Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

GERAK DAN AKTIVITAS

Oleh :

NI KETUT DAIVI MADHURYANTI


2014901064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI DENPASAR
2020
A. Konsep Teori Kebutuhan

1. Definisi Gerak dan Aktivitas

Gerak adalah suatu perubahan tempat kedudukan pada suatu


benda dari titik keseimbangan awal. Sebuah benda dikatakan bergerak
jika benda itu berpindah kedudukan terhadap benda lainnya baik
perubahan kedudukan yang menjauhi maupun yang mendekati.
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu
tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan
aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.Kemampuan aktivitas
seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
muskuloskeletal.
Gerak aktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian. Maka
berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
gerak aktivitas merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna untuk mempertahankan kesehatannya. Setiap orang
perlu untuk bergerak, kehilangan kemampuan bergerak menyebabkan
seseorang mengalami ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan
keperawatan (Barbara Kozier, 2010).

2. Anatomi Fisiologi

Gerak aktivitas sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,


meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago, dan
saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek, kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan
atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk
latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit
(infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan
Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus
otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot
yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya
aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus
otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan
terdiri dari empat tipe tulang, yaitu tulang panjang, pendek, pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium,
dan berperan dalam pembentukan sel darah merah.
3. Faktor Predisposisi (Pendukung) dan Presipitasi (Pencetus)
1) Faktor Predisposisi (Pendukung)
a. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mepengaruhi kemampuan
mobilitas seseorang, karena gaya hidup berdampak pada prilaku
atau kebiasaan sehari-hari.
b. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi juga dapat dipengaruhi oleh
kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat ;
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas
(sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
c. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar
seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik dibutuhkan
energi yang cukup.
d. Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia
yang berbeda hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan
fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.

2) Faktor Presipitasi (Pencetus)


a. Proses penyakit atau cidera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai
contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami
keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
4. Gangguang Terkait KDM
a. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot,ketidakseimbangan, dan masalah psikologis.
Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia
lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orang usia lanjut terus menerus berbaring di tempat
tidur baik di rumah maupun dirumah sakit.
b. Patofisologi

Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak


bebas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
terpenuhi. Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar
(termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas
rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan
gerakan tangan non verbal. Immobilisasi adalah suatu keadaan di
mana individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan
gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu rentang.
Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan
mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh,
mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu
normal yang mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot
rata-rata 3% sehari.
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,
meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago,
dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot, isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energy meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan
energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung,
tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik).
Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan
suasana hati seseorang, tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari
kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka
pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,
pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel
darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah
ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang
dan kartilago. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih,
mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Kartilago
adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring,
hidung, dan telinga. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai
melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot.
Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau
berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus
menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi
ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
c. Manifestasi Klinis
Respon fisiologis dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan
pada:
1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan
massa otot, atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan
gangguan metabolisme kalsium
2) Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban
kerja jantung, dan pembentukan thrombus
3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik,
dispnea setelah beraktifitas
4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic;
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein;
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan
kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi)
5) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal
6) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan
anoksia jaringan
7) Neurosensori: sensori deprivation

d. Faktor yang Mempengaruhi


1) Gaya hidup
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh
perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian
halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat
2) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah
tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian
pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri
mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya
klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam
melakukan aktifitas.
4) Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi,
orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan
dengan orang sehat.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
b. Rontgen : Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan
tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
c. CT scan (Computed Tomography) : menunjukkan
rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi. Dapat juga digunakan
untuk mengetahui kerusakan otak yanng menyebabkan
tergangunya kemampuan gerak.
d. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik
pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang)
e. Pemeriksaan Laboratorium
Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat pada
kerusakan otot.
1) Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
2) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
3) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
4) Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, trafusi mutipes, atau cedera hati.
6. Penatalaksanaa Medis
Adapun penatalaksanaan umum dan khusus dalam pemenuhan
gerak aktivitas diantaranya adalah:

Penatalaksanaan umum:
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
3. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
4. Temui dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus
imobilisasi, serta penyakit atau kondisi penyetara lainnya.
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan
yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus
diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan
kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur,
latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan),
latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan
koordinasi atau keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod
atau toilet.
Penatalaksanaan Khusus:
1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
2. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
3. Lakukan latihan gerak segera dan bertahap pada pasien–pasien
yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit.
Selain penatalaksanaan tersebut juga terdapat pencegahan primer dan
sekunder dalam pemenuhan gerak aktivitas diantaranya:

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan. Sebagai suatu proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada
fungsi sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal.
Sebagai suatu proses yang berkesinambungan, pencegahan
primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidakaktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi aktivitas dan latihan
secara teratur. Perilaku gaya hidup tertentu (misalnya
merokok dan kebiasaan diet yang buruk), depresi,
gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya
dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang
tidak mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual,
diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program
tersebut disusun untuk memberikan kesempatan pada klien
untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam
melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki
evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang faktor-
faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk
memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman:
1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi
sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan.
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau
peningkatan kearah latihan).
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat
keyakinan bahwa akan berhasil).
c. Keamanan
Ketika program latihan telah diterima oleh klien, instruksi
tentang latihan gerak yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi
atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan
memilih aktivitas yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Intoleran aktivitas dapat dikurangi atau dicegah dengan
intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dari suatu
pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau turut
berperan terhadap hal tersebut. Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi. Diagnosis keperawatan yang dihubungkan dengan
pencegahan sekunder adalah intoleran aktivitas.
B. Tinjauan Teori Askep
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu (Nursalam, 2010).
Adapun data-data pengkajian pada pasien dengan masalah
pemenuhan kebutuhan mobilitas dan intoleran aktivitas adalah
sebagai berikut:

1) Riwayat Penyakit Sekarang


Pengkajian riwayat pasien meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan dalam gerak dan aktivitas, seperti
adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, daerah yang mengalami
kelemahan fisik, dan lama terjadinya kelemahan tersebut.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis, riwayat penyakit sistem kardiovaskuler, riwayat
penyakit pernafasan dan juga riwayat penyakit muskuloskeletal.
3) Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri,
kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan,
kekuatan.
4) Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk
menilai kemampuan gerak untuk posisi miring, duduk, berdiri,
bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
5) Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak yang dilakukan pada daerah seperti
bahu,siku,lengan,panggul,dan kaki.
6) Perubahan Intoleransi Aktifitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan sistem
pernapasan, antara lain suara napas,analisis gas darah, gerakan
didinding thorak, adanya mukus,batuk yang produktif diikuti
panas, dan nyeri saat respirasi. Sedangkan pengkajian
berhubungan dengan sistem kardiovaskuler yaitu tanda vital,
gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan
tanda vital setelah melakukan aktifitas.
7) Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak.
8) Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan
perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme
koping.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memeberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan,
membatasi, mencegah dan mengubah.
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual
atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenagan
perawat (NANDA, 2015).
Adapun beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan gangguan mobilisasi, yaitu :
1) Intoleran Aktivitas
Batasan karakteristik:
a. Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
b. Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
c. Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
d. Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
e. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
f. Dispnea setelah beraktivitas
g. Menyatakan merasa letih
h. Menyatakan merasa lemah
Faktor yang berhubungan:
a. Tirah baring yang lama
b. Kelemahan umum
c. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
2) Hambatan Mobilitas Fisik
Batasan karakteristik:
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak-balik posisi
c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
(misalnya meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/ aktivitas
sebelum sakit)
d. Dispnea setelah beraktivitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik
halus
g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik
kasar
h. Keterbatasan rentang pergerakan sendi
i. Tremor akibat pergerakan
j. Ketidakstabilan postur
k. Pergerakan lambat
l. Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
a. Intoleran aktivitas
b. Perubahan metabolisme seluler
c. Ansietas
d. Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
e. Gangguan kognitif
f. Kontraktur
g. Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
h. Fisik tidak bugar
i. Penurunan ketahanan tubuh
j. Penurunan kendali otot
k. Penurunan massa otot
l. Penurunan kekuatan otot
m. Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
n. Keterlambatan perkembangan
o. Ketidaknyamanan
p. Kaku sendi
q. Kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial)
r. Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
s. Kerusakan integritas struktur tulang
t. Malnutrisi
u. Gangguan muskuloskeletal
v. Gangguan neuromuskular
w. Nyeri
x. Program pembatasan gerak
y. Keengganan memulai pergerakan
z. Gangguan sensoriperseptual
3) Defisit Perawatan Diri
Batasan Karakteristik:
a. Ketidakmampuan untuk menjangkau sumber air
b. Ketidakmampuan untuk mengatur kebersihan diri
c. Ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi
d. Penurunan fungsi otot
e. Menyatakan merasa lemah
Faktor yang Berhubungan:
a. Gangguan kognitif
b. Penurunan motivasi
c. Kendala lingkungan
d. Ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
e. Gangguan muskoloskeletal
f. Gangguan neuromuscular
g. Nyeri
h. Ansietas berat
i. Gangguan persepsi
j. Peningkatan suhu tubuh
k. Penurunan suhu tubuh
c. Perencanaan
Perencanaan pada pasien dengan gangguan pemenuhan mobilisasi
adalag sebagai berikut:
1. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a) Intolerans aktivitas
b) Hambatan mobilitas fisik
c) Defisit perawatan diri
2. Rencana Asuhan Keperawatan
a) Intoleran Aktivitas
Tujuan : menunjukkan toleransi aktivitas
Kriteria hasil :
1) Nyaman dan tidak dispnea saat beraktivitas
2) Frekuensi jantung atau tekanan darah normal sebagai
respon terhadap beraktivitas
3) Tidak ada aritmia atau iskemia saat beraktivitas
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1. Berikan terapi aktivitas Memberi anjuran tentang dan bantuan
dalam aktivitas fisik, kognitif, sosial,
dan spiritual yang spesifik untuk
menungkatkan rentang, frekuensi,
atau durasi aktivitas individu (atau
kelompok)

