Anda di halaman 1dari 1

A.

Kesimpulan

Pada awal kehadirannya di Jakarta, Van Mook mendapat tekanan baik dari Sekutu maupun ancaman
perlawanan dari pihak revolusioner Indonesia. Oleh karena itu, pada awal kehadirannya Van Mook
bersedia untuk melakukan perundingan, meskipun pemerintah Belanda melarangnya untuk bertemu
dengan Soekarno. Pada 14 Oktober 1945, Van Mook bersedia bertemu dengan Soekarno dan
“kelompok-kelompok Indonesia”. Ia tidak mau menyebut sebagai Republik Indonesia, karena
pemerintah Belanda belum mengakui pemerintahan Republik Indonesia. Dalam pokok pikiran Van Mook
menyatakan, bahwa NICA bersedia membangun hubungan ketatanegaraan yang baru dan status
Indonesia menjadi “negara dominion” dalam persekutuan “persemakmuran Uni-Belanda”.

Demikianlah karena tidak ada titik temu antara Indonesia dan Belanda, Cristison tetap berusaha
mempertemukan mereka. Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Mook dan wakilnya, Charles O. Van der
Plas. Indonesia diwakili oleh Soekarno dan Moh. Hatta yang didampingi oleh H. Agus Salim dan Ahmad
Subarjo. Dalam pertemuan itu tidak ada hasil yang memuaskan bagi pihak Indonesia. Pihak Belanda
masih menginginkan kebijakan politiknya yang lama. Pada minggu-minggu terakhir Oktober 1945,
berbagai insiden dan konfrontasi dengan semakin banyaknya tentara NICA yang datang ke Indonesia.
Konfrontasi itu menyebabkan pihak Sekutu ingin segera mengakhiri tugasnya di Indonesia, terlebih
ketika aksi-aksi kekerasan terjadi di kota besar di Indonesia, terutama pertempuran sengit di Surabaya.
Pihak Sekutu ingin segera meninggalkan Indonesia, tetapi tidak mungkin melepaskan tanggung jawab
internasionalnya. Untuk itulah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan itu dengan melakukan
perundingan.

B. Saran

Perjuangan bangsa Indonesia mencapai kedaulatan penuh mengajarkan kepada kehidupan sekarang
bagaimana pentingnya kemerdekaan penuh. Saat ini Indonesia sudah merdeka tetapi ada sendi-sendi
kehidupan bangsa Indonesia yang belum merdeka dan harus diperjuangkan.

Anda mungkin juga menyukai