ditentukan untuk melakukan ketentuan perpajakan (wajib) ,terasuk pemunutan pajak dan pemotongan
pajak tertentu.
2).Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh wajib
pajak atau pemerintah,kecuai diberian oleh wajib pajak selin pemerintah
4).Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat.
Pendapatan keseluruhan dari seorang individu atau bisnis dari semua sumber,sebelum pensiun
mengurangkan,pembebasan atau penyesuaian.
2).Tunjangan PPH
4).Hnorarium,imbalan sejenisnya
7).Bonus,gratifikasi,jasa produksi,THR
Adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib
pajak dalam negeri dalam menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan
yang harus dibayar wajib pajak di Indonesia. PTKP diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan dimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan. Besarnya PTKP tersebut adalah:
1).Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
2).Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
3).Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami.
4).Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Atau Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang
Pribadi, maka dasar pengenaan dan pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 (PPh 21) adalah sebagai
berikut:
Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi: 1. Pegawai Tetap; 2. Penerima pensiun berkala; 3.
Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan
yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima
ribu rupiah); 4.Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. .
Jumlah penghasilan yang melebihi Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi
Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan
atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender
belum melebihi Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah);
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan Pegawai yang
menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan;
Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada poin
1, 2, dan 3.Misalnya Dalam hal jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah
penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau
klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Penghasilan wajib pajak yang menjadi dasar untuk menghitung pajak penghasilan.Hal ni diatur dalam
pasal 6 UU no.7 93 tentang pajak penghasilan
Penghasilan kena pajak didapat dengan menghitung penghasilan brto dikurangi dengan biaya untuk
mendapatkan kerugian maka kerugian tersebut dikompensasikan mulai dengan penghasilan tahun pajak
berikutnya sampai berturut-turus selama lima tahun
-Seluruh penghasilan dan keugian bagi wanita yang tela kain ada aal tahun pajak,begitu pula kerugianya
yang berasal dari tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan dianggap sebgai penghasilan atau
kerugian suaminya, kecuali enghasilan tersebut semata-mata diterima dan diperoleh dari satu pemberi
kerja yan telah dipotong pajakberdasarkan ketentuan pasal 21 dan pekerja tersebut tidak ada
hubunganya dengan usahapekerjaan beas suami atau anggta kelarhanya.
Penghasilan anak yang beum dewasa digabun dengan penghaslan oran tuanya
Berasarkan pengenaan pemoonan PPH pasal 26 adalah jumlah penghasilan bruto.Jumlah penghasilan
bruto yang diterima atau diperoleh penerima penghasil yang dipotong PPH pasal 21 dan pasal 26 adalah
seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimajsit dalam pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam
suatu periode atau padasaat dibayarkan
a.Sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya.
b.Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota
POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya.
c.Sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV,
Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan
Pensiunannya.
Bendahara mempunyai kewajiban menyetor PPh Pasal 21 Final atas penghasilan tersebut diatas dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Kode Jenis Setoran 411121-402 dan melaporkan PPh
Pasal 21 tersebut dengan SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana
bendahara tersebut terdaftar.
Batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah tanggal 20 bulan berikut.
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri dan Pensiunannya mempunyai kewajiban untuk melaporkan
penghasilan tersebut diatas setiap tahun dengan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
VIII.Penghitungan PPh Pasal 21 Untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala
Gaji 3.000.000,00
Pengurangan
151.200,00
=261.200,00
12x2.762.800,00 33.153.600,00
PTKP
26.325.000,00
Pembulatan 6.828.000,00
PPh terutang
5%x6.828.000,00 341.400,00
341.400,00 : 12 28.452,00
Catatan:
• Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang
mempunyai jabatan ataupun tidak.
•berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang
bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli
adalah sebesar: 120% x Rp28.452,00=Rp 34.140,00
Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER 31/Pj./2009 Pasal 18 menyatakan Pengenaan PPh pasal 21
bagi pegawai atas uang pesangon, uang manfaat pension, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang
dibayarkan secara sekaligus diatur berdasarkan ketentuan yang ditetapkan khusus.
Dengan berlakunya peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 2009 tentang tarif pajak
pen ghasilan pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon,uang manfaat pension,Tunjangan hari
Tua,dan jaminan hari Tua yang dibayarkan sekaligus berlaku pada tanggal 16 November 2009,ketentuan
lama yaitu Peraturan pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Beberapa batasan yang termuat dalam peraturan dimaksud meliputi :
1. Pegawai adalah orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan berupa uang pesangon, uang
manfaat pension, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
2. Uang pesangon adalah penghasilana yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk pengelola Dana
pesangon tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan bentuk apapun, sehubungan dengan
berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja
dan uang penggantian hak.
3. Uang manfaat pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang
pribadi peserta dana pensiun sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundangan –undangan dibidang
dana pensiun oleh dana pensiun pemberi kerja
4. Tunjangan hari tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara
tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
5. Jaminan hari tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan
social tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
6. Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja adalah badan yang ditunjuk oleh pemberi kerja untuk
mengelola uang pesangon yang selanjutnya membayarkan uang pesangon tersebut kepada pegawai dari
pemberi kerja pada saat berakhirnya masa kerja.
7. Pemotong pajak adalah pemberi kerja, pengelola dana pesangon tenaga kerja, dana pensuin pemberi
kerja, atau dana pensiun lembaga keuangan, badan penyelenggara kerja, jaminan social tenaga kerja,
dan badan lain yang membayar uang pesangon , uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan
hari tua.