Oleh :
2. Anatomi Fisiologi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
b. Rontgen : Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan
tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
c. CT scan (Computed Tomography) : menunjukkan
rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi. Dapat juga digunakan
untuk mengetahui kerusakan otak yanng menyebabkan
tergangunya kemampuan gerak.
d. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik
pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan
medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (misal: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang)
e. Pemeriksaan Laboratorium
Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat meningkat, kreatinin dan SGOT meningkat pada
kerusakan otot.
1) Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
2) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
3) Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
4) Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, trafusi mutipes, atau cedera hati.
6. Penatalaksanaa Medis
Adapun penatalaksanaan umum dan khusus dalam pemenuhan
gerak aktivitas diantaranya adalah:
Penatalaksanaan umum:
1. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
3. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
4. Temui dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus
imobilisasi, serta penyakit atau kondisi penyetara lainnya.
5. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan
yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus
diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
6. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan
kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur,
latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan),
latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan
koordinasi atau keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
9. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod
atau toilet.
Penatalaksanaan Khusus:
1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
2. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
3. Lakukan latihan gerak segera dan bertahap pada pasien–pasien
yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit.
Selain penatalaksanaan tersebut juga terdapat pencegahan primer dan
sekunder dalam pemenuhan gerak aktivitas diantaranya:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan. Sebagai suatu proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada
fungsi sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, pulmonal.
Sebagai suatu proses yang berkesinambungan, pencegahan
primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidakaktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi aktivitas dan latihan
secara teratur. Perilaku gaya hidup tertentu (misalnya
merokok dan kebiasaan diet yang buruk), depresi,
gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya
dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang
tidak mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual,
diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program
tersebut disusun untuk memberikan kesempatan pada klien
untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam
melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan. Ketika klien telah memiliki
evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang faktor-
faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk
memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman:
1) Aktivitas saat ini dan respon fisiologis denyut nadi
sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan.
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau
peningkatan kearah latihan).
3) Kesulitan yang dirasakan.
4) Tujuan dan pentingnya latihan yang dirasakan.
5) Efisiensi latihan untuk diri sendiri (derajat
keyakinan bahwa akan berhasil).
c. Keamanan
Ketika program latihan telah diterima oleh klien, instruksi
tentang latihan gerak yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi
atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan
memilih aktivitas yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Intoleran aktivitas dapat dikurangi atau dicegah dengan
intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dari suatu
pengertian tentang berbagai faktor yang menyebabkan atau turut
berperan terhadap hal tersebut. Pencegahan sekunder
memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi. Diagnosis keperawatan yang dihubungkan dengan
pencegahan sekunder adalah intoleran aktivitas.
B. Tinjauan Teori Askep
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu (Nursalam, 2010).
Adapun data-data pengkajian pada pasien dengan masalah
pemenuhan kebutuhan mobilitas dan intoleran aktivitas adalah
sebagai berikut:
No Intervensi Rasional
1. Berikan promosi mekanika Memfasilitasi penggunaan postur
tubuh dan pergerakan dalam aktivitas
sehari-hari untuk mencegah
keletihan dan ketegangan atau
cedera muskuloskeletal.
Rencana Keperawatan
No Intervensi Rasional
1 Lakukan kajian kemampuan Memberikan informasi dasar dalam
pasien dalam perawatan diri menentukan rencana keperawatan
terutama ADL
2 Jadwalkan jam kegiatan Perencanaan yang matang dalam
tertentu untuk ADL melakukan kegiatan sehari-hari.
3 Jaga privasi dan keamanan Memberikan rasa aman dan nyaman
klien kepada klien.
4 Lakukakn latihan aktif dan Meningkatkan sirkulasi darah.
pasif
5 Monitor tanda vital, tekanan Memberikan informasi dasar dalam
darah, sebelum dan sesudah menentukan rencana keperawatan
ADL
d. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah lanjutan dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
treatment untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaaruhi masalah kesehatan pasien.
e. Evaluasi
Trombosis
Embolisme
Adanya penyumbatan aliran Hipertensi, DM, penyakit
darah ke otak oleh thrombus Embolus berjalan menuju arteri jantung, obesitas, merokok
serebral melalu arteri karotis
C. PATHAWAY
Berkembang menjadi SNH Penimbunan lemak/Kolestrol
aterosklerosis
d pada dinding Terjadi bekuan darah pada yang meningkat dalam darah
pembuluh darah arteri
Pembuluh darah menjadi
Arteri tersumbat kaku