2. Lakukan manajemen energi Mengatur penggunaan energi untuk


mengatasi atau mencegah kelelahan
dan mengoptimalkan fungsi.

3. Lakukan manajemen Memenipulasi lingkuangan sekitar


lingkungan klien untuk memperoleh manfaat
terapeutik, stimulai sensoris, dan
kesejahteraan psikologis.

4. Berikan terapi dan latihan Menggunakan gerakan tubuh aktif


fisik : mobilitas sendi atau pasif untuk mempertahankan
aktivitas dan fleksibelitas sendi.

5 Terapi dan latihan fisik: Menggunakan aktivitas atau latihan


pengendalian otot yang spesifik untuk meningkatkan
atau memulihkan gerakan tubuh yang
terkontrol.

6 Promosi latihan fisik : Menggunakan aktivitas atau protokol


latihan kekuatan latihan yang spesifik untuk
meningkatkan atau memulihkan
gerakan tubuhyang terkontrol.

7 Bantuan pemeliharaan Membantu pasien dan keluarga untuk


rumah menjaga, rumah sebagai tempat
tinggal yang bersih, aman, dan
menyenagkan.
Lakukan manajemen alam Memberi rasa aman, stabilisasi,
8 perasaan pemulihan, dan pemeliharaan pasien
yang mengalami disfungsi alam
perasaan baik depresi maupun
peningkatan alam perasaan.
9 Bantuan perawatan-diri Membantu individu dalam melakukan
pemenuhan kebutuhan ADL.

b) Hambatan mobilitas fisik


Tujuan : memperlihatkan mobilitas
Kriteria hasil :
1) Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2) Meningkatkan waktu reaksi
3) Tidak dispnea saat beraktifitas
4) Cara berjalan normal
5) Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6) Pergerakan sendi bebas
7) Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8) Postur tubuh stabil
9) Gerakan teratur dan terkoordinasi.

No Intervensi Rasional
1. Berikan promosi mekanika Memfasilitasi penggunaan postur
tubuh dan pergerakan dalam aktivitas
sehari-hari untuk mencegah
keletihan dan ketegangan atau
cedera muskuloskeletal.

2. Berikan promosi latihan fisik: Memfasilitasi pelatihan otot resistif


latihan kekuatan secara rutin untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuatan otot.

3. Berikan terapi latihan fisik: Meningkatkan dan membantu dalam


ambulasi berjalan untuk mempertahankan atau
mengembalikan fungsi tubuh
autonom dan voluntir selama
pengobatan dan pemulihan dari
kondisi sakit atau cedera.

4. Berikan terapi latihan fisik Mobilitas sendi menggunakan


gerakan tubuh aktif dan pasif untuk
mempertahnkan atau
mengembalikan fleksibilitas sendi.

5. Berikan terapi latihan fisik: Menggunkan aktivitas tertentu atau


pengendalian otot ptotokol latiham yang sesuai untuk
meningkatkan ata mengembalikan
gerakan tubuh yang terkendali.

