Anda di halaman 1dari 9

Kesulitan Belajar

Menurut national institute of health, USA kesulitan belajar adalah hambatan/gangguan belajar
pada anak dan remaaj yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara
intelegensia dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai lebih lanjut dijelaskan bahwa
kesulitan belajar disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan
neurobiologis) yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan, seperti perkembangan
membaca, menulis, pemahaman dan berhitung.
Menurut Hammill (1981) kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam
aktivitas mendengarkan, bercakapcakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam
berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi
sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya
gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya
perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal
tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor
yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.

Anak Berkesulitan Belajar


Anak berkesulitan belajar adalah anak yang memiliki gangguan satu atau lebih Dari proses dasar
yang mencakup pemahan penggunaan bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut mungkin
menampakkan diri dalam bentuk kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan,
berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau menghitung. Batasan tersebut meliputi
kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, diseleksia dan afasia
perkembangan. Dalam kegiatan pembelajaran disekolah, kita dihadapkan pada sejumlah
karakteristik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya
secara lancar dan berhasil tanpa adanya kesulitan, namun disisi lain tidak sedikit pula siswa
yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan
oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dalam menyebabkan prestasi
belajar yang dicapainya berada dibawah semestinya. 

Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar secara umum


Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman ( 1991:133 ) terdapat 10 (sepuluh)
gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan belajar, yaitu: (1) hiperaktif, (2) gangguan
persepsi motorik, (3) emosi yang labil, (4) kurang koordinasi, (5) gangguan perhatian, (6)
impulsif, (7) gangguan memori dan berfikir, (8) kesulitan pada akademik khusus ( membaca,
matematika, dan menulis), (9) gangguan dalam berbicara dan mendengar, dan (10) hasil
electroencephalogram (EEG )tidak teratur serta tanda neurologis yang tidak
jelas.
Hallahan menjelaskan bahwa tidak semua gejala selalu ditemukan pada anak yang mengalami
kesulitan belajar, adakalanya hanya beberapa ciri yang tampak. Selanjutnya para peneliti
mengelompokkan kesepuluh ciri tersebut dengan menggabungkan hal-hal yang dianggap
sejenis. Adapun pengelompokkannya adalah sebagai berikut .
1. Masalah persepsi dan koordinasi
Hallahan (1975) mengemukakan bahwa beberapa anak berkesulitan belajar
menunjukkan gangguan dalam persepsi penglihatan dan pendengaran. Masalah ini tidak
sama dengan masalah ketajaman penglihatan dan ketajaman pendengaran, seperti yang
dialami oleh seorang tunanetra atau tunarungu. Sebagai contoh, anak yang mengalami
gangguan persepsi visual, tidak dapat membedakan huruf atau kata -kata yang
bentuknya mirip, seperti huruf "d" dengan "b" atau membedakan kata "sabit" dengan
"sakit". Kemudian anak yang mengalami masalah persepsi pendengaran mengalami
kesulitan untuk membedakan kata yang bunyinya hampir sama, seperti kata kopi
dengan topi. Di samping mengalami masalah dalam persepsi, pada anak berkesulitan
belajar ada yang mengalami masalah dalam koordinasi motorik yaitu gangguan
keterampilan motorik halus seperti gangguan dalam menulis dan keterampilan motorik
