Anda di halaman 1dari 3

1.

Konsep dan defini pragmatic


Pada awalnya istilah pragmatik banyak terkait dengan linguistik atau sosiolinguistik, tetapi
perkembangan selanjutnya keberadaannya banyak terkait dengan masalah pengajaran bahasa.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan bagian dari kajian linguistik.
Menurut Morris dalam Gazdar (1979: 85) bahwa pragmatik merupakan salah satu bagian dari
telaah isyarat-isyarat atau tanda-tanda bahasa. Menurutnya dikatakan bahwa isyarat-isyarat
bahasa, dalam pengkajiannya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) sintaktik, (2)
semantik, (3) pragmatik. Selanjutnya, dijelaskan bahwa sintaktik adalah telaah tentang
hubungan antara isyarat dengan isyarat, semantik ialah hubungan antara isyarat dengan
maknanya, danpragmatik adalah hubungan antara isyarat dengan pemakaiannya.
Menurut Nababan (1987:2) yang dimaksud dengan pragmatic ialah aturan-aturan pemakaian
bahasa, yaitu pemilihan bentuk bahasa dan penentuan maknanya sehubungan dengan maksud
pembicara sesuai dengan konteks dan keadaannya.
Menurut Leech (1983), yang dimaksud dengan pragmatik adalah suatu kajian bahasa yang
berusaha menemukan makna-makna ujaran yang disesuaikan dengan situasi.
Menurut Imteranational Pragmatics Association (IPRA) yang dimaksud dengan pragmatik
ialah penyelidikan bahasa yang menyangkut selukbeluk penggunaan bahasa dan fungsinya
(dalam Soemarmo, 1987: 3).
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, selanjutnya dapat dikatakan bahwa pragmatik dapat
berupa teori atau kajian, tetapi dapat juga berupa keterampilan menggunakan bahasa.
Pragmatik sebagai suatu keterampilan yang menggunakan bahasa berarti senantiasa dalam
penggunaan bahasa tersebut disesuaikan dengan situasi dan konteksnya. Konteks dan situasi
ini juga sering disebut sebagai faktor-faktor penentu pragmatik, yang terdiri dari orang-orang
yang terlibat dalam pembicaraan, waktu berlangsungnya pembicaraan, tempat
berlangsungnya pembicaraan, topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, media yang
digunakan.
Pragmatik adalah studi tentang makna ungkapan-ungkapan linguistik dalam kontek.
Pragmatik mempunyai kaitan yang sangat erat dengan penggunaan bahasa (language use)
secara fungsional. Para pakar pragmatik. mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda.
Yule, misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji
makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang,
melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau
terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut
jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Pragmatik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan
tanda itu (Moris, 1938: 6 dalam Levinson, 1997: 1).
Pragmatik menurut Geoffrey Leech (1993: 8) adalah ilmu tentang maksud dalam
hubungannya dengan situasi-situasi tuturan (speech situation).
Leech (dalam Gunarwan) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang
mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini ia sebut semantisisme, yaitu melihat
pragmatik sebagai bagian dari semantik; prag- matisisme yaitu melihat semantik sebagai
bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik
sebagai dua bidang yang saling melengkapi.

Thomas (1996:22)
Pragmatik adalah makna yang ada dalam interaksi, yaitu makna yang dihasilkan sebagai
proses yang dinamis, yang mencakupi negosiasi makna anatara penutur dan petutur, konteks
ujaran (secara fisik, sosial, dan linguistik), serta potensi makna dari ujaran.
Mey (2001:6)
Pragmatik mengkaji penggunaan bahasa dalam komunikasi manusia yang ditentukan oleh
kondisi-kondisi masyarakat.

2. Sejarah pragmatic
Pragmatik telah tumbuh di Eropa pada 1940-an dan berkembang di Amerika sejak tahun
1970-an. Morris (1938) dianggap sebagai peletak tonggaknya lewat pandangannya tentang
semiotik. Ia membagi ilmu tanda itu menjadi tiga cabang: sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Kemudian Halliday (1960) yang berusaha mengembangkan teori sosial mengenai bahasa
yang memandang bahasa sebagai fenomena sosial.
Di Amerika, karya filsuf Austin (1962) dan muridnya Searle (1969, 1975), banyak
mengilhami perkembangan pragmatik. Karya Austin yang dianggap sebagai perintis
pragmatik berjudul How to Do Things with Words (1962). Dalam karya tersebut, Austin
mengemukakan gagasannya mengenai tuturan performatif dan konstatif. Gagasan penting
lainnya adalah tentang tindak lokusi, ilokusi, perlokusi, dan daya ilokusi tuturan.
Beberapa pemikir pragmatik lainnya, yaitu: Searle (1969) mengembangkan pemikiran
Austin. Ia mencetuskan teori tentang tindak tutur yang dianggap sangat penting dalam
kajian pragmatik. Tindak tutur yang tidak terbatas jumlahnya itu dikategorisasikan
berdasarkan makna dan fungsinya menjadi lima macam, yaitu: representatif, direktif,
ekspresif, komisih, dan deklaratif.
Grice (1975) mencetuskan teori tentang prinsip kerja sama (cooperative principle) dan
implikatur percakapan (conversational implicature). Menurut Grace, prinsip kerja sama
adalah prinsip percakapan yang membimbing pesertanya agar dapat melakukan percakapan
secara kooperatif dan dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien. Prinsip ini
terdiri atas empat bidal: kuantitas, kualitas, relasi, dan cara. Menurut Gunarwan (1994:
54), keunggulan teori prinsip kerja sama ini terletak pada potensinya sebagai teori inferensi
apakah yang dapat ditarik dari tuturan yang bidal kerja sama itu.
Keenan (1976) menyimpulkan bahwa bidal kuantitas, yaitu “buatlah sumbangan Anda
seinformatif-informatifnya sesuai dengan yang diperlukan”. Hal ini berdasarkan penelitian
tentang penerapan prinsip kerja sama di masyarakat Malagasi.
Goody (1978) menemukan bahwa pertanyaan tidak hanya terbatas digunakan untuk meminta
informasi, melainkan juga untuk menyuruh, menandai hubungan antarpelaku percakapan,
menyatakan dan mempertanyakan status.
Fraser (1978) telah melakukan deskripsi ulang tentang jenis tindak tutur. Gadzar (1979)
membicarakan bidang pragmatik dengan tekanan pada tiga topik, yaitu: implikatur,
praanggapan, dan bentuk logis. Gumperz (1982) mengembangkan teori implikatur Grizer
dalam bukunya Discourse Strategies. Ia berpendapat bahwa pelanggaran atas prinsip kerja
sama seperti pelanggaran bidal kuantitas dan cara menyiratkan sesuatu yang tidak dikatakan.
Sesuatu yang tidak diekspresikan itulah yang dinamakan implikatur percakapan. Levinson
(1983) mengemukakan revisi sebagai uapaya penyempurnaan pendapat Grize tentang teori
implikatur. Leech (1983) mengemukakan gagasannya tentang prinsip kesantunan dengan
kaidah yang dirumuskannya ke dalam enam bidal: ketimbangrasaan, kemurahhatian,
keperkenanan, kerendahhatian, kesetujuan, dan kesimpatian.

Mey (1993) mengemukakan gagasan baru tentang pembagian pragmatik:


mikropragmatik dan makropragmatik. Schiffrin (1994) mambahas berbagai kemudian
kajian wacana dengan menggunakan pendekatan pragmatic. Yule (1996) mengembangkan
teori tentang PKS dengan menghubungkannya dengan keberadaan tamengan (hedges) dan
tuturan langsung-tuturan tak langsung. sejalan dengan perkembangan teknologi, muncul teori
atau pendekatan yang disebut cyber Pragmatik.
Pragmatik siber berkembang sebagai respons atas perkembangan bahasa dalam konteks
perkembangan teknologi informasi, teknologi digital, dan teknologi internet (Locher, 2013).
Dengan perkembangan teknologi-teknologi tersebut bahasa tidak dapat lagi diintepretasi
maksudnya dengan menggunakan perspektif lama. Artinya, pasti terdapat dimensi-dimensi
bahasa yang tidak terjangkau dan tidak terjamah jika yang diperhatikan adalah pragmatik
dalam perspektif konvensional.

Anda mungkin juga menyukai