Anda di halaman 1dari 19

Perbandingan Hukum Tata Negara

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti halnya hukum tatanegara, perbandingan hukum tatanegara atau


hukum tata Negara perbandingan adalah salah satu cabang dari ilmu hukum.
Hukum Tatanegara perbandingan ditetapkan sebagai mata kuliah wajib bagi
jurusan hukum tata Negara dengan perubahan istilah menjadi perbandingan
(antar) hukum tata Negara. Di Eropa continental ternyata dipergunakan dua
macam istilah, yaitu ;

1. Vergelijkend recht dan rechtvergelijking (belanda).


2. Vergleichendes recht dan rechtsvergleichung (Jerman).
3. Droit compare dan la method compare (Perancis).

Penggunaan istilah-istilah itu yang menyebabkan dipergunakannya nama


yang berbeda-beda di lingkungan dunia ilmu pengetahuan di Indonesia.
Ditinjau dari kaidah Bahasa Indonesia istilah dalam bahasa Belanda
“vergelijkende staatsrecht” harus diterjemahkan dengan “hukum tata Negara
perbandingan”. Perbandingan Hukum dapat dibedakan antara ;

1) Perbandingan hukum yang menggambarkan, yaitu suatu analisa terhadap


perbedaan-perbedaan yang ada dari dua atau lebih sistem hukum.
2) Perbandingan hukum terapan, yaitu bahwa analisa yang dilakukan
kemudian diikuti dengan menyusun satu sintesa dengan tujuan untuk
memecahkan suatu masalah.

Apabila perbandingan ini kita terapkan pada hukum tata negara, maka
dengan metode ini dilakukan perbandingan hukum tatanegara dua Negara atau
lebih dengan tujuan memperoleh penjelasan mengenai satu hal tertentu atau
untuk mencari jalan keluar tentang satu hal tertentu.
Pengertian sesuatu apa lagi di lapangan ilmu pengetahuan tidak akan
terlepas dari istilah yang kita pergunakan. Suatu istilah kita pergunakan untuk
menentukan apa yang hendak kita berikan sebagai pengertian. Dengan
demikian penggunaan suatu istilah juga mempengaruhi ruang lingkup
persoalan yang hendak kita kupas atau kita selidiki.

B. Negara dan Hukum

Negara ialah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik


politik, militer, ekomoni, sosial maupun budayanya di atur oleh pemerintah
yang berbeda di wilayah tersebut, negara juga merupakan suatu wilayah yang
memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di
wilayah tersebut, dan berdirisecara independent.

Menurut Mach Iver, Negara ialah asosiasi yang menyelenggarakan


penertiban pengaturan dalam suatu masyarakat di suatu wilayah berdasarkan
sistem hukum yang di selenggarakan oleh pemerintah untuk maksud tertentu
diberi kekuasaan memaksa.

Menurut prof. Miriam Budiardjo, Negara ialah suatu daerah teritorial yang
rakyat nya di perintah oleh sejumblah pejabat yang berhasil menuntut dari
warga negara nya, ketaatan peraturan perundang-undangan nya, melalui
penguasaan monopolitis dari kekuasaannya.

Hukum ialah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian


kekuasaan kelembagaan, apabila dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan
dalam bidang politk, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan
bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antara masyarakat
terhadap kriminalitas dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan
cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan
kerangka kerja bagi penipta hukum, perlindungan hak asasi manusia dan
memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan dimana mereka alkan
dipilih, administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan
dari pemerintah.
Hukum adalah sekumpulan sistem peraturan yang di buat untuk mengatur
tatanan kehidupan masyarakat ber bangsa dan ber negara, memberika rasa
keadilan, dan memberikan rasa kenyamanan, keamanan, dan melindungi hak
dan kewajiban warga negara tersebut, hukum juga melindungi kemerdekaan
warga negara, jiwa raga, dan harta benda warga negara.

C. Hukum dan Negara Hukum

Hukum adalah sekumpulan sistem peraturan yang di buat untuk mengatur


tatanan kehidupan masyarakat ber bangsa dan ber negara, memberika rasa
keadilan, dan memberikan rasa kenyamanan, keamanan, dan melindungi hak
dan kewajiban warga negara tersebut, hukum juga melindungi kemerdekaan
warga negara, jiwa raga, dan harta benda warga negara.

Negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan


kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum,
kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum
(supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum
(Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006).

Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas


hukum, bukan kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada
konstitusi yang berpaham konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut
sebagai negara hukum. Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar
hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena itu di negara
hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan “rasa keadilan masyarakat”.

Negara-negara komunis atau negara otoriter memiliki konstitusi tetapi


menolak gagasan tentang konstitusionalisme sehingga tidak dapat dikatakan
sebagai negara hukum dalam arti sesungguhnya. Jimly Asshiddiqie (dalam
Dwi Winarno, 2006) menyatakan bahwa negara hukum adalah unik, sebab
negara hendak dipahami sebagai suatu konsep hukum. Dikatakan sebagai
konsep yang unik karena tidak ada konsep lain. Dalam negara hukum nantinya
akan terdapat satu kesatuan sistem hukum yang berpuncak pada konstitusi
atau undang-undang dasar.

Negara tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan


kepentingan warga negara. Namun seiring perkembangan zaman, negara
hukum formil berkembang menjadi negara hukum materiil yang berarti negara
yang pemerintahannya memiliki keleluasaan untuk turut campur tangan dalam
urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya
membangun kesejahteraan rakyat.

D. Negara Hukum dan Sistem Hukum

Negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan


kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum,
kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum
(supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum
(Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006).

Kata “sistem” berarti suatu kesatuan atau kebulatan yang terdiri dari
bagian-bagian, dimana bagian yang satu dengan bagian lainnya saling
berkaitan, tidak boleh terjadi konflik, tidak boleh tumpang tindih
(overlapping).1 Dengan kata lain, sistem merupakan satu kesatuan yang utuh
terdiri dari beberapa bagian atau subsistem yang saling berkaitan dan tidak
boleh saling bertentangan.

Sudikno Mertokusumo2 mengatakan bahwa sistem hukum merupakan


kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri atas bagian-bagian atau unsur-
unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan kait-mengkaitkan secara
erat. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan hukum dalam stu kesatuan,
diperlukan kesatuan sinergi antara unsur-unsur yang terkandung didalam
sistem hukum, seperti peraturan, peradilan, pelaksana hukum, dan partisipasi

1
Mawan mas, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004), hal.104.
2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Bandung : Liberty, 1986), Hal. 31.
warga masyarakat. Sistem hukum bukan sekedar kumpulan peraturan hukum,
melainkan setiap peraturan itu saling berkaitan satu sama lain serta tidak boleh
terjadi konflik atau kontradiksi didalamnya.

E. Pengertian Hukum Tata Negara

Istilah “Hukum Tata Negara” merupakan hasil terjemahan dari perkataan


bahasa Belanda stastsrecht3. Sudah menjadi kesatuan pendapat diantara para
sarjana hukum Belanda untuk membedakan antara “hukum tata negara dalam
arti luas” (staatsrecht in engezin), dan untuk membagi hukum tata negara
dalam arti luas itu atas dua golongan hukum, yaitu :4

1. Hukum tata negara dalam arti sempit (straatsrecht in enge zin ) atau untuk
singkatnya dinamakan hukum tata negara (staatsrecht)
2. Hukum tata usaha negara (administratief recht)

Menurut J.H.A. Logemann, Hukum tata negara adalah serangkaian kaidah


hukum mengenai pribadi hukum dari jabatan atau kumpulan jabatan di dalam
negara dan mengenai lingkungan berakungya (gebeid) hukum dari suatu
negara. Pribadi hukum jabatan adalah pengertian yang meliputi serangkaian
persoalan mengenai subjek kewajiban, subjek nilai, personifikasi, perwakilan,
timbul dan lenyapnya kepridabidan, serta pembatasan wewenang. Pengertian
lingkungan berlakunya ialah lingkungan kekuasaaan atas daerah (wilayah),
manusia dari suatu negara, dirumuskan sebagai hukum mengenai perhubungan
hukum yang dalam hal jabatan negara menjalankan tugasnya.5

Definisi hukum tata negara yang dikemukakan oleh para sarjana ilmu
hukum tata negara sebagai acuan dalam memberikan rumusan hukum tata
negara, diantaranya adalah sebagai berikut :

3
Ni’Matiul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi (Jakara : Rajawali Pers, 2013) hal.
5.
4
Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-dasarnya (Jakarta : Ghalia Indonesia,
1983) hal.2.
5
J.H.A.Logermann Over de Theorie van een Stellig Staatsrecht, hal. 81. Dikutip kembali oleh
Usep Ranawijaya, opcit, hal 13.
1. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat bahwa, hukum tata
negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi daripada
negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan
horizontal, serta keduduka warga negara dan hak asasinya.6
2. Dasril Radjab mengemukakan bahwa, hukum tata negara adalah hukum
yang mengatur organisasi negara, hubungan alat perlengkapan negara
susunan dan wewenangnya serta hak dan kewajiban warga negara.7
3. Kusuma Pudjosewojo menegaskan bahwa, hukum tata negara ialah hukum
yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk
pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukkan masyarakat
hukum yang atas maupun yang bawahan, beserta tingkatan imbangannya
(hierarchie), yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat
dan masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat
perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat-
masyarakat hukum itu, beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah
orang), wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat-alat
perlengkapan itu.8

Berdasarkan dari beberapa definisi tersebut diatas, maka dapatlah


dijelaskan, bahwa hukum tata negara adalah hukum yang mengatur bentuk dan
susunan negara yang meliputi alat-alat perlengkapan negara beserta
susunannya, tugas, dan wewenangnya serta hubungan dari akat-alat
perlengkapan negara tersebut.9

6
Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Pusat
Studi Hukum Tata Negara fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998) Hal. 23.
7
Dasril Radjab, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Rinneka Cipta, 1994)
Hal.6.
8
Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelanjaran Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Aksara Baru,
t.th) Hal.93.
9
Dr. H.Ishaq,SH.MH, Pengantar Hukum Indonesia (PHI), (Jakarta : Rajawali Pers, 2015) Hal 63.
BAB II PERBANDINGAN HUKUM TATA NEGARA

A. Pengertian Perbandingan Hukum Tata Negara

Ada dua istilah yang digunakan dalam lingkup ilmu perbandingan hukum
tata negara, yaitu perbandingan hukum dan hukum perbandingan. Penggunaan
istilah yang berbeda-beda dalam lingkungan dunia ilmu pengetahuan hukum
di Indonesia ini merupakan dampak dari dipergunakannya stilah yang
digunakan di Eropa Kontinental, yaitu :

1. Vergelijkendrecht dan rechtvergelijking (Belanda)


2. Vergleichendes dan rechtsverglrichung (Jerman)
3. Droit compare dan la methode compare (Prancis)

Menurut Sri Soemantri Martosoewignyo, istilah “ hukum tata negara


perbandingan” antar hukum tata negara” kurang tepat karna istilah yang baku
maka istilah yang lebih tepat adalah “ perbandingan hukum tata negara”.
Istilah ini timbul sebagai akibat dari adanya hubungan sejarah hukum yang
berasal istilah Belanda yang menurut Kranenburg dinamakan dengan istilah
“vergelijkende staatsrecht swetenschap”. Jika diterjemahkan, vergelijken
berarti membandingkan, staatrecht berarti hukum tata negara, dan wetenschap
berarti ilmu, “vergelijkende staatsrecht swetenschap” (bahasa Belanda)
mengandung arti hukum tata negara perbandingan.10

B. Objek Kajian Perbandingan Hukum Tata Negara

Perbandingan hukum tata negara sebagai salah satu cabang ilmu


pengetahuan yang memiliki objek penyidikan terhadap negara dalam kerangka
perbandingan, objeknya bukan hanya satu negara, melainkan beberapa negara
dari berbagai negara didunia. Sekalipun demikian, negara sebagai objek
penyidikan bukan monopoli mutlak dari perbandingan hukum tata negara
sebab ilmu negara, ilmu politik, dan ilmu hukum tata negara dalam arti luas
juga memiliki sasaran penyidikan yang sama, yaitu negara.
10
Sri Soemantri Martosoewignyo, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara (Jakarta :
Rajawali, 1984) hal 7.
C. Hubungan Perbandingan Hukum Tata Negara dengan Hukum Tata
Negara dan Ilmu Negara

Karena hukum perbandingan tata negara memiliki hubungan yang erat


dengan hukum tata negara positif pada satu pihak, perbandingan hukum tata
negara dalam melakukan tugasnya harus menggunakan hasil yang telah
didapatkan oleh ilmu negara yang memandang negara sebagai genus. Sifat
genus menghasilkan hal abstrak dan teoritis sehingga bebas nilai.

Hubungan perbandingan hukum tata negara dan ilmu negara terlihat dari
tugas perbandingan hukum tata negara itu sendiri. Adapun hubungan
perbandingan hukum tata negara dengan hukum tata negara positif terlihat
dalam proses dipergunakannya metode perbandingan.

Hubungan yang erat antara ilmu perbandingan hukum tata negara, ilmu
hukum tata negara, dan ilmu negara, yaitu sebegai berikut :

a. Ilmu negara dan ilmu perbandingan hukum tatanegara memilki


hubungan karena antara negara yang satu dan negara yang lain
memiliki persamaan ataupun perbedaan. Bermacam-macam bentuk
ketatanegaraan atau sistem ketatanegaraan yang menjadi pokok
penyelidikan ilmu perbandingan hukum tata negara juga merupakan
masalah yang menjadi bidang ilmu negara. Pada pihak lain, timbulnya
mata pelajaran baru, yaitu ilmu perbandingan hukum tata negara, dapat
digambarkan sebagai pertumbuhan dari kompleks problema khusus
ilmu negara.
b. Ilmu hukum tata negara positif dan ilmu perbandingan hukum tata
negara memiliki hubungan dalam mempelajari ilmu hukum tata negara
positif, sering kita tidak dapat melepaskan diri dari penggunaan
perbandingan-perbandingan dengan hukum tata negara lainnya.
Metode perbandingan yang dipergunakan oleh hukum tata negara
hanya dijadikan sebagai sebuah alat dan bukan sebegai tujuan.11
11
Beni Ahmad Saebani, Ai Wati, Perbandingan Hukum Tata Negara, (Bandung : Pustaka Setia,
2016) hal 21-23.
D. Tujuan Perbandingan Hukum Tata Negara

Tujuan mempelajari perbandingan hukum tata negara adalah sebagai


berikut :12

1. Memahami landasan hukum ketatanegaraan dari suatu negara, bahkan


dari negara0negara yang diperbandinkan tersebut.
2. Mengetahui tindakan ketatnegaraan dari tiap pejabat negara yang
berbeda antara satu negara dan negara lain, bergantung pada sistem
politik dan sistem pemerintahan atau ketatanegaraan yang
diberlakukan.
3. Mengetahui struktur setiap organisasi negara yang diperbandingkan
sehingga dapat mudah mengetahui jenis organisasi yang dilaksanakan
oleh negara tertentu, Khususnya negara yang diperbandingkan
tersebut.
4. Mengetahui persamaan dan perbedaan sistem ketatanegaraan atau
sistem pemerintahan antarnegara, khususnya negara yang
diperbandingkan.
E. Metode Perbandingan Hukum Tata Negara

Metode merupakan hal paling penting dalam keberadaan suatu ilmu, yaitu
cara penyelidikan untuk memperoleh pengertian secara ilmiah terhadap
sesuatu atau objek tertentu sehingga dapat ditemukan kebenaran yang objektif.
Semua kajian kelimuan tidak bisa melepaskan dirinya dari metode yang
digunakan dalam penyelidikannya, termasuk penyelidikan dalam
perbandingan hukum tata negara.

Metode yang paling banyak digunakan secara umum adalah sebagai


berikut :
1. Metode deduksi,yaitu metode yang berdasarkan proses penyelidikan
atas asas-asas bersifat umum yang dapat dipergunakan untuk

12
Ibid. hal 25.
menerangkan peristiwa khusus atau penjelasan teoretis yang bersifat
umum terhadap fakta-fakta yang bersifat konkret.
2. Metode induksi, yaitu metode yang merupakan kesimpulan-
kesimpulan umum yang diperoleh berdasarkan proses pemikiran
setelah mempelajari peristiwa khusus atau peristiwa yang konkret.13
F. Ruang Lingkup Perbandingan Hukum Tata Negara

Menurut Kranenburg, ruang lingkup ilmu perbandingang hukum tata


negara mencakup analisis secara metodis, bermacam-macam bentuk atau
sistem ketatanegaraan yang ada di negara-negara tertentu di dunia, ciri-ciri
khusus yang melekat padanya, hal-hal yang menimbulkannya, dan cara hal-hal
itu berubah, hilang, dan sebagainya.14

G. Faktor Perubahan Ketatanegaraan dan Bentuk Ketatanegaraan


Dunia

Faktor-faktor yang menyebabkan bermacam-macam bentuk atau sistem


ketenagakerjaan menurut Kranenburg, adalah adanya syarat atau faktor , baik
yang bersifat umum yang terdapat pada semua negara maupun syarat atau
faktor yang bersifat khusus yang terdapat pada satu negara saja. Syarat atau
faktor yang bersifat umum adalah sebagai berikut:

1. Ancaman yang datang dari luar, yaitu ancaman kelompok diluar


negara
2. Ancaman yang datang dari dalam negara itu sendiri, karena
masyarakat mempunyai bermacam-macam kepentingan sehingga
diantara mereka timbul persoalan, misalnya tindakan main hakim
sendiri (eigen richting).
3. Pengetahuan (kennis) yang berkembang secara berangsur-angsur atau
tumbuhnya pengalaman dengan cara teratur, yang melekat pada diri
manusia sendiri, yaitu manusia diberi akal dan rasa sehingga timbulah

13
Ibid, hal 23.
14
Ibid, hal 17.
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi yang akan
menyebabkan pula terjadinya kemajuan di bidang organisasi.15

Adapun syarat atau faktor yang bersifat khusus adalah sebagai berikut:

1. Letak geografis suatu wilayah negara, berupa kepulauan, pegunungan,


benua atau daratan.
2. Sifat masyarakat bangsa (volkskarakter).
3. Paham atau doktrin politik yang dianut oleh masyarakat negara.16

Pola ketatanegaraan meliputi sebagai berikut:

1. Negara yang berdasarkan sistem pemilihan pejabat negara


2. Negara berdasarkan sistem pemerintahan
3. Negara berdasarkan sistem kepartaian
4. Negara berdasarkan kekuasaan para pejabat negara

Negara berdasarkan sistem pemerintahan menurut menurut Maurie


Duverger dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Negara yang menganut sistem pemerintah perlementer


2. Negara yang menganut sistem pemerintah presidensiil
3. Negara yang menganut sistem pemerintahan dengan badan perwakilan

Adapun sturktur ketatanegaraan suatu negara pada umumnya meliputi dua


hal paling penting, yaitu sebagai berikut:

1. Suprestruktus politik
2. Instruktur politik

15
Sjachran Basah, Hukum Tata Negara perbandinga, Cat. Ke-6, bandung: Alumni, 2012, hal 15
16
Ibid, hal 17.
BAB III BERBAGAI DIMENSI STRUKTUR DAN POLA
KETATANEGARAAN
A. Struktur Ketatanegaraan Menurut Ahli Konstitusi

Pola struktur atau ketatanegaraan suatu negara dapat diketahui dari


konstitusi atau undang-undang dasarnya. Pola struktur dan ketatanegaraan
untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles yang
melakukan studi perbandingan terhadap 158 konstitusi. Mereka
menyimpulkan bahwa setiap negara bergerak melalui cycle of revolution, yaitu
sebagai berikut.

1. Pada awalnya setiap negara dikuasai oleh seorang saja (the rule of
man) yang disebut monarchy.
2. Ada saatnya orang yang mempunyai sifat-sifat yang baik untuk
memegang kekuasaan tidak ada lagi dan akhirnya digantikan oleh
orang yang lebih mementingkan kekuasaan daripada kepentingan
rakyatnya (tyranny/despotism).
3. Pemegang kekuasaan, tiran atau despoot tersebut menghadapi
tantangan dan oposisi dari suatu kelompok orang yang mempunyai
sifat-sifat baik dan ingin memperbaiki kehidupan rakyatnya yang
disebut aristokrasi.
4. Semangat aritokrasi hilang dan muncullah sekelompok orang yang
menjalankan kekuasaan secara sewenang-wenang untuk kepentingan
kelompok itu sendiri dan terjadi korupsi di kalangan peguasa tersebut
(oligarchy).
5. Rakyat sangat marah, menentang, dan menggulingkan penguasa korup
dan muncullah pemerintah yang disebut demokrasi, yaitu
pemerintahan yang dikendalikan oleh banyak orang.
6. Cycle of revolution ini dipatahkan dengan tipe pemerintahan yang
disebut polity.17

17
Abu Daud Busroh, Intisari Hukum Tatanegara Perbandingan (Konstitusi Sembilan Negara),
(Jakarta : Bina Aksara, 1987) Hal.49-50.
Menurut C.F Strong dalam kondisi saat ini, pola ketatanegaraan
Aristoteles tersebut tidak mempunyai daya tetap. Untuk itu, C.F Strong
mencari klarifikasi lain dengan mencari-cari atau tanda yang bersamaan pada
negara-negara modern, yang asasnya mempunyai tiga macam kekuasaan,
yaitu :

1. Organ kekuasaan legislatif


2. Organ kekuasaan eksekutif
3. Organ kekuasaan yudisial

Berdasarkan sugesti dan saran dari Lord Bryce, Edward Jenks dan Sir J.A.
Marriott, C.F. Strong mengemukakan pola ketatanegaraan sebagai berikut :

1. The nature of the state to which the constitution applies.


2. The nature of the constitution itself
3. The nature of the legislature.
4. The nature of the executive
5. The nature of the judiciary.

Menurut C.F Strong dilihat dari segi hakikat negara, negara modern dapat
dikelompokkan dalam dua kelas besar yaitu negara kesatuan dan negara
serikat atau federal.18

B. Struktur Ketatanegaraan berdasarkan Asas Demokrasi dan Despotik

Negara yang berdasarkan asas-asas demokrasi harus memiliki kekuasaan


peradilan yang bebas dan tidak memihak. Hal ini berarti para hakim sebagai
pelaksana kekuasaan peradilan tidak boleh memperoleh tekanan atau pengaruh
apapun dari kekuatan lainnya, baik kekuatan itu resmi seperti pemerintahan
dan lembaga legislatif maupun tidak resmi seperti kekuasaan sosial-politik
yang terdapat dalam masyarakat.

18
Beni Ahmad Saebani, Ai Wati, Perbandingan Hukum Tata Negara, (Bandung : Pustaka Setia,
2016) Hal. 35-36.
Selain itu, negara yang menganut asas-asas demokrasi memilki kebebasan
untuk menyatakan pendapat dan berserikat. Kebebasan berserikat atau
berkumpul mengandung arti bahwa suatu negara memilki lebih dari satu partai
politik. Selanjutnya, pemilihan umum yang dilakukan adalah pemilihan umum
yang bebas, artinya tidak ada pembatasan yang dapat menghilangkan
kebebasan untuk melakukan hak pilih aktif atau hak pilih pasif.19

C. Struktur Ketatanegaraan Di Indonesia.


1. Struktur Ketatanegaraan di Indonesia Sebelum Amandemen UUD
1945

Berdasarkan ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 tentang memorandum


DPR-GR mengenai sumber hukum Republik Indonesia dan tata urutan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, yang kemudian
dikukuhkan kembali dengan ketetapan MPR/MPR/1978, Struktur
Kekuasaan di dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :20

Masa Orde Baru (Sebelum Masa Reformasi (Setelah


Amandemen UUD 1945) Amandemen UUD 1945)
a. Didalam penjelasan UUD 1945 a. UUD 1945 berdasarkan Pasal II
dicantumkan pokok-pokok Aturan Tambahan terdiri atas
Sistem Pemrintahan Negara Pembukaan dan Pasal-pasal.
Republik Indonesia sebagai Tentang sistem pemerintahan
berikut: Indonesia adalah negara Republik Indonesia
Negara Hukum (rechtstaat) dapat dilihat didalam pasal-
Negara Indonesia berdasarkan pasal sebagai berikut : Negara
atas hukum (rechtstaat), tidak Indonesia adalah negara hukum
berdasarkan atas kekuasaan tercantum di dalam pasal 1 ayat
berlaka (machstaat). Ini (3), tanpa ada penjelasan.
mengandung arti bahwa negara,
termasuk didalamnya
19
Ibid. Hal.34.
20
Ibid. Hal.61-64.
pemerintahan dan lembaga-
lembaga negara lain, dalam
melaksanakan tugasnya atau
tindakan apapun harus dilandasi
oleh hukum dan dapat
dipertanggung jawabkan secara
hukum
b. Sistem Konstitusional b. Sistem Konstitusi
Pemrintahan berdasarkan atas Secara eksplisit tidak tetulis,
sistem konstitusi (hukum namun secara substantif dapat
dasar). Sistem ini memberikan dilihat pada pasal-pasal sebagai
ketegasan cara pengendalian berikut:
pemerintaha negara yang Pasal 2 ayat (1)
dibatasi oleh ketentuan Pasal 3 ayat (3)
konstitusi, dengan sendirinya Pasal 4 ayat (1)
juga ketentuan dalam hukum Pasal 5 ayat (1) dan (2) dan lain-
lain yang merupakan produk lain.
konstitusional, seperti ketepan-
ketetapan MPR, Undang-
undang, Peraturan Pemerintah,
dan sebagainya.
c. Kekuasaan negara tertinggi di c. Kekuasaan negara Tertinggi di
tangan MPR tangan MPR
Kedaulatan rakyat dipegang Sesuai dengan pasal 2 ayat (1)
oleh suatu badan yang bernama bahwa MPR terdiri dari anggota
MPR sebagi penjelma seluruh DPR dan anggota DPD. MPR
rakyat Indonesia. Tugas Majelis berdasarkan pasal 3 mempunyai
adalah : wewenang tugas sebagai
1. Menetapkan UUD berikut:
2. Menetapkan Garis-garis Besar 1. Mengubah dan menetapkan
Haluan Negara
3. Mengangkat kepala negara UUD
(Presiden) dan wakil kepala 2. Melantik Presiden dan/atau
negara (Wakil Presiden) Wakil Presiden
4. Majelis inilah yang memegang 3. Dapat memberhentikan
kekuasaan negara tertinggi, Presdien dan/atau Wakil
sedangkan Presiden harus Presiden dalam masa jabatannya
menjalankan haluan negara menurut UUD.
menurut garis-garis besar yang
telah ditetapkan oleh Majelis
