Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH JOURNAL READING

BEHAVIOR GUIDANCE OF THE PEDIATRIC DENTISTRY

Dosen Pembimbing:
drg. Rizki Amalia, Sp. KGA

Ditulis Oleh
Izzati Aqmar Darayani Wibowo 2031111320024
Ade Putri Pratiwi 2031111320016

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN GIGI
BANJARMASIN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Anak kecil cenderung tidak mau berkerjasama dalam perawatan gigi. Perilaku
tersebut paling sering terjadi akibat dari rasa takut akan hal yang tidak ia ketahui, rasa
takut akan rasa sakit, kecemasan, trauma atau faktor lingkungan lainnya yang terus
menjadi kendala utama dalam memberikan pelayanan kedokteran gigi anak yang
berkualitas. Perlunya teknik dalam penanganan The Behavior Child selama perawatan
kedokteran gigi anak bertujuan untuk beinteraksi dengan anak melalui komunikasi
dan edukasi, menggunakan metodologi yang komprehensif yang bertujuan untuk
membangun hubungan antara pasien dengan dokter gigi dan tim, menjaga persetujuan
anak dan kepercayaan yang telah diberikan sebelumnya dan menghilangkan perilaku
anak yang tidak pantas (Weber d et al, 2019).
Dokter gigi diharapkan dapat mengidentifikasi dan mengobati penyakit gigi
masa kanak-kanak sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
selama pendidikan. Perawatan yang aman dan efektif untuk perawatan gigi
membutuhkan pemahaman mengenai cara memodifikasi respons anak. Manajemen
perilaku merupakan interaksi yang melibatkan dokter gigi dan tim, pasien anak, serta
orang tua yang diarahkan pada komunikasi selama pemberian perawatan yang
diperlukan secara medis.
Tujuan dari manajemen perilaku adalah untuk: 1) membangun komunikasi, 2)
mengurangi ketakutan dan kecemasan pada anak, 3) meningkatkan kesadaran pasien
dan orang tua akan perlunya kesehatan mulut yang baik dan proses pencapaiannya, 4)
mempromosikan sikap positif anak terhadap perawatan kesehatan mulut, 5)
membangun hubungan saling percaya antara dokter gigi, anak, dan orang tua, 6)

2
memberikan perawatan kesehatan mulut yang berkualitas dengan cara yang nyaman,
aman, dan efektif.

BAB II
LAPORAN KASUS

Child Performance Response to Behavioral Management Technique Tell-Show-


Do: Case Report

Seorang anak perempuan berusia 3 tahun mendatangi praktek dokter gigi di Kota
Dourados, Brazil, bersama ibunya untuk melakukan evaluasi rongga mulut dan
kemungkinan perawatan gigi. Keluhan utama oleh ibunya yang juga ahli bedah mulut
adalah bahwa dia tidak pernah dapat menempatkan putrinya di dental chair pada
kunjungan ke dokter gigi untuk evaluasi rongga mulut ataupun sekedar profilaksis.
Sejak kunjungan pertama ke dokter gigi sebelumnya, bahwa belum pernah mencoba
kembali membawa putrinya ke dokter gigi lain. Selama anamnesis, ibunya
melaporkan bahwa sejak putrinya masih bayi, ia telah menemani ibunya dalam
melakukan tindakan perawatan gigi terhadap pasien dan putrinya mengamati apa
yang dikerjakan.
Kunjungan pertama, pasien sangat enggan duduk di dental chair dan sedikit
komunikatif dengan dokter gigi ataupun asisten sehingga sulit untuk melakukan
anamnesis dan pemeriksaan klinis. Menghadapi situasi ini menggunakan beberapa
teknik non-farmakologis sehingga anak akan lebih percaya pada dokter gigi dan mau
bekerjasama dengan perawatan gigi. Teknik yang digunakan adalah Tell-Show-Do,
pasien didudukkan di pangkuan dokter gigi, sambil menjelaskan bagaimana
profilaksis akan dilakukanm sehingga pasien dapat memahami dan mengetahui
bagaimana segala tindakannya berjalan. Pasien melakukan kontak dengan
mikromotor, menyalakan lampu hingga handpiece lowspeed dan ada tampak

3
ketegangan pada anak. Pasien memperhatikan semuanya, namun tidak mungkin untuk
melakukan profilaksis pada pasien saat kunjungan ini.
Kunjungan kedua, pasien masih enggan duduk di dental chair. Agar lebih percaya
diri dan tenang, dokter gigi anak memilih untuk menggunakan teknik modelling :
dengan makromodel di dental chair, pasien menggantikan dokter gigi dan melakukan
profilaksis di makromodel. Jadi dia menggunakan handpiece lowspeed, jarum suntik
odontologi, dan saliva ejector.
Kunjungan ketiga, pasien datang lebih tenang untuk perawatan gigi dan
mengatakan bahwa dia akan membiarkan dokter gigi menyikat giginya. Dokter gigi
anak mampu melakukan profilaksis dan pemeriksaan klinis. Karena tidak ada lesi
aktif pada gigi berlubang serta trauma, pasien hanya akan kembali setiap 6 bulan
untuk menindaklanjuti dan tumbuh sebagai orang dewasa tanpa kerusakan gigi, rasa
takut atau nyeri saat kunjungan dengan dokter gigi.

4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kecemasan Dental (Dental Anxiety)


Kecemasan dental atau kecemasan pada praktik kedokteran gigi adalah keadaan
tentang rasa takut terhadap perawatan gigi yang terjadi sebelum atau saat dilakukan
prosedur perawatan gigi. Anak dengan kecemasan dental akan mengalami hambatan
dalam perawatan gigi yang diberikan karena cenderung menghindar dan menolak
untuk dilakukan perawatan sehingga tidak kooperatif. Rasa cemas terhadap praktik
kedokteran gigi diekspresikan oleh anak dengan tidak sabar, mudah menangis,
memberontak, berteriak, dan menjerit (Campbell, 2017; Marwansyah et al., 2018).
3.1.1 Tingkat Kecemasan
Tingkat kecemasan dibedakan tiga seperti berikut (Saputro and Fazrin, 2017):
a. Kecemasan ringan
Seseorang mengalami ketegangan yang dirasakan setiap hari sehingga
menjadi selalu waspada dan meningkatkan persepsinya. Seseorang akan lebih
tanggap atau menjadi sensitif. Tanda-tanda kecemasan ringan berupa gelisah,
mudah marah, dan sering mencari perhatian.
b. Kecemasan sedang
Seseorang mungkin akan memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif, namun tetap dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Pada
kecemasan sedang seseorang akan kelihatan serius dalam memperhatikan sesuatu.
Tanda-tanda kecemasan sedang berupa suara bergetar, perubahan dalam nada
suara, takikardia, gemetaran, dan peningkatan ketegangan otot.
c. Kecemasan berat

5
Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi kecemasan dan fokus pada
kegiatan lain menjadi berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak perhatian
untuk dapat memusatkan pada hal lain. Tanda-tanda kecemasan berat berupa
perasaan terancam, ketegangan otot yang berlebihan, perubahan pernafasan,
perubahan gastrointestinal (mual, muntah, rasa terbakar di ulu hati, sendawa,
anoreksia, dan diare), perubahan kardiovaskuler, dan ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi. Adapun gangguan kecemasan pada anak yang sering dijumpai
adalah panik, fobia, obsesif-kompulsif, gangguan kecemasan umum dan lainnya
(Saputro and Fazrin, 2017).
3.1.2 Pengukuran Kecemasan
a) Venham Picture Test (VPT)

6
Gambar 3.1 Venham Picture Test (Marwah, 2018)
Skala gambar yang digunakan sebagai ukuran untuk mengindentifikasi
masalah kecemasan dental pada anak dan mempunyai desain non verbal untuk
anak-anak yang berusia 3 tahun. Anak-anak memilih gambar kartun dari masing-
masing 8 gambar berpasangan. Setiap gambar berpasangan mewakili kondisi
emosional misalnya takut, sedih, senang, dan menangis. Setiap pasang gambar
menunjukkan 2 anak laki-laki mengalami keadaan emosi yang berbeda, seseorang
dengan keadaan yang kurang cemas dan keadaan yang lebih cemas. Anak
diinstruksikan untuk memilih satu dari sepasang gambar kartun yang
menggambarkan perasaannya sebelum perawatan gigi (Campbell, 2017).

7
Setiap pasang gambar ditunjukkan secara urut. Setiap gambar kartun dengan
pose cemas diberikan nilai 1, sedangkan gambar kartun dengan pose tidak cemas
diberikan nilai 0. Tingginya nilai yang didapat menunjukkan tingkat kecemasan
anak yang tinggi.
b) Modified Facial Affective Scale
Terdapat modifikasi gambar wajah menjadi tiga gambar wajah. Penilaian
kecemasan yaitu dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi. Pengukuran
kecemasan berdasarkan tiga gambar wajah yaitu, tidak ada kecemasan, sedikit
cemas dan sangat cemas (Quiles et al., 2013)

1 2 3
No anxiety Some anxiety Very high
Anxiety

Gambar 3.2 Colored Version of Modified Facial Affective Scale – three faces

Keterangan Gambar:
1. Gambar 1 adalah tidak cemas ditunjukkan dengan kedua sudut bibir terangkat ke
atas ke arah mata dan memiliki skor 1.
2. Gambar 2 adalah sedikit cemas ditunjukkan dengan kedua sudut bibir ditarik ke
bawah dan alis mengkerut memiliki skor 2.
3. Gambar 3 adalah sangat cemas ditunjukkan dengan wajah yang mengkerut, mata
tertutup, dan menangis memiliki skor 3.
c) Vital Sign

8
Kecemasan dapat direspon tubuh melalui perubahan pada tanda-tanda vital.
Perubahan yang dapat terjadi yaitu peningkatan denyut nadi, tekanan darah, dan
frekuensi pernapasan Jika peningkatan yang terjadi cukup tinggi, maka kebutuhan
oksigen dan kerja jantung akan meningkat yang menyebabkan jantung berdebar-
debar, peningkatan tekanan darah, dan napas pendek. Pada anak usia 6-12 tahun,
denyut nadi normal adalah 60-95/menit. Tekanan darah normal pada anak usia 6-
12 tahun yaitu 100/60 mmHg, dan frekuensi pernapasan 14-22/menit (Arini FN et
al., 2017; Dean JA, 2015) .

3.2 Faktor Penyebab Kecemasan Dental


Kecemasan dalam kedokteran gigi adalah hal umum yang dijumpai di berbagai
unit pelayanan kesehatan, misalnya puskesmas, rumah sakit, maupun praktik dokter
gigi (Khasanah et al., 2018). Beberapa faktor penyebab kecemasan dental yaitu pola
asuh orang tua, pengalaman orang lain, operator atau dokter gigi, dan kondisi
lingkungan praktik. Orang tua merupakan landasan pendidikan seorang anak yang
menjadi contoh dalam bertingkah laku. Pola asuh orang tua dapat menentukan sikap
anak terhadap kecemasan dental, yaitu overprotective attitude, overindulgent attitude,
overauthoritative attitude, dan rejecting/under affectionate attitude (Sagrang et al.,
2017; Srivastava, 2011).

3.2.1 Pola Asuh Orang Tua


Pola asuh orang tua sangat penting dalam mengajarkan pendidikan kesehatan
kepada anak dan kebersihan diri. Pola asuh orang tua terdiri tiga, yaitu demokratis,
permisif, dan otoriter. Pola asuh demokratis adalah sikap orang tua yang terbuka pada
anak, menghargai pendapat anak, dan memiliki kerja sama yang baik dengan anak.
Pola asuh otoriter yaitu orang tua yang mendesak anak untuk mengikuti semua arahan
atau perintah mereka. Orang tua dengan pola asuh otoriter sering memberikan

9
hukuman dan batasan kepada anak. Pola asuh permisif adalah orang tua yang tidak
terlibat pada kehidupan anak (Pujiana and Anggraini, 2019).
Faktor penyebab kecemasan selain dari pola asuh orang tua yaitu pengalaman
orang lain. Kerabat atau keluarga yang cemas terhadap perawatan gigi dan mulut
sebelumnya dapat membuat anak menjadi cemas. Hal ini sering dijadikan sebagai
konsekuensi apabila mengunjungi dokter gigi sehingga mengubah pola pikir anak
tentang perawatan gigi dan mulut. Penyebab kecemasan lainnya adalah operator atau
dokter gigi. Sikap dokter gigi yang berhati-hati, ramah, dan sabar merupakan kunci
agar anak tidak mengalami kecemasan yang tinggi (Sagrang et al., 2017).
3.2.2 Genetik
Genetik telah terbukti berpengaruh terhadap kejadian fobia, namun hanya sedikit
yang diketahui tentang hubungan genetik dengan kecemasan dental. Ray et al
melakukan penelitian antara kecemasan dental dengan kembar monozigot dan
dizigotik dan menemukan bahwa risiko kecemasan dental lebih tinggi pada wanita
monozigot daripada kembar dizigotik. Selain itu, kecemasan dental pada anak juga
dapat terjadi apabila orang tua memiliki kecemasan dental (Campbell, 2017).
3.2.3 Usia
Kecemasan dan ketakutan dianggap sebagai bagian dari perkembangan anak yang
normal. Secara umum, anak kecil memiliki rasa takut yang lebih besar. Majstorovic
dan Veerkamp melaporkan bahwa kecemasan anak menurun pada usia 4 sampai 11
tahun, kemudian dapat meningkat setelah berusia 11 tahun. Di Inggris, anak-anak
usia 12 tahun memiliki prevalensi kecemasan tertinggi pada tahun 2003 dan 2013,
namun penelitian gagal menemukan hubungan antara kecemasan dan usia. Oleh
karena itu, tidak diketahui secara pasti usia yang dapat menunjukkan penurunan
kecemasan (Campbell, 2017).
Menurut Cameron and Widmer, tahap perkembangan secara umum dan perilaku anak
sebagai berikut :
A. Usia 1-3 tahun

10
a) Bayi mulai mengembangkan rasa mandiri dan mengeksplorasi otonomi mereka.
Mereka mungkin menjadi tidak patuh untuk pertama kalinya, seperti saat
berlatih menegaskan diri mereka sendiri, mencoba untuk mandiri, dan
menghindari situasi yang membuat mereka merasa di luar kendali.
b) Bahasa mulai berkembang dan tata bahasa dasar telah dipelajari. Anak sudah
mulai dapat belajar bertanya, mengungkapkan pernyataan dan 'tidak' menjadi
favorit dalam daftar kata-kata mereka.
c) Berbagi dan bermain secara kooperatif tidak ada pada tahap ini, karena 'aturan
kepemilikan balita' melebihi semua konsep, seperti: Jika saya melihatnya, maka
itu milik saya. Jika itu milik Anda dan saya menginginkannya, itu milik saya.
Jika itu milik saya, hanya milik saya dan milik saya.
Implikasi dental
a) Di klinik, jika anak datang dengan membawa mainan seperti boneka, dokter
akan memuji anak itu karena telah merawat mainannya dengan baik.
b) Memberi balita pilihan kecil (misalnya dua pilihan, dapat diberikan kapan saja)
akan membantu meningkatkan rasa percaya diri anak, dan menghasilkan kerja
sama yang baik.
c) Preferensi untuk objek 'anak laki-laki' dan 'perempuan' adalah umum pada usia
ini: banyak anak laki-laki balita menyukai mainan mobil, kereta api, warna biru
dan anak laki-laki lainnya untuk bermain, sementara banyak anak perempuan
balita menunjukkan ketertarikan pada boneka, gaun peri, dan warna merah
muda.
d) Kemampuan untuk berkomunikasi bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangan kosa kata. Kesulitan komunikasi pada usia ini menempatkan
anak pada tahap 'pra-kooperatif'.
e) Anak-anak usia ini biasanya harus ditemani oleh orang tua dalam perawatan
gigi yang akan diberikan.
B. Usia 3 tahun

11
a) Pada usia ini, anak-anak kurang egosentris dan suka menyenangkan orang
dewasa.
b) Mereka memiliki imajinasi yang sangat aktif dan suka cerita; Komunikasi
bolak-balik mungkin sudah dapat tercapai pada usia ini.
c) Pada saat stres, mereka akan beralih ke orang tua dan tidak menerima
penjelasan orang asing. Biasanya, anak-anak ini merasa lebih aman jika
orangtua diizinkan untuk tetap bersama mereka sampai mereka menjadi akrab
dengan para profesional gigi. Maka pendekatan positif dapat diadopsi.
Implikasi dental
a) Pemberian pujian jika anak patuh, mengingat keinginan anak untuk
menyenangkan orang dewasa.
b) Menceritakan beberapa cerita selama pengobatan atau perawatan dapat
membantu untuk menarik perhatian anak dan mengalihkan perhatiannya dari
segala aspek perawatan tidak menyenangkan yang diberikan.
C. Usia 4–5 (tahun usia dini)
a) Pada usia ini, anak-anak mengeksplorasi lingkungan dan hubungan baru di
dunia mereka. Mereka lebih suka persahabatan satu lawan satu, karena
persahabatan lebih dari satu sulit untuk dikelola. Begitu tiba di sekolah, mereka
harus belajar duduk diam dalam kelompok dan memperhatikan. Pengembangan
keterampilan sosial dan regulasi emosi lebih lanjut sedang terjadi sambil
bergaul dengan teman-teman sebayanya.
b) Anak-anak pada usia ini mendengarkan dengan penuh minat dan merespons
dengan baik terhadap arahan verbal. Mereka memiliki pikiran yang penuh
semangat dan mungkin pembicara yang hebat yang cenderung berlebihan.
Selain itu, mereka akan berpartisipasi dengan baik dalam kelompok sosial kecil.
c) Anak-anak berusia 4 tahun sangat kreatif, karena fantasi mereka
memungkinkan untuk mengatasi masalah, emosi, dan tekanan kehidupan
sehari-hari yang membingungkan.

12
Implikasi dental
a) Pada usia ini, anak-anak ini dapat menjadi pasien yang kooperatif, tetapi
beberapa mungkin menolak dan mencoba untuk memaksakan pandangan dan
pendapat mereka. Mereka akrab dan merespons dengan baik untuk mengatakan
'terima kasih' dan 'tolong'.
b) Anak-anak pada usia ini biasanya tidak takut pergi tanpa orang tua mereka
untuk bertemu dengan dokter gigi karena mereka tidak takut akan pengalaman
baru.
D. Usia 6–8 tahun
a) Pada usia 6 tahun, anak-anak mulai bersekolah dan tidak lagi dalam
pengawasan orang tua.
b) Mereka semakin mandiri dari orang tua dan bermain tanpa didampingi orang
tua mereka.
c) Beberapa anak, masa transisi ini dapat menyebabkan kecemasan yang cukup
besar sehingga anak akan mudah berteriak, marah, dan memukul orang tua.
Selain itu, beberapa anak akan menunjukkan peningkatan respon rasa takut.
Implikasi dental
a) Usia ini merupakan waktu yang ideal bagi anak untuk melatih kemandiriannya,
seperti duduk sendiri di ruang tunggu klinik tanpa ditemani orang tua.
b) Rasa takut terhadap perawatan cenderung meningkat meski anak sudah pernah
menjadi pasien sebelumnya.
E. Usia 8-12 tahun
a) Pada usia ini, anak-anak adalah bagian dari kelompok sosial yang lebih besar
dan sangat mudah untuk dipengaruhi. Mereka memperhatikan siapa yang
diterima dan siapa yang dikucilkan dari kelompok. Maka dari itu, muncul
kekhawatiran anak akan selektif dalam bergaul sementara orang tua ingin anak
mereka memiliki jiwa kepemimpinan yang didasari dengan pergaulan yang
sehat.

13
b) Intelektual menjadi lebih penting ketika mereka berkembang secara kognitif.
Implikasi dental
a) Berhati-hatilah untuk tidak membuat anak malu melalui kritik terhadap
perawatan dirinya (misalnya: menyikat gigi).
b) Bersabar dalam tidak mengharapkan anak untuk berbagi informasi secara bebas
tanpa membangun hubungan yang baik.
c) Mengingat perkembangan yang baik pada usia ini, sehingga anak dapat
merespon dan menerima dengan baik penjelasan dari dokter gigi tentang
pentingnya mejaga kesehatan gigi dan mulut mulai dari menyikat gigi,
menggunakan benang gigi sendiri, serta cara menjaga kesehatan gigi lainnya
tanpa dorongan orang tua.
F. Remaja
a) Remaja sering dianggap mementingkan diri sendiri dan mengecualikan diri dari
keluarga. Banyak interaksi dengan remaja cenderung menghasilkan pandangan
narsistik.
b) Penampilan menjadi semakin penting selama masa remaja.
c) Remaja sering merasa bahwa pengalaman mereka unik, sehingga akan
mendengarkan dengan pikiran terbuka, memberikan kemandirian seperti yang
akan dilakukan dengan orang dewasa dan mendukung mereka dalam mencapai
tujuan mereka (dalam batas keamanan), akan mendapatkan kepercayaan dan
kerja sama.
d) Hubungan yang lebih baik diperoleh ketika dokter gigi mengadopsi pendekatan
yang tidak menghakimi, tidak mengajarkan dan menghormati remaja
Implikasi dental
a) Memperlakukan remaja sebagai dirinya sendiri, baik oleh orang tua atau
pengasuhnya.
b) Meluangkan waktu untuk berbicara tentang topik non-dental dengan cara
dewasa mungkin merupakan cara yang baik untuk mengembangkan hubungan.

14
c) Menekankan pentingnya melakukan perawatan gigi dan mulut sendiri untuk
mempertahankan senyum mereka mungkin merupakan cara untuk 'menjangkau'
remaja dalam hal perilaku pencegahan (Cameron and Widmer, 2013).
3.2.4 Jenis Kelamin
Penelitian secara khusus mengungkapkan bahwa perempuan memiliki kecemasan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Secara spesifik kecemasan terbesar
tentang pengeboran gigi, anestesi lokal, dan rasa sakit. Belum diketahui secara pasti
alasan kecemasan lebih tinggi terjadi pada perempuan, namun salah satu
kemungkinan alasannya adalah secara sosial perempuan lebih mudah mengakui
bahwa dirinya sedang cemas dibandingkan dengan laki-laki (Campbell, 2017).

3.3 Manajemen Perilaku


3.3.1 Definisi Manajemen Perilaku
Manajemen perilaku merupakan suatu usaha pengendalian tingkah laku pada
pasien anak untuk memodifikasi tingkah laku pasien kearah yang ideal melalui suatu
langkah-langkah tertentu. Tingkah laku yang ideal ditunjukkan oleh pasien yang
menjaga kebersihan mulutnya dengan baik serta kooperatif selama menjalani
perawatan gigi. Pada perawatan gigi operatif, pembentukan tingkah laku didasarkan
pada prosedur rencana perawatan pendahuluaan yang diinginkan, sehingga anak
perlahan-lahan dilatih untuk menerima perawatan dalam keadaan santai dan
kooperatif (Soeparmin, 2014).
3.3.2 Tujuan Manajemen Perilaku
Tujuan dari manajemen perilaku anak dalam bidang kedokteran gigi adalah
sebagai berikut:
1. Menciptakan suasana dan perasaan yang nyaman bagi anak selama perawatan.
2. Untuk mengurangi rasa sakit selama perawatan.
3. Untuk menjalankan prosedur perawatan dengan aman.
4. Untuk memberikan perawatan yang terbaik.

15
5. Untuk mendapatkan persetujuan dari anak dan orang tua terhadap prosedur
perawatan (Singh et al, 2014).

3.4 Teknik Manajemen Perilaku


3.4.1 Non Farmakologi
1. Tell-Show-Do
a. Definisi
Merupakan teknik manajemen di mana anak dibawa secara bertahap dan
diperkenalkan dengan instrumen serta prosedur perawatan (Singh et al, 2014).
Tell:
- Menjelaskan prosedur dan instrumen secara verbal dalam frase yang dapat
dimengerti anak (disesuaikan dengan usia anak).
- Beri tahu anak sebelum dokter melakukan tindakan, saat melakukan
tindakan, dan setelah melakukan tindakan.
- Suara dokter harus lembut, percaya diri, dan terus menerus.
- Dokter harus jujur kepada anak jika prosedurnya akan menyakitkan atau
tidak nyaman.
- Sampaikan kondisi gigi anak kepadanya serta perawatan apa yang
diindikasikan untuk gigi tersebut (Marwah, 2014).

16
Gambar 3.3 Dokter gigi menjelaskan instrumen kepada anak
Show:
- Dokter mendemonstrasikan prosedur perawatan pada dirinya sendiri atau
objek tertentu. Peragakan kepada anak apa yang akan terjadi, bagaimana
dan dengan peralatan yang digunakan.
- Pendekatan kepada anak yang akan dilakukan fissure sealant dapat dengan
mengatakan “Saya akan melukis wajah tersenyum di kuku Anda sekarang
yang nanti akan dilakukan di gigi Anda. Kuku mana yang ingin dilukis?”
- Meskipun menunjukkan kepada anak adalah pedoman dasar, namun lebih
baik untuk menghindari menunjukkan alat yang mendukung rasa takut
seperti jarum suntik anestesi. Oleh karena itu, lebih disarankan
menggunakan peralatan tersebut dari belakang agar tidak terlihat oleh
anak.
- Dalam situasi tertentu, anak dapat ditunjukkan jarum suntik anestesi
dengan lengan menutupi jarum, berikan penjelasan bahwa ini adalah
instrumen yang digunakan untuk "menyemprotkan obat tidur ke gigi".
- Selalu ingat pendekatan multisensor. Anak itu bisa melihat, menyentuh,
mencium, dan mendengar (Marwah, 2014; Campbell, 2017).

Gambar 3.4 Dokter gigi melukis “happy face” pada kuku anak
Do:

17
- Dokter gigi elakukan prosedur perawatan tanpa menyimpang dari
penjelasan yang diberikan (Singh et al, 2014).
b. Tujuan
- Mengajarkan kepada pasien mengenai pentingnya perawatan gigi serta
membiasakan pasien dengan suasana dan instrument kedokteran gigi.
- Membentuk respons yang positif terhadap prosedur perawatan melalui
desensitisasi dan ekspektasi yang dijelaskan dengan baik (AAPD, 2020).
c. Indikasi
Dapat digunakan pada setiap pasien (AAPD, 2020).
d. Kontraindikasi
Tidak ada (AAPD, 2020).

2. Enhancing Control
a. Definisi
Merupakan teknik manajemen dengan menggunakan tangan sebagai aba-
aba ketika pasien merasa nyeri atau menginginkan istirahat sebentar dari
perawataan untuk mengurangi mengurangi ketegangan (Singh et al, 2014).
b. Tujuan
Teknik ini telah terbukti mengurangi rasa sakit selama perawatan (Singh
et al, 2014).
c. Indikasi
- Berguna untuk semua pasien yang bisa berkomunikasi.
- Sangat membantu bagi pasien yang kecemasannya berhubungan dengan
perasaan kehilangan kendali.
d. Kontraindikasi
- Tidak ada.

3. Voice Control
a. Definisi

18
Kontrol suara adalah perubahan volume, nada, atau kecepatan suara yang
disengaja untuk memengaruhi dan mengarahkan perilaku pasien. Meskipun
perubahan irama dapat langsung diterima, penggunaan suara tegas dapat
dianggap tidak menyenangkan bagi sebagian anak dan orang tua yang tidak
terbiasa dengan teknik ini (AAPD, 2020).
b. Tujuan
- Mendapatkan perhatian dan kepatuhan pasien.
- Menghindari perilaku negatif dan penolakan (AAPD, 2020).
c. Indikasi
Dapat digunakan pada setiap pasien (AAPD, 2020).
d. Kontraindikasi
Pasien dengan gangguan pendengaran (AAPD, 2020).

4. Modeling
a. Definisi
Teknik mengamati orang lain untuk mempelajari lingkungan terlebih
dahulu sebelum mengalaminya sendiri. Pemodelan dapat menggunakan model
'live' atau dengan menonton model yang direkam sebelumnya (Singh, 2014).
b. Tujuan
- Merangsang pembentukan perilaku.
- Memfasilitasi perubahan perilaku pasien dengan cara yang lebih tepat.
- Menghilangkan perilaku penolakan.
- Menghilangkan rasa takut (Marwah, 2014).

19
Gambar 3.5 Anak mengamati prosedur perawatan gigi secara live

5. Positive Reinforcement
a. Definisi
Merupakan pemberian penguatan kepada anak agar berperilaku sesuai
yang diharapkan. Dilakukan dengan ekspresi sosial, seperti pujian verbal,
ekspresi wajah, modulasi suara positif, dan pelukan dengan persetujuan
(Singh, 2014).
b. Tujuan
Untuk memperkuat perilaku yang diinginkan (AAPD, 2020).
c. Indikasi
Dapat digunakan pada setiap pasien (AAPD, 2020).
d. Kontraindikasi
Tidak ada (AAPD, 2020).

Gambar 3.6 Positive reinforcement antara dokter gigi dan anak

6. Distraction
a. Definisi
Teknik di mana perhatian pasien dialihkan dari perawatan gigi yang
sedang berlangsung. Contohnya termasuk:
- Distraksi dengan audio-visual (misalnya menonton kartun),
dikombinasikan dengan penguatan negatif (misalnya kartun dimatikan

20
ketika pasien menunjukkan perilaku penolakan), telah terbukti
mengurangi perilaku pasien yang mengganggu.
- Distraksi dengan audio, misalnya musik atau buku audio.
- Perangkat lain yang dapat mengalihkan perhatian, misalnya buku (Singh,
2014; Campbell, 2017).
b. Tujuan
- Mengurangi persepsi ketidaknyamanan.
- Menghindari perilaku negatif atau penolakan (AAPD, 2020).
c. Indikasi
Dapat digunakan pada setiap pasien (AAPD, 2020).
d. Kontraindikasi
Tidak ada (AAPD, 2020).

7. Desensitization
a. Definisi
Desensitisasi adalah suatu teknik yang membantu pasien mengatasi
kecemasan atau rasa takut melalui paparan rangsangan yang menimbulkan
rasa takut secara progresif, dimulai dengan yang paling tidak menakutkan.
Pasien mengidentifikasi sendiri ketakutan mereka dan diajarkan cara relaksasi
(Campbell, 2017; Nowak, 2019).
Setelah pasien diajarkan cara rileks, selanjutnya pasien harus
diperkenalkan secara bertahap ke rangsangan rasa takut rendah hingga tinggi
dengan kecepatan yang ditentukan oleh pasien itu sendiri dengan bantuan dari
dokter (Campbell, 2017; Nowak, 2019).
b. Tujuan
- Mengidentifikasi ketakutan pasien.
- Mengembangkan teknik relaksasi untuk ketakutan tersebut.
- Mengetahui situasi yang membangkitkan ketakutannya dan mengurangi
respons emosional (AAPD, 2020).

21
c. Indikasi
Digunakan pada pasien yang pernah mengalami rasa takut terhadap
rangsangan, pasien dengan kecemasan (anxiety), dan gangguan perkembangan
saraf (misalnya, autism spectrum disorder) (AAPD, 2020).
d. Kontraindikasi
Tidak ada (AAPD, 2020).

8. Positive Stabilization
a. Definisi
Imobilisasi pergerakan pasien yang dilakukan dengan bantuan mulai dari
anggota keluarga atau pengasuh yang memegang tangan anak dan dapat juga
menggunakan alat stabilisasi (misalnya pedi wrap dan papoose board). Teknik
ini dilakukan harus dengan persetujuan anggota keluarga (Singh, 2014).

Gambar 3.7 Pedi wrap Gambar 3.8 Papoose board

b. Tujuan
Bertujuan mengurangi pergerakan pasien untuk mengurangi risiko cedera
(Singh, 2014).
c. Indikasi
- Pasien yang membutuhkan diagnosis atau perawatan segera tapi tidak
dapat bekerja sama karena terlalu muda.