kasar seperti tidak dapat melompat dan menendang bola secara tepat.
2. Gangguan dalam perhatian dan hiperaktif
Anak yang berkesulitan belajar mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan
mengalami hiperaktif. Meskipun terdapat anak yang memiliki masalah dalam perhatian
dan hiperaktif tanpa disertai kesulitan belajar, munculnya kesulitan belajar sangat tinggi
di antara anak yang mengalami masalah perhatian dan hiperaktif. Para ahli menekankan
bahwa dalam hal ini masalahnya bukan pada kelebihan geraknya akan tetapi yang lebih
mendasar adalah masalah sulitnya berkonsentrasi. Walaupun anak banyak melakukan
gerakan yang dalam batas-batas tertentu gerakannya lebih terarah, belum tentu disebut
hiperaktif. Anak yang hiperaktif banyak bergerak,akan tetapi tidak mengarah dan tidak
bisa tenang dalam waktu yang ditetapkan, seperti menyelesaikan pekerjaan dalam
waktu 2 – 3 menit. Di samping itu, anak yang hiperaktif sulit untuk melakukan kontak
mata dan sulit untuk mengkonsentrasikan perhatiannya. Nampaknya segala stimulus
yang ada di dekatnya diresponnya tanpa ada seleksi. Sebagai contoh, apabila anak diberi
tugas untuk melakukan sesuatu, ia tidak dapat menuntaskan pekerjaannya karena
perhatiannya segera beralih pada obyek lainnya, dan begitu seterusnya.
3. Mengalami gangguan dalam masalah mengingat dan berfikir
a. Masalah Mengingat
2) Anak berkesulitan belajar kurang mampu menggunakan strategi untuk
mengingat sesuatu. Contoh : kepada beberapa anak diperlihatkan suatu daftar
kata untuk diingat. Anak normal secara spontan dapat mengkatagorikan kata-
kata tersebut agar mudah diingat sedangkan anak berkesulitan belajar tidak
mampu melakukan strategi tersebut.
3) Anak berkesulitan belajar mendapat kesulitan untuk mengingat materi secara
verbal. Hal ini terjadi karena mereka mempunyai masalah dalam pemahaman
bunyi bahasa, sehingga sulit memaknai kata atau kalimat. Apabila anak salah
menangkap bunyi bahasa, maka akan menimbulkan kesalahan dalam memaknai
kata tersebut. Misalnya anak sulit membedakan bunyi huruf k dan t, sehingga
kata kopi kedengarannya seperti topi. Dengan demikian ia sulit memahami
ucapan yang mengandung kata kopi dan topi, yang pada akhirnya ia sulit
mengingat kalimat yang diucapkan tersebut.
b. Masalah Berpikir
Berpikir meliputi kemampuan untuk memecahkan masalah sampai kepada
pembentukan konsep atau pengertian. Anak berkesulitan belajar mengalami
kelemahan dalam masalah tersebut. Contoh : bagaimana menentukan strategi
untuk menemukan kembali barang yang hilang. Contoh lain adalah bagaimana
mengungkapkan kembali suatu cerita yang telah dibacanya. Anak yang berkesulitan
belajar tidak mampu untuk menemukan strategi yang diperlukan untuk kepentingan
itu.
4. Kurang mampu menyesuaikan diri
Anak berkesulitan belajar menunjukkan gejala kurang mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Pada umumnya, anak yang mengalami kesulitan belajar sering
mengalami kegagalan sesuai dengan tingkat kesulitannya. Dampak dari kegagalan
tersebut yaitu anak menjadi kurang percaya diri , merasa cemas, dan takut melakukan
kesalahan yang akan menjadi bahan cemoohan teman-temannya, sehingga ia menjadi
ragu-ragu dalam berinteraksi dengan lingkungannya atau ia mengasingkan diri.
5. Menunjukkan gejala sebagai siswa yang tidak aktif.
Anak berkesulitan belajar kurang mampu melakukan strategi untuk memecahkan
masalah akademis secara spontan. Hal ini terjadi karena mereka sering mengalami
kegagalan. Contoh: Anak berkesulitan belajar tidak berani menjawab pertanyaan guru
atau menjawab soal di papan tulis secara spontan.
6. Pencapaian hasil belajar yang rendah
Sebagian anak berkesulitan belajar memiliki ketidakmampuan dalam berbagai bidang
akademik, misalnya dalam membaca, pengucapan, tulisan, berhitung dan sebagian anak
lagi hanya pada satu atau dua aspek saja.

Dyslexia
berasal dari kata yunani (Greek), “dys” berartikesulitan, “lexis” berarti kata-kata. Disleksia
merupakan kesulitan belajar yang primer berkaitan dengan masalah bahasa tulisanseperti
membaca, menulis, mengeja, dan pada beberapa kasuskesulitan dengan angka, karena adanya
kelainan neurologis yangkompleks -kelainan struktur dan fungsi otak. (Abigail
Masrhall,2004).Dapat pula merupakan kelainan bawaan (constitutional inorigin), keturunan
(genetic). Bila salah satu dari kembar identik mengalami disleksia, maka 85 hingga 100 persen
kemungkinananak kembar yang lain mengalami disleksia pula. Bila salah satuorang tua
mengalami disleksia, sekitar 25-50% dari anaknya dapatmengalami disleksia pula.Secara garis
besar Disleksia adalah kondisi ketika perbedaankerja otak yang membuat seorang individu
dengan disleksia memproses informasi yang diterima dari otak dengan cara yang berbeda.
Akibatnya, orang dengan disleksia mengalami kesulitanmemproses informasi.

KARAKTERISTIK ANAK DISLEKSIA


Disleksia sering dikait-kaitkan dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) sebab
sebesar 15% penderitadisleksia ternyata juga merupakan penderita ADHD, dan sekitar 35%
dari penderita ADHD merupakan anak dengan disleksia.Penderita disleksia memilki beberapa
karakteristik. Karakteristik tersebut adalah:
1. Karakteristik Penderita Disleksia dalam Mengeja
 Susah membedakan huruf, terutama yang memiliki bentuk dan bunyi yang
hampir sama, seperti “p”, “b”,“d”, dan “g” atau “f” dan “s” misalnya.
 Kesulitan mengingat dan melafalkan bunyi yangdibentuk dari setiap komponen
vokal.
 Kesulitan bila diminta mengeja tulisan secara terbalik(dari belakang ke depan).
2. Karakteristik Penderita Disleksia dalam Membaca
 Kesulitan membaca kata secara terpisah.
 Kesulitan membaca kata-kata yang jarang digunakan, baik secara terpisah maupun
dalam sebuah teks.
 Tidak lancar membaca, hal ini ditandai dengankecepatan membaca yang lambat, k
esulitan memahami isi bacaan (tidak akurat), serta kesulitanketika diminta
membaca keras (reading aloud).
 Penderita disleksia juga biasanya membaca suatukalimat dengan acak, seperti
misalnya “saya hendak  pergi bertamasya” menjadi “saka mendak bergi
pertaman saya”, huruf-huruf yang ada ditulisandisubtitusi dengan huruf lain, atau
urutan-urutannya dipindah.
 Tidak bisa membaca dalam waktu yang lama.
3. Karakteristik dalam Visual dan Penulisan
 Menulis kalimat secara berantakan, tanpa spasi, atauukuran huruf yang tidak
konsisten.
 Melihat tulisan seakan-akan semua berbaur, atausebaliknya terpenggal-penggal 
sehingga merasakebingungan ketika harus membaca.
 Menulis dengan bentuk yang terbalik.

Aphasia
Aphasia secara umum berkaitan dengan disorder of brain, injury of the brain. Aphasia
adalah suatu gangguan dalam berkomunikasi atau pemahaman ucapan-ucapan bahasa
yang disebabkan karena kerusakan pada otak.
Aphasia dapat diderita oleh anak dan orang dewasa. Istilah developmental aphasia secara
luas digunakan kepada anak-anak walaupun sudah lama sekali berkaitan dengan masalah
neurorogikal damage. Aphasia children sering diawali dengan menggunakan kata pada usia
2 th atau lebih dan kalimat pada usia 4 th. Geschwind (1968) menemukan perbedaan yang
berarti dalam ukuran auditory cortex lapisan luar otak) pada penderita aphasic antara
hemisphere kiri dan kanan. Akan tetapi bukti yang jelas tentang persyarafan mana yang
mengalami gangguan, fakta itu sulit untuk diperoleh.

KARAKTERISTIK ANAK APHASIA


Aphasia tampak dalam berbagai bentuk dengan simpton yang cukup kompleks. Secara garis
besar simpton aphasia dapat digolongkan ke dalam tiga karakteristik utama yaitu:
1. Receptive Aphasia
 Tidak dapat mengidentifikasi apa yang di dengar
 Tidak dapat melacak arah
 Kekurangan/miskin kosa kata
 Tidak dapat memahami apa yang terjadi dalam gambar
 Tidak dapat memahami apa yang dia baca
2. Expressive Aphasia
 Jarang bicara di kelas
 Kesulitan dalam melakukan peniruan
 Banyak pembicaraan yang tidak sejalan dengan ide
 Jarang menampilkan gesture (gerak tangan)
 Ketidakcakapan menggambar dan menulis
3. Inner Aphasia
 Tidak mampu melakukan asosiasi : oleh karena itu sulit berpikir abstrak
 Memberikan respon yang tidak layak atas panggilan/ sahutan
 Lamban dalam merespon

Disgrafia
adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa menuliskan atau mengekspresikan
pikirannya kedalam bentuk tulisan, karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata
dengan baik dan mengkoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-anak,
umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak mulai belajar menulis. Kesulitan ini tidak
tergantung kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih dalam berbicara dan keterampilan
motorik lainnya, tapi mempunyai kesulitan menulis. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi
problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat
SD.
Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua
dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali
mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam
bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya,
orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah,
kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar.

KARAKTERISTIK ANAK DISGRAFIA


Pada umumnya anak-anak yang menderita disgrafia menunjukkan semua atau beberapa gejala.
Kendell dan Stefanyshyn (2012), menrincinya sebagai berikut:
1. terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide,
5. pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
6. sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap, caranya memegang alat
4. tulis sering kali terlalu dekat, bahkan hampir menempel dengan kertas.
7. berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu
5. memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
8. cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
6. proporsional.
9. tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang
7. sudah ada

DISKALKULIA
Tidak ada satu definisi yang spesifik diterima secara luas tentang diskalkulia, namun beberapa
ahli mendefinisikan Diskalkulia sebagai berikut:
Kosc (1974) mendefinisikan diskalkulia sebagai gangguan struktural kemampuan matematika
yang berawal pada kelainan bawaan pada bagian otak . Menurut Learner (1988), diskalkulia
adalah kesulitan belajar matematika. Diskalkulia adalah ketidak mampuan belajar spesifik yang
mempengaruhi kemampuan anak untuk memperoleh keterampilan aritmatika.

KARAKTERISTIK ANAK DISKALKULIA


Menurut Lerner (1981 : 357) ada beberapa karakteristik anak berkebutuhan belajar
matematika, yaitu (1) adanya gangguan dalam hubungan keruangan, (2) abnormalitas persepsi
visual, (3) asosiasi visual-motor, (4) perseverasi, (5) kesulitan mengenal dan memahami simbol,
(6) gangguan penghayatan tubuh, (7) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan
(8) Performance IQ jauh lebih rendah daripada skor Verbal IQ.
1. Gangguan Hubungan Keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh-dekat, tinggi-
rendah, depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah dikuasai anak sebelum masuk
SD. Pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan tersebut diperoleh dari
pengalaman dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial atau melalui berbagai
permainan. Namun anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung terselenggaranya
suatu situasi yang kondusif bagi terjalinnya komunikasi. Adanya kondisi instrinsik yang
diduga karena disfungsi otak dan kondisi ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak
menunjang terselenggaranya komunikasi dapat mengganggu pemahaman anak tentang
konsep hubungan keruangan sehingga dapat mengganggu pemahaman anak tentang
sistem bilangan secara keseluruhan. Karena gangguan ini, anak tidak mampu merasakan
jara antara angka-angka pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin tidak tahu
bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4 daripada ke angka 6.
2. Abnormalitas Persepsi Visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk melihat
berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok atau set. Kemampuan melihat
berbagai objek dalam kelompok marupakan dasar untuk mengidentifikasi jumlah objek
dalam suatu kelompok. Anak yang mengalami abnormalitas persepsi visual akan
mengalami kesulitan untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang masing-masing
terdiri dari lima dan empat anggota. Selain itu, anak juga akan mengalami kesulitan
dalam membedakan bentuk-bentuk geometri. Adanya abnormalitas persepsi visual
dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar matematika, terutama dalam memahami
berbagai simbol.
3. Asosiasi Visual-Motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-benda
secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya. Anak mungkin baru memegang
benda ketiga namun telah mengucapkan “lima” ataupun sebaliknya. Hal ini memberi
kesan bahwa nak hanya sekedar menghafal bilangan tanpa memahami maknanya.
4. Perseverasi
Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka waktu yang
relatif lama. Anak mungkin pada mulanya dapat mengerjakan tugas dengan baik, tetapi
lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek. Contoh:
4+3=7
5+3=8
5+2=7
5+4=9
4 + 4 = 9
3 + 4 = 9
Angka 9 diulang beberapa kali tanpa memperhatikan kaitannya dengan soal matematika
yang dihadapi.
5. Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol
Anak sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan simbol-simbol
matematika seperti +,-,=,>,< dan sebagainya. Kesulitan seperti ini dapat disebabkan oleh
adanya gangguan memori atau gangguan persepsi visual.
6. Gangguan Penghayatan Tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya gangguan
penghayatan tubuh. Anak merasa sulit untuk memahami hubungan bagian-bagian dari
tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh orang, mereka akan
menggambar dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap atau menempatkan
bagian tubuh pada posisi yang salah, misalnya bagian leher yang dihilangkan, maka anak
dapat menggambarkan tangan di leher.
7. Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca
Kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang
matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca
untuk memecahkanya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan membaca akan
mengalami kesulitan pula dalam memecahkannya.
8. Performance IQ Jauh Lebih Rendah daripada Skor Verbal IQ
Hasil tes inteligensi dengan menggunakan WISC (Wechsler Intelligence Scale for
Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar matematika memiliki skor PIQ
(Performance Intelligence Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal
Intelligence Quotient). Rendahnya skor PIQ pada anak berkesulitan belajar matematika
tampaknya terkait dengan kesulitan memahami konsep keruangan, gangguan persepsi
visual, dan adanya gangguan asosiasi visual-motor.

Anda mungkin juga menyukai