5. Presiden yang diangkat oleh
Majelis, tunduk dan
bertanggung jawab pada
Majelis. Pressiden adalah
“Mandataris” dari Majelis yang
berkewajiban menjalankan
ketetapan-ketetapan Majelis.
d. Presiden ialah penyelenggara d. Presiden ialah penyelenggara
pemerintah Negara yang pemerintah Negara yang
tertinggi menurut UUD tertinggi menurut UUD
Dalam menjalankan kekuasaan Masih relevan dengan jiwa
pemerintahan negara, tanggug Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1)
jawab penuh ada di tangan dan ayat (2)
Presiden. Hal itu karena
presiden bukan saja dilantik
oleh Majelis, tetapi juga
dipercaya dan diberi tugas
untuk melaksanakan
kebijaksanaan rakyat yang
berupa Garis-garis Besar
Haluan Negara ataupun
ketetapan MPR lainnya.
e. Presiden tidak bertanggung e. Presiden tidak bertanggung
jawab kepada DPR jawab kepada DPR
Kedudukan presiden dengan Dengan memperhatikan pasal-
DPR adalah sejajar. Dalam hal pasal tentang kekuasaan
pembentukan UU dan pemerintahan negara (Presiden)
menetapkan APBN, Presiden dari pasal 4 s.d. 16, dan DPR
harus mendapat persetujuan (Pasal 19 s.d. 22B), maka
dari DPR. Oleh karena itu, ketentuan bahwa Presiden tidak
Presiden harus bekerja sama bertanggung jawab kepada DPR
dengan DPR. Presiden tidak masih relevan. Sistem
bertanggung jawab kepada pemerintahan negara republik
Dewan, artinya kedudukan Indonesia masih tetap
Presiden tidak tergantung dari menerapkan sistem presidensial.
Dewan. Presiden tidak dapat
membubarkan DPR seperti
dalam kabinet parlementer, dan
DPR pun tidak dapat
menjatuhkan Presiden.
f. Menteri negara ialah pembantu f. Menteri negara ialah pembantu
Presiden, menteri negara tidak Presiden, menteri negara tidak
bertanggung jawab kepada bertanggung jawab kepada
DPR. DPR.
Presiden memilih, mengangkat Presiden dibantu oleh menteri-
dan memberhentikan menteri- menteri negara. Menteri-
menteri negara. Menteri- menteri diangkat dan
menteri itu tidak bertanggung diberhentikan oleh Presiden
jawab kepada DPR dan yang pembentukan, pengubahan
kedudukannya tidak tergangung dan pembubarannya diatur
dari Dewan. Tetapi, tergantung dalam UU Pasal 17.
pada Presiden. Menteri-menteri
merupakan pembantu Presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak g. Kekuasaan Kepala Negara tidak
tak terbatas. tak terbatas.
Meskipun kepala negara tidak Presiden sebagai kepala negara,
bertanggung kepada DPR, kekuasannya dibatasi oleh
tetapi bukan berarti ia undang-undang. MPR
“diktator” atau tidak terbatas. berwenang memperhatikan
Presiden, selain harus Presiden dalam masa
bertanggung jawab kepada jabatannya (Pasal 3 Ayat 3).
MRP, juga harus Demikian juga DPR, selain
memperhatikan sungguh- mempunyai hak interpelasi, hak
sungguh suara-suara dari DPR angket dan hak menyatakan
karena DPR berhak pendapat, juga hak mengajukan
mengadakan pengawasan pertanyaan, menyampaikan usul
terhadap Presiden (DPR adalah dan pendapat serta hak imunitas
anggota MPR). DPR juga (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
mempunyai wewenang
mengajukan usul kepada MPR
untuk mengadakan sidang
istimewa guna meminta
pertanggung jawaban Presiden,
apabila dianggap sungguh-
sungguh melanggar hukum
berupa penghianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela.

2. Struktur Ketatanegaraan di Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945

Anda mungkin juga menyukai