22
- Pasien yang membutuhkan diagnosis atau perawatan segera tapi tidak
dapat bekerja sama karena cacat mental.
- Pasien gagal dengan teknik manajemen perilaku yang lainnya.
- Pasien dengan gerakan yang tidak terkendali sehingga berisiko terhadap
keselamatan pasien, staf, dokter gigi, atau orang tua jika tanpa
menggunakan stabilisasi pelindung (Marwah, 2014; AAPD, 2020).
d. Kontraindikasi
- Pasien yang kooperatif.
- Pasien yang tidak dapat diimobilisasi dengan aman karena kondisi medis
atau sistemik.
- Sebagai hukuman.
- Tidak boleh digunakan hanya untuk kenyamanan dokter dan asisten.
- Pasien dengan riwayat trauma fisik atau psikologis yang akan
menempatkan pasien pada risiko psikologis yang lebih besar selama
perawatan.
- Pasien dengan kebutuhan perawatan non-darurat.
- Tim dokter gigi tanpa pengetahuan dan keterampilan dalam pemilihan
teknik ini (Marwah, 2014; AAPD, 2020).

9. Hand Over Mouth Exercise (HOME)


a. Definisi
Teknik manajemen anak yang dilakukan dengan meletakkan tangan
dokter pada mulut pasien (hidung jangan ditutup) lalu berbicara dengan
lembut bahwa tangannya akan diangkat jika tangisan berhenti. Jika pasien
mau menurut, dokter gigi harus memujinya. Penggunaan HOME harus

23
digunakan dengan benar serta mendapat persetujuan orang tua (Singh, 2014;
Marwah, 2014).

Gambar 3.9 Hand Over Mouth Exercise


b. Tujuan
- Untuk mendapatkan perhatian anak.
- Untuk menghilangkan perilaku menghindar terhadap perawatan gigi dan
untuk membangun respon belajar yang tepat.
- Untuk meningkatkan kepercayaan diri anak dalam mengatasi kecemasan.
- Menjamin keselamatan anak dalam memberikan perawatan gigi yang
berkualitas (Marwah, 2014).
c. Indikasi
Anak sehat yang mampu memahami dan bekerja sama tetapi
menunjukkan perilaku menantang, mengganggu, atau histeris terhadap
perawatan gigi serta tidak berhasil menggunakan teknik yang lain (Marwah,
2014).

d. Kontraindikasi
- Anak terlalu kecil (belum mengerti perintah).
- Ketika teknik dapat mencegah anak bernapas.
- Ketika dokter gigi terlibat secara emosional dengan anak (Marwah, 2014).

3.4.2 Farmakologi

24
1. Sedasi
a. Definisi
Sedasi adalah pemberian obat yang dapat digunakan secara aman dan
efektif untuk pasien yang tidak dapat bekerja sama karena kurangnya
kematangan psikologis, emosional, kondisi mental, fisik, atau medis. Pilihan
teknik tertentu, agen sedatif, dan cara pemberian harus dibuat pada pertemuan
sebelumnya yang disesuaikan dengan kondisi anak (Cameron, 2013; AAPD,
2020).
Penggunaan segala bentuk sedasi pada anak-anak membuat tantangan
tambahan bagi dokter. Selama sedasi, respons anak lebih tidak terduga
daripada orang dewasa. Tubuh mereka yang secara proporsional lebih kecil
kurang toleran terhadap obat penenang dan mereka mudah dibius secara
berlebihan (Cameron, 2013).
b. Tujuan
- Menjaga keselamatan pasien;
- Meminimalkan ketidaknyamanan dan rasa sakit fisik;
- Mengelola kecemasan, meminimalkan trauma psikologis, dan
memaksimalkan potensi amnesia;
- Mengelola perilaku dan gerakan sehingga memungkinkan penyelesaian
prosedur yang aman (AAPD, 2020)
c. Penilaian Pasien Preoperatif
- Riwayat medis dan riwayat dental yang menyeluruh (termasuk pengobatan
saat ini, rawat inap sebelumnya, dan operasi sebelumnya).
- Status medis pasien. Lihat klasifikasi American Society of
Anesthesiologists (ASA) di bawah.

25
- Riwayat penyakit pernapasan atau infeksi baru-baru ini.
- Penilaian jalan napas.
- Persyaratan puasa dan kemampuan pengasuh untuk mematuhi instruksi.
- Prosedur yang diusulkan sedang dilakukan.
- Berat badan dan tanda vital pasien (Cameron, 2013).

d. Bahan Sedatif Oral


• Benzodiazepines (e.g. midazolam).
Dosis midazolam bervariasi dari 0,3-0,7 mg/kg. Digunakan pada anak-anak
usia 24 bulan sampai 6-8 tahun (tergantung pada karakteristik individu,
misalnya berat badan), status fisik anak ASA 1 atau 2, serta orang tua yang
'cocok' untuk teknik tersebut (yaitu mereka dapat merawat anak secara
memadai setelah prosedur).
• Chloral hydrate.
• Hydroxyzine.
• Promethazine.
• Ketamine.
• Fentanyl (Cameron, 2013).

26
e. Indikasi
- Pasien ketakutan atau cemas yang mana sikap dengan teknik panduan
perilaku belum berhasil didapatkan;
- Pasien yang tidak dapat bekerja sama karena kurangnya kematangan
psikologis, emosional, kondisi mental, fisik, atau medis;
- Pasien dengan penggunaan sedasi dapat melindungi perkembangan jiwa
atau mengurangi risiko medis.
f. Kontraindikasi
- Pasien kooperatif;
- Kebutuhan perawatan gigi minimal;
- Kondisi medis atau fisik yang menyebabkan sedasi tidak disarankan
(AAPD, 2020).

2. General Anesthesia
a. Definisi
Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar yang terkontrol disertai
dengan hilangnya refleks pelindung, termasuk kemampuan untuk
mempertahankan jalan napas secara mandiri dan merespons rangsangan fisik
atau perintah verbal dengan sengaja (AAPD, 2020).
Keputusan untuk menggunakan anestesi umum harus mempertimbangkan
(AAPD, 2020):
- Usia pasien;
- Analisis manfaat risiko;
- Penangguhan pengobatan;
- Kebutuhan perawatan gigi;
- Perkembangan emosional pasien;
- Hambatan perawatan (misalnya, keuangan).
b. Tujuan
- Memberikan perawatan gigi yang aman, efisien, dan efektif;

27
- Menghilangkan kecemasan;
- Menghilangkan gerakan dan reaksi yang tidak diinginkan terhadap
perawatan gigi;
- Membantu perawatan pasien yang terganggu secara mental, fisik, atau
medis;
- Meminimalkan respons nyeri pasien (AAPD, 2020).
c. Penilaian Pasien Preoperatif
- Riwayat medis dan riwayat dental yang menyeluruh.
- Status medis pasien.
- Persyaratan puasa dan kemampuan pengasuh untuk mematuhi instruksi.
- Berat badan dan tanda vital pasien.
- Masalah perilaku, misalnya autisme, keterlambatan perkembangan,
kecemasan ekstrim dan fobia jarum.
- Sindrom, misalnya Sindrom Down, sindrom velocardiofacial.
- Penyakit jantung, seperti murmur jantung, operasi sebelumnya untuk
defek kongenital.
- Penyakit pernapasan, misalnya asma.
- Masalah jalan napas, misalnya riwayat croup, celah langit-langit,
mikrognatia, riwayat trakeostomi, riwayat kesulitan intubasi, dan sleep
apnea.
- Penyakit neurologis, misalnya epilepsi, riwayat cedera otak, dan cerebral
palsy.
- Gangguan endokrin dan metabolisme, misalnya diabetes, gangguan
metabolisme genetik.
- Masalah gastrointestinal, misalnya refluks, kesulitan menelan atau makan.
- Hematologis, misalnya hemofilia, trombositopenia, hemoglobinopati.
- Gangguan neuromuskuler, misalnya distrofi otot.
- Alergi, termasuk alergi lateks (Cameron, 2013).

28
d. Prosedur
1) Beberapa anak mungkin memerlukan premedikasi oral sebelum anestesi.
Regimen yang disarankan adalah parasetamol 15 mg/kg dan midazolam
0,2-0,5 mg / kg.
2) Kecemasan diminimalkan dengan membiarkan orang tua bersama anak
selama induksi anestesi.
3) Penggunaan krim anestesi lokal topikal sebelum memasukkan kanula ke
dalam vena mengurangi beberapa rasa sakit saat mendapatkan akses
intravena.
4) Beberapa anak yang sangat tidak kooperatif mungkin memerlukan induksi
dengan ketamin intramuskular 2-3 mg/kg. Biasanya digunakan pada anak-
anak autis yang lebih tua atau anak-anak yang mengalami keterlambatan
perkembangan.
5) Kerja tim dan saling pengertian tentang kebutuhan masing-masing sangat
diperlukan antara dokter gigi dan dokter anestesi.
6) Intubasi nasotrakeal dengan nasal RAE (Ring-Adair-Elwyn) tube
memberikan akses yang baik untuk dokter gigi dan jalan nafas yang aman
untuk dokter anestesi (Cameron, 2013).

Gambar 3.10 Perawatan dental dengan anestesi umum


e. Indikasi

29
- Anak yang tidak dapat bekerja sama karena kurangnya kematangan
psikologis, emosional, cacat mental, fisik, atau medis;
- Ketika anestesi lokal tidak efektif karena adanya infeksi akut, variasi
anatomi, atau alergi;
- Anak yang sangat tidak kooperatif, takut, atau cemas;
- Anak atau remaja prekomunikatif atau non-komunikatif;
- Membutuhkan prosedur pembedahan yang dikombinasikan dengan
prosedur perawatan gigi untuk mengurangi jumlah paparan anestesi;
- Jika penggunaan anestesi umum dapat mengurangi risiko medis;
- Membutuhkan perawatan mulut dan gigi yang segera dan menyeluruh
(misalnya, karena trauma gigi, infeksi / selulitis parah, nyeri akut) (AAPD,
2020).
f. Kontraindikasi
- Pasien yang sehat dan kooperatif dengan kebutuhan gigi minimal;
- Pasien yang sangat muda dengan kebutuhan gigi minimal yang dapat
ditangani dengan intervensi terapeutik atau penangguhan pengobatan;
- Kenyamanan pasien / praktisi;
- Kondisi medis predisposisi yang akan membuat anestesi umum tidak
disarankan. (AAPD, 2020)

3. Nitrous oxide/oxygen inhalation


a. Definisi
Penghirupan nitrogen oksida - oksigen adalah teknik yang aman dan
efektif untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan komunikasi yang
efektif. Onset kerjanya cepat, efeknya mudah dititrasi, dan pemulihannya
cepat. Selain itu, inhalasi nitrous oksida - oksigen memediasi tingkat variabel
analgesia, amnesia, dan pengurangan refleks muntah (AAPD, 2020).

b. Tujuan

30
- Mengurangi atau menghilangkan kecemasan;
- Mengurangi gerakan dan reaksi yang tidak diinginkan terhadap perawatan
gigi;
- Meningkatkan komunikasi dan kerjasama pasien;
- Menaikkan ambang reaksi nyeri;
- Meningkatkan toleransi terhadap perawatan yang lebih lama;
- Membantu dalam perawatan pasien cacat mental / fisik atau gangguan
medis;
- Mengurangi kemungkinan tersedak;
- Memiliki efek obat penenang (AAPD, 2020).
c. Prosedur
- Baringkan dental chair dan letakkan masker di hidung anak agar pas.
Setelah dipasang, periksa apakah masker terpasang dengan nyaman di
wajah anak, lalu kencangkan masker sehingga menutupi lubang hidung
sepenuhnya dan tidak bergerak selama prosedur.
- Tentukan volume menit anak.
- Mulailah prosedur dengan oksigen 100%.
- Pantau kantung penampung saat anak bernapas. Kantung tersebut harus
bergerak dengan kecepatan yang sama dengan pernapasan anak setiap
inspirasi dan ekspirasi.
- Pemantauan konstan sangat penting dan penggunaan oksimetri nadi
disarankan. Evaluasi mata anak, respons umum, dan tingkat kesadaran
selama prosedur.
- Saat menggunakan teknik rapid induction, berikan N2O dengan cepat
hingga 50% dan kemudian turunkan ke tingkat yang sesuai.
- Saat menggunakan teknik low titration, N2O dititrasi dalam interval 10%.
- Anak bernapas melalui hidung (Cameron, 2013).

31
Gambar 3.11 Penggunaan nitrogen oksida dengan rubber dam
d. Indikasi
- Pasien yang ketakutan, cemas, atau obstreperous;
- Pasien berkebutuhan khusus;
- Pasien yang refleks muntahnya mengganggu perawatan gigi;
- Pasien yang tidak dapat menggunakan anestesi lokal;
- Prosedur perawatan gigi yang lama (AAPD, 2020).
Pasien ideal:
- Seorang kooperatif berusia 5 tahun atau lebih (hidung yang lebih besar
memungkinkan penggunaan penutup hidung dengan lebih baik).
- Anak mampu mengikuti perintah (misalnya bernapas melalui hidung).
- Waktu pengobatan 30-45 menit (Cameron, 2013).
e. Kontraindikasi
- Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik;
- Sedang mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas;
- Gangguan / pembedahan telinga tengah baru-baru ini;
- Gangguan emosional yang parah atau ketergantungan terkait obat;
- Trimester pertama kehamilan;
- Pengobatan dengan bleomycin sulfate;
- Defisiensi reduktase methylenetetrahydrofolate;
- Defisiensi cobalamin (vitamin B-12) (AAPD, 2020).