6. Berikan pengaturan posisi Mengatur posisi pasien atau bagian


tubuh pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan kesejahteraan
fisiologis dan psikologis.
c) Defisit perawatan diri
Tujuan : mampu menoleransi aktivitas
yang biasa di lakukan
Kriteria hasil :
1) Beraktivitas tanpa risiko intoleransi aktivitas

Rencana Keperawatan

No Intervensi Rasional
1 Lakukan kajian kemampuan Memberikan informasi dasar dalam
pasien dalam perawatan diri menentukan rencana keperawatan
terutama ADL
2 Jadwalkan jam kegiatan Perencanaan yang matang dalam
tertentu untuk ADL melakukan kegiatan sehari-hari.
3 Jaga privasi dan keamanan Memberikan rasa aman dan nyaman
klien kepada klien.
4 Lakukakn latihan aktif dan Meningkatkan sirkulasi darah.
pasif
5 Monitor tanda vital, tekanan Memberikan informasi dasar dalam
darah, sebelum dan sesudah menentukan rencana keperawatan
ADL

d. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah lanjutan dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
treatment untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.

Tujuan dari pelaksanaan adalah untuk membantu klien


dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping klien. Perencanaan tindakan
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien
mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan (Nursalam, 2010).

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan,


evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan
apakah informasi yang telah dikumpulkan sudah mencukupi dan
apakah perilaku yang diobservasi telah sesuai. Diagnosa juga perlu
di evaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan dan
intervensi dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan
tersebut dicapai secara efektif (Nursalam, 2010).
Evaluasi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a) Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari
proses keperawatan dan hasil kwalitas palayanan asuhan
keperawatan . Evaluasi proses harus dilaksan akan segera
setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk
membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi
proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang
telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam
evaluasi proses terdiri atasan alisis rencana asuhan
keparawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan
perawatan.
b) Evaluasi sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan. Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah
perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir
asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
asuhan keperawatan. dalam proses evaluasi, kriteria hasil yang
diharapkan ialah:
1) Mampu mebolak balikan posisi tubuh
2) Meningkatkan waktu reaksi
3) Tidak dispnea saat beraktifitas
4) Cara berjalan normal
5) Mampu melakukan gerakan motorik halus dan kasar
6) Pergerakan sendi bebas
7) Tidak terjadinya tremor yang diinduksi oleh pergerakan
8) Postur tubuh stabil
9) Gerakan teratur dan terkoordinasi

Trombosis
Embolisme
Adanya penyumbatan aliran Hipertensi, DM, penyakit
darah ke otak oleh thrombus Embolus berjalan menuju arteri jantung, obesitas, merokok
serebral melalu arteri karotis
C. PATHAWAY
Berkembang menjadi SNH Penimbunan lemak/Kolestrol
aterosklerosis
d pada dinding Terjadi bekuan darah pada yang meningkat dalam darah
pembuluh darah arteri
Pembuluh darah menjadi
Arteri tersumbat kaku

Berkurangnya darah ke area Pecahnya pembuluh darah


thrombus
Terjadi iskemik dan
infark pada jaringan

Stroke Non Hemoragik

Penurunan Adanya lesi Proses Nervus Kranial


kekuatan otot serebral metabolisme di
otak terganggu
Kelemahan Terjadinya
fisik afasia Penurunan N.II,III,IV,VI N.VIII N.V,VII,I
suplai O2 ke X,XII
otak Terjadi Terjadinya
Hambatan Hambatan penurunan penurunan Terjadinya
Mobilitas Fisik Komunikasi daya daya penurunan
Verbal Ketidakefektifan pengelihatan pendengaran reflek
Perfusi Jaringan menelan
Kelaian
Defisit
visual Gangguan
Perawatan Diri
Persepsi
Kesulitan
Sensori
dalam
Pendengaran
menilai jarak
dan
kehilangan
pengelihatan
Gangguan
Menelan
Gangguan
Persepsi Sensori
DAFTAR PUSTAKA
Penglihatan
Hidayat, A.Aziz Alimul.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

Judith,2014 Diagnosa Keparawatan, ed. 9.Jakarta:EGC.

Mansjoer,Arif .2010.Kapita Selekta Kedokteran , ed.3,cet.1 Jakarta:Media


Aesculapius.

Syaifuddin,H.2011.Anatomi Fisiologi:Kurikulum berbasis kompetensi untuk


keperawatan & kebidanan.Jakarta:EGC.

Nuzulul Zulkamain Haq. web:Nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id. Diposting pada 09


Oktober 2011. Diakses pada hari rabu,4 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai