TRAUMA ABDOMEN
A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 )
Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang meliputi
daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
Trauma
perutmerupakanlukapadaisironggaperutdapatterjadidenganatautanpatembusnyadindingp
erutdimanapadapenanganan/penatalaksanaanlebihbersifatkedaruratandapat pula
dilakukantindakanlaparatomi (FKUI, 1995).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Trauma tumpul
- Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang
melesak ke dalam karena tabrakan.
- Kecelakaan kendaraan bermotor
- Jatuh dan trauma secara mendadak
b) Trauma tajam
- Tusukan, tikaman atau tembakan senapan. (American College of Surgeon Committee
of Trauma, 2004 : 145).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Laserasi, memar,ekimosis
2. Hipotensi
3. Penurunan bising usus
4. Hemoperitoneum
5. Mual dan muntah
6. Adanya tanda “Bruit”
7. Nyeri
8. Pendarahan
9. Penurunan kesadaran
10. Sesak
11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent. Tanda Cullen adalah ekimosis
periumbulikal pada perdarahan peritoneal
12. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal.
13. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur
pelvis
14. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe. (Scheets, 2002 : 277-278)
Pada hakikatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan dapat karena 2 hal:
a. Pecahnya organ solid
Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat bervariasi dari
ringan sampai berat, bahkan kematian.
Gejala dan tandanya adalah :
1. Gejala perdarahan secara umum
Penderita tampak anemis (pucat). Bila perdarahan berat akan timbul gejala dan tanda
syok hemoragik.
2. Gejala adanya darah intra-peritonial
a. Penderita akan merasa nyeri abdomen, bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat
b. Pada auskultasi biasanya bising usus menurun
c. Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan, ada nyeri lepas dan defans muscular
(kekakuan otot) seperti pada peritonitis
d. Pada perkusi akan dapat ditemukan pekak isi yang meninggi.
3. Pecahnya organ berlumen
Pecahnya gaster, usus halus atau kolon akan menimbulkan peritonitis yang dapat timbul
cepat sekali atau lebih lambat.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
b. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus
dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul multiple dengan
hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :
a. Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obat-obatan.
b. Perubahan sensasi trauma spinal
c. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.
Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk
laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya,
morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya.(American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150).
2. Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan
dan tingkat kerusakannya, dan mendiagnosa trauma retroperineal maupun (American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151).
c. Trauma Tajam
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur
abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang,
thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik
serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL.
Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik
kemudian menjadi simtomatik, terutama deteksi cedera retroperinel maupun
intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College of
Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151).
2. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga
posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya
udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang
kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal.
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Rontgen foto thorax tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumothorax, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal.
3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
a. Urethrografi
Urethrografi dilakukan sebelum pemasangan kateter urine bila curigai adanya ruptur
urethra.
b. Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan pemeriksaan
sistografi ataupun CT-Scan sistografi.
c. CT Scan/IVP
CT Scan untuk semua pasien dengan hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai
mengalami sistem urinari.Alternatif lain adalah pemeriksaan IVP.
3. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
2. Penurunan hematokrit/hemoglobin
3. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4. Koagulasi : PT,PTT
5. MRI
6. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7. CT Scan
8. Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
9. Scan limfa
10. Ultrasonogram
11. Peningkatan serum atau amylase urine
12. Peningkatan glucose serum
13. Peningkatan lipase serum
14. DPL (+) untuk amylase
15. Penigkatan WBC
16. Peningkatan amylase serum
17. Elektrolit serum
18. AGD. (ENA,2000:49-55)
E. KOMPLIKASI
1. Trombosis Vena
2. Emboli Pulmonar
3. Stress Ulserasi dan perdarahan
4. Pneumonia
5. Tekanan ulserasi
6. Atelektasis
7. Sepsis (Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
8. Pankreas : Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan
perdarahan.
9. Limfa : perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan
syok.
10. Usus : obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
11. Ginjal : Gagal ginjal akut (GGA) (Catherino, 2003 : 251-253)
B. Pengkajian Secondary
Identifikasimekanismedari trauma dankejadianprehospital (kecelakaan,
jatuhdariketinggian, jenisdanukuransenjatabila trauma diakibatkanolehsenjata,
waktusemenjakterjadinya injury, perkiraankehilangandarah/perdarahan )
Tentukanriwayatkesehatan :
1.Inspeksibagian anterior dan posterior abdomen untukmengidentifikasiluka
2.Cekbagian injury mayor untukbagiantubuh yang lain
-Intervensi :
1.Pasangorogastrikataunasogastrik tube untukdekompresiperut
2.Pasangfolleykateterdan monitoring output
3.Tutuplukaterbukapada abdomen denganverbansteril
Pengkajian secondary, pemeriksaan abdomen harus dilakukan teliti, secara sistematis
dalam urutan standar, inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpitasi. Temuan ini, baik
positif positif atau negatif, harus didokumentasikan secara hati-hati dalam catatan
medis.
1. inspeksi
Pasien harus benar-benar telanjang. Perut bagian anterior dan posterior serta dada
bagian bawah dan perineum harus diperiksa untuk abrasi, luka gores luka memar, dan
luka tembus. Pasien dapat kontinyu bergulir untuk memfasilitasi pemeriksaan lengkap.
2. auskultasi
Abdomen harus diauskultasi untuk mengetahui ada atau tidak adanya bising usus. Darah
intraperitoneal bebas atau isi enterik dapat menghasilkan ileus, yang mengakibatkan
hilangnya bising usus. Namun, ileus juga dapat terjadi dari cedera perut ekstra. Yaitu,
tulang rusuk, tulang belakang, dan patah tulang panggul.
3. Perkusi
Perkusi dari perut setelah cedera ini dilakukan terutama untuk elict kelembutan rebound
yang halus. Manuver yang menghasilkan gerak sedikit peritoneum dan menghasilkan
hasil yang serupa dengan meminta pasien untuk batuk.
4. palpitasi
Palpitasi pada trauma abdomen menghasilkan informasi subjektif dan objektif. Temuan
meliputi penilaian subjektif pasien dari lokasi pasien serta besarnya. Nyeri viseral awal
biasanya di asal, dan karena itu, buruk terlokalisasi. Menegang dengan sendirinya
dengan hasil otot perut dari ketakutan akan rasa sakit dan mungkin tidak mewakili
cedera yang signifikan. Otot tak sadar menjaga, di sisi lain adalah tanda yang dapat
diandalkan iritasi peritoneal . nyeri yang berat yang tegas menunjukkan didirikan
peritonitis.
5. pemeriksaan rektal
Pemeriksaan dubur digital merupakan komponen penting dari penilaian perut. Tujuan
penilaian utama untuk luka penetrasi adalah untuk mencari darah yang banyak perforasi
usus yang ditunjukkan dan untuk memastikan integritas sfingter tulang belakang.
Setelah trauma tumpul, dinding rektum juga harus dipalpitasi untuk mendeteksi unsur-
unsur tulang retak dan posisi prostat. Sebuah prostat tinggi mungkin menunjukkan
gangguan uretra posterior.
6. pemeriksaan vagina
Laserasi pada vagina dapat terjadi karena luka tembus atau fragmen tulang dari patah
tulang panggul.
Implikasi dari perdarahan vagina pada pasien yang sedang hamil dapat dilihat pada
trauma kehamilan
7. penis pemeriksaan
Laserasi uretra harus dicurigai jika darah hadir pada meatus uretra. Pemeriksaan positif
adalah tanda klinis yang paling dapat diandalkan trauma intra abdomen yang signifikan.
4. Pola napas tidak efektif b.d hiperventi-lasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung
tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 10 menit diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif
kriteria hasil :
1. Pasien melaporkan sesak berkurang
2. Dispnea (-)
3. Penggunaan otot bantu napas (-)
4. Napas cuping hidung (-)
intervensi :
Mandiri
1. Pantau adanya sesak atau dispnea.
rasional : Mengetahui keadaan breathing pasien
2. Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan, napas
cuping dan penggunaan otot bantu pernapasan
rasional : Mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan intervensi yang
tepat
3. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
rasional : Meningkatkan ekspansi dinding dada
4. Ajarkan klien napas dalam
rasional : Meningkatkan kenyamanan
Kolaborasi
1. Berikan O2 sesuai indikasi
rasional : Memenuhi kebutuhan O2
2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan
ventilator sesuai indikasi
rasional : Membantu pernapasan adekuat
3. Evaluasi
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada
pasien dengan trauma abdomen adalah:
1. Pendarahan dapat terhenti.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup oksigen sehingga kebutuhan oksigen tercapai.
DAFTAR PUSTAKA