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam kasus tersebut pasien hanya mengalami ketakutan akan sakit saat
perawatan, faktor ketakutan pasien bisa disebabkan karena faktor lingkungan. Ibunya
yang merupakan seorang dokter gigi bedah mulut mengatakan bahwa sejak putrinya
masih bayi selalu dibawa ke praktiknya yang mungkin menjadi salah satu penyebab
ketakutan anak terhadap lingkungan, karena ibunya bukan seorang dokter gigi anak
dan bekerja secara eksklusif dengan instrument-instrumen yang dianggap mengerikan
oleh anak.
Setelah tiba di tempat praktik, anak menyatakan keengganannya untuk berada
di lingkungan tersebut dan awalnya sangat enggan untuk berbicara dengan dokter gigi
anak tentang perawatan tersebut. Manifestasi ini dikonseptualisasikan dalam literatur
sebagai jenis pelarian, di mana anak melakukan segalanya untuk menghindari
perawatan gigi. Selain kurangnya kemauan, banyak bicara, mengungkapkan
keinginan untuk pergi sepanjang waktu, dan memaksa muntah juga merupakan situasi
yang diciptakan untuk menghindari perawatan gigi.
Untuk mempengaruhi anak yang ketakutan, diperlukan metode psikologis
dengan cara menata ruang dari praktik agar nyaman. Jika anak sudah merasa nyaman,
bujuk anak agar mau duduk di dental chair. Namun jika anak memiliki ketakutan
manajemen menggunakan metode Tell-Show-Do.
Setelah perawatan dokter gigi sangat di anjurkan untuk mengapresiasi pasien
seperti “selamat”, “saya sangat bangga”, “anda berperilaku hebat hari ini”, “anda
sangat berani”, jangan sampai kita mengatakan hal-hal yang menakutkan bagi pasien
dan memanipulasi ulang pikiran pasien, karena anak anak sangat rentan untuk
dipengaruhi. Sangat penting bagi dokter bedah gigi untuk memiliki pengetahuan
tentang teknik manajemen perilaku sehingga di hadapan pasien, dengan segala
kesulitan, ketakutan dan ketakutannya, ia dapat memilih teknik yang terbaik.

33
BAB V
KESIMPULAN

Kecemasan dental atau dental anxiety adalah keadaan tentang rasa takut
terhadap perawatan gigi yang terjadi sebelum atau saat dilakukan prosedur perawatan
gigi. Anak dengan kecemasan dental akan mengalami hambatan dalam perawatan
gigi yang diberikan karena cenderung menghindar dan menolak untuk dilakukan
perawatan sehingga tidak kooperatif. Sehingga diperlukan teknik untuk
memanajemen perilaku anak tersebut.
Teknik manajemen perilaku terdiri dari teknik farmakologis dan
nonfarmakologis. Teknik nonfarmakologis diantaranya Tell-Show-Do, enhancing
control, voice control, modeling, positive reinforcement, distraction, positive
stabilization, dan HOME. Sedangkan teknik nonfarmakologis diantaranya pemberian
sedasi, general anesthesia, dan inhalasi N2O/O2. Pemilihan teknik manajemen
disesuaikan dengan karakter dan sikan masing-masing anak dan orang tua.

34
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric Dentistry. 2020. Behavior Guidance for the Pediatric
Dental Patient. The Reference Manual Of Pediatric Dentistry. Chicago; 292-
310.
Arini FA, Adriatmoko W, Novita M. 2017. Perubahan Tanda Vital Sebagai Gejala
Rasa Cemas Sebelum Melakukan Tindakan Pencabutan Gigi pada Mahasiswa
Profesi Klinik Bedah Mulut RSGM Universitas Jember (The Alteration of Vital
Sign as Students‘ Anxiety Symptoms before Performing Tooth Extraction in
Oral Surgery Departement Dentistry University of Jember). E-Jurnal Pustaka
Kesehatan; 5(2).
Cameron AC., Widmer RP. 2013. Handbook of Pediatric Dentistry. 4th ed. Mosby
Elsevier.
Campbell C. 2017. Dental Fear and Anxiety In Pediatric Patients. Switzerland:
Springer.
Dean JA. McDonald And Avery's Dentistry for The Child Adolescent Tenth Edition.
Missouri: Elsevier. 2016.
Marwah N. 2014. Textbook of pediatric dentistry. New Delhi : Jaypee Brothers,.
Medical Publishers Pvt. Limited.
Marwansyah, Mahata IBE, Elianoa D. 2018. Tingkat Kecemasan Pada Anak dengan
Metode Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Baiturrahmah Padang. Jurnal B-Dent; 5(1): 21.
Nowak JA, Christensen JR, Mabry TR, Townsend JA, Wells MH. 2019. Pediatric
Dentistry: Infancy Through Adolescence 6th Edition. Philadelphia: Elsevier.
Pujiana D and Anggraini S. 2019. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Penentuan
Kebutuhan Dasar Personal Hygiene Anak Usia 6-7 Tahun. Jurnal ‘Aisyiyah
Medika; 3(2).

35
Quiles Juan MO, et al. 2013. Identification of degrees of anxiety in children with
three- and five-face facial scales. Psicothema; 25(4).
Sagrang PS, Wowor VNS, Mintjelungan CN. 2017. Pengaruh Pola Asuh Orangtua
Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Sebelum Menjalani Perawatan Penambalan
Gigi Di RSGM Unsrat. Jurnal e-Gigi (eG); 5(1).
Saputro, H, dan Fazrin I. 2017. Penurunan Tingkat Kecemasan Anak Akibat
Hospitalisasi dengan Penerapan Terapi Bermain. Jurnal Konseling Indonesia;
3(1).

Singh H, Rehman R, Kadtane S, Dalai DR, Jain CD. 2014. Techniques for the
Behaviors Management in Pediatric Dentistry. International Journal of
Scientific Study; 2(7).
Soeparmin S. 2014. Pengendalian Tingkah Laku Anak dalam Praktik Kedokteran
Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Mahasaraswati.
Srivastava VK. 2011. Modern Pediatric Dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher.

36

Anda mungkin juga menyukai