
e) Bayi mudah lelah saat menyusu, sehingga ketika mulai menyusu
bayi tertidur karena kelelahan.
f) Muntah saat menyusu
g) BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
h) Gangguan tumbuh kembang
2.5 PATOFISIOLOGI
6
volume darah yang mengalir ke ventrikel kanan juga bertambah. Dengan
bertambahnya volume darah ini, maka ventrikel kanan manjadi dilatasi, dan
arteri pulmonalis juga bertambah lebar. Selama sirkulasi ini berjalan lancar,
tidak ada peningkatan tekanan di dalam arteri pulmonalis.
Selanjutnya seperti pada kelainan ASD, lambat laun pada penderita ini
pun akan terjadi perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru,
yaitu penyempitan dari lumen arteri-arteri di perifer. Hipertensi pulmonal lebih
cepat terjadi pada VSD. Dengan adanya hipertensi pulmonal ini, ventrikel
kanan menjadi besar karena darah yang mengalir ke dalam arteri paru-paru
mengalami kesulitan. Dengan adanya resistensi yang besar pada arteri-arteri
pulmonalis, maka atrium kiri yang semula dilatasi kini berkurang isinya dan
kembali normal. Pada saat ini yang berperan dalam kelainan ini adalah
ventrikel kanan, arteri pulmonalis dengan cabang-cabangnya yang melebar
terutama bagian sentral. Jadi sekarang yang membesar terutama adalah
jantung kanan. Keadaan ini mirip dengan kelainan ASD dengan
Hipertensi pulmonal.
Defek pada septum yang besar menyebabkan keseimbangan antara tekanan
pada kedua ventrikel. Ada kalanya defek itu sangat besar sehingga kedua
ventrikel itu menjadi satu ruangan (Single Ventricle). Arah kebocoran pada
keadaan ini tergantung pada keadaan dari arteri pulmonalis dan aorta. Bila
tekanan di dalam arteri pulmonalis tinggi karena adanya kelainan pada
pembuluh darah paru maka darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke
dalam ventrikel kiri. Bila di dalam aorta terdapat tekanan yang tinggi,
kebocoran berlangsung dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Darah arterial dari atrium kiri masuk ke atrium kanan. Aliran tidak deras
karena perbedaan tekanan atrium kiri dan kanan tidak besar (tekanan atrium
kiri lebih besar dari tekanan atrium kanan. Beban pada atrium kanan, atrium
pulmonalis kapiler paru, dan atrium kiri meningkat, sehingga tekanannya
meningkat. Tahanan katup pulmonal naik, timbul bising sistolik karena
stenosis relatif katup pulmonal. Juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidal,
sehingga terdengar bising diastolik. Penambahan beban atrium pulmonal
bertambah, sehingga tahanan katup pulmonal meningkat dan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Kejadian ini berjalan
lambat.
7
2.6 PATHWAY
Kebutuhan O2 dan takipneu, sesak nafas fibrotik katup arteri atrium kanan tidak dapat
zat gizi nutrisi untuk pada saat aktivitas/ pulmonal mengimbangi peningkatan
Nutrisi kurang
terpenuhi
8
2.7 KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Gagal jantung
b. Endokarditis
c. Insufisiensi aorta
d. Stenosis pulmonal
e. Hipertensi pulmonal (penyakit pembuluh darah paru yang
progresif)
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologis
a. Pembedahan :
1) Menutup defek dengan dijahit melalui cardio
pulmonary bypass
2) Pembedahan pulmonal arteri nunding (pad) atau
penutupan defek untuk mengurangi aliran ke paru.
b. Non pembedahan : menutup defek dengan alat melalui
kateterisasi jantung
2. Farmakologi
Pemberian vasopresor atau vasodilator :
a. Dopamin (intropin)
Memiliki efek inotropik positi pada miocard, menyebabkan
peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta
tekanan nadi, sedikit sekali atau tidak ada efeknya pada tekanan distolik,
digunakan untuk gangguan hemodinamika yang disebabkan bedah
jantung terbuka (dosis diatur untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi ginjal)
b. Isopreterenol (isuprel)
Memiliki efek inotropik positif pada miocard, meyebabkan
peningkatan curah jantung : menurunan tekanan distolik dan tekanan rata
– rata sambil meningkatkan tekanan sistolik.
9
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Auskultasi jantung mur-mur pansistolik keras dan kasar, umumnya
paling jelas terdengar pada tepi kiri bawah sternum
2. Pantau tekanan darah
3. Foto rontgen toraks hipertrofi ventrikel kiri
4. Elektrochardiografi
5. Echocardiogram hipertrofi ventrikel kiri
6. MRI
10
Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang
yang mengalami kelainan defek jantung
Penyakit keturunan atau diwariskan
Penyakit congenital atau bawaan
11
1. Anamnese
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam melakukan anamnesa adalah :
1) Riwayat perkawinan
Pengkajian apakah bayi ini diinginkan atau tidak, karena apabila bayi tersebut
tidak diinginkan kemungkinan selama hamil ibu telah menggunakan obat-
obat yang bertujuan untuk menggugurkan kandungannya
2) Riwayat kehamilan
Apakah selama hamil ibu pernah menderita penyakit yang dapat
mempengaruhi proses pertumbuhan janin, seperti hipertensi, diabetus
melitus atau penyakit virus seperti rubella khususnya bila terserang pada
kehamilan trisemester pertama.
3) Riwayat keperawatan
Respon fisiologis terhadap defek ( sianosisi, aktivitas terbatas )
4) Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung: nafas cepat, sesak nafas,
retraksi, bunyi jantung tambahan ( mur-mur ), edema tungkai dan
hepatomegali
5) Kaji adanya tanda-tanda hipoxia kronis : clubbing finger
6) Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
7) Apakah diantara keluarga ada yang menderita penyakit yang sama
8) Apakah ibu atau ayah perokok (terutama selama hamil)
9) Apakah ibu atau ayah pernah menderita penyakit kelamin (seperti
sipilis)
10) .Sebelum hamil apakah ibu mengikuti KB dan bentuk KB yang
pernah digunakan
11) Obat-obat apa saja yang pernah dimakan ibu selama hamil
12) Untuk anak sendiri apakah pernah menderita penyakit demam
reumatik
13) Apakah ada kesulitan dalam pemberian makan atau minum
khususnya pada bayi
14) Obat-obat apa saja yang pernah dimakan bayi
2. Inspeksi :
a. Gambarkan gerakan bayi.
b. Gambarkan sikap posisi bayi.
12
c. Gambarkan adanya perubahan lingkar kepala.
d. Gambarkan respon pupil pada bayi yang usia kehamilannya lebih
dari 32 minggu.
3. Palpasi :
Ada nyeri atau tidak saat ditekan pada daerah dada, ekstermitas atas
ataupun bawah. Ada suara krepetasi atau tidak pada persendian.
4. Perkusi :
Normalnya pekak atau sonor.
2) Diagnosa
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya
suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
2. Intoleransi aktivitas b.d takipneu
3. Nutrisi kurang terpenuhi
4. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung
3) Intervensi
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya
suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
Tujuan : Tidak terjadi perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Kriteria hasil : Pertumbuhan anak sesuai kurva pertumbuhan BB dan
TB
Intervensi :
Sediakan gizi yang seimbang, tinggi zat nutrisi untuk mencapai
pertumbuhan yang adekuat
Monitor BB dan TB
Libatkan keluarga dalam pemberian nutrisi kepada anak
2. Intoleransi aktivitas b.d takipneu
Tujuan : Pertukaran gas membaik
Kriteria hasil : Tidak adanya tanda tanda resistensi pembuluh paru
Intervensi :
Monitor kualitas dan irama pernafasan
Atur posisi anak dengan posisi fowler
Hindari anak dari organ yang terinfeksi
Berikan istirahat yang cukup
Berikan oksigen sesuai indikasi
3. Nutrisi kurang terpenuhi
13
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : anak mempertahankan intake makanan dan minuman
Intervensi :
Timbang BB setiap hari menggunakan timbangan yang sama
Catat intake dan output secara benar
Berikan makanan dengan porsi kecil sering
Berikan minum yang banyak
4. Penurunan curah jantung b.d malformasi jantung
Tujuan :curah jantung membaik
Kriteria hasil : adanya tanda tanda membaiknya curha jantung
Intervensi :
Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer,
warna dan kehangatan kulit
Tegakkan derajat sianosis (membran mukosa dan clubbing)
Monitor tanda tanda CHF
Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi
14
BAB III
PEMBAHASAN
Defek septum ventrikel (ventricular septal defect, VSD) merupakan
penyakit jantung bawaan (congenital heart disease, CHD) yang paling sering
ditemukan pada bayi dan anak. Beberapa tahun terakhir telah dikembangkan
dan diperkenalkan metode penutupan VSD transtorakalis melalui mini sternotomi
tanpa menggunakan alat pintas jantung paru. Metode minimal invasif ini
merupakan pilihan alternatif untuk penutupan VSD.Transesophageal
echocardiography memerankan peranan yang penting selama prosedur pada
metode transtorakal minimal invasif.
Penatalaksanaan preoperatif dilakukan dikamar operasi, pasien
dipremedikasi dengan midazolam 1 mg intravena, kemudian diinduksi dengan
fentanil 3 mcg/kg, propofol 2 mg/ kg, vekuronium 0,08 mg/kg, dan dilakukan
intubasi endotracheal. Rumatan anestesi menggunakan sevofluran 1% sampai
dengan 2% volume dalam oksigen 50%. Monitoring yang digunakan meliputi
elektrokardiografi (EKG), saturasi oksigen, suhu, kapnografi, dilakukan
pemasangan arterial line pada arteri radialis, serta folley catheter untuk menilai
produksi urin. Pasien kemudian dinilai kondisi jantungnya dengan TEE. Probe
dimasukkan ke dalam midesofageal untuk mengevaluasi ulang VSD dan sebagai
panduan selama prosedur. Dengan menggunakan 3 serial pencitraan, yaitu
midesophageal four-chamber view (ME Fourchamber), midesophageal aortic
valve long axis viev (ME AV LAX view), dan midesophageal right ventricular
inflow-outflow view (ME RV Inflow-Outflow). Diameter maksimal dari defek dan
jarak dari defek ke katup aorta diukur menggunakan tiga serial pencitraan
tersebut. Transesofageal kardiografi juga dapat melihat kelainan anatomis lain,
arah pintasan, serta kelainan katup trikuskip dan katup aorta. Ukuran device
ditentukan setelah didapatkan ukuran terbesar dari defek ditambah 2 mm.
Sternum kemudian di-insisi pada segmen bawah sepanjang 5 cm sampai tampak
dinding bebas dari ventikel kanan. Ahli bedah kemudian meraba dengan lembut
dinding bebas ventikel kanan sampai mendapatkan bruit maksimal untuk
menentukan lokasi dan arah penusukan dari selongsong okluder yang
digunakan. Setelah mendapatkan lokasi dan posisi secara perpendikular dengan
panduan TEE, kemudian memasang jahitan pursue string di sekitar lokasi
tusukan. Dinding bebas ventrikel kanan ditusuk menggunakan trokar ukuran 18
15
G, kemudian flexible hyperechogenic guide wire dimasukkan secara perlahan
melalui trokar dan didorong ke arah defek VSD dengan panduan TEE. Setelah
guide wire melewati defek, kemudian trokar dicabut. Setelah trokar dicabut,
dimasukkan double lumen delivery sheath dengan bantuan guide wire. Occluder
device kemudian dimasukkan melalui delivery sheath, didorong perlahanlahan
sampai melewati defek. Setelah occluder device melewati defek, salah satu
piringan dikembangkan dengan cara menahan occluder device dan menarik
delivery sheath perlahanlahan. Setelah satu piringan menempel pada septum
ventrikel sebelah kiri, kemudian delivery sheath ditarik perlahan-lahan sampai
piringan yang lain menempel di septum ventrikel sebelah kanan. Setelah semua
piringan dari occluder device mengembang dan menutup sepenuhnya kemudian
menggerakkan benang pada occluder device untuk menguji stabilitas okluder
dengan gerakan manuver berulang-ulang dan memastikan bahwa okluder
terpasang dengan tepat sebelum delivery sheath dan guide wire ditarik keluar
seluruhnya.
Seluruh rangkaian prosedur divisualisasi secara terus menerus
menggunakan TEE. Sebelum delivery sheath ditarik keluar dievaluasi kembali
apakah terdapat residual shunt, regurgitasi pada katup aorta, dan letak device
telah menutup pada defek dengan sempurna. Setelah evaluasi menyeluruh,
benang pengikat device dilepas, seluruh delivery sheath dan guide wire ditarik
keluar dan dinding ventrikel kanan yang telah dijahit dengan pursue string diikat,
kemudian dinding sternum dijahit, prosedur selesai.
16
Dengan bantuan TEE prosedur ini relatif aman dan tidak ada paparan
radiasi terhadap anak dan tenaga kesehatan yang lain.
Pemeriksaan TEE pada penutupan defek VSD digunakan untuk
menentukan jumlah dan lokasi defek, fungsi ventrikel, ada atau tidak ada dan
beratnya prolaps, regurgitasi katup aorta, ada atau tidak ada dan beratnya
regurgitasi trikuspid, fraksi pintasan dan kelainan kongenital lain. Beberapa hal
yang berperan penting pada prosedur ini adalah, pertama peranan TEE
sebagai monitor yang aman, efektif terutama saat penentuan arah dan posisi
defek secara perpendikular, pendorongan guide wire dan delivery sheath
sampai terpasangnya device menutup defek; kedua, pemilihan ukuran dan tipe
okluder sangat penting untuk penutupan defek secara lengkap dan menghindari
gejala sisa yang dapat membahayakan. Ukuran device yang terlalu besar dapat
menyebabkan regurgitasi katup dan blokade atrioventrikular, sementara jika
okludernya terlalu kecil berpotensial menyebabkan residual shunt dan
kesalahan penempatan okluder.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Ventricular septal defect (VSD) merupakan suatu kelainan dimana
terdapat adanya lubang atau “defect” pada dinding pemisah antara
ventrikel kiri dan kanan. Darah kaya oksigen bercampur dengan darah
miskin oksigen, sehingga jantung memompa sebagian darah miskin
oksigen ke tubuh dan juga darah kaya oksigen dipompa jantung keparu.
Ini berarti kerja jantung tidak efisien. Penutupan VSD memakai metode
minimally invasive transthoracic dengan panduan TEE melalui mini
sternotomi merupakan prosedur yang sangat aman dan efektif. Metode
tersebut meminimalkan efek samping akibat pemakaian pintas jantung
paru, luka operasi dan nyeri pascaoperasi yang minimal, waktu
perawatan lebih singkat.
18
DAFTAR PUSTAKA
AHA (2014).
https://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/CongenitalHeartDefects/
AboutCongenitalHeartDefects/Ventricular-Septal-Defect-
Prema R (2013).
http://emedicine.medscape.com/article/892980-overview#aw2aab6b2b2
http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/view/1113
Betz, Cecily L, Buku Saku Keperawatan pediatric, Ed3. Jakarta, EGC. 2002
19