SEJARAH INDONESIA Kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
1. Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat
a) Strategi pembangunan yang inklusif, yang menjamin pemerataan dan
keadilan, yang mampu menghormati dan menjaga keberagaman rakyat Indonesia. Pembangunan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia tidak boleh diartikan secara sempit, dengan sekedar mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi, apalagi bila hanya dilakukan dan dinikmati oleh sekelompok kecil pelaku ekonomi, atau oleh sedikit daerah tertentu saja.
b) Berdimensi kewilayahan. Setiap provinsi, setiap kabupaten/kota, adalah
pusat-pusat pertumbuhan negeri, yang harus bisa memanfaatkan segala potensi daerahnya masing-masing, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun letak geostrategisnya. Itulah sebabnya pemerintah sungguhsungguh mendorong daerah-daerah perbatasan untuk memanfaatkan peluang kerjasama pembangunan regional seperti delegasi tiga negara yang tergabung dalam Indonesia, Malaysia dan Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Phillipine - East ASEAN Growth Area (BIMPEAGA), maupun kerjasama perbatasan dengan Australia dan Timor Leste. Pembangunan berdimensi kewilayahan juga berarti pemerintah terus mendorong setiap daerah untuk mengembangkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif masing-masing. Namun demikian, keseimbangan antar wilayah harus pula tetap dijaga sehingga tidak terjadi ketimpangan antar wilayah. Tak boleh ada satu daerah pun yang tertinggal terlalu jauh dari daerah lainya. Prinsipnya adalah, jika daerah-daerah maju maka negarapun akan maju.
c) Menciptakan integrasi ekonomi nasional dalam era globalisasi.
Pembangunan nasional yang sedang dijalankan, tidak berjalan di ruang vakum. Bahkan sejak zaman kolonial, ekonomi Indonesia telah berkaitan dengan ekonomi dunia. Bedanya, pada saat itu, konteksnya adalah eksploitasi ekonomi dan sumber daya Indonesia untuk kepentingan ekonomi kolonial. Sekarang, sebagai bangsa merdeka, keterkaitannya dengan ekonomi dunia didasarkan pada kepentingan nasional dan untuk dimanfaatkan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. d) Pengembangan ekonomi lokal di setiap daerah, guna membangun ekonomi domestik yang kuat secara nasional. Ekonomi domestik yang kuat merupakan modal utama suatu bangsa untuk berjaya di tengah arus globalisasi. Pelajaran yang bisa kita petik dari krisis ekonomi global yang melanda dunia saat ini adalah, negara yang bisa bertahan dari dampak negatif resesi dunia adalah negara dengan ekonomi domestik yang kuat. Selain itu, ekonomi domestik yang kuat juga menjamin kemandirian suatu bangsa.
e) Keserasian dan keseimbangan antar pertumbuhan dan pemerataan, atau
Growth with Equity. Strategi demikian juga merupakan koreksi atas kebijakan pembangunan terdahulu, yang dikenal dengan trickle down effect. Strategi trickle down effect mengasumsikan perlunya memprioritaskan pertumbuhan ekonomi terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pemerataan. Dalam kenyataannya di banyak negara, termasuk di Indonesia, teori ini gagal menciptakan kemakmuran untuk semua.
f) Pembangunan yang menitik-beratkan pada kemajuan kualitas manusianya.
Manusia Indonesia bukan sekedar obyek pembangunan, melainkan justru subyek pembangunan. Sumber daya manusia menjadi aktor dan sekaligus fokus tujuan pembangunan, sehingga dapat dibangun kualitas kehidupan manusia Indonesia yang makin baik. Untuk itu, Pembangunan untuk Semua selalu memberikan prioritas yang sangat tinggi pada aspek pendidikan, kesehatan, dan pendapatan serta lingkungan kehidupan yang lebih berkualitas. Yang dimaksud dengan lingkungan, di samping lingkungan hidup yang sehat dan lestari, juga adalah lingkungan sosial, politik dan keamanan yang tertib, aman, nyaman dan demokratis. (Lestari, 2009)
Usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pengembangan masyarakat diharapkan agar bukan hanya sekedar usaha belas kasihan pemerintah terhadap masyarakat miskin. Usaha-usaha tersebut seharusnya ditempatkan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar kesejahteraan warganya. Usaha-usaha yang ada saat ini masih bersifat ad-hoc, temporary (sementara) dan bernuansa charity- ketimbang sebagai usaha sistematis pemerintah yang didukung secara kuat oleh kebijakan pembangunan ekonomi. Benih-benih pembangunan sosial yang sudah dilakukan perlu lebih diperkuat dengan kerangka makro perencanaan dan kebijakan umum di bidang ekonomi dan sosial yang diarahkan secara sengaja untuk investasi di bidang peningkatan kesejahteraan rakyat sehingga upaya mewujudkan kesejahteraan sosial bukan hanya utopi atau angan-angan belaka.
2. Reformasi di Bidang Politik dan Upaya Menjaga Kesolidan
Pemerintahan
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang solid
berpengaruh terhadap kelancaran jalannya programprogram pemerintah sehingga upaya untuk menjaga kesolidan pemerintahan menjadi salah satu faktor penting keberhasilan program pemerintah.
Seperti halnya pemerintahan pada era reformasi sebelumnya,
pembentukan kabinet pemerintah merupakan hasil dari koalisi partai-partai yang mendukung salah satu pasangan calon presiden saat pemilu presiden, dengan demikian keberadaan koalisi dan hubungan partai-partai yang mendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus dijaga. Salah satu upaya untuk menjaga kesolidan koalisi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pembentukan Sekretariat Gabungan (Setgab) antara Partai Demokrat dengan partai-partai politik lainnya yang mendukung SBY.
Pembentukan Setgab juga bertujuan untuk menyatukan visi dan misi
pembangunan agar arah koalisi berjalan seiring dengan kesepakatan bersama. Setgab merupakan format koalisi yang dianggap SBY sesuai dengan etika demokrasi dan dibentuk sebagai sarana komunikasi politik pada masa pemerintahan SBY.
3. Upaya untuk menyelesaikan konflik dalam negeri
Selain berupaya untuk menjaga kedaulatan wilayah dari ancaman luar,
upaya internal yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kedaulatan wilayah adalah mencegah terjadinya disintegrasi di wilayah konflik. Konflik berkepanjangan di wilayah Aceh dan Papua yang belum juga berhasil diselesaikan pada masa pemerintahan presiden sebelumnya, mendapat perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kendati telah dilakukan pendekatan baru melalui dialog pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie termasuk dengan mencabut status DOM yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru, namun konflik di Aceh tidak kunjung selesai. Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah berupaya untuk lebih mengefektifkan forum-forum dialog mulai dari tingkat lokal Aceh hingga tingkat internasional. Di tingkat internasional, upaya tersebut menghasilkan Geneva Agreement (Kesepakatan Penghentian Permusuhan/Cessation of Hostilities Agreement (CoHA).
Tujuan dari kesepakatan tersebut adalah menghentikan segala bentuk
pertempuran sekaligus menjadi kerangka dasar dalam upaya negosiasi damai diantara semua pihak yang berseteru di Aceh. Namun pada kenyataannya, CoHA dan pembentukkan komite keamanan bersama belum mampu menciptakan perdamaian yang sesungguhnya. Belum dapat dilaksanakannya kesepakatan tersebut dikarenakan minimnya dukungan di tingkat domestik, baik dari kalangan DPR maupun militer selain tidak adanya pula dukungan dari